[2001]
00:32
Suara dering telepon terdengar menggema di kamar pasangan suami istri yang tengah terlelap. Dengan malas sang suami membuka matanya, lalu ia duduk di pinggir tempat tidur. Tangannya pun meraih ganggang telepon diatas meja samping tempat tidurnya.
"Halo!"
"Apa?" Hampir saja ia berteriak andai tidak mengingat putri kecil dan istrinya yang sedang terlelap.
"Baiklah, saya segera kesana." Ganggang telepon dikembalikan ketempatnya pertanda perbincangan itu telah selesai.
"Ada apa, mas?" Sang istri terbangun.
"Aku harus ke kantor sekarang."
"Apa terjadi masalah?"
"Iya begitulah. Tapi, hanya masalah kecil. Kamu tidak usah khawatir… tidurlah lagi. Aku akan kembali sebelum subuh." Mencium kening istrinya, kemudian mencium hidung mungil putri kecilnya yang baru berusia tiga bulan.
"Hati hati, mas."
"Iya sayang."
Sang istri menatap kepergian suaminya. "Semoga tidak terjadi apa apa. Tuhan, lindungi suamiku." Ucapnya berdoa dalam hati.
Setelah menempuh perjalanan hampir dua puluh menit, ia tiba di kantor atau gedung IT Holding, perusahaan yang bergerak dibidang pembangunan.
"Apa yang terjadi?" Ia menatap beberapa karyawannya yang hanya tertunduk diam.
"Kenapa kalian diam? Apa yang sebenarnya terjadi!" Ulangnya.
"Maafkan atas keteledoran saya, pak Cakra." Ucap Diki, si Sekretaris.
"Ternyata selama enam bulan terakhir terjadi pengalihan dana yang disalurkan pada perusahaan asing. Jeydan sengaja melakukan itu untuk membangun perusahaannya sendiri, pak. Ini ringkasan laporan keuangan tahun lalu dan ini ringkasan laporan keuangan enam bulan terakhir."
Cakra mengambil dua file itu dari tangan Diki dan segera memeriksa dengan teliti.
"Lalu, dimana Jeydan si pelaku pengalihan dana sebesar 1,6 M ini berada? Dimana Jeydan sekarang!" Tanya Cakra yang masih berusaha menahan emosinya.
"Dia kabur tadi sore pak." Jawab Diki menyesal.
"Kabur kemana!" Akhirnya Cakra berteriak yang membuat Diki dan rekan rekannya merasa bersalah dan takut.
"Menurut informasi yang saya terima, dia ke Jepang, pak."
"Diki, atur penerbangan ke Jepang saat ini juga."
"Baik, pak." Diki langsung menghubungi pihak bandara dan memesan tiket penerbangan ke Jepang.
"Dan kamu Winda…"
"Saya, pak!" Jawab Winda cepat dan tegas.
"Segera hubungi rekan kamu yang ada di Jepang. Minta batuan padanya untuk mencari keberadaan Jeydan si ke pa rat itu."
"Baik, Pak."
Sementara Cakra sibuk mencari keberadaan Jeydan, rumahnya di kepung oleh beberapa orang yang memakai pakaian serba hitam dan menggunakan topeng.
"Bakar rumah ini. Habisi semuanya, hingga yang tersisa hanya abunya saja." Perintah seorang yang merupakan ketua mereka.
Lalu orang orang itu menyiramkan minyak di sekeliling rumah. Bahkan ada yang memanjat tembok untuk menyiramkan minyak keatas atap rumah. Dan setelah selesai menyiramkan minyak, mereka berkumpul dan menjauh dari rumah itu.
"Kobarkan apinya sekarang juga!" Teriak si ketua.
Salah satu anak buahnya mulai menghidupkan korek api dan melemparkannya ke arah cairan minyak di pintu rumah. Api pun berkobar menyala melahap setiap sudut rumah yang terkena siraman minyak. Lokasi rumah Cakra yang jauh dari perumahan warga lainnya membuat orang orang jahat itu bisa dengan mudah melancarkan aksi mereka.
"Ini hadiah untukmu Cakra Handoko." Ucapnya bangga.
