Sang bagaskara telah menampakkan sinarnya, menggantikan gulita malam menjadi terangnya pagi. Seorang wanita cantik yang telah rapi dengan setelan kerja dan wajah yang dipoles dengan make up natural tengah mematut dirinya di depan cermin, memastikan jika penampilannya telah sempurna hari ini.
"Reta!!!" Suara bariton yang terdengar dari arah pintu berhasil mengagetkan Reta hingga membuatnya sedikit berjingkat.
"Iya, Mas. Ada apa?" Tanya Reta pada Andrias, suaminya.
"Kamu masak apa hari ini?" Balas Andrias yang baru saja selesai mandi.
"Aku cuma bikin nasi goreng aja tadi sama telur mata sapi, ayo makan!" Ajak Reta sembari menggandeng tangan sang suami. Andrias hanya menurut saja ketika tangannya ditarik oleh sang istri menuju ke meja makan. Pasangan suami istri itu menikmati sarapan mereka dalam keadaan hening.
"Reta, apa kamu nggak mau berhenti kerja? Kamu kan lagi hamil?" Tanya Andrias setelah seluruh isi piring berpindah ke dalam perutnya.
"Nanti aku pikirkan dulu ya, Mas. Lagian kandungan aku baru jalan tiga bulan, dan orang hamil itu bukan orang sakit yang harus istirahat total di rumah kan." Tolak Reta secara halus. Sejak tahu Reta hamil, Andrias memang selalu mendesak Reta untuk berhenti dari pekerjaannya sebagai staff di salah satu perusahaan property.
Bukan Reta tak mau menuruti keinginan sang suami. Hanya saja Reta ragu akan kehidupannya setelah berhenti bekerja nanti. Suaminya yang suka mabuk ditambah dengan mertua yang selalu meminta gaji Andrias, membuat wanita itu tak yakin jika kehidupannya setelah berhenti bekerja nanti akan baik-baik saja.
"Kamu tu susah banget ya disuruh nurut apa kata suami!" Kesal Andrias kemudian melangkah meninggalkan meja makan.
Braaakkk!!!
Suara pintu yang dibanting dengan keras oleh Andrias. Lelaki itu berangkat bekerja tanpa pamit pada istrinya. Reta hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan sang suami.
"Enak aja nyuruh orang berhenti kerja, dia aja ngasih uang dapur selalu kurang. Belum lagi biaya periksa ke dokter kandungan." Gunam Reta sembari membereskan bekas sarapan mereka tadi.
Reta berangkat bekerja dengan perasaan kesal, wanita itu melajukan sepeda motor maticnya dengan kecepatan sedang untuk membelah padatnya jalanan pagi. Suasana kantor masih lumayan sepi saat Reta memasuki ruangan tempatnya bekerja. Hanya ada sahabatnya, Raisya yang masih asik mengaplikasikan make up di wajah ayunya. Perhatiannya sedikit teralihkan kala melihat wajah masam milik Areta.
"Ya ampun, Reta. Kog pagi-pagi itu wajah udah ditekuk aja, ada apa?" Tanya Raisya sembari menyimpan kembali alat make upnya.
"Biasalah, malas buat bahasnya." Kesal Areta yang mulai menyalakan komputernya.
"Yakin nih kamu nggak mau cerita sama aku? Apa mau cerita sama mertua dan adik iparmu yang BPJS itu?" Goda Raisya sembari menaik turunkan kedua alisnya. Ya, Raisya adalah satu-satunya teman curhat Areta dalam segala hal. Bahkan Raisya juga sudah hafal dengan sikap mertua dan adik ipar Areta yang selalu menjadikan ia tumbal agar keinginan mereka bisa terpenuhi.
"What? BPJS? Apa itu BPJS?" Tanya Areta dengan kedua alis yang bertaut.
"Budget Pas-pasan Jiwa sosialita." Jawab Raisya membuat tawa Areta pecah.
