Di Sebuah pondok pesantren.
Disebuah pentas bertuliskan, "Syukuran wisuda Tahfidz Qur'an 30 juz". Tampak seorang gadis bercadar dengan berpakaian serba putih, sedang dipakaikan sebuah selepang hitam dari bahu hingga kepinggangnya. Setelah itu ia juga dipakaikan sebuah mahkota cantik yang disematkan keatas kepalanya yang tertutup dengan hijab putih. Ia tampak begitu terharu sehingga tanpa terasa air matanya mengalir begitu saja.
Setelah pemasangan Mahkota selesai. Lalu Sang pemasang mahkota tersebut langsung menyalami sang gadis bercadar itu, seraya menyerahkan sertifikat kelulusannya, "Selamat ya Hidayah Khairunnisa. Akhirnya Anti berhasil menjadi seorang Hafidzah," ucapnya, seraya ia memeluk si gadis bercadar yang dipanggil Hidayah Khairunnisa.
"Syukron ya Ustadzah Syaidah, ini semua juga berkat Ustadzah," balas Hidayah, penuh haru.
"Sama-sama Sayang. Sekarang pergilah temui orang tua kamu. Dan pasangkan Mahkota itu kepada Ibu kamu ya? Karena Beliaulah yang paling berjasa," ujar Syaidah, seraya melepaskan pelukannya.
"Na'am Ustadzah. Sekali lagi terimakasih," ucap Hidayah sambil ia kembali menyalami tangan Syaidah. Lalu ia pun langsung bergegas menuruni pentas tersebut.
Setelah berada di bawah pentas Hidayah pun langsung berjalan menuju ke tenda yang dikhususkan untuk para orang tua yang ikut menyaksikan acara wisuda anak-anaknya, yang telah berhasil menghafal dan mengkhatamkan Al Qur'annya. Dan kini mereka yang telah berhasil akan mendapatkan gelar seorang Hafidzah.
Hidayah menghampiri seorang wanita yang sedang duduk bersama seorang pria paruh baya. Setibanya di hadapan wanita itu, Hidayah pun langsung bersimpuh, "Alhamdulilah, Nisa berhasil Umi hiks.. sekarang Nisa sudah menjadi Hafidzah Umi, hiks..hiks.. Dan semua yang Nisa dapatkan, semuanya berkat Umi, hiks..hiks.." Ucap Hidayah, sambil menciumi tangan wanita tersebut.
"Terima kasih Umi, hiks..hiks.. karena besarnya pengorbanan Umi, kini Nisa sudah menjadi Hafidzah," ucapnya lagi, seraya membuka mahkotanya, lalu ia pasangkan Mahkota tersebut pada wanita yang sejak Hidayah diatas pentas ia sudah menitikkan air matanya. Ditambah lagi kini Hidayah memakaikan mahkotanya, ke Wanita itu. Membuat wanita itu semakin terharu.
"Hiks.. Sama-sama Nak hiks. Alhamdulillah pengorbanan kita tidak sia-sia Nak. Perpisahan kita yang tiga tahun ini akhirnya tidak sia-sia. Karena sekarang anak Umi sudah menjadi Hafidzah, Umi sangat bersyukur sekali pada Allah, dan sangat bahagia sekali. Rasanya kalau Allah, ingin mengambil Umi sekarang Umi ikhlas," ucap wanita paruh baya tersebut. Membuat Hidayah yang mendengar perkataan terakhirnya langsung tersentak.
"Iya Abi juga begitu, saking bahagianya Abi, juga rela kalau mengambil Abi sekarang," sambung seorang Pria yang sedang duduk disamping Uminya Hidayah. Mendengar perkataan orang tuanya, jantung Hidayah tiba-tiba berdetak kencang.
"Eh! Apaan sih Umi sama Abi! Ngomongnya kok begituan! Jadi buat Nisa takut deh!" protes Hidayah, yang tampaknya ia tak suka mendengar perkataan dari kedua orang tuanya.
"Aah..maaf Nak, tapi itukan hanya istilahnya saja. Karena itu menggambarkan saking bahagianya kami.." ucap Abinya Hidayah. Namun perkataannya langsung dipotong oleh Hidayah.
