NovelToon NovelToon

HAZEL IN CASTOR'S LAND

Ibu Angkat yang Kejam

Di Kota London, 2022

Gadis dengan lesung pipi mungil, tetapi memiliki julukan si buruk rupa.

***

Perempuan paruh baya itu memekik, pagi hari yang cukup menegangkan untuk Hazel. Bila tak ada Tommy di rumah, suasana rumah itu tak tenang, selalu saja istrinya memarahi Hazel tak beralasan.

"Bisakah kau menyetrika lebih rapi lagi?!" tanya Kammy dengan membentak.

Wajah wanita yang selalu menampakkan kemarahan, tumpukan cucian itu dilempar ke Hazel. Umpatan demi umpatan dilayangkan ke anak angkatnya. Gadis berusia 19 tahun itu hanya bisa mendengarkan, tak ingin membantah Ibu angkatnya, Kammy. Pakaian-pakaian Kammy kembali ia setrika, melakukannya dengan terburu-buru, jam mata kuliah sebentar lagi, tetapi Ibu angkatnya tak mau mengerti dengan hal itu.

"Kau hanya anak angkat ku, jangan berlagak dijadikan putri di rumah ini," kata Kammy yang kesekian kalinya berkata seperti itu.

Kedua mata Hazel tak berkaca-kaca lagi, dia sudah terbiasa dengan kalimat kasar Ibu angkatnya, semua perkataan itu tak melukainya lagi. Hazel menganggap itu hanya kemarahan orang tua yang wajar.

Usai berbenah, Hazel pamit ke kampus, dia tak mendapatkan sarapan pagi dari Kammy. Hazel sudah terbiasa tidak sarapan, dia akan makan jika Kammy sudah tertidur pulas.

"Aku pergi, mungkin aku akan pulang telat, aku harus membantu Pak Van Hill," ucap Hazel.

"Pergilah, melihatmu saja aku muak," sahut Kammy tanpa menoleh ke Hazel.

Kammy melihat Hazel keluar dari halaman rumahnya, dia menghela nafas, dia menyadari perlakuannya pada Hazel tak berperikemanusiaan, tetapi tetap saja dia memiliki kemarahan karena Hazel, ada faktor yang menyebabkan dirinya begitu jahat pada Hazel.

Hazel mengayuh sepeda dengan cepat, menyelinap di tengah -tengah perjalan kaki. Saat itu dia memakai earphone, menuntaskan kesepiannya. Namun dia terhenti sejenak di depan toko baju, toko yang memajang patung cantik memakai gaun indah seperti ratu kerajaan. Hazel bermimpi suatu saat nanti, dia memakai gaun indah putri kerajaan.

"Setelah aku banyak uang, aku akan memperbaiki semuanya, dan mewujudkan impianku," gumamnya.

Setiba di kampus, Hazel yang ingin masuk ke kelas mendapatkan kejutan dari teman kampusnya, dia dilempari tepung, baju dan rambut Hazel seluruhnya putih karena taburan tepung. Hazel lagi-lagi menahan diri untuk tidak murka. Kelima gadis dengan karakter antagonis itu meneriakinya dengan 'Gadis si buruk rupa'. Hazel hanya pasrah, membiarkan rekan lainnya menonton dirinya di olok-olok.

"Apa yang kalian lakukan?! Bubar!" Dosen yang tiba-tiba menghentikan adegan kejahatan para mahasiswanya.

Mereka bubar terkecuali Hazel, dia diminta dosennya untuk istirahat saja, dosen itu tahu mental Hazel sedang tidak baik-baik saja, tidak mudah menerima ejekan dari teman-teman sejawatnya.

Hazel menurut, dia menenangkan diri di dalam toilet. Hazel memilih duduk di atas kloset merenungi kehidupannya.

'Inikah adegan yang harus aku terima setiap harinya? Apakah ini adil untukku?' Dia bergumam.

