"Apa kamu yakin nak dengan keputusan mu untuk melanjutkan study disana?"
"Insha Allah, Zia yakin Bun," jawab Zia dengan mantab.
"Kamu sudah mencari tahu info tentang negara itu? terus untuk biaya hidup kamu disana gimana, Nak? Kamu 'kan tau penghasilan bunda berapa. Gaji dari pensiun ayah mu apa cukup buat biaya hidup mu disana? Bukannya biaya kehidupan disana itu sangatlah besar, Nak?" pertanyaan beruntun itu ditanyakan kepada Zia untuk keputusannya melanjutkan kuliah di luar negeri.
"Zia juga udah cari info tentang negara itu, Bun. Untuk biaya hidup sehari-hari Zia masih ada uang tabungan kok, Bun. Zia juga bisa jalankan bisnis online shop Zia dari sana. Uang pensiun ayah bisa untuk tambahan juga kan?" Ucap Zia agar bundanya tidak perlu terlalu mengkhawatirkan kehidupannya disana.
"Tapi Bunda khawatir melepas anak gadis Bunda di negeri orang, Nak. Kamukan tau kehidupan diluar itu gimana. Apalagi kamu cuma seorang diri disana,"
"Dimana pun Zia berada, Zia selalu butuh ridho dan doa dari bunda untuk segala kebaikan Zia, Bun." Zia masih berusaha meyakinkan wanita terkasihnya itu.
"Baiklah jika itu mau mu, Nak. Bunda percaya sama kamu. Jaga kepercayaan Bunda. Jangan sampai pergaulan mu sampai melewati batasan yang sudah ditentukan Allah," akhirnya Rumi pasrah atas keinginan putri semata wayangnya.
****
POV Zia
Hai...!
Nama ku Zia Aulia. Aku anak tunggal dari pasangan alm. Bapak Hendro Aulia dan Ibu Rumi Lestari. Aku memiliki tinggi tak terlalu pendek dan tak tinggi juga, hanya 155cm. Teman-teman banyak yang mengatakan ku cantik dengan kulit putih bersih ku. Tapi itu tak membuatku merasa bangga diri, aku hanya bisa bersyukur diberikan fisik yang sempurna ini kepada Allah.
Aku bukanlah gadis yang gampang bergaul dengan semua orang. Aku merupakan orang yang sedikit tertutup dalam pergaulan, maka dari itu aku tak terlalu memiliki banyak teman. Aku hanya bisa merasa nyaman saat bertemu dengan orang-orang yang tepat untuk berada di dekatku.
Semenjak kepergian ayahku tiga tahun yang lalu, hidupku dan bunda penuh dengan banyak rintangan. Mulai dari keadaan finansial ibu yang naik turun, sampai dimana bunda harus mempertahankan harga dirinya sebagai sorang janda terhormat.
Tidak mudah bagiku dan juga bunda untuk menjalani hidup tanpa sosok lelaki yang sangat kami cintai. Tapi itu tidak membuat aku dan bunda menyerah dalam menjalani hidup kami.
Kini aku telah lulus sekolah menengah atas dengan nilai yang memuaskan. Aku adalah salah satu dari murid yang berprestasi disekolah dan aku juga menguasai tiga bahasa asing. Hingga akhirnya aku mendapatkan beasiswa dari sebuah universitas ternama di Korea. Dan itu tidak terlepas karena ulah sahabatku Mia Mahendra alias Mia, yang tanpa sepengetahuan ku mengajukan beasiswa dengan menggunakan namaku.
Alasan Mia mendaftarkan beasiswa untukku ke negara itu benar-benar tidak masuk akal bagiku. Katanya supaya dia gampang buat jumpa sama para idolnya yang ada di negara tersebut. Apa hubungannya coba? Aku 'kan bukan artis atau idol juga, jadi kecil kemungkinan dan bahkan gak bisa jumpa sama tuh idol kan?
POV end
****
Drrrtttt.... Drrrtttt.... Drrrtttt....
Dalam deringan ke tiga Zia mengangkat sampingan smartphonenya. "Assalamualaikum, Mi..."
"wa allaikumussalam. Kamu lagi apa, Zi?" tanya Mia.
"Aku lagi packing barang bawaan nih." Zia menghentikan sejenak aktifitasnya. "Kamu gak kerumah buat bantuin aku?" tanya Zia.