Sementara itu, istri Cakra yang tertidur pulas pun terbangun saat asap mulai memasuki kamarnya.
"Asap apa ini?" Ia panik. Melangkah keluar dari kamar dan melihat kobaran api mulai menjalar masuk kedalam rumah. Ia mencoba menelpon, tapi sayangnya jaringan telepon telah terputus atau mungkin memang sengaja diputuskan oleh pelaku yang membakar rumahnya.
"Oh tidak. Apa yang harus aku lakukan?" Ia kebingungan. Sebentar ia memeriksa keadaan di luar kamar yang ternyata penuh dengan asap. Ia pun kembali ke kamar, lalu menggendong bayinya dan mencoba mencari jalan keluar.
"Tolong selamatkan anakku!" Ucapnya memohon dalam kepanikan.
Semua akses menuju luar telah dikepung oleh kobaran api. Tidak ada jalan keluar sama sekali dari rumah itu. Ia terduduk lemah di lantai kamarnya sambil memeluk erat bayinya yang masih tetap terlelap nyenyak.
"Seseorang tolong selamatkan bayiku. Tolong!" Ia mulai kehabisan tenaga dan napasnya terasa sesak karena menghirup asap yang semakin banyak.
[2021]
Uniq Techno Holding, merupakan perusahaan besar yang bergerak dibidang pembangunan. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1995 oleh Cakra Handoko dengan nama awal IT Holding dan berganti nama di tahun 2005 menjadi UT Holding. Dan di tahun 2014, Cakra menyerahkan perusahaan untuk di urus oleh putra angkatnya Bara Leonardo Handoko. Sejak diurus oleh Bara perusahaan menjadi bertambah maju dan sudah memiliki cabang di Malaysia, Singapura, Korea dan Thailand.
Di sinilah seorang Bara Leonardo Handoko duduk di meja kekuasaannya, matanya fokus menatap layar komputer di hadapannya.
Tok, tok…
Seseorang mengetuk pintu ruangannya.
"Masuk!" Sahutnya tanpa mengalihkan pandangan dari layar komputernya.
Pria yang mengetuk pintu itu masuk dan melangkah mendekati meja Bara.
"Pak Bara, mohon periksa kembali design rancangan untuk proyek pembangunan bulan depan." Menyerahkan file berisi gambar design dan juga denah tempat proyek baru itu akan di bangun.
Bara pun langsung memeriksanya dengan teliti. Ia bahkan hampir menghabiskan waktu dua menit untuk memeriksa file tersebut. Hal itu membuat pria yang berdiri di depan Bara merasa sedikit lega. Iya yakin, designnya untuk proyek kali ini disetujui oleh bos nya itu. Karena, saat Bara tidak suka dengan rancangan proyek, ia tidak akan memeriksa lebih dari satu menit.
"Bagus, saya suka. Dan proyek ini juga sebenarnya sudah direncanakan oleh pak Cakra bahkan sejak dua tahun lalu."
Pria itu tersenyum senang. Ia merasa lega dan semakin bersemangat untuk segera mengerjakan proyek yang sepenuhnya dipercayakan oleh Cakra padanya.
"Terimakasih pak, Bara. Saya akan melakukan yang terbaik untuk proyek ini."
"Ok. Saya percaya sama kemampuan kamu, Raka."
"Baik, pak. Kalau begitu saya permisi." Pria bernama Raka ini adalah arsitek kebanggaan perusahaan.
Setelah Raka keluar dari ruangan Bara, Timo si sekretaris langsung masuk ke ruangan itu.
"Tuan muda, pagi ini ada temu janji dengan klien di gold resto." Ucapnya mengingatkan jadwal bos nya pagi ini.
"Pagi ini?"
"Iya, tuan muda. Pagi ini pukul 09:30."
Bara melirik jam di sudut layar komputernya yang menunjuk kan pukul 08:37, dan dia butuh waktu kurang lebih tiga puluh lima menit untuk tiba di gold resto.
"Kita berangkat sekarang!"
"Baik, tuan muda." Timo mengambil jas yang digantung dan membantu Bara memakainya kembali.
