Khadijah Azzahra, seorang gadis cantik yang selalu menutupi wajahnya menggunakan cadar semenjak ia masuk ke pondok pesantren yang membuat ia semakin mendalami ilmu agamanya.
Kini berakhir sudah perjalanan Khadijah di sana setelah tiga tahun lamanya menempuh pendidikan di pondok pesantren tersebut.
Hari ini Khadijah akan melanjutkan pendidikannya di salah satu universitas di kota kelahirannya.
Ya, hari ini ia akan pulang dan akan bertemu kembali dengan kedua orang tua dan adiknya setelah tiga tahun tidak bertemu.
"Khadijah, kamu di panggil ke ruangan Ustadz Zaki sekarang," ucap Ustadzah Marwa yang merupakan penjaga asrama bagian putri.
"Baik Ustadzah. Saya akan segera menemui Ustadz Zaki," jawab Khadijah menghentikan pekerjaannya.
Ia segera bergegas menuju ruangan ustadz Zaki, dan tiga menit kemudian, Khadijah pun tiba di depan pintu ruangan Ustadz muda itu.
Tok
Tok
Tok
"Masuk," perintah Ustadz Zaki yang sudah tau siapa yang akan menemuinya itu.
"Assalamualaikum, Ustadz memanggil saya?" tanya Khadijah menundukkan pandangannya.
"Walaikum salam. Iya. Saya memanggilmu. Silahkan duduk," jawab Ustadz Zaki mempersilahkan muridnya itu duduk.
"Baik Ustadz, terima kasih," balas Khadijah lalu duduk di hadapan Ustadz Zaki yang masih fokus dengan laptopnya.
Beberapa saat kemudian, Ustadz Zaki tampak menutup laptopnya dan memandang Khadijah cukup lama sebelum ia buka suara.
"Khadijah," panggil ustadz Zaki sedikit memajukan wajahnya ke depan.
"Iya ustadz, ada yang bisa saya bantu?" jawab Khadijah lembut dengan pandangan kebawah.
"Apa kamu akan pulang hari ini juga?" tanya Ustadz Zaki yang di balas anggukan oleh Khadijah.
"Baiklah. Khadijah, langsung saja. Sebenarnya sudah lama saya ingin mengatakan hal ini kepadamu. Tapi, saya memilih untuk menundanya hingga hari kelulusan kamu. Sudah lama sekali saya menaruh hati kepadamu, bahkan semenjak awal kamu menginjakkan kakimu di pondok pesantren ini. Khadijah, saya mau melamar kamu menjadi istri saya. InsyaAllah, jika kamu menerima lamaran saya, saya dan keluarga saya akan langsung melamar mu kepada kedua orang tua mu," ucap Ustadz Zaki seketika membuat Khadijah terkejut dan sempat mengangkat pandangannya menatap ustadz tampan itu lalu kembali menundukkan nya kembali.
Khadijah sendiri tidak menyangka jika ustadz tampan itu melamarnya. Bagaikan mimpi, karena popularitas ustadz Zaki begitu tinggi di sekolah itu.
Banyak kaum hawa yang sudah mengidolakannya dan berharap akan di lamar dan diminta menjadi istrinya selama ini.
"Tapi Ustadz, saya.. Saya ini masih kecil dan belum ada niatan ke arah sana. Saya masih ingin kuliah dan melanjutkan cita-cita saya," jawab Khadijah tetap menundukkan pandangannya.
"Kamu tenang saja Khadijah. Saya berjanji tidak akan membatasi mu dalam menuntut ilmu dan mengejar cita-citamu. Saya hanya mau kamu menjadi istri saya dan ibu dari anak-anak saya jika waktunya nanti sudah tepat," ucap Ustadz Zaki lagi.
Ia masih terus berusaha untuk mendapatkan hati wanita cantik itu.
Khadijah tampak diam. Ia tidak tau harus menjawab apa untuk saat ini.