"Enggak. Aku lagi diluar sana Mas Juan. Lusa aja ya kita ketemuan buat makan bakso dekat rumah kamu aja," usul Mia.
"Ya 'kan tiga hari lagi aku berangkatnya Mi,"
"Kalau besok aku belum bisa. Harus ikut papa buat nemenin keacara bakti sosial,"
"Ya udah deh kalau gitu. Aku mau ngelanjutin packing barang dulu biar nanti gak ada yang tertinggal," padahal Zia ingin mwnghabiskan waktunya yang tersisa ini untuk bersama sahabat terbaiknya itu.
"ya udah. aku mau nemani mas Juan lagi. Assalamualaikum Zi,"
"Wa Allaikumussalam warahmatullah."
tuttt...
Sambungan telepon terputus, dan beberapa saat kemudian Zia mencari sang bunda yang sedang berkutat di dapur. Aroma masakan sang bunda menguar diindra penciuman sang anak.
"Emmm... wanginya...," dengan cara melongok kan kepala dari balik bahu sang bunda, Zia mengintip apa yang sedang dimasak oleh bundanya.
"Wah... Bunda lagi masak rendang kesukaan Zia ya, Bun?" Tampak wajah antusias Zia saat melihat apa yang dimasak oleh bundanya.
"Hemm... Buat anak Bunda tercinta. Bentar lagi kamu gak bisa selalu makan masakan indo lagi kalau udah di Korea, apalagi rendang."
"Gampang sih Bun, tinggal cari resto Indonesia aja. Kalau enggak tiap bulan bunda kirimi Zia bumbu - bumbu Indonesia yang gak ada di Korea," yupz... zaman sekarang gak ada yang susah 'kan? Gak seperti zaman dahulu kala yang mau kasih kabar aja susah.
"Iya iya... Gampang itu. Dah cepet dimakan, bentar lagi masuk waktu Isya,"
...****************...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Salam kenal buat para reader ya...
Ini karya pertama author dan murni hasil karangan sendiri.
karya ini hanya fiktif belaka. Mohon maaf bila ada kesamaan nama tokoh, waktu dan tempat.
Happy reading buat para reader...
......................
Cuaca sedikit mendung di senin sore hari ini, ketika dua orang gadis yang dengan semangatnya menyantap semangkuk bakso yang lezat disebuah kedai bakso terkenal dekat rumah Zia.
"Zi...?"
"Hemmm?" Zia menyahut hanya dengan berdehem.
"Zi...?" Mia masih enggan untuk meneruskan ucapannya karena tanggapan sang sahabat yang ala kadarnya.
"Apa sih Mi...? Dari tadi Za Zi Za Zi aja. Ada yang mau kamu sampaikan?" sebal Zia melihat sahabatnya itu.
Mia menghentikan aktivitasnya menyeruput sisa kuah bakso dan menoleh ke arah Zia.
"Nanti kalau kamu udah sampai Korea, kamu dapat teman baru, kamu bakal lupain aku gak Zi?" tampak wajah Mia yang mulai sedih karena sebentar lagi ia akan ditinggalkan oleh orang yang benar - benar tulus berteman dengannya.
"Kok gitu ngomongnya Mi?" tanya Zia dengan kening berkerut.
"Kalau kamu udah pergi, aku bakal kehilangan sahabat yang benar - benar tulus dan ngertiin aku. Kamu kan tahu gimana aku saat kita belum sahabatan. Gak ada yang benar - benar tulus berteman sama aku?" ucap Mia masih dengan nada dan wajah sendunya.
"Mi... walaupun aku jauh di negeri orang, aku gak akan bakal lupain orang yang benar - benar baik sama aku dan bunda." Zia mencoba menenangkan hati Mia.
"Janji?"
"Hemmm... Janji." Sambil mengacungkan jari kelingkingnya ke arah Mia dan disambut wajah bahagia sang sahabat.
Tak terasa sudah bakso dan es teh manis yang mereka pesan pun kandas.
"Tapi aku kok sedikit takut ya Mi. Nanti di sana aku bakal didiskriminasi," giliran Zia yang menampakan wajah sendunya.
"Maksudnya?" Mia memiringkan kepalanya melihat Zia.
"Ya... karena penampilan aku yang menggunakan hijab."
"Jadi sampai ke Korea kamu mau buka hijab gitu?" Mia bingung dengan jalan pikiran sahabatnya itu.
"Ya enggak lah Mi," jawab Zia cepat.