Hazel melihat pantulan wajahnya di cermin, "Aku memang gadis buruk rupa," gumamnya lagi. Kulit Hazel dipenuhi bekas cacar air. Teramat menjijikkan di mata teman-temannya.

Hazel terpaksa keluar dari kampus, dia menuju ke perpustakaan tempatnya bekerja paruh waktu. Saat itu pemilik perpustakaan sedang sibuk mengatur buku di rak.

"Aku datang lebih awal," kata Hazel mengejutkan Pak Van Hill.

"Kau ke tempat yang membuatmu lebih nyaman," sahut Pak Van Hill yang saat itu sudah tahu suasana hati Hazel.

"Aku tidak dibutuhkan dari segala sudut di dunia ini, aku selalu dipandang sebelah mata, benar kata mereka, aku memang bernasib sial," keluh Hazel bila teringat kalimat orang-orang yang mengoloknya.

Pak Van Hill menunjuk ke Hazel, dia tidak suka mendengarkan isyarat keputusasaan dari mulut gadis itu.

"Kau harus tahu, di muka bumi ini semuanya memiliki manfaat tersendiri, kau tidak perlu jadi tokoh utama di cerita orang lain, jadilah tokoh utama untuk kehidupan mu sendiri, kau yang paling bertanggungjawab atas dirimu, Hazel .."

Hazel menarik nafas dalam-dalam, mengganti rongga dadanya dengan udara yang terisi beban moral.

"Kau lelah dengan hidup mu?" tanya Pak Van Hill.

"Mengakuinya, aku rasa tak ada gunanya, aku harus melanjutkan hidup ku, sesuai semestinya," sahut Hazel berdamai dengan batinnya

Hazel meletakkan tasnya di kursi, dia mengambil tumpukan buku itu dari tangan Pak Van Hill. Senyumannya menyeringai wajahnya, kesedihan Hazel seketika lenyap bila berada di perpustakaan Pak Van Hill.

"Letakkan buku itu saja, aku sudah membuat sarapan yang begitu banyak, makanlah .." kata Pak Van Hill. Dia sangat menyayangi Hazel seperti cucunya sendiri.

Hazel tetap mengelap buku-buku itu, dia tak akan membiarkan Pak Van Hill kelelahan mengerjakan yang sudah menjadi tugasnya.

"Kau makan dulu," ujar Pak Van Hill kembali.

"Aku menyelesaikan ini dulu, sarapan lah lebih dulu Kakek," sahut Hazel.

Pak Van Hill geleng-geleng kepala seraya tersenyum, hidup dalam kesendirian membuatnya kesepian, tetapi dengan kehadiran Hazel, Pak Van Hill memiliki gairah hidup lagi.

Pak Van Hill melihat raut wajah Hazel, dia memahami gadis itu menyimpan banyak kesedihan yang tak ia tampakkan. Pak Van Hill mengajaknya duduk di kursi, dia ingin membicarakan perihal serius dengan Hazel.

"Apakah kau menyenangi perpustakaan ini?" tanyanya.

Ada seorang pria masuk ke dalam perpustakaan, pria itu membawa karton. Pak Van Hill menyambutnya, membuka karton itu lalu memeriksa isinya. Ada puluhan kantong darah yang ada di karton itu. Hazel lagi-lagi terkejut melihatnya, walaupun bukan pertama kali melihat Pak Van Hill mendapat kiriman kantong darah, tetap saja itu mengejutkan bagi Hazel.

"Saya sudah mengirimkan ke direktur, cepatlah pergi," ucap Pak Van Hill. Dia ingin pria itu segera pergi dari perpustakaannya.

Hazel tak berhenti melihat gelagat Pak Van Hill yang mencurigakan. Pak Van Hill melirik Hazel, berharap gadis itu tidak bertanya tentang dilihatnya. Pak Van Hill membawa karton itu ke gudang, Hazel mencoba ingin membantu tetapi dicegah oleh Pak Van Hill.

