"Kamu yakin ingin mengajar di sekolah SMA HARAPAN?. Murid SMA itu tidak sama loh dengan murid Pesantren" tanya seorang wanita paru baya sambil meletakkan semangkok bubur Ayam di depan anaknya.
"Apa bedanya Umi?, meski sekolah itu sekolah umum. Tapi seragam sekolahnya sudah seperti murid Pesantren, murid perempuan tidak ada yang menampakkan auratnya lagi. Jadi Furqan tidak perlu kawatir matanya ternodai, Umi." Furqan menarik mangkok bubur di depannya, lalu menyuapkannya ke mulutnya setelah membaca basmalah dan doa makan.
"Tapi murid perempuan di sana bersikap lebih berani kepada kaum laki laki. Mereka tidak akan segan menggoda laki laki yang menurut mereka tampan" ujar Umi Fadilah tersenyum.
"Furqan memang tampan, Umi."
Pria berusia dua puluh empat Tahun itu melebarkan senyumnya ke arah Umi Fadilah. Furqan baru kembali ke tanah air setelah menyelesaikan pendidikan Agamanya di Mesir. Sampai di Indonesia, seorang ustadz meminta bantuan kepadanya, untuk menggantikan ustadz itu mengajar di sebuah Sekolah SMA. Dan Furqan sendiri dengan senang hati menerima tawaran itu. Selain mencoba pengalaman baru menjadi guru, Furqan merasa berkesempatan membagi ilmu.
"Di coba saja, tidak masalah. Kita tidak akan bisa mengendalikan banyak orang. Tapi kita bisa mengendalikan diri kita untuk ikut ikutan melanggar ajaran Agama. Tugas kita saling mengingatkan, membimbing muslim yang masih kurang paham Agama. Selebihnya, kita serahkan kepada Allah" timpal Abi Munzir yang datang bergabung ke meja makan.
"Iya Abi, Furqan juga berpikir seperti itu" sambung Furqan.
"Jadi kapan kamu akan mulai mengajar di sekolah SMA HARAPAN?" tanya Abi Munzir setelah mendudukkan tubuhnya.
Umi Fadilah yang berdiri di sampingnya langsung mengisi piringnya dengan nasi uduk yang baru di masaknya.
"Abi mau pake lauk apa?" tanya wanita yang masih menyisakan kecantikan itu.
"Sambal sama lele aja" jawab Abi Munzir sambil mencuci tangannya di mangkok tempat khusus mencuci tangan.
"Hari ini Abi" jawab Furqan.
"Nanti sampaikan salam Abi dan Umi pada Ustadz Bilal dan istrinya" ucap Abi Munzir.
"Iya Abi, nanti Furqan sampaikan."
Selesai menghabiskan sarapannya, Furqan berdiri dari tempat duduknya dan langsung berpamitan kepada Abi dan Uminya.
**
Di dalam sebuah kamar, seorang gadis berusia tujuh belas Tahun memoles wajahnya dengan bedak tabur putih. Setelah memakai jilbabnya, gadis berwajah manis dan cantik itu memutar mutar tubuhnya di depan kaca.
Huh!
Gadis itu meniupkan napasnya dari mulut melihat tubuhnya bertambah berisi.
"Gimana caranya ya biar langsing?" tanyanya pada diri sendiri.
"Annisa! mau berangkat bareng Ayah gak?."
"Sebentar Ayah!." Annisa meraih tasnya dari atas meja belajar dan langsung melangkah keluar kamar. Di depan pintu sudah ada Ayah Annisa menunggunya.
"Hari ini Ayah ke sekolah?" tanya Annisa. Hampir dua Bulan ini Ayahnya tidak pernah ke sekolah, karna sibuk mengurus bayi dan istrinya yang baru melahirkan.
"Hari ini ada Guru baru yang akan membantu Ayah mengajar" jawab ustadz Bilal, melangkahkan kakinya menuruni anak tangga rumah itu.