"Begini saja. Kamu pulanglah dan bicarakan ini semua kepada kedua orang tuamu. Jika mereka memberikan restunya dan kamu pun bersedia menikah dengan saya, segera hubungi saya kembali. Saya akan selalu setia dan sabar menunggu jawaban darimu Khadijah," ucap Ustadz Zaki memberikan keringanan untuk Khadijah.
Ia tidak mau mendesak Khadijah dan membuat gadis cantik bercadar itu menjadi terbebani karena lamarannya.
"Baiklah ustadz. Terima kasih. Kalau begitu saya permisi dulu. Assalamualaikum," pamit Khadijah berdiri dan meninggalkan ruangan itu.
"Walaikumsalam. Semoga saja kamu menerima lamaran saya Khadijah," gumam ustadz Zaki berharap banyak.
"Khadijah," panggil ustadzah Marwa setelah Khadijah tiba di kamarnya.
"Ya Dzah? Kenapa?" tanya Khadijah balik.
"Urusanmu sama Ustadz Zaki sudah selesai?" tanya ustadzah Marwa penasaran.
"Su. Sudah Dzah," jawab Khadijah diiringi dengan anggukan ringan.
"Kalau saya boleh tau, ada urusan apa kamu dengan Ustadz Zaki? Kenapa dia sampai memanggilmu ke ruangannya segala?" tanya ustadzah Marwa penasaran. Dia akan selalu penasaran dengan hal yang berkaitan dengan Ustadz Zaki. Masalahnya, ustadzah Marwa sudah lama sekali menaruh hati kepada ustadz tampan itu.
"Hmmmm itu. Baru saja ibu saya menghubungi beliau. Ibu bilang ponsel ustadzah tidak bisa dihubungi, maka dari itu, ibu saya menghubungi ustadz Zaki untuk menanyakan apakah saya jadi pulang hari ini atau tidak," jawab Khadijah sengaja berbohong.
'Maafkan saya Dzah, saya terpaksa berbohong. Tidak mungkin saya mengatakan jika Ustadz Zaki baru melamar saya, padahal saya sendiri tau jika ustadzah sangat mencintai Ustadz Zaki,' batin Khadijah merasa bersalah.
"Oh begitu. Saya kira ada hal lainnya," balas ustadzah Marwa lega.
Satu jam kemudian, Khadijah pun selesai mengepak semua pakaiannya. Setelah berpamitan kepada teman-teman yang juga menunggu jemputan dari keluarga masing-masing, Khadijah puh akhirnya melangkahkan kakinya meninggalkan area pondok pesantren tersebut.
Baru saja Khadijah akan mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi taksi online, sebuah mobil sedan putih pun berhenti tepat di depannya. Khadijah sangat mengenali sekali mobil itu yang tak lain adalah Ustadz Zaki. Laki-laki yang baru saja melamarnya.
"Assalamualaikum," sapa Ustadz Zaki memperlihatkan gigi putih rapi dan gingsul nya di sebelah kiri.
"Waalaikum salam Khadijah. Kamu pasti mau ke terminal kan?" tanya Ustadzah Zaki menebak.
"I.. I.. Iya Ustadz," jawab Khadijah gugup.
"Ya sudah. Ayo naik. Biar saya yang mengantarmu," tawar Ustadz Zaki turun dari mobilnya dan membukakan pintu untuk Khadijah.
"Hmmmmm, tidak usah Ustadz. Saya bisa kok ke terminalnya pake taksi online saja," tolak Khadijah.
"Sudah. Kamu jangan menolak. Anggap saja ini pertemuan terakhir kita setelah kamu lulus dari pondok," ucap Ustadz Gibran masih berusaha membujuk Khadijah untuk mau di antar sampai terminal.
"Tapi Ustadz saya tidak enak. Bagaimana kalau ada yang mengira yang tidak-tidak tentang kita?" tanya Khadijah khawatir.
"Sudah. Kamu tenang saja Khadijah. Bukannya kita berada di tempat umum, dan lagi pula, kaca mobil saya ini tidak gelap sama sekali. Ayo masuk, nanti kamu bisa ketinggalan bis," ucap Ustadz Zaki laku membawa barang-barang milik Khadijah masuk ke dalam mobilnya.