"Terus?" Mia menjeda sesaat kalimatnya. "Aku yakin kalau kamu itu wanita yang hebat, teguh pendirian dan gak bakal kamu tinggalkan identitas kamu sebagai muslim sejati," Mia mencoba menguatkan Zia lagi.
"Soalnya aku pernah lihat acara talk show di channel yuyube, dan yang dibahas tentang hijab. Dan narasumber itu banyak banget mengalami diskriminasi karena penampilannya yang berbeda."
"Kan gak semua orang suka mendiskriminasikan Zi..."
"Iya sih. Mudah - mudahan aku sanggup jalani pilihan yang udah aku pilih. Terus kamu mau lanjut kuliah dimana Mi? Kog sampai sekarang aku gak tau kamu mau study dimana?" Zia masih heran, Mia sibuk mencarikan beasiswa untuknya sedangkan dirinya sendiri belum tahu untuk kuliah dimana.
"Emmm.... kata bokap sih didalam negeri aja. Soalnya bokap gak percaya sama aku yang suka pecicilan. He...he..." ujar Mia sambil cengengesan dan dibalas gelengan oleh Zia.
"Kerumah yuk Mi." ajak Zia pada Mia.
"Besok aja deh sambil nganterin kamu ke bandara. Jam dua belas 'kan penerbangannya?" Mia memastikan kembali jam keberangkatan sahabatnya.
"Hemmm, jam dua belas. Jadi kamu datang kerumah jam sebelas loh Mi. Kamu harus ikut ngantri aku ke bandara," paksa Zia agar Mia ikut mengantarkan ke bandara.
"Iya, iya... Cuss balik. Tar nyokap aku ngomel - ngomel aku pulang telat. Maklum anak perawan atu - atunya," kembali Mia cengengesan.
Setelah membayar ke kasir Zia dan Mia menuju rumah masing - masing.
****
Keesokan harinya di bandara Soekarno Hatta, Zia telah tiba setengah jam sebelum keberangkatan. Ditemani sang bunda yang selalu tak henti - hentinya memberikan nasihat kepada anak tercinta. Hingga terlihat tiga orang mendekat kearahnya.
"Assalamualaikum Bunda..." sapa Mia dengan wajah berseri-seri pada Rumi.
"Wa allaikumussalam Mia. Wah... Kamu ditemani papi kamu dan Juan rupanya." Ibu Rumi tak menyangka ayah dan kakak Mia ikut mengantar Zia.
"Oh iya dong Bun, bahkan Mia bakal antar Zia sampai ke Korea bareng Mas Juan," senyum Mia terbit bak mentari.
Terlihat kerutan di kening Zia dan bundanya. Seakan bertanya kog bisa?
"He...he.... Aku bakalan ikut ke Korea buat liburan Zi, bareng Mas Juan. Sekalian kita cari rumah kontrakan buat kamu," begitu senangnya Mia bisa ikut mengantar Zia, karena ia bisa ikut liburan ke negara tempat berkumpulnya para idol tampan.
"Alhamdulillah... Jadi untuk hari pertama aku gak terlalu bingung buat cari tempat tinggal,"
"Apa kabar ibu Rumi?" sapa Mahendra pada bundanya Zia.
"Alhamdulillah baik Pak Mahen. Terima kasih sudah membantu Zia selama ini pak," Rumi sedikit sungkan menerima segala kebaikan yang diberikan oleh Mahendra kepada putrinya.
"Ya sama - sama ibu Rumi. Zia pantas mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi lagi. Karena memang Zia adalah salah satu murid berprestasi disekolah. Terlebih Zia adalah sahabat Mia yang selalu ada disaat Mia terpuruk,"
Hingga terdengar pemberitahuan keberangkatan sebentar lagi.
Zia, Juan dan Mia menuju get keberangkatan setelah berpamitan kepada masing - masing orang tua.
Dipesawat Zia dan Mia tak henti - hentinya membahas tentang negara yang sedang mereka tuju. Dan untuk Juan, ia mulai mengambil posisi wuenaknya untuk menuju kealam mimpi. Dan membiarkan kedua gadis labil itu cerita sesuka hatinya.
...****************...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Eps 3
Happy reading....
Bandar Udara Internasional Incheon
Tampak tiga pemuda dengan raut wajah berseri - seri, lebih tepatnya dua gadis yang tampak senang dan antusias karena telah tiba di negara tujuannya.