"Oh!" Annisa memeluk lengan sang Ayah saat menuruni tangga ke lantai bawah.
Sampai di lantai bawah, Annisa langsung berlari ke arah sofa, langsung menciumi ke dua pipi adiknya yang terlahir dari rahim Ibu tirinya.
"Adik Han, Kakak sekolah dulu ya. babay! ganteng" ucap Annisa Sambil mencubit pipi bayi laki laki itu, gemas. Sehingga membuat bayi laki laki itu menangis.
"Annisa" tegur wanita paru baya yang menggendong bayi itu.
Namanya Umi Hani, dia adalah ibu tiri Annisa. Sedangkan Ibu kandungnya sudah lama bercerai dengan sang Ayah. Dan Ibu kandungnya juga sudah menikah dengan pria lain.
"Annisa berangkat sekolah dulu ya Umi cantik" pamit Annisa. Setelah menyalam tangan wanita itu, Annisa menyempatkan mencubit pipinya dan langsung kabur.
"Assalamu Alaikum, Umi !" seru Annisa sambil berlari.
"Annisa!" seru Umi Hani kesal. Anak tirinya itu selalu saja membuatnya gemas.
Annisa yang sudah sampai di halaman rumah langsung masuk ke dalam mobil sang Ayah, memilih duduk di kursi penumpang depan. Tak lama menunggu, Ustadz Bilal sudah datang menyusul. Ustadz Bilal langsung melajukan kendaraannya menuju sekolah.
"Ayah, Guru barunya laki apa perempuan?" tanya Annisa sambil merapikan jilbabnya yang sempat miring karna berlari.
"Kenapa?, jangan kau menggodanya." Ustadz Bilal sudah tau tabiat putrinya itu yang suka mengganggu cowok cowok tampan di sekolah.
Annisa berdecak,"Nanya Ayah."
"Awas kalau kamu mengganggunya" ancam Ustadz Bilal pada Annisa.
Annisa memutar bola mata malas mendengar ancaman sang Ayah."Emang Ayah mau ngapain Annisa kalau Annisa menggodanya?."
"Annisa, kamu sebagai perempuan harus menjaga harga diri kamu, pandangan kamu, sikap kamu. Serendah rendahnya wanita itu, adalah wanita yang suka menggoda laki laki, wanita yang mudah akrab dengan laki laki kecuali dengan mahramnya" jelas Ustadz Bilal.
"Annisa hanya bercanda, Ayah" Annisa mengerucutkan bibirnya.
Sampai di sekolah, Ustadz Bilal langsung memarkirkan mobilnya, Annisa langsung keluar setelah menyalam tangan Ustadz Bilal.
"Assalamu Alaikum, Ayah!" seru Annisa berlari setelah menutup pintu mobil tersebut.
"Anak itu, suka sekali berlari. Sifatnya masih seperti anak kecil" gumam ustadz Bilal tersenyum.
Selain ceria, Annisa adalah gadis yang manja, bahkan tidur pun masih sering bersama orang tuanya, meski usianya sudah tujuh belas Tahun.
Brukh!
"Aduh pantanku!" rintih Annisa dengan suara nyaringnya.
Annisa yang tak sengaja menabrak sesuatu yang keras langsung terjatuh ke lantai teras sekolah. Annisa berusaha berdiri, kemudian memukul mukul pantatnya supaya debu yang menempel di roknya menghilang.
"Kalau jalan pakai mata dong!" gerutu Annisa tanpa melihat pria yang berdiri di depannya itu.
"Mata fungsinya untuk melihat, bukan untuk berjalan."
Annisa langsung mengarahkan pandangannya ke arah pria yang berdiri di depannya. Annisa terdiam memperhatikan wajah pria berkulit kecoklatan itu, hidung mancung, alis tebal dan rapi, rahang tegas, memiliki sorot mata yang tajam. Ternyata pria itu seorang Guru, Annisa pikir tadi....