"Tidak perlu, Hazel. Lanjutkan saja pekerjaan mu," ucap Pak Van Hill berusaha mengangkat karton itu seorang diri.

Dengan nafas terengah-engah, Pak Van Hill menutup pintu gudang itu dari dalam. Seolah menunjukkan aktivitasnya tak ingin dilihat oleh Hazel. Kecurigaan kian membukit di hati gadis itu, dia perlahan mendekati gudang dengan mengendap-endap, rasa penasaran Hazel menguasai jiwanya.

Dari dalam gudang terdengar suara Pak Van Hill sedang tertawa, seperti sedang berbicara dengan seseorang. Hazel tahu, Pak Van Hill hanya tinggal seorang diri, tak ada satupun tamu yang ada saat itu, namun bila mendengar Pak Van Hill, si Kakek berusia 70 tahun itu sedang berdialog dengan seseorang, tepatnya dengan seorang pria juga.

"Selamat Pagi," sapa seseorang yang ada di pintu masuk. Seorang pria masuk ke perpustakaan menyapa Hazel.

Hazel bergegas menjauh dari gudang, dia mempersilakan mahasiswa itu mulai mencari buku yang dia inginkan. Hazel masih deg-degan, sekelumit pertanyaan di benaknya, agar tidak membuat pelanggan itu curiga, Hazel melanjutkan kembali aktivitasnya merapikan buku.

"Kau melihat Pak Van Hill?" tanya pria itu pada Hazel.

Hazel melirik ke gudang, "Dia ada urusan, tunggu saja."

Pria itu melayangkan anggukan, memulai mencari buku-buku yang diperlukannya, sesaat mendengar suara riuh dari arah gudang, Hazel pun juga mendengarnya. Tak ingin menimbulkan kecurigaan di pria itu, Hazel bergegas mengalihkan perhatiannya.

"Pak Van Hill sedang menonton TV, maaf .. kami ada buku biografi baru, ada di sana," ujar Hazel yang berbohong demi menjaga Pak Van Hill. Walaupun dia tahu, tak ada TV di dalam gudang itu.

Note : Perpustakaan Pak Van Hill

Buku Dongeng Negeri Castor

Kota London, 2022

Gadis dengan bola mata biru itu menemukan batu Ruby..

***

Setelah mengerjakan tugas di perpustakaan, Hazel pulang ke rumah, tangannya menenteng dua bungkusan makanan untuk Ayah dan Ibu angkatnya. Harapan Hazel agar kebaikannya dapat di hargai oleh Kammy. Namun ketika ia ingin memutar kenop pintu, suara riuh pertengkaran terdengar lagi dari dalam rumah. Tommy dan Kammy sedang berdebat panas, sesekali nama Hazel menjadi topik perdebatan di antara keduanya.

Hazel berdiri di depan pintu, menatap kosong pintu kayu jati itu. Telinganya sangat jelas mendengar Ibu angkat selalu protes terhadap diri Hazel.

Tommy memukul meja, Dug!

"Tidak ada yang salah dari anak itu, kau hanya terlalu jahat untuk melihat kasih sayangnya," gertak Tommy kepada istrinya.

"Kau jangan membodohi ku! Semenjak dia ada di rumah ini, aku selalu tidak tenang, apa yang kau sembunyikan?"

"Berhenti berbicara seperti itu. Sebentar lagi dia akan pulang, bersikap baiklah padanya," kata Tommy memperingati Kammy.

"Aku akan tetap bersikap seperti ini, sampai anak itu pergi dari rumah kita," Kammy tetap pada pendiriannya.

Hazel menjatuhkan bungkusan makanannya, dia perlahan melangkah mundur keluar dari halaman, Hazel enggan lagi masuk ke dalam rumah. Tommy yang berniat menjemput Hazel di perpustakaan, mendapati bungkusan makanan Hazel di lantai teras. Tommy tahu makanan itu milik Hazel, putrinya sudah mendengar lagi pertengkaran antara dirinya dengan Kammy.