"Kita kehotel dulu untuk istirahat, biar besok saja kita cari tempat tinggal untuk Zia. Dan Zia, kamu bisa tidur dengan Mia," perintah Juan pada dua gadis itu.
"Ya iya lah tidur bareng Mia. Masa mau tidur sama mas Juan," sarkas Mia yang hanya dibalas tatapan datar dari kakak nya itu.
"Aku jadi gak enak harus ngerepotin kamu dan bang Juan terus, Mi," ujar Zia dengan rasa ketidak nyamanannya karena sudah merepotkan kedua bersaudara itu.
"Kamu kaya sama siapa aja sih Zi. Lagi pula biar aku punya teman disini dan punya translator waktu jalan - jalan nanti. He...he..." Mia mengambil keuntungan dengan adanya Zia, dikarenakan Zia yang fasih dalam tiga bahasa asing, bahasa Jerman, Inggris dan bahasa Korea Selatan. Karena sejak SD Zia sudah dilatih oleh ayah dan bundanya yang menguasai ketiga bahasa asing tersebut.
"Ayok... Taksi kita sudah datang," ujar Juan memberi tahu kepada Zia dan Mia.
****
"Aaaaaa.... Kasur...!" Zia berlari saat berjumpa dengan tempat tidur yang dapat menghilangkan rasa lelah nya.
"Mi... Aku mau tidur dulu ya Mi. Capek banget aku Mi duduk berjam-jam - jam dipesawat," keluh Zia, dan tidak lama terdengar dengkuran halus dari mulut Zia.
"Ish ish ish.... Pantang liat kasur. Langsung deh borem, tibo merem," ejek Mia saat melihat kelakuan sahabatnya itu.
Sedangkan dilain tempat, lima pemuda tampan tengah berlatih keras agar dapat menampilkan perform yang memuaskan saat melangsungkan konser mereka beberapa hari lagi.
(Anggap saja menggunakan bahasa Korea ya say 😉)
"Ok...! Kita akhiri latihan untuk hari ini," intruksi Kim Yong Su, sang leader.
"Hah.... lelahnya...," keluh Lee Tae Won member termuda dari boyband ternama di Korea Selatan, Blue Ring.
"Kau harus semangat Tae, tidak mudah buat kita untuk sampai ketitik ini," Kim Yong Su menyemangati member termudanya, sambil berjalan kearah member lainnya.
"Hey... Yong su, kembalikan topi miliku... Entah sudah berapa topi ku yang kau simpan di lemari mu itu. Apa kau sengaja mengkoleksi topi dari milik kami semua hah...?" sungut Park Ji-Sung yang topinya tiba - tiba diambil tanpa permisi, tapi hanya dibalas senyum termanis sejuta watt yang dimilukinya.
Sedangkan disudut lain ada satu member yang sibuk membuka kotak makan siang nya, ya dia Kim Ryung sang Mr. Sunshine-nya Blue Ring. Tak ketinggalan dengan member tertua mereka, Park Jae Su member tertampan namun memiliki sifat yang kaku dan sulit untuk tersenyum.
"Hyeong cobalah ini. Ini adalah salah satu hasil karyaku. Aku belajar tutorialnya dari yuyube. Dan ini salah satu makanan Indonesia kesukaanku; qnasi goreng." Ryung menyodorkan boks makanannya kepada Jae Su. "Gimana rasanya?" tanya Ryung meminta pendapat dari hyeong-nya.
"Emmmm..." sambil mikir dan menilai masakan Ryung. "Not bad," serunya lagi.
"Guys... Aku pergi duluan. Hari ini aku ada kencan dengan wanitaku." Seru Ji-Sung sambil ngeloyor meninggalkan para member lainnya.
"Hey... Jangan sampai kau membuat skandal yang bisa merusak reputasi Blue Ring," teriak Yong Su memperingati Ji-Sung.
"Aku juga cabut." Tae Won pun ikut meninggalkan ruangan latihan.
"Ya ya ya pergilah," sahut Yong Su lagi.
Sedangkan ketiga member yang tersisa hanya bisa menyelesaikan aktifitas yang belum terselesaikan. Hingga akhirnya mereka satu persatu pergi meninggalkan ruangan latihan itu untuk melanjutkan dengan aktivitas mereka yang lainnya.
...****************...
yuk beri dukungan mu pada karya perdana author dengan cara like, komen dan tambahkan ke favorit mu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!