Apa yang dibilang oleh Raisya tidaklah salah, Bu Lastri dan Zevanya. Mertua serta adik ipar Areta memanglah seperti itu. Suka menghamburkan uang hanya untuk memenuhi gengsi agar bisa bergaya layaknya sosialita, padahal kehidupan mereka pas-pasan. Andrias yang bekerja di salah satu perusahaan retail mendapatkan gaji tiga juta rupiah setiap bulannya, namun hanya satu juta yang ia berikan pada Areta. Sedangkan Bu Lastri selalu meminta setengah dari gaji Andrias dengan alasan untuk makan sehari-hari dan biaya sekolah Zevanya.
Uang satu juta yang diberikan Andrias pun tak jarang akan diminta lagi oleh Andrias karena ia kehabisan uang dan dengan alasan untuk membeli rokok. Tentu saja uang gaji Areta yang akhirnya dipakai untuk memenuhi kebutuhan dapur.
"Jadi gimana nih? Mau curhat nggak, mumpung kantor masih sepi nih?" Tawar Raisya pada sahabatnya itu.
"Biasalah, Mas Andri minta gue berhenti kerja." Jawab Reta seadanya.
"Jangan Ta, suami kamu aja masih suka mabok gitu. Duit juga banyakan dikasih ke emaknya, kalau kamu berhenti kerja terus gimana dengan biaya lahiran kamu nanti?" Balas Raisya menatap wajah masam sang sahabat.
"Itu juga yang aku pikirin, Ra. Gimana nasib anak aku nanti kalau aku udah nggak kerja? Kalau buat biaya lahiran sih ada, kan Mas Andrias nggak tahu kalau selama ini gaji aku lima juta. Dia taunya gaji aku cuma tiga juta dan selalu habis buat kebutuhan dapur sama keperluan pribadi aku. Jadi aku bisa nabung dua juta setiap bulan." Terang Areta pada Raisya yang manggut-manggut tanda mengerti.
"Nah, kalau gitu kamu jangan mau berhenti kerja. Nanti aja ngambil cuti yang lama pas lahiran, karena asal kamu tahu aja ya Reta. Wanita yang tidak memiliki penghasilan tidak akan dihargai oleh suami dan mertua. Apalagi mertuamu udah jelas-jelas nggak suka sama kamu sedari awal kalian menikah." Nasehat Raisya untuk sahabatnya.
"Emank bener kayak gitu ya, Ra? Apa kamu dulu juga ngalamin hal itu sampai kamu milih buat berpisah sama mantan suami kamu?" Tanya Areta pada sahabatnya. Raisya menghela napas panjang sebelum menjawab pertanyaan dari Areta.
"Iya Reta, dulu aku cuti melahirkan dan Riko minta aku untuk resign sekalian dengan alasan kasihan liat aku capek kerja sama ngurus bayi. Dan kamu tahu kan? Akhirnya banyak masalah yang timbul karena aku nggak punya penghasilan, bahkan Riko sampai tega buat main tangan sama aku." Tutur Raisya sembari mengingat pahitnya masa lalu.
"Beruntung, saat aku terpuruk dan butuh pekerjaan ada kamu yang bantu aku sampai aku bisa kerja disini." Tambah Raisya sembari menyeka sudut matanya yang berair. Areta yang melihat kesedihan sahabatnya segera mendekat dan memeluk tubuh Raisya.
"Maafin aku ya, udah buat kamu ingat sama kenangan buruk itu." Bisik Areta di telinga Raisya.
"Nggakpapa Reta, sekarang kita kerja dulu yuk. Tanggal satu nih, waktunya gajian." Ujar Raisya sembari mengurai pelukan sahabatnya.
Keduanya mulai menenggelamkan diri dalam pekerjaan masing-masing hingga suara notifikasi pesan dari handphone keduanya membuat konsentrasi Raisya buyar. Wanita cantik itu segera mengambil gawainya, seketika senyum terbit di bibirnya saat melihat notifikasi pesan yang masuk. Ekor matanya mengarah pada sosok Areta yang masih fokus pada layar komputer.