"Hazel, putriku .." lirih Tommy yang sangat merasa bersalah.

Tommy masuk ke dama rumah membawa bungkusan makanan itu, "Lihatlah, putriku bahkan membawakan makanan untuk kita, tapi apa yang ia dapat? dia mendengar kalimat jahat mu!"

Kammy malah membuang pandangannya, tak ingin terenyuh oleh kebaikan Hazel.

Tiba-tiba hujan turun begitu deras, petir dan kilat silih berganti membuat malam itu kian mencekam. Secepat mungkin Hazel mengayuh sepedanya agar segera tiba di perpustakaan lagi. Ia pikir di perpustakaan lebih nyaman ketimbang berada di rumah. Hazel tidak ingin membuat hati Kammy berantakan karena kehadirannya.

"Hujan, ku mohon .. berhentilah sejenak," harapnya sembari mengayuh sepedanya lebih cepat lagi.

Dengan baju basah kuyup, Hazel tiba lagi di perpustakaan, nasib baik, sebelumnya dia meminta kunci cadangan dari Pak Van Hill. Suasana di dalam perpustakaan teramat gelap, tombol lampu berada di dalam gudang, sedangkan ponselnya saat itu tak dapat menyala karena kemasukan air.

"Ayo ku mohon, menyala lah," harap Hazel menepuk-nepuk telepon genggamnya.

Hazel berjalan ke gudang sambil meraba disekitarnya, pintu gudang saat itu memang terbuka lebar, rupanya Pak Van Hill lupa menutupnya. Hazel menyalahkan lampu setelah itu menyalahkan perapian di ada di gudang itu. Karena penasaran dengan segala aktivitas Pak Van Hill bila di gudang, Hazel mencari petunjuk untuk menuntaskan penasarannya.

Matanya tertuju ke rak buku dekat perapian, salah satu buku itu menarik perhatiannya, buku tebal bersampul biru dengan batu Ruby menghiasinya.

"Ini mungkin buku dari kerajaan," gumamnya sembari membolak-balik buku itu.

Ia pikir tak ada salahnya mengambil batu Ruby itu, selain indah, kata orang-orang, baru Ruby membawa keberuntungan bagi si pemiliknya. Lagipula buku itu juga sudah usang, tampaknya Pak Van Hill tidak akan memajangnya untuk pelanggan, pikir Hazel.

'The Castor's Land'

Judul buku yang klasik, perlahan ia membukanya, membaca awal kisah Negeri yang sangat mencekam. Kisah tentang kerajaan yang terkena kutukan sehingga mengubah Negeri Castor menjadi Negeri mati. Namun membaca di bab pertama, Hazel malah mengantuk, tanpa sadar dia membaca mantra yang ada di belakang sampul.

Buku dongeng itu mengeluarkan cahaya berwarna biru, menyusul dengan pusaran angin kecil. Tubuh Hazel terhisap, sekuat tenaga ia melawan arus angin yang ingin membawanya masuk ke dalam buku. Tangannya mencengkram erat kursi kayu Pak Van Hill.

"Tolong ..tidak, tidak," ucapnya panik.

Setengah bagian kaki Hazel telah menyatu dengan pusaran angin, tenaganya tak sebanding dengan pusaran angin itu Tubuh Hazel terhisap hingga masuk ke dalam buku. Setelah menghisap tubuh Hazel, buku Negeri Castor malah tertutup rapat. Suasana di gudang itu berantakan, meninggalkan jejak Hazel dengan perapian dengan api yang masih berkobar.

***

Suara gemericik air mengusik pendengarannya, tubuhnya diselimuti dingin yang menusuk hingga ke tulang belulang, Hazel terbatuk-batuk bangun dari pingsannya. Mengamati suasana disekelilingnya, tersadar dia telah berada di tengah hutan, di depannya ada sebuah danau kecil. Hazel panik, ketika ia mencoba berdiri, ia kembali dikejutkan dengan pakaian yang ia kenakan.