Bara melangkah dengan langkah panjang dan tampak berkarisma. Suara hentakan sepatunya di lantai membuat mata setiap karyawan menoleh padanya dan saling berbisik memuji ketampanan CEO UT Holding itu.
"Setiap kali melihat pak Bara, hatiku rasanya meronta ronta." Bisik seorang karyawati pada rekannya.
"Oh sungguh, pak Bara adalah ciptaan Tuhan yang terindah." Sahut rekannya.
"Aku lebih suka pak Timo. Lihatlah, dia juga tinggi dan tampan." Sahut rekan lainnya.
"Memandang pak Bara membuatku merasa hanya seekor punguk. Tapi, memandang pak Timo membuatku sadar bahwa pada kenyataannya aku memang tidak bisa terbang sama sekali." Bisik rekan lainnya.
Sayup sayup Timo mendengar bisikan bisikan itu dan membuatnya sedikit tersenyum.
"Apakah Jehan sudah datang?" Tanya Bara yang membuat Timo kembali memasang wajah serius.
"Jehan sudah menunggu di lobi, tuan muda." Hanya anggukan sebagai tanggapan dari jawaban Timo.
Timo menekan tombol panah kebawah untuk mendapatkan lift yang akan membawa mereka menuju lobi dan setidaknya butuh kurang lebih tiga menit untuk tiba di lobi.
Ting…
Timo dan Bara masuk ke lift. Lalu, Timo menekan tombol untuk bisa segera turun dan tiba di lobi. Kemudian, setelah beberapa menit, lift berhenti dan terbuka di lantai satu. Mereka segera melanjutkan langkah menuju mobil yang terparkir di depan dan Jehan si pria yang tidak kalah gagah dari Timo dan Bara, berdiri disamping mobil itu.
"Selamat pagi, tuan muda." Sapa Jehan sambil membukakan pintu mobil untuk bos nya itu.
"Kerja bagus, Je." Jawab Bara yang langsung masuk ke mobil.
"Gue nggak di sapa nih ceritanya?" Bisik Timo pada Jehan.
"Bodo amat." Balas Jehan.
Mereka saling tersenyum dan kemudian memasuki mobil. Jehan duduk di kursi sopir, sementara Timo duduk di sebelahnya. Mereka membiarkan Bara duduk sendirian dibelakang.
[08:55]
Pagi yang cerah, jalanan kota metropolitan yang ramai dengan kendaraan kendaraan mewah yang berlalu lalang. Tepat dilampu merah beberapa anak jalanan menenteng kotak berisi rokok dan berbagai jenis minuman pun mulai menjajakan dagangan mereka dari satu pintu ke pintu mobil yang lainnya. Tidak ketinggalan anak anak kecil dengan kerincing dan gitar kecil mereka juga mulai bernyanyi berharap mendapatkan setidaknya satu koin receh dari para pengendara.
Mobil yang dikemudikan Jehan pun ikut berhenti dilampu merah.
"Timo, apa kamu punya uang didompetmu?" Tanya Bara saat melihat beberapa anak kecil memainkan gitar diluar mobilnya.
"Ada tuan muda."
"Berikan beberapa untuk anak anak ini. Nanti uangmu saya ganti."
"Baik tuan muda."
Timo membuka kaca mobil lalu memberikan beberapa lembar uang warna biru pada anak anak itu.
Sementara itu, sepasang mata kebiruan milik seorang gadis manis juga menatap kearah anak anak jalanan tersebut. Ia duduk di halte sambil menunggu bis yang akan mengantarnya ke tempat ia bekerja.
"Kak, mau beli minuman?" Suara seorang bocah pedagang asongan mendekati gadis pemilik sepasang mata kebiruan itu.
"Oh, boleh. Air meneralnya berapaan dek?" Tanya gadis itu ramah.
"Lima ribuan kak."
Gadis itu mengeluarkan uang berwarna hijau dengan jumlah angka dua puluh ribu. Lalu ia mengambil satu botol air mineral dari kotak dagangan bocah lelaki itu.
"Kembaliannya buat kamu aja."
"Terimakasih, kak." Bocah itu pun melanjutkan langkahnya. Gadis itu pun ikut melangkah, karena bis yang ditunggu telah berhenti tepat di depannya.