"Biasakanlah menundukkan pandangan saat bertemu pandang dengan laki laki" Pria itu langsung pergi.
"Bapak gmGuru baru itu ya?" seru Annisa setelah tersadar dari lamunannya. Pria itu tidak mendengarnya lagi, sengaja menulikan telinganya."Tampan banget!" Annisa tersenyum sampai matanya terpejam, dengan kedua tangannya mengepal di depan dada, gemas.
"Annisa, kamu kenapa?."
Mendengar suara sahabatnya, Annisa langsung membuka matanya, dan langsung memeluk sahabatnya itu.
"Hasna, dia ganteng banget tau!" gemas Annisa memeluk erat Hasna.
"Uhuk uhuk uhuk! Annisa kamu kenapa?. Aku gak bisa napas" keluh gadis seusia Annisa itu, lalu bernapas dalam dalam setelah Annisa melepas pelukannya.
"Hari ini kita kedatangan Guru baru, guanteng banget!. Aku sampai klepek klepek melihatnya" ucap Annisa tersenyum senyum bagaikan orang lagi kasmaran.
Hasna memutar bola mata malas, sudah tidak heran lagi dengan sahabatnya itu. Setiap cowok ganteng di sekolah itu, Annisa selalu ingin mengembatnya.
*Bersambung
Annisa dan Hasna sama sama berjalan menuju kelas mereka. Sepanjang jalan Annisa terus tersenyum sambil memeluk lengan sahabatnya itu dengan mata terpejam. Pikirannya melayang layang sampai ke taman surga yang begitu indah di tumbuhi bunga berwarna warni, dengan hamparan rumput hijau yang begitu luas. Di sana ada air terjun dan sungai, dan banyak kupu kupu berterbangan.
"Hasna, Annisa kenapa?" tanya Salwa, melihat Annisa datang bersama Hasna. Annisa tersenyum senyum dengan mata terpejam.
Salwa juga sahabat Annisa di sekolah, mereka bertiga sangat dekat.
"Sepertinya lagi di landa cinta" jawab Hasna, mendudukkan Annisa di bangkunya.
"Laki laki mana lagi yang di taksirnya." Salwa menggeleng gelengkan kepalanya.
Sepertinya semakin tinggi pengetahuan Agama sahabat mereka itu,semakin kuat juga syetan yang menggodanya. Soalnya, selain Annisa adalah putri dari seorang ustadz kondang, Annisa juga pernah belajar di pesantren milik Umi nya, alias istri tercinta Ayahnya.
"Katanya hari ini kita kedatangan Guru baru, katanya tampan banget" jawab Hasna.
"Pantas aja" balas Salwa.
Annisa yang duduk di samping Hasna, sepertinya pendengarannya sudah tidak berfungsi. Annisa sibuk mengarungi mimpinya yang begitu indah bersama sang Bidara yang hampir mirip dengan pangeran Arab.
Murid di kelas sudah ramai, bangku sudah terisi penuh, dan bel pertanda masuk sudah berbunyi. Namun itu tidak menyadarkan Annisa dari Dunia khayalannya.
"Assalamu alaikum!"
"Walaikum salam, Paaaak!" seru semua siswi di kelas itu bernada ragu. Kelas pun mendadak hening, melihat Guru yang masuk ke dalam kelas mereka, mereka belum pernah melihat Guru laki laki itu.
Sedangkan Annisa yang tersadar dari mimpi indahnya langsung membuka kelopak matanya, dan mengarahkan pandangannya ke arah pria tampan yang sudah berhasil mengalihkan Dunianya itu.
"Walaikum salam, tampan" Annisa membalas salam pria yang berdiri di depan kelas itu, meski terlambat. Annisa semakin merekah kan senyumnya, lalu menggigit bibir bawahnya, mengepal kedua tangannya menaruhnya di sisi kedua pipinya, lalu di bawah meja kakinya menjak menjak, Annisa gregetan sendiri.