"Aku di mana?" Hazel bertanya-tanya seorang diri, dia memeriksa gaun yang ia kenakan, ada batu Ruby di kantongnya. Untuk memastikan yang terjadi padanya adalah nyata, Hazel berlari menuju ke tepi danau, ia melihat pantulan wajahnya di cermin.

"Ahhhpp .." Hazel terkesiap mendapati pantulan wajahnya yang sangat cantik. Tak ada lagi bekas cacar yang menempel di kulitnya, dia menjelma bak seorang putri di dalam dongeng-dongeng.

Gaun indah yang ia kenakan berwarna Hazelnut, seumur hidup, baru kali ini Hazel memakai gaun seindah itu. Namun tiba-tiba terdengar suara binatang buas meraung dari arah hutan mati. Tak ada pohon yang berwarna hijau, semua tumbuhan yang ada disekitar Hazel sudah mati. Seperti Taka kehidupan lagi di Negeri Castor.

Arrgggg!

Suara binatang buas itu kembali meraung, Hazel berlari lagi menjauh dari danau, dia berjalan sembari melirik kiri-kanan memastikan dirinya aman dari bahaya.

"Bagaimana caranya aku kembali ke dunia ku, ku mohon kembalikan aku," lirih Hazel yang memilih bersembunyi di balik pohon.

Hazel teringat dengan kisah di awal bab buku Negeri Castor, tentang hutan yang sudah mati, binatang bua pun semuanya menjadi vampir, bahkan binatang di Negeri Castor hampir punah semua karena kelaparan. Hazel juga teringat kisah istana Castor yang Rajanya sedang sakit pada waktu itu.

"Aku harus ke istana Castor, mungkin saja orang-orang di istana dapat memulangkan aku," ucapnya. Tubuhnya sudah bergetar karena ketakutan.

Ketika berjalan menyusuri hutan, ada seekor singa mengadang jalannya. Singa itu memiliki mata merah yang mengerikan. Hazel memekik, dia berjalan mundur menghindari singa jantan itu.

"Pergi! Pergi!"

Hazel terjatuh ke tanah, dia merangkak menjauhi singa yang berjalan semakin mendekatinya. Ranting-ranting pohon Gazel lemparkan ke arah raja rimba itu. Namun tampaknya singa malah menakut-nakutinya, seolah tak berani menerkam Hazel.

Dari arah kejauhan, terdengar lagi suara hentakan kaki kuda berlari ke arahnya, Hazel menutup mata, ia sudah pasrah dengan yang terjadi selanjutnya. Batu Ruby yang ada di kantong gaunnya mengeluarkan cahaya lagi. Tubuh Hazel terasa ada yang mengangkatnya duduk di atas kuda. Suara Singa itu meraung lagi, tampak marah karena keberadaan kuda bersama tuannya menyelamatkan Hazel.

Note : Hazel

Ke Kastil Rahasia

Negeri Castor dengan keajaiban yang tak terduga..

***

Hazel duduk di atas kuda, laju kuda terasa sangat cepat, ada seorang pria menunggangi kuda sambil memeluk Hazel dari belakang. Putri Tommy itu belum memiliki keberanian untuk membuka mata, dia menikmati semilir angin dingin, laju kuda itu semakin kencang membawanya terbang.

"Ahhpp!" Suara pria itu memberikan aba-aba kepada kudanya.

Hazel tetap saja enggan membuka matanya, dia memegang erat pula tali kuda. Entah kemana pria itu akan membawanya. Hazel hanya pasrah karena telah dia berada di negeri berbeda dari manusia.

Tidak lama berselang, kuda itu berhenti di suatu tempat, tuannya memerintahkan untuk membawanya masuk ke halaman menara. Pria itu turun dari kuda, sedangkan Hazel masih di atas masih memejamkan mata.