"Reta!!" Panggil Raisya yang berhasil mengalihkan perhatian sahabatnya itu hingga menoleh ke arahnya.
"Apa sih Raisya, kerjaanku masih banyak ini." Gerutu Reta.
"Itu, buka hapemu. Notifikasi gaji udah masuk plus bonusnya." Balas Raisya membuat mata Areta membola. Dengan buru-buru wanita itu segera membuka gawainya.
"Waaa.... Bonusnya lumayan ini, Ra. Kebetulan hari ini aku lagi malas masak, ntar mau beli makanan aja lah buat makan malam." Sorak Areta kegirangan kemudian melanjutkan kembali pekerjaannya.
...****************...
Areta pulang dengan senyum yang tergambar di wajah ayunya, tak lupa ia mampir ke restoran terlebih dahulu untuk membeli beberapa lauk kesukaan andrias, kemudian kembali melajukan sepeda motornya ke arah jalan pulang. Wanita itu memarkirkan motornya di teras rumah kemudian melangkah untuk masuk ke dalam rumah dengan menenteng beberapa kantong kresek yang berisi makanan. Alis Areta bertaut kala mendapati pintu rumahnya yang tak terkunci. Dengan perlahan ia membuka pintu agar tak menimbulkan suara, seketika mata Areta membola kala mendapati apa yang ada di depan matanya.
Kedua tangan Areta mengepal, dadanya naik turun karena menahan emosinya agar tak meledak. Matanya menelisik ke seluruh sudut rumahnya yang nampak berantakan dengan bungkus snack dan botol minuman dingin yang berserakan dimana-mana. Di depannya, sepasang muda-mudi sedang asyik menonton tv dan berpelukan hingga tak menyadari kehadirannya.
"Zevanyaaaa!!!" Pekik Areta membuat kedua remaja itu menoleh.
"Eh, Mbak Reta udah pulang? Vanya laper nih, Mbak." Balas adik ipar Areta tanpa rasa bersalah.
"Kok kamu bisa ada di sini? Kamu pacaran di rumahku?" Selidik Areta menatap kedua remaja itu secara bergantian.
"Ng... Nggak kok, tadi itu aku saakit, Mbak. Kepalaku pusing, makanya Devan anterin aku pulang. Mas Andrias juga tau kog." Jawab Zevanya yang terlihat sedikit gugup, sedangkan remaja laki-laki di sampingnya hanya bisa menunduk tanpa berani bersuara.
"Sekarang kamu suruh temen kamu ini pulang, lalu beresin semuanya baru boleh makan." Perintah Areta yang kesal melihat rumahnya berantakan akibat ulah adik iparnya itu.
"Dih, Mbak reta kejam banget sekarang macam Ibu tiri." Celetuk Zevanya yang tak terima diperintah oleh kakak iparnya.
"Yaudah, kalau gitu aku pulang aja ya, Van. Permisi kak." Pamit remaja seumuran Zevanya yang hanya dibalas Areta dengan sebuah anggukan kepala.
"Mbak, itu Mbak Reta bawa makanan ya?" Tanya Zevanya sembari menunjuk ke arah kantong kresek yang dibawa oleh kakak iparnya.
"Iya, kenapa?" Balas Areta datar.
"Laper Mbak, dari tadi siang belom makan nih." Jawab Zevanya mengelus perutnya sendiri.
"Belom makan? Lah terus ini sampah snack segini banyak sama minum, punya siapa Vanya?" Kesal Areta yang tak habis pikir dengan kelakuan gadis remaja di hadapannya itu.
"Hehe, kan cuma nyemil, Mbak? Bukan makan, jadi masih lapar ini." Balas Zevanya nyengir memamerkan deretan giginya.