Beberapa perjalanan, Khadijah dan Ustadz Zaki hanya diam. Mereka nampak tengah menyesuaikan diri masing-masing dan larut dalam pikirannya masing-masing.
Baru kali ini baik Khadijah dan juga Ustadz Zaki berada di dalam satu mobil seperti ini.
"Khadijah!" panggil Ustadz Zaki membuyarkan lamunan gadis cantik bercadar itu.
"I.. I.. Iya. Ada apa Ustadz?" jawab gadus bercadar itu.
"Kamu tau, ini adalah hari yang sangat spesial untuk saya. Pasalnya, sudah lama saya menunggu hari ini hanya untuk mengantarmu ke terminal. Tapi, hari ini juga hari yang menyedihkan untuk saya karena kita mungkin tidak akan bertemu lagi. Maka dari itu, saya mau kamu simpan kenang-kenangan ini dari saya. Saya harap kamu selalu ingat dengan saya dan siapa tau kamu mau menerima lamaran saya tadi," ucap Ustadz Zaki nampak memberikan sebuah kotak perhiasan beludru berwarna biru.
"A.. Apa ini Ustadz?" tanya Khadijah penasaran.
"Buka saja. Itu untuk mu," singkat Ustadz tampan itu.
Dengan perlahan, Khadijah pun memutuskan untuk membuka kotak tersebut, sehingga matanya di buat terbelalak melihat sebuah kalung bermata seperti love.
"Maaf pak. Saya. Saya tidak bisa menerimanya," tolak Khadijah mengembalikan kotak berisikan kalung itu kepada pemiliknya.
Dengan perlahan, Khadijah pun memutuskan untuk membuka kotak tersebut, sehingga matanya di buat terbelalak melihat sebuah kalung bermata seperti love.
"Maaf ustadz. Saya. Saya tidak bisa menerimanya," tolak Khadijah mengembalikan kotak berisikan kalung itu kepada pemiliknya.
***
"Kenapa? Kenapa kamu tidak mau menerimanya? Anggap saja ini sebagai hadiah atas kelulusan mu," jawab ustadz Zaki berusaha membujuk Khadijah agar mau menerima pemberiannya itu.
"Hhhhh, baiklah ustadz," jawab Khadijah akhirnya memutuskan untuk menerima kalung tersebut.
"Terima kasih Khadijah. Ya sudah, kita lanjutkan lagi perjalanannya," ucap ustadz Zaki memamerkan lesung pipinya.
.
.
"Ustadz, terima kasih telah mengantar saya. Kalau begitu saya permisi dulu. Assalamualaikum," ucap Khadijah tetap menundukkan pandangannya.
"Waalaikum salam. Hati-hati di jalan," balas ustadz Zaki melepas kepergian santrinya itu.
"Hmmmm Khadijah," panggil ustadz Zaki lagi di saat Khadijah akan menaiki bis tujuan Jakarta.
"Iya ustadz, ada apa?" tanya Khadijah membalikkannya badannya.
"Hmmmm jangan lupa untuk mempertimbangkan lamaran saya tadi," ucap ucap Zaki yang dibalas dengan anggukan oleh Khadijah.
"Semoga saja kamu menerima lamaran saya Khadijah," gumam ustadz Zaki lalu melajukan mobilnya meninggalkan terminal.
Sementara itu, di tempat lain, di sebuah kamar yang memiliki ukuran cukup luas, seorang pemuda masih saja tertidur di atas ranjang empuknya. Pemuda yang sudah beberapa kali gagal di wisuda.
"Dom.. Dominic bangun," teriak Leoni, wanita yang telah melahirkan laki-laki tampan itu beberapa tahun silam.
"Apa sih ma," lenguh Dominic yang masih betah dalam selimut tebalnya.