"Aiiiikh!" gemas Annisa tanpa sadar. Refleks semua teman satu kelasnya menoleh ke arahnya.
"Kamu, yang aih aih!. Ke depan sekarang" perintah pria tampan yang memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana berbahan longgar yang dikenakan nya.
Annisa masih senyum senyum diam di bangkunya. Ternyata gadis berparas cantik dan manis dengan tubuh agak berisi itu, belum sadar benar dari mimpinya.
"Annisa, kamu di suruh Pak ganteng ke depan, sana cepat" bisik Hasna ke telinga Annisa.
"Aku?" Annisa menunjuk dirinya sendiri.
"Hm!" Hasna mengangguk.
Annisa pun langsung bangkit dari tempat duduknya, melangkahkan kakinya ke depan kelas.
Brukk!
"Hahahaha....!"
Tawa murid satu kelas langsung pecah melihat Annisa terjungkal ke lantai.
"Ish sakit" ringis Annisa yang terduduk di lantai, sambil mengusap kedua siku dan lututnya yang terbentur lantai.
Guru baru yang berdiri di depan kelas itu, menggelengkan kepalanya melihat tingkah murid SMA itu, tanpa niat membantu Annisa.
Annisa berdiri dari lantai, mengarahkan pandangannya sebentar ke arah orang yang membuatnya tersandung, kemudian melangkahkan kakinya ke depan kelas.
"Perkenalkan nama kamu" ujar pria itu memperhatikan wajah Annisa sekilas.
"Ingat Pak, tundukkan pandangan jika bertemu pandang dengan lawan jenis" ujar Annisa tersenyum.
Berhasil membuat pria berusia dua puluh empat Tahun itu menarik napas dan beristigfar dalam hati.
"Ehem!" Annisa berdehem sebelum memperkenalkan namanya di depan kelas. Padahal dia bukan murid baru, masih di suruh perkenalan. Seharusnya Guru baru itu yang memperkenalkan dirinya.
"Assalamu Alaikum semuanya!, hai! namaku Nurul Annisa Alfarizqi binti Ustadz Bilal Albiruni Aaryan Putra Alfarizqi bin Aaryan Dakhy Alfarizqi bin Muhammad Manaf Alfarizqi bin Hujairi Alfarizqi bin...."
"Stop!"
Annisa langsung terdiam dan mengarahkan pandangannya ke arah Guru baru yang berdiri di sampingnya itu. Sepertinya Guru baru yang tampan rupawan itu sedang sakit kepala, melihat guru itu memijat pelipisnya.
"Kamu putrinya ustadz Bilal?" tanya Guru baru itu, tidak menyangka kalau ustadz pemilik sekolah itu memiliki putri yang tengilnya luar biasa.
"Iya Ustadz" Annisa menyengir sambil menggaruk lehernya yang tertutup hijab."Sekarang giliran Pak Ustadz yang memperkenalkan diri" ucapnya.
"Silahkan duduk!"Guru baru itu mengindahkan permintaan gadis tengil itu.
"Gak kenal gak sayang loh ustadz!" ucap Annisa lagi. Semua murid perempuan di kelas itu mengangguk setuju.
Meski sekolah itu sekolah SMA, tapi murid laki laki dan perempuan di sekolah itu kelasnya terpisah. Sehingga di kelas itu di penuhi murid perempuan semua.
"Iya Ustadz, perkenalan dong!" seru salah satu teman sekelas Annisa.
"Silahkan duduk, kalau kalian ingin tau siapa nama saya" suruh Guru baru itu kepada Annisa.
"Siap ustadz" Annisa menegakkan tubuhnya kemudian memberi hormat ke arah Guru baru itu dan langsung kembali ke bangkunya. Berhasil membuat Huru baru itu menggelengkan kepala.
"Ehem! perkenalkan, nama saya Muhammad Rasyid Al Furqon, biasa di panggil Furqon. Usia dua puluh empat Tahun. Saya rasa cukup perkenalannya, sekarang kita mulai pelajarannya."