"Istirahatlah, Jasper. Aku nanti akan memberikan mu susu," ucap pria itu kepada kudanya.

Tangan Hazel di tarik olehnya, tubuh gadis itu digendong. Hazel yang kebingungan dengan keadaan sekitar mencoba membuka mata, dia terkejut dengan sosok pria yang menggendongnya saat itu.

"Si-siapa kamu?" tanya Hazel.

"Aku Alaric," jawab pria itu.

Hazel terperangah memandang ketampanan Alaric, namun sayang ada dua gigi taring panjang di sela bibirnya. Hazel menyadari sosok yang menggendongnya adalah vampir pria, mungkinkah dia akan dijadikan tumbal oleh spesies penghisap darah itu? Hazel mulai gemetaran.

"Kau? Ahhp, turunkan aku, turunkan aku!" Hazel meronta agar Alaric menurunkannya. Namun Alaric tak menggubris, dia tetap melanjutkan perjalanan menyusuri lorong yang ada di ruangan itu.

Hazel sangat ketakutan, pikiran sudah terarah bahwa hidupnya akan berakhir di dalam buku dongeng itu. Hazel tak sempat lagi bertemu Ayah angkatnya, belum sempat meminta maaf kepada Pak Van Hill karena telah lancang menyentuh buku "The Castor Land".

Alaric menurunkan Hazel di sofa dekat jendela, gadis dengan bola mata warna hazelnut itu terperangah melihat pemandangan di luar sana. Gelap namun dihiasi bintang-bintang, tetapi tumbuhan semuanya mati, tak ada kehijauan di negeri itu, bahkan udara Castor beda dari udara di dunia manusia.

"Kenapa negeri ini berbeda dari negeri Disney?" tanya Hazel spontan.

Alaric tak menyahut, dia sibuk meracik minuman untuk Hazel. Ia sengaja mengamankan Hazel di kastil rahasianya agar gadis itu terlindungi, ada banyak bahaya yang akan mengintai hazel di luar sana, termasuk binatang suruhan Zhietta.

"Hei, kenapa kamu diam saja? Aku harus keluar dari sini, harus tahu negeri ini seperti apa," kata Hazel.

"Harus ku jelaskan dari mana?" tanya Alaric. Ia menyodorkan segelas minuman kepada Hazel.

Hazel menunjuk ke diri Alaric, mengisyaratkan pria itu menjelaskan siapa jati dirinya. Mata biru Alaric memandang Hazel tanpa berkedip, sekian ratus tahun menanti gadis itu, kini dia telah berhadapan langsung dengan Hazel. Gadis yang di ramalkan akan menyelematkan negerinya dari kutukan Zhietta.

"Aku adalah Alaric, pangeran yang akan menemanimu selama kau ada disini," papar Alaric. Sebelumnya dia ingin berbohong kepada Hazel tentang jati dirinya sebagai pangeran, namun ia pikir itu malah akan membawa masalah baru bagi Hazel nantinya.

Hazel mengamati penampilan Alaric, memang sangat menampakkan dari kaum bangsawan. Garis wajahnya tegas, berkharisma, tutur nada bicaranya juga tertata rapi dan sopan, sangat jelas didikan oleh kerajaan.

"Negeriku ini telah di kutuk, ratusan tahun lalu seorang penyihir wanita menyebarkan virus vampir kepada seluruh Rakyat kami dan keluarga kerajaan, kami menjadi vampir untuk saat ini," jelas Alaric.

Pangeran itu berdiri di depan jendela, dari atas ia memandangi negerinya yang telah mati. Yang dapat mengembalikan itu hanyalah kematian Zhietta, namun sampai saat itu belum ada yang dapat mengalahkan Zhietta, harapan mereka hanya di tumpukan kepada Hazel, si pemegang batu Ruby.

Hazel juga ikut memandang ke arah luar, memang Castor terlihat sangat menyeramkan, binatangnya pun ikut menjadi vampir.