"Pokoknya kamu bersihin dulu semua sampah ini baru boleh makan, Mbak mau mandi dulu baru nyiapin makan malam." Ketus Areta melangkah ke arah dapur meninggalkan Zevanya yang menghentakkan kakinya karena kesal.
...****************...
Dengan malas, Zevanya mulai mengambil sapu untuk membersihkan sampah yang berserakan. Namun tiba-tiba saja gadis itu teringat akan sesuatu.
"Ah... Ibu kan tadi pergi arisan, pasti nggak masak nih. Mumpung Mbak Reta beli makanan enak mending aku telepon Ibu aja biar dateng dan makan di sini." Monolog Zevanya kemudian mengambil gawai dari saku baju seragam SMAnya.
Tuuuttt.... Tuuutttt.... Tuuuuttt...
"Hallo Vanya, ngapain kamu telepon Ibu? Ini udah sore juga kamu belom pulang sekolah, keluyuran kemana sih kamu ini?" Cerocos Bu Lastri di ujung telepon.
"Aku lagi di rumah Mbak Reta, Bu. Ibu kesini ya, aku lihat Mbak Reta beli makanan dari restoran tadi. Pasti enak banget." Ujar Zevanya dengan suara berbisik.
"Wah, kebetulan Ibu belom masak. Yaudah Ibu kesana sekarang." Balas Bu Lastri kemudian mematikan panggilan teleponnya secara sepihak. Tanpa Zevanya sadari jika sedari tadi Areta berdiri di belakangnya dan mendengar semua pembicaraan antara mertua dan adik iparnya itu.
Perlahan Areta kembali ke dapur tanpa disadari oleh Zevanya. Wanita itu menata dua potong ayam goreng tepung, dua butir telur asin dan semangkok cah kangkung di atas meja makan. Tak lupa ia menyimpan sisa lauk miliknya di dalam lemari dapur.
Tokk tookk tokkkk!!
Terdengar suara pintu diketuk. Areta tentu saja sudah bisa menebak siapa yang datang ke rumahnya, dengan malas wanita itu melangkahkan kakinya ke depan. Nampak Zevanya telah membukakan pintu untuk tamu yang tak diundang itu.
"Reta, Ibu capek banget habis arisan, jadi nggak masak. Boleh ya ibu ikut makan malam disini?" Tanya Bu Lastri berbasa-basi pada menantunya.
"Boleh, Bu. Tapi hari ini Reta nggak masak, cuma beli lauk dikit aja tadi." Jawab Reta dengan sopan.
"Yaudah, kalau gitu biar Ibu sama Vanya makan duluan aja ya. Udah lapar banget ini." Balas Bu Lastri yang segera menarik tangan Zevanya ke meja makan. Areta hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan mertua dan adik iparnya.
...****************...
Mata Bu Lastri dan Zevanya seketika membola kala melihat apa yang telah tersaji di meja makan.
"Wahh.... Makan enak ini kita Van." Celetuk Bu Lastri sembari menyendok nasi ke atas piringnya dengan porsi menggunung.
"Tapi ini ayamnya kok cuma dua potong, Bu. Terus nanti Mas Andrias makan pakai apa?" Tanya Zevanya pada sang ibu.
"Alah, pokoknya kita makan dulu. Urusan Masmu biar dipikirin sama si Areta itu." Balas Bu Lastri yang sudah mulai menyuap makanannya, Zevanya mengangguk kemudian mulai mengambil nasi dan lauk untuk mengisi perutnya. Tepat saat keduanya selesai makan terdengar suara ketukan pintu, tentu sudah jelas itu adalah Andrias yang baru saja pulang kerja. Ibu dan anak itu segera melangkah ke ruang tamu tanpa merapikan meja makan terleboh dahulu.
"Lhoh, kog Ibu ada di sini?" Tanya Andrias sembari mencium tangan sang Ibu.