"Ustadz!" Annisa mengangkat satu tangannya ke atas.
"Ya! ada yang ingin di tanyakan Annisa?" tanya Furqon.
"Status Pak Ustadz?." Annisa tersenyum semanis madu ke arah Furqon.
"Single, ada lagi yang mau di tanyakan?" Jawab Furqon sekalian bertanya.
"Sudah punya calon, tunangan atau apa gitu Ustadz?. Kalau belum, aku mau mendaftar menjadi calon bidadari surga Ustadz" tanya Annisa lagi menyengir.
Furqan terdiam sebentar dan memperhatikan raut wajah Annisa sekilas. Gadis berparas cantik memiliki senyum yang manis.
'Astaqfirulloh' batin Furqon.
"Gak usah di tanggapi Ustadz!. Annisa mah! emang gitu, suka PHP in cowok cowok tampan di sekolah ini!" seru Salwa sahabat Annisa.
"Namanya juga usaha mencari calon imam" balas Annisa memanyunkan bibirnya.
"Ehem! ayo semua! buka bukunya, kita lanjut pelajaran kalian" Furqan melangkahkan kakinya ke arah meja guru, lalu membuka sebuah buku yang di bawanya dari kantor guru.
**
"Bagiamana mengajarnya, lancar?" tanya Umi Fadilah kepada Furqon saat mereka sedang menikmati makan malam di meja makan.
"Lancar Umi, cuma itu dia" Furqan menelan sisa makanan terakhir di mulutnya, lalu minum." Benar kata Umi, murid murid perempuannya lebih berani kepada laki laki" ucap Furqon.
"Meski kelas murid laki laki dan perempuan terpisah. Tapi pada saat istirahat, mereka bebas berbaur di halaman dan di kantin sekolah. Mungkin itu penyebab salah satunya mereka tidak enggan untuk berteman atau berdekatan dengan lawan jenis. Dan di sekolah itu sepertinya belum ada larangan itu" jelas Furqon.
"Sekolah itu sudah sangat banyak perubahan setelah ustadz Bilal memegang sekolah itu. Dulu murid sekolah itu siswinya memakai rok pendek semua. Berjalan seiring kemajuan zaman, seragamnya berubah perlahan menjadi tertutup" sambung Abi Munzir.
"Mungkin ustadz Bilal tidak membuat peraturan itu, karna percuma jika sekolah itu tidak di beri tembok pembatas wilayah laki laki dan perempuan. Tapi Umi rasa ustadz Bilal pasti sering mengingatkan dan melarang murid laki laki dan perempuan untuk tidak saling berdekatan" timpal Umi Fadilah.
*Bersambung
# Jangan lupa beri otor dukungan, berupa like, komen, hadiah dan yang lainnya. Supaya otor bertambah semangat. okeh!
"Ya tabtab...."
dunk dunk dunk !
"Wa dalla..."
Dunk dunk dunk!
"Ya yi 'ulla anat ghoyyarta 'alaih..."
Dunk tarak tak dunk!
"Ana azza 'al awalla... mahu kulli hammuh zaya Ardhi....
"Ya tabtab..."
"Ikh ! Annisa, brisik banget sih!" keluh Hasna.
Baru pagi pagi Annisa sudah ribut di kelas, bernyanyi sambil mukul mukul meja dengan mata terpejam.
"Ulul dah ana barduh sa 'at bihalat..."
Annisa masih terus bernyanyi tidak mendengarkan Hasna yang mengeluh di sampingnya.
"Annisaaaa!" teriak Hasna kesal dan langsung terdiam saat melihat Furqon masuk ke dalam kelas.
Sedangkan Annisa yang tidak mengetahui kedatangan Furqon, terus bernyanyi dengan suara merdunya sambil memukul mukul meja sebagai gendangnya.
"Min Fina 'ala haluh kulli au 'at... dah ta abni 'awi thalla 'aini..."