"Aku ingin keluar dari sini, Negeri mu sangat berbahaya untuk aku seorang manusia," ucap Hazel.

"Kau akan keluar setelah Castor kembali seperti semula, ada yang harus membunuh Zhietta, dan yang bisa lakukan peran itu adalah kamu," kata Alaric melirik ke Hazel.

Hazel menggelengkan kepalanya, menolak tugas itu, dia merasa dirinya hanya manusia lemah, tak memiliki keberanian serta kekuatan untuk melawan penyihir yang diceritakan oleh Alaric.

"Ini bukan tugas dariku, tapi takdirmu .." sambung Alaric meyakinkan Hazel.

Kedua pasang mata itu bertautan, sangat jelas Hazel terbelenggu oleh ketakutan, ini lebih sulit dari meluluhkan hati Ibu angkatnya. Namun menolak pun itu hak tidak berguna, ia sudah terjebak di negeri kutukan, semua karena kesalahannya membaca mantra.

Alaric membuyarkan ketegangan di antara mereka, ia menawari Hazel dengan minuman, gadis berambut pirang itu enggan meminum apapun, semua yang di lihatnya masih misteri, tak semudah itu mempercayai Alaric.

"Terserah, aku harus pergi memberi makan kuda ku, tetaplah di sini," ucap Alaric.

"Tidak, aku ingin keluar dari kastil ini," pinta Hazel.

"Lalu kau jadi santapan vampir lainnya?"

Alaric menciutkan nyali Hazel, gadis itu menepi di sudut sofa. Memikirkan nasibnya yang sudah terjebak dalam negeri dipenuhi masalah itu. Alaric turun dari menara kastil, sejenak dia mendongak ke atas, terlihat Hazel mengamatinya dari jendela.

"Aku akan kembali setelah ini," ucap Alaric meneriaki Hazel dari bawah.

Alaric bersama Jasper si kuda kesayangannya menuju ke istana kerajaan Castor, ia akan memberitahu kepada Ayahnya tentang kehadiran Hazel. Selama ratusan tahun, Raja Castor sakit karena racun dari penyihir Zhietta.

Sementara Hazel mengamati lukisan-lukisan terpajang, dia melihat sosok pria yang sangat ia kenali berada di jajaran keluarga kerajaan, Hazel tercengang mendapati ada Pak Van Hill yang ada di antara keluarga kerajaan. Gambar yang menunjukkan Pak Van Hill duduk di samping Alaric.

"Siapa sebenarnya Pak Van Hill? Kenapa ada di lukisan bersama Alaric?" Hazel bertanya-tanya seorang diri.

Bukan hanya satu lukisan saja, hampir seluruh lukisan itu, ada gambar Pak Van Hill, si Kakek pemilik perpustakaan itu memakai pakaian kerajaan pula. Namun tiba-tiba ada yang memutar kenop pintu, Hazel membalikkan badan melihat sosok yang hadir itu.

"Ternyata kau yang dimaksud Alaric?" tanya perempuan itu. Wajah tegasnya tak menampakkan senyuman sedikitpun. Di sela bibirnya ada dua taring tajam nampak, namun tak mengurangi kecantikannya.

Hazel tak bergeming, ia mewaspadai perempuan itu, takut bila dirinya hanya dijadikan korban untuk tumbal keluarga vampir.

"Ada yang kau butuhkan? Aku bisa memberikannya," tanya wanita itu. Dingin yang pucat tetap saja menyelimuti wajahnya.

"Aku butuh jalan keluar, aku ingin keluar dari buku dongeng ini, aku ingin keluar!" Hazel meminta dengan cara paksa.

Wanita itu menghela nafas, mengabaikan permintaan Hazel, ia lebih memilih keluar dari ruangan itu tanpa berucap sepatah katapun.

"Hei!" Hazel meneriakinya. Pikirannya sudah kacau, ketakutan teramat mendominasi dirinya.

Note :

Alaric

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!