"Dominic bangun. Kamu nggak kuliah? Mau jadi siswa abadi lagi tahun ini?" ucap Leoni terus mengguncang tubuh putranya itu.
"Iya ini aku bangun. Nggak tau orang lagi tidur apa," umpat Dominic bangun dengan terpaksa.
"Ya sudah. Jangan tidur lagi. Mama mau ke Gereja sebentar. Ada acara pernikahan teman yang mau mama hadiri di sana," pamit Leoni meninggalkan kamar putranya itu.
Lima belas menit kemudian, Dominic pun selesai mandi dan ia kini tengah berpakaian dan bersiap-siap untuk berangkat ke kampus.
Sebenarnya Dominic sangat malas sekali untuk berangkat kuliah. Sudah lama ia ingin sekali berhenti namun kedua orang tuanya tetap tidak memberi izin Dominic untuk memutuskan kuliahnya.
Berbeda dengan adiknya Alina yang selalu mendapat nilai tertinggi di sekolahnya. Dan sebentar lagi, ia akan menyusul sang kakak masuk ke Universitas yang sama.
Saat ini Alina dan Dominic tengah duduk di ruang makan dan sedang menikmati santap siangnya. Hanya ada mereka berdua, karena kedua orang tuanya baru berangkat ke gereja.
"Lo jadi dek kuliah di tempat gue?" tanya Dominic sembari menyalin lauk ke dalam piringnya.
"Ya jadilah kak. Memang kenapa sih?" tanya Alina balik.
Sudah berkali-kali Dominic selalu menanyakan hal yang sama kepada adik satu-satunya itu.
"Ya, nggak kenapa-kenapa sih. Mending lo cari kampus lain aja gimana?" usul Dominic membuat Alina menghentikan makannya.
"Lah, memang kenapa?" tanya Alina balik. Ia tampak sedikit terkejut dengan apa yang baru saja di ucapkan oleh kakak satu-satunya itu.
"Gue nggak mau satu kampus sama lo Lin. Nanti, duluan lulus elo dari pada gue," ucap Dominic menundukkan kepalanya.
"Hahahaha.. Jadi itu alasannya lo nggak bolehin gue kuliah di tempat lo? Ya elah kak, tenang aja kali. Nanti gue janji deh sama lo, kalo gue keterima kuliah di tempat lo, gue bakalan bantuin lo ngerjain tugas-tugas lo. Lo tau kan gue ini adalah anak yang pintar dan juga cerdas," ucap Alina membanggakan dirinya sendiri.
"Iya.. Iya, gue tau lo pinter. Udah diem lo. Gue mau berangkat kampus dulu," balas Dominic lalu pergi dengan perasaan sakit hatinya.
"Jadi gimana Dom? Kamu gagal lagi? Saya sudah beri kamu waktu untuk menyelesaikan semua tugas-tugas mu, tapi apa? Lagi-lagi kamu gagal.
Sepertinya kali ini kamu akan kembali menjadi siswa abadi di kampus ini," ucap salah satu dosen yang mengajar di sana.
"Yah, jangan lah Bu. Tolong saya sekali ini saja. Saya janji akan menyelesaikan semuanya," rengek Dominic memohon.
"Maaf Dom. Saya tidak bisa lagi membantumu. Saya sudah memberikan banyak waktu dan kemudahan untukmu. Mending sekarang kamu keluar dan renungi dimana letak salahmu selama ini. Saya masih banyak kerjaan," ucap dosen tersebut membuat Dominic menghembuskan nafasnya kasar.
Meskipun orang tua Dominic adalah donatur terbesar di universitas itu, namun dari pihak keluarga meminta agar tidak membeda-bedakan mahasiswa manapun, termasuk anaknya sendiri.
Akhirnya, dengan sangat terpaksa, Dominic pun meninggalkan ruangan dosen tersebut dengan rasa kecewa. Ia membanting pintu lalu pergi meninggalkan kampus untuk menenangkan pikirannya.
"Sial," umpat Boy menendang sebuah botol yang ada di hadapannya.