"Ululuh dah ana barduh sa 'at bihalat... marrat za 'al marrat diluh 'aini...min fina 'ala haluh kulli au 'at...dah ta abni 'awi thalla 'aini..."
"Ya tabtab...."
Prok prok prok!
Annisa langsung membuka matanya saat mendengar suara tepuk tangan di depan kelas.
"Wa dalla . Eh! ustadz Furqon" cengir Annisa cengengesan sambil menggaruk lehernya. Melihat Furqon berdiri di depan kelas sambil memperhatikannya dengan wajah datar tanpa ekspresi.
"Kenapa berhenti?" tanya Furqon.
Annisa menggaruk lehernya lagi sambil cengar cengir tidak jelas.
"Ayo nyanyi lagi" ucap Furqon.
"Malu, ustadz" jawab Annisa memutar pandangannya ke seluruh kelas, melihat teman temannya yang sudah mengulum senyum menahan tawa.
Furqon menggelengkan kepalanya lalu berjalan ke arah meja guru, heran melihat tingkah Annisa. Furqon juga tidak memungkiri jika suara Annisa saat bernyanyi tadi sangat bagus dan merdu, benar lagi nyanyinya.
"Ketua kelas, kumpulkan PR nya" perintah Furqon.
Annisa langsung berdiri dari kursinya, berjalan ke belakang untuk mengumpulkan PR teman temannya.
'Bagaimana bisa dia menjadi ketua kelas?' batin Furqon memperhatikan Annisa yang sibuk mengumpulkan buku buku temannya, lalu membawanya ke meja guru.
Melihat tingkah Annisa tadi bernyanyi nyanyi kencang sambil memukul mukul meja, Furqon pikir Annisa murid yang selalu ribut di kelas. Tapi ini malah Annisa yang menjadi ketua kelas di kelas itu.
''Ini ustadz tampan " ucap Annisa tersenyum manis saat meletakkan tumpukan buku di tangannya di atas meja Furqon.
Furqon tidak menjawab, memilih berdiri dari kursinya berjalan ke arah papan tulis. Melihat itu, Annisa mengerucutkan bibirnya, lalu melangkah kembali ke kursinya.
Pelajaran pun di mulai, Semua murid yang di penuhi perempuan itu, diam menyimak pelajaran yang di jelaskan Furqon di papan tulis.
**
Annisa yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya, langsung keluar kamar menuruni anak tangga ke lantai bawah rumah itu, menuju meja makan.
"Assalamu alaikum Umi cantik, Ayah ganteng!" sapa Annisa mendudukkan tubuhnya di salah satu kursi kosong, melihat Umi dan Ayahnya sudah berada di meja makan.
"Annisa, kenapa kamu memakai celak?" tanya Umi Hani yang duduk di kursi meja makan dari tadi."Dan juga itu bedak mu kelihatan lebih tebal dari biasanya."
"Aku terlihat cantik kan, Umi ?." Annisa melebarkan senyumnya ke arah Umi Hani, memasang muka shok cantik.
"Dilarang seorang siswi memakai riasan wajah yang mencolok ke sekolah" ujar Ustadz Bilal menatap tajam ke arah Annisa. Putrinya itu selalu saja ingin melanggar peraturan sekolah.
Annisa mengerucutkan bibirnya," tapi kan memakai celak di garis mata itu hukumnya Sunnah Ayah, masa di larang" bela Annisa.
"Sunnah di pakai jika berada di antara wanita, di depan suami atau mahramnya. Tapi Ayah yakin, Annisa memakai celak untuk menggoda kaum laki laki di sekolah. Sekarang masuk kamar, hapus celak dan bedak tebal mu itu" tegas ustadz Bilal.
Annisa semakin mengerucutkan bibirnya, berdiri dari kursinya berjalan menghentak hentak kaki kembali ke kamarnya.
"Perasaan dulu waktu aku masa puber gak ke gitu deh?" ucap Umi Hani.