"Iya, Tadi Ibu jemput Zevanya terus karena Ibu nggak sempat masak jadi numpang makan disini. Tapi maaf ya, istri kamu beli lauk cuma dikit jadi udah habis dimakan Ibu sama Vanya." Cerocos Bu Lastri tanpa rasa malu.
"Eh, iya Bu. Nggakpapa kog." Balas Andrias dengan ekor mata yang melirik ke arah sang istri.
"Yaudah, kalau gitu Ibu pulang dulu. Dan kamu Reta, jangan lupa masak buat makan anak saya. Awas kalau sampai anak saya kelaparan." Bentak Bu Lastri dengan jari telunjuk yang mengarah ke wajah Areta.
Seperti biasa, Bu Lastri dan Zevanya pergi tanpa mengucap salam apalagi terima kasih. Andrias segera mendekat ke arah Areta dan menatap wajah sang istri lekat-lekat.
"Bener yang dibilang Ibu? Udah nggak ada lauk? Emang kamu belinya seberapa sih kog bisa habis dimakan Ibu sama Zevanya doank?" Tanya Andrias dengan nada suara yang ditekan.
"Maaf, tadi aku nggak tahu kalau Zevanya ada di sini dan Ibu juga tiba-tiba aja datang." Balas Areta menahan rasa kesal di dalam hatinya.
"Tadi itu Zevanya sakit, terus telepon aku katanya mau istirahat di sini. Kebetulan pas jam makan siang yaudah aku pulang aja sebentar buat ngasih kunci rumah ke dia." Terang Andrias.
Kruuukkk.... Kruuukkk.... Kruuukkk....
Tiba-tiba terdengar bunyi perut Andrias yang meronta minta diisi membuat Areta memecahkan tawa besarnya.
"Kamu laper, Mas?" Tanya Areta pada sang suami setelah tawanya mereda.
"Iya, tapi lauknya udah habis gitu." Balas Andrias datar.
"Yaudah, kamu mandi dulu aja. Biar aku siapin makanan dulu!" Titah Areta, Andrias mengangguk kemudian melangkah menuju ke kamar.
Areta segera membereskan piring bekas makan Bu Lastri dan Zevanya kemudian menyiapkan beberapa lauk yang ia simpan di lemari. Beberapa potong ayamg crispi, telur asin, gurame goreng dan cah kangkung telah tersusun rapi di meja makan. Areta tersenyum kemudian beranjak ke kamar untuk memanggil sang suami.
Cekleekkk.....
Areta membuka pintu kamar dengan perlahan, nampak Andrias yang sedang duduk bersandar di kepala ranjang sembari memainkan gawainya.
"Mas, ayo makan!" Ajak Areta yang menghenyak di pinggir ranjang. Andrias mengangguk lalu keduanya berjalan menuju ke meja makan. Seketika mata Andrias berbinar kala melihat beberapa hidangan yang nampak sangat menggugah selera telah tersusun rapu di atas meja.
"Waahhh.... Enak banget ini kayaknya, kamu habis beli ini dimana Areta?" Tanya Andrias sembari menyendoj nasi dan lauk yang telah diambilkan oleh Areta. Wanita itu memang bias melayani sang suami saat makan.
"Ini aku beli pas pulang kerja tadi kog, Mas. Sengaja aku sisihin buat makan malam kita berdua." Balas Areta yang mulai mengunyah makan malamnya.
"Jadi kamu sembunyiin semua ini biar nggak dimakan Ibu?" Ketus Andrias menghentikan sejenak kegiatan makannya.
"Iya Mas, kamu kan tahu kalau Ibu pasti akan membungkus semua lauk yang tersisa. Dan kalau aku nggak nyisihin buat kita, pasti sekarang kamu lagi makan nasi sama sambal doank." Balas Areta cuek, Andrias terdiam sejenak mencerna jawaban yang terlontar dari mulut Areta.
" Yaudah, tapi lain kali jangan gitu lagi." Balas Andrias kemudian melanjutkan makan malamnya.