Tanpa disadari oleh gadis bermata biru itu, sepasang mata kecoklatan milik Bara menatap kearahnya sejak tadi, bahkan tanpa Bara sadari, kedua sudut bibirnya terangkat keatas membentuk senyuman.
"Apa ada sesuatu yang lucu tuan muda?" Tanya Jehan yang tidak sengaja menatap senyuman dibibir Bara.
Mendengar pertanyaan itu membuat Bara langsung memalingkan wajahnya yang sejak tadi menatap gadis di halte bis tersebut.
"Sudah lampu hijau Jehan!" Serunya mengingatkan agar Jehan segera melanjutkan perjalanan yang tertunda karena lampu merah.
"Senyum tuan muda barusan sangat berbeda dengan senyuman yang biasanya saya lihat. Apakah ada sessuatu yang spesial yang membuat tuan muda tersenyum seperti tadi?" Lanjut Timo bertanya. Ia juga sebenarnya sejak tadi memperhatikan tatapan Bara yang tertuju pada anak anak pedagang asongan di halte bis.
"Kamu juga melihat senyum tuan muda?" Jehan menoleh pada Timo yang menjawab dengan anggukan yakin.
"Saya rasa kita terlambat. Jadi lebih baik kalian fokus saja mengemudikan mobil ini supaya saya tidak terlambat." Bara mengatakan itu dengan tegas dan tampak sangat serius. Padahal dalam hatinya ia merasa sedikit malu pada kedua sahabatnya itu.
"Maafkan kelancangan kami tuan muda." Sahut mereka berbarengan.
Timo dan Jehan saling menatap sebentar dan tersenyum. Kemudian Jehan pun menambah kecepatan laju mobil agar tuan muda tidak datang terlambat untuk menemui kliennya.
Lima belas menit kemudian, mobil yang dikemudikan Jehan melewati halte dimana saat itu bis berhenti di halte tersebut yang berada tepat di depan Indomart. Mata Bara pun kembali menoleh kearah halte untuk melihat gadis yang lima belas menit lalu membuatnya tersenyum, turun di halte tersebut.
"Mungkin gadis itu bekerja disekitaran sini?" Gumamnya dalam hati.
Tebakan Bara benar, setelah turun dari bis, gadis itu masuk ke Indomart untuk bekerja.
"Pagi teman teman!" Sapanya pada tiga orang gadis seumuran dengannya yang sedang berbenah, karena pagi ini memang jadwal piket mereka.
"Pagi, Key." Sambut mereka ramah.
Keyla cantika, nama gadis bermata kebiruan itu. Ia seorang gadis yang selalu sibuk dengan jadwal kerja paruh waktu setiap harinya, kecuali hari senin. Ia memilih untuk istirahat di hari senin dan tetap bekerja di hari minggu.
"Berdiri lagi ya Key?" Tanya Nina, saat mereka berada di ruang ganti.
"Begitulah. Sepertinya takdirku memang harus selalu berdiri deh, Nin ." Sahutnya sambil merapikan rambutnya di depan cermin.
Nina hanya tersenyum menanggapi ucapan Keyla. "Pindah ke kosku aja, Key. Jadi, kamu bisa berangkat bareng aku naik motor."
"Terimakasih deh, Nin. Aku sudah terbiasa kok berdiri di bis."
Keyla tidak terbiasa merepotkan orang lain, ataupun meminta bantuan dari orang lain. Sejak kecil, ia terbiasa melakukan semua hal sendiri. Mungkin, karena ia tinggal dan tumbuh di panti asuhan, hingga membuatnya menjadi gadis yang mandiri.
Tidak hanya menjadi kasir di Indomart saja, Keyla juga memiliki dua pekerjaan lainnya yaitu sebagai pelayan di Caffe dan di klinik hewan. Jadi, dalam sehari ia punya tiga pekerjaan. Sejak memutuskan untuk meninggalkan panti dua tahun lalu, Keyla sudah mencoba berbagai macam pekerjaan, bahkan dulu sempat memiliki enam pekerjaan dalam sehari. Dan sekarang tersisa tiga yang menurutnya memang cocok untuk dirinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!