"Boy," panggil Clarista, wanita yang dua tahun ini sudah menjalin hubungan dengan dirinya.
Mendengar namanya di panggil, Boy pun segera menghentikan langkahnya. Baginya Clarista adalah penyemangat dalam hari-harinya.
"Sayang. Kamu kemana saja?" tanya Dominic yang sudah dua hari tidak bertemu dengan pacarnya itu, meskipun mereka satu kampus.
"Maafkan aku Dom. Aku sibuk. Dom, ada yang ingin aku bicarakan sama kamu. Ini penting sekali," ucap Clarista membuat Dominic mengerutkan keningnya.
"Bicara? Bicara apa? Sayang?" tanya Dominic akan mengusap kepala Clarista, namun segera di tepis oleh gadis cantik itu.
"Dom, mulai detik ini kita tidak ada hubungan apa-apa lagi. Kita putus!" jawab Clarista membuat Dominic seketika terperangah.
"A.. Aa.. Apa? Putus?" tanya Dominic memastikan apa yang ia dengar.
"Tapi.. Tapi kenapa Ris? Apa salahku?" tanya Dominic lagi. Ia sendiri tampak bingung kenapa wanita cantik itu memutuskan hubungan dengan dirinya, padahal Dominic sendiri sangat mencintainya.
"Kamu tidak salah apa-apa Dom. Tapi akunya. Aku tidak bisa mencintaimu lagi," jawab Clarista semakin membuat Dominic bingung.
"Ya kenapa? Kenapa?"
"Karena aku telah mencintai laki-laki lain selama ini. Aku tidak bisa lagi menjadikan dia sebagai selingkuhanku. Rasa cintaku padanya, jauh lebih besar dari pada rasa cintaku ke kamu," jawab Clarista seketika membuat Dominic menggelengkan kepalanya.
Ia tak menyangka jika Clarista, wanita yang selama ini ia jaga hatinya ternyata selingkuh dan mengkhianatinya.
"Siapa? Siapa laki-laki itu!" tanya Dominic dengan suara dingin dan tatapan tajamnya.
Ada sedikit rasa takut yang di rasakan oleh Clarista, namun bagaimana pun juga, ia harus mengakhiri kisahnya dengan Dominic, laki-laki yang sebenarnya masih ia cintai itu.
Ya, sebenarnya Clarista masih sangat mencintai Dominic, tapi, karena saat ini ia sudah rusak dan juga hamil anak laki-laki lain, mau tak mau, ia harus mengakhiri hubungan ini. Ia tak mau jika harus melukai Dominic lebih jauh lagi.
"Jawab Clarista! Siapa laki-laki itu," tanya Dominic sekali lagi dengan nada tinggi.
"Roky, dia adalah Roky. Selama ini aku telah mencintainya dan menjalin hubungan dengannya," jawab Clarista membuat Dominic semakin terpuruk. Bagaimana tidak, Roky sendiri adalah anak dari adik mamanya.
Mereka adalah sepupuan. Dari dulu, Roky memang selalu menginginkan apa yang Dominic suka, termasuk Clarista.
Dengan cara licik, akhirnya Roky berhasil mendapatkan Clarista beserta tubuhnya yang selama ini di jaga oleh Dominic.
"Roky, dia adalah Roky. Selama ini aku telah mencintainya dan menjalin hubungan dengannya," jawab Clarista membuat Dominic semakin terpuruk. Bagaimana tidak, Roky sendiri adalah anak dari adik mamanya.
Mereka adalah sepupuan. Dari dulu, Roky memang selalu menginginkan apa yang Dominic suka, termasuk Clarista.
Dengan cara licik, akhirnya Roky berhasil mendapatkan Clarista beserta tubuhnya yang selama ini di jaga oleh Dominic.
***
"Apa? Roky? Maksud kamu Roky.. Roky.. Roky sepupuku?" tanya Dominic lagi.
Ia berharap jika Clarista akan mengatakan tidak.
"Hhhhh, ya, dia adalah Roky sepupumu," jawab Clasrista berat.