...****************...
Usai makan malam, Areta menemani sang suami untuk menonton acara sepak bola di televisi. Tak lupa dengan secangkir kopi hitam yang ia buatkan khusus untuk sang suami.
"Mas!" Panggil Areta pada suaminya.
"Hmmm." jawab Andrias dengan pandangan yang masih fokus pada layar televisi di hadapannya.
"Tadi pas aku pulang itu Zevanya di sini sama cowok lho." Ujar Areta mencoba menceritakan kelakuan Zevanya pada Andrias.
"Maksut kamu Devan? Tadi dia yang anter Zevanya pulang. Mungkin dia nungguin karena nggak tega ninggalin Zevanya di rumah sendirian. Kan dia lagi sakit." Balas Andrias santai membuat Areta mendengus kesal.
"Tapi tadi pas aku masuk lihat mereka lagi pelukan Mas, mana kondisi rumah berantakan. Penuh sampah jajanan lagi." Kesal Areta mengingat kejadian tadi sore.
"Udahlah Reta, nggak mungkin Zevanya berani pacaran. Oh ya, gimana? Kamu jadi kapan berhenti kerja?" Tanya Andrias mengalihkan topik pembicaraan.
"Emb... Itu aku belum kepikiran, nanti lah, Mas. Kalau kita udah ada cukup tabungan buat biaya lahiran dan keperluan calon anak kita nanti." Jawab Areta membuat Andrias berdecak kesal.
"Ck, alasan aja kamu. Susah banget nurutin keinginan suami. Padahal itu juga buat kebaikan kamu dan anak kita!!" Suara Andrias terdengar mulai meninggi.
"Tapi, Mas!!"
"Cukup!!! Malas aku dengar alasan basi kamu." Potong Andrias sebelum Areta menyelesaikan kalimatnya.
Lelaki itu beranjak dari duduknya dan melangkah ke arah pintu.
Braakkk!!! Pintu dibanting dengan keras oleh Andrias. Areta melangkahkan kakinya lebar untuk menyusul Andrias. Nampak lelaki itu telah duduk di atas sepeda motornya.
"Mas!! Kamu mau kemana?"
Andrias menoleh karena mendengar teriakan istrinya.
"Mau kemana kamu, Mas malam-malam begini?" Areta mengulangi pertanyaannya saat sampai di hadapan Andrias.
"Mau nongkrong sama temen, percuma ngomong sama istri yang nggak mau nurut kata suami." Kesal Andrias yang mulai melajukan sepeda motornya. Areta diam mematung menatap punggung sang suami yang mulai menghilang dari pandangannya. Wanita itu menghirup napasnya dalam dan menghembuskannya secara perlahan lalu masuk ke rumah dan menutup kembali pintunya.
Areta duduk termenung di atas ranjangnya, kepalanya terasa berdenyut memikirkan kehidupan yang ia jalani. Pernikahan impian yang ia harapkan akan bahagia ternyata tak sesuai dengan angan-angannya dulu. Janji manis yang diberikan oleh Andrias ternyata hanya di bibir saja. Perlahan air mata Areta meleleh dengan sendirinya hingga wanita itu terlelap karena lelah menangis.
...****************...
Andrias baru saja tiba di sebuah rumah kontrakan milik seorang temannya, sayup-sayup terdengar suara musik yang diiringi dengan gelak tawa beberapa orang dari dalam rumah. Lelaki itu memarkir motornya kemudian melangkah ke arah pintu.
Took took tokk....
Andrias mengetuk pintu dengan perlahan lalu munculah seorang lelaki yang seumuran dengannya dari balik pintu.
"Weehh.... Dateng juga elu Bos? Gue kira nggak bakal diizinin keluar sama nyonya." Sapa teman Andrias yang bernama Samsul.
"Halah... Gampang kalau soal keluar rumah doank mah. Tinggal pura-pura nyari masalah juga bisa keluar rumah tanpa diprotes bini." Balas Andrias tersenyum miring.