"Kamu lebih parah, berani menembakku di depan umum, untung gak mati" jawab Ustadz Bilal lalu menyuapkan makanan ke mulutnya.
"Abang sih, suka tapi sok jual jual mahal" balas Umi Hani tersenyum.
Tak lama kemudian, Annisa sudah kembali ke meja makan, masih dengan bibir mengerucut, menatap ustadz Bilal dan uni Hani dengan mata menyipit. Tanpa bicara, Annisa memakan makanan di depannya. Setelah selesai, Annisa berdiri dari kursinya.
"Assalamu alaikum!" pamit Annisa menyalam ustadz Bilal dan Umi Hani bergantian dan langsung melongos pergi.
Sampai di sekolah, Annisa turun dari mobil yang mengantar jemput nya ke sekolah. Melihat Furqon berada di parkiran, Annisa langsung berlari ke arah pria itu.
"Assalamu alaikum ustadz tampan!, selamat pagi cinta!" sapa Annisa tersenyum manis.
'Astaqfirulloh' batin Furqon menundukkan pandangannya saat bertemu pandang dengan mata Annisa.
"Walaikum salam Annisa, ada apa?" balas Furqon sambil bertanya.
Annisa tidak menjawab, ia semakin melebarkan senyumnya. Lalu Annisa mengulurkan tangannya yang di sembunyikannya tadi di belakang pinggangnya.
"Ini untuk ustadz" ucap Annisa.
Furqon mengarahkan pandangannya ke arah tangan Annisa yang berada di depannya. Furqon mengerutkan keningnya melihat sebuah tasbih berwarna hijau fastel di telapak tangan gadis itu.
Melihat Furqon diam saja, Annisa mengangkat tangannya membiarkan butiran tasbih itu tergantung.
"Ini salah satu barang kesayanganku, ini adalah pemberian seorang Ibu untukku waktu aku memenangkan sebuah lomba mengaji. Aku memberikan ini kepada ustadz, berharap kita di satukan di dalam zikir cinta yang sama" ucap Annisa tersenyum tulus.
Berhasil membuat Furqon membeku dan memandangi wajah Annisa.
"Ayo terima ustadz." Annisa berdecak, lalu menarik sebelah kain lengan baju Furqon, meletakkan tasbih itu di atas telapak tangan pria itu. Kemudian Annisa berlari ke arah kelasnya.
Furqon yang masih mematung di tempatnya, memandangi tasbih pemberian Annisa di tangannya dengan tatapan yang tidak terbaca. Furqon menggenggam perlahan tasbih itu, lalu melangkahkan kakinya ke arah ruang guru.
Sedangkan Annisa yang sudah sampai di kelasnya, duduk dan tersenyum senyum tidak jelas, membuat teman satu kelasnya saling berpandangan, heran melihat Annisa akhir akhir ini bertingkah semakin aneh.
"Pagi pagi udah kesurupan ini anak" ujar Hasna yang baru datang bersama Salwa.
"Nanti dia juga lelah sendiri ngefans sama ustadz Furqon. Yang udah lewat lewat juga gitu, bentar aja naksirnya" balas Salwa, mendudukkan tubuhnya di kursi lalu menyimpan tasnya ke dalam laci.
"Kali ini aku benar benar jatuh cinta. Ya Allah, ganteng banget sih ustadz Furqon" ucap Annisa mendengar suara Hasna dan Salwa membicarakannya.
"Tumben dia mendengar kita ngomong" ucap Hasna.
"Mungkin dia baru melakukan sedot cairan telinga kali" balas Salwa.
Wajah Annisa yang tadinya tersenyum, seketika berubah datar dan mengarahkannya ke arah Salwa.
"Jadi kamu pikir selama ini aku tungkikan?" gemas Annisa, berbicara memegang pinggangnya.
"Selama ini kan pendengaran mu sering gak berfungsi" jawab Salwa.
Annisa mendengus.
*Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!