"Tapi kenapa Ris? Kenapa harus dia? Clarista katakan, kamu pasti bohong kan. Kamu pasti sedang menyiapkan sebuah kejutan untukku kan? Katakan iya Ris," ucap Dominic.
Di dalam kepanikannya, Dominic masih berusaha untuk berpikir positif. Ia yakin sekali jika Clarista masih sangat mencintainya.
"Kejutan apa Dom? Nggak ada kejutan. Aku serius. Aku mau kita putus karena aku telah mencintai Roky. Dan asl kamu tau, sebentar lagi, kami akan segera menikah, karena aku telah hamil anaknya Roky," ucap Clarista seakan memberikan pukulan telak untuk laki-laki tampan itu.
Dunia Dominic rasanya seketika akan runtuh saat mendengar perkataan wanita yang ia cintai itu.
Bagaimana bisa dia bisa terkecoh selama ini. Selama menjalin hubungan dengan Clarista, Dominic tidak pernah melakukan apa-apa terhadap Clarista, dan kini, ia mendapatkan dua kabar buruk sekaligus, pertama, ia terancam tidak lulus lagi, dan kedua, ia harus menerima kenyataan jika Clarista hamil dengan sepupunya sendiri.
"Tidak.. Apa ini Ris? Kemana Clarista yang aku kenal? Bagaimana bisa kamu hamil anaknya Roky, sedangkan aku adalah pacarmu. Aku sendiri saja bahkan tak mau menyentuhmu sebelum aku menikahi mu," ucap Dominic seketika lemas ke lantai.
"Haha, ya jelas bisalah Dom. Clarista itu cinta sama gue. Jelas, dengan senang hati, dia bersedia hamil anak gue. Ya meskipun awalnya gue udah bilang sama Clarista untuk tidak memberi tahu lo tentang hubungan kami dulu. Tapi ya mau gimana lagi. Clarista tidak mau menjadikan gue selingkuhannya terus.aka dari itu, dia menemui lo dan mengatakan semuanya.
Gue minta maaf ya bro. Cinta itu memang nggak bisa di paksakan," ucap Roky yang tiba-tiba saja muncul dan merangkul pundak Clarista.
"Ayo sayang, kita pergi. Hati ini kita ada jadwal fitting baju pernikahan kita," ucap Roky lagi mengajak Clarista pergi.
"Kurang ajar lo Rok. Selama ini lo selalu merebut apa yang gue punya. Dan kini, lo merebut Clarista dari gue. Saudara macam apa lo ini Roky?" umpat Dominic berdiri tegak.
"Karena gue selalu suka dengan apa yang lo miliki Dom," jawab Roky santai, lalu pergi dengan wanitanya.
"Anjing, kurang ajar lo," umpat Dominic lagi.
Dominic yang sudah sangat kesal itu akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah dengan banyak kekecewaannya.
Entah karena hari ini ia memang sial, tiba-tiba saja, mobil yang di kendarai oleh Dominic pun tiba-tiba mengalami pecah ban.
Untung saja jalanan saat ini tidak terlalu ramai, jadi dengan mudah, Dominic pun bisa menepikan mobilnya tanpa harus kena umpat oleh pengendara lainnya.
"Kenapa gue sial sekali sih hari ini?" umpat Dominic sembari melihat ke sebuah jembatan di depannya. Jembatan yang di bawahnya di aliri sungai berarus deras.
"Apa baiknya gue mati aja kali ya? Capek banget rasanya jika harus seperti ini terus," gumam Dominic berjalan mendekati jembatan yang ada di depannya itu.
Setibanya di jembatan, Dominic pun langsung menaikkan sebelah kakinya dan tidak butuh waktu lama, kini ia sudah berada di sisi sebelah pagar jembatan besi tersebut.
"Maafkan aku tuhan, sepertinya aku tidak sanggup lagi untuk hidup dan menjalani semua ini. Jika memang nanti aku harus masuk ke dalam neraka, aku ikhlas," gumam Dominic membentangkan tangannya lebar dan memejamkan matanya erat.