"Yaudah, ayo masuk. Yang lain udah pada nunggu, ada cewek cantik di dalem. Namanya Viola." Ujar Samsul setengah berbisik di telinga Andrias.
"Heleh... Paling wanita malam, nggak minat gue. Biarpun gue doyan mabok tapi kagak doyan selingkuh. Apalagi sama wanita malam gitu, pasti kalah jauh sama bini gue." Ujar Andrias melangkah masuk ke dalam rumah kontrakan Samsul. Nampak beberapa temannya sudah berkumpul di sana sedang menikmati minuman keras yang dituangkan oleh seorang wanita cantik. Dress selutut tanpa lengan melekat di tubuh ramping wanita itu.
"Itu Bos, gimana? Cantik nggak?" Tanya Samsul pada Andrias yang baru saja menjatuhkan bobot tubuhnya ke sofa.
"Biasa aja." Jawab Andrias datar lalu mulai menyalakan rokoknya. Wanita itu mendekat dan duduk di samping Andrias.
"Hallo Mas, boleh donk kenalan?" Sapa wanita itu dengan nada manja yang sengaja dibuat-buat.
"Saya ke sini cuma mau minum, bukan buat kenalan sama wanita macam kamu." Balas Andrias tanpa menatap wajah Viola.
"Aduh Mas, nggak usah pura-pura deh. Aku udah dandan cantik gini masa nggak mau." Oceh Viola menyandarkan kepalanya ke bahu Andrias.
"Sam, gue kesini cuma buat minum. Bukan buat digelondotin ulat bulu gatel macam dia." Ujar Andrias menatap tajam ke arah Samsul.
"Viola sayang, udah jangan godain Mas Andrias lagi ya. Mending kamu tuangin minuman aja buat dia." Titah Samsul berusaha menjauhkan Viola dari Andrias. Viola menurut, wanita itu mulai menuangkan minuman ke gelas milik Andrias dan teman-temannya yang memang sudah terbiasa pesta miras di rumah Samsul.
Setelah menghabiskan beberapa botol minuman keras, Andrias merasakan pusing di kepalanya. Laki-laki itu segera pamit untuk pulang sebelum benar-benar kehilangan kesadaran.
...****************...
Tok... Tookk... Tookkk....
Suara pintu yang terus diketuk tanpa henti membangunkan Areta dari tidurnya, dengan tergopoh-gopoh wanita yang sedang hamil muda itu melangkah ke arah pintu.
Ceklek....
"Areta, molor aja ya kamu. Buka pintu doank lamanya minta ampun." Maki Andrias saat Areta membuka pintu.
"Mass!! Kamu mabok?" Kaget Areta yang melihat sang suami berjalan sempoyongan ke arah sofa.
"Bukan urusan kamu, aku mau tidur sekarang. Kamu nggak usah berisik." Ketus Andrias membuat Areta hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Percuma debat sama orang mabok, mending aku tidur ajalah." Monolog Areta kemudian berjalan ke kamarnya.
Hoeekkkkk.....
Langkah Areta terhenti karena mendengar suara Andrias yang sepertinya sedang muntah, dan benar saja. Saat wanita itu menoleh terlihat muntahan Andrias yang telah berceceran di lantai.
"Selalu aja seperti itu." Kesal Areta yang terpaksa harus membersihkan bekas muntahan itu di tengah malam begini.
Wanita itu kembali ke kamar setelah memastikan suaminya benar-benar terlelap dan tak akan membuat kekacauan lagi.
Pagi telah kembali berkunjung, menyapa dunia dengan kehangatan sinar mentari. Seorang wanita menggeliat dan terbangun dari lelap tidurnya, berjalan ke arah kamar mandi kemudian mematut dirinya di depan cermin, merias wajah ayunya dengan make up natural yang semakin memancarkan kecantikan alaminya. Setelah memastikan penampilan dirinya telah sempurna, Areta segera menyambar tas kerjanya dan keluar dari kamar. sengaja pagi ini ia tak memasak sarapan karena masih kesal dengan kelakuan suaminya semalam.