Di saat Dominic hendak siap terjun bebas ke sungai yang deras tersebut, tiba-tiba saja ada seseorang memeluknya dari belakang, hingga Dominic pun tidak bisa terjun ke bawah. Tubuhnya tertahan oleh tangan yang sepertinya dimiliki oleh seorang wanita itu.
"Hai, apa yang lo lakuin. Lepasin gue," ucap Dominic berusaha melepaskan pelukan seseorang tersebut.
"Tidak! Saya tidak akan melepaskan mu. Jika bunuh diri bisa menyelesaikan masalah, maka sudah akan ada ribuan orang yang akan mengakhiri hidupnya setiap detik. Lagi pula, bunuh diri adalah perbuatan yang di benci oleh agama. Allah sangat-sangat tidak menyukainya, dan sebagai balasannya, si pelaku akan kekal di neraka nya," ucap wanita tersebut yang ternyata adalah Khadijah Azzahra.
Khadijah yang kebetulan melalui jembatan itu tanpa sengaja melihat ke arah Dominic yang hendak melompati jembatan. Dengan cepat, ia meminta berhenti dan segera turun dari taksi dan menyelamatkan Dominic.
Tak akan ada yang menyangka jika pertemuan ini telah di rencanakan oleh yang maha kuasa.
"Gue nggak peduli. Gue udah bosan hidup. Tuhan yesus nggak adil sama gue. Jadi buat apa gue harus tetap hidup dan menunggu dia mencabut nyawa gue?" ucap Dominic membuat Khadijah tau jika laki-laki yang ia tolong itu berbeda agama dengan dirinya.
"Ya sudah, begini saja. Mending sekarang kamu turun dulu. Ceritain semuanya sama saya. InsyaAllah saya akan membantumu. Siapa tau, setelah bercerita, kamu merasa tenang dan lega," ucap Khadijah memberikan solusinya.
Dominic tampak terdiam sejenak. Ia mencoba mencerna apa yang baru saja di ucapkan oleh wanita yang masih memeluknya dari arah belakang itu.
"Atau begini saja, jika kamu masih belum tenang setelah bercerita dengan saya, maka saya tidak akan melarang mu untuk bunuh diri lagi. Saya janji," ucap Khadijah lagi.
"Ok. Kalau begitu gue turun. Tapi lepasin dulu pelukan lo," jawab Dominic mengalah.
"Tapi, bagaimana saya bisa percaya jika kamu tidak berbohong?" tanya Khadijah lagi.
"Hhhhh.. Ok.. Ok.. Gue turun balik sekarang," ucap Dominic langsung memutar tubuhnya yang masih dalam keadaan di peluk oleh Khadijah.
Karena jarak yang terlalu dekat, tanpa sengaja, kedua mata mereka bertemu. Baik Dominic dan Khadijah pun saling bertatap mata untuk beberapa saat hingga Khadijah sadar bahwa apa yang telah ia lakukan itu adalah dosa besar.
"Astaghfirullah," ucap Khadijah lalu menundukkan pandangannya dan seketika melepaskan tangannya yang masih memeluk Dominic.
Gadis bercadar itu merasa sangat bersalah dan berdosa sekali terhadap apa yang baru saja ia lakukan.
"Woi, lo melepaskan pelukan lo. Bagaimana nanti kalo gue jatuh kebawah," protes Dominic yang tanpa ia sadari kedua tangannya telah memegang sisi pagar pembatas.
"InsyaAllah kamu nggak akan jatuh. Itu tangan mu memegang pagar pembatas sangat erat sekali," jawab Khadijah membuat Dominic malu sendiri.
"Oh iya, gue lupa," balas Dominic cengengesan.
'Kenapa gue kayak gini ya? Bikin malu aja. Dan ini jantung kenapa lagi? Kenapa harus jedag-jedug gini sih,' batin Dominic melangkahkan kakinya ke sisi jembatan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!