Disebuah sofa panjang, Andrias yang juga baru saja bangun dari tidurnya tengah memijat keningnya yang masih berdenyut karena sisa mabuk semalam. Rasa bersalah menyelinap di dalam hatinya saat melihat sang istri yang baru saja keluar dari kamar.
"Areta!" Panggil Andrias pada sang istri, Areta hanya menatap Andrias tanpa menjawab panggilan dari suaminya.
"Aku minta maaf Areta, aku."
"Cukup, Mas. Percuma kamu minta maaf tapi selalu kamu ulangi lagi." Potong Areta sebelum Andrias menyelesaikan kalimatnya.
"Mas janji nggak akan kayak gitu lagi, nggak akan mabok lagi. Tolong maafin Mas ya." Mohon Andrias menangkupkan kedua tangannya di depan dada.
"Nggak usah janji, aku udah kenyang sama janji-janji manismu, Mas." Ketus Areta.
"Udah donk, jangan marah. Hari ini Mas gajian, nanti Mas lebihin jatah bulanan kamu ya." Rayu Andrias pada sang istri.
"Aku berangkat ke kantor dulu, Mas. Aku nggak masak karena ngantuk semalaman harus bersihin muntahan kamu yang berceceran di lantai." Balas Areta berlalu meninggalkan suaminya.
Andrias hanya bisa membuang napas kasar karena sang istri yang belum mau memberikan maaf untuknya.
...****************...
Areta memacu sepeda motornya ke arah kantor, sesekali ia menyeka pipinya yang basah karena air mata. Setibanya di kantor, wanita itu segera menghampiri Raisya untuk berkeluh kesah.
"Ya ampun Reta, kamu habis nangis? Ada masalah apa lagi hari ini? Kamu berantem sama Andrias? Sama mertua, atau sama adik iparmu?" Berondong Raisya dengan berbagai pertanyaan.
"Semalem Mas Andrias minta aku buat berhenti kerja lagi, terus dia marah karena aku nolak. Habis itu dia pergi nggak tahu kemana. Pulang-pulang malah mabok, Ra. Mana tengah malem aku harus bersihin muntahan dia." Terang Areta dengan air mata yang kembali menetes di pipinya.
"Bener-bener ya si Andrias. Reta, dengar aku! Kamu harus jadi wanita yang kuat, nggak boleh cengeng. kalau Andrias mabok atau nyakitin kamu, jangan nangis. Balas dia pakai cara kamu sendiri." Nasehat Raisya semberi mengelus kedua bahu sahabatnya.
"Tapi aku harus gimana, Ra? Aku nggak tahu cara hadapin Mas Andrias." Ujar Areta sembari menyeka air mata yang membasahi pipi mulusnya.
"Kalau mabok jangan dibukain pintu, biarin aja dia tidur di luar." Cetus Raisya membuat mata Areta membola.
"Tapi aku nggak tega sama dia, Ra." Balas Areta membuat Raisya membuang napasnya kasar.
"Harus tega, Areta. Jangan jadi wanita bodoh cuma karena cinta. Bisa makin ngelunjak nanti si Andrias." Tutur Raisya menatap wajah sahabatnya.
"Baiklah, Ra. Aku akan coba saran dari kamu." Pasrah Areta pada akhirnya.
"Nah, itu baru sahabat aku."
Kring... Kring... Kring....
Suara dering ponsel Areta menginterupsi obrolan mereka, wanita itu segera mengambil gawainya dari dalam tas. Areta memutar bola matanya jengah melihat nama kontak yang tertera di layar handphonenya.
"Siapa yang telepon, Ta? Kog jadi kecut lagi itu muka?" Tanya Raisya dengan kedua alis yang bertaut.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!