"Tetap saja tidak boleh Abi! Karena setiap perkataan itu bisa menjadi doa! Makanya itu kita harus berkata yang baik-baik saja. Abi mengertikan?" ujar Hidayah, membuat sang Ayah langsung tersenyum saat mendengar perkataannya.
"Mengerti Ustadzah," balas Sang Ayah membuat Hidayah, langsung merasa malu.
"Eh! Iiis Abi! Bikin malu deh! Kan jadinya pada ngeliatin Nisa!" protes Hidayah, sambil menundukkan wajahnya karena memang saat ini para orang tua yang duduknya berdekatan dengan orang tuanya. Sedang memperhatikannya.
"Kenapa harus malu? Kan memang benar, setelah ini Anak Abi akan menjadi seorang Ustadzahkan?"
"Belum Abi, karena Nisa setelah ini akan melakukan pengabdian di pondok ini selama satu tahun dulu Abi. Makanya Nisa belum bisa pulang," balas Hidayah berkata apa adanya.
"Ooh, begitu ya? Ya sudah kalau kamu jalani saja pengabdian itu dengan ikhlas. Insya Allah, semuanya akan terlewati dengan cepat, ya Nak? Dan kamu juga harus bisa menjaga diri kamu baik-baik ya Nak? Kamu juga harus berjanji pada Abi, akan selalu bahagia, oke?" ujar Sang Ayah, membuat Hidayah merasa aneh mendengarnya.
"Benar yang dikatakan Abi kamu Nak. Jadi kamu harus selalu mengingatnya? Karena bagi kami berdua, kebahagiaan kamu dan Kakak kamulah yang paling utama. Jadi umi juga berharap kalian berdua harus selalu bahagia, ya sayang?" sambung sang ibu. Membuat perasaan Hidayah jadi tak menentu. Pasalnya, kata-kata dari keduanya seakan seperti sebuah pesan, yang setelahnya mereka tak akan bertemu lagi.
"Iiis.. Umi sama Abi, kok ngomongnya Aneh deh! Bikin Nisa merinding aja pun," protes Hidayah.
"Hehehe..kamu nih ada-ada saja sih Nak," balas Sang Ayah, seraya mengusap kepalanya Hidayah dengan penuh kasih sayang.
"Ya sudah, karena hari sudah sore, kami pulang ya Nak? Kamu baik-baik ya disini, jaga kesehatan kamu ya, Nak. Dan jaga amalannya juga, oke Sayang? Dan yang utama, kamu harus senantiasa bahagia, Oke Nak? Harus diingat loh ya pesan Umi?" ujar sang Ibu sambil memeluk Hidayah, serta memberikan kecupan lembut pada dahinya.
"Iya Umi, Insya Allah, akan Nisa ingat selalu kok pesannya Umi," balas, Hidayah, dan ia pun. juga memberikan kecupan pada kedua pipi sang ibu.
"Udah dong Mi, gantian dong! Abikan juga ingin memeluk Hafidzahnya Abi, yang cantik ini," sela sang Ayah, yang ternyata sejak tadi ia menunggu gilirannya untuk memeluk Putrinya juga.
"Iiis, Abi, nggak sabaran banget sih! Ya udah deh, nih Hafidzahnya Abi!" balas Sang Ibu, membuat Hidayah, jadi merasa lucu, melihat kedua orang tuanya, yang sedang memperebutkan dirinya.
"Hihihi, Abi sok manja deh, ya udah, sini Nisa peluk juga," kata Hidayah yang akhirnya, ia pun memeluk tubuh sang Ayah juga.
"Nggak ada larangankan, manja sama anak sendiri?" balas Sang, yang ikut menyambut pelukan Sang Putri.
"Jaga diri kamu baik-baik ya Nak? Dan jadilah seseorang yang bermanfaat bagi sesama, ya Nak? Dan yang paling penting, Hafidzah Abi harus menjadi wanita yang tangguh Oke Nak?" ujar Sang, yang isinya juga mengandung sebuah pesan.
"Okay Abi, Insya Allah Nisa, akan menjadi seperti yang Abi inginkan!" balas Hidayah, sambil mempererat pelukannya pada Sang Ayah, dan tak lupa juga ia memberikan kecupan pada kedua pipinya.
"Alhamdulillah, ya sudah kami pamit ya Nak? Insya Allah bila ada, kesempatan, kami akan menjenguk kamu lagi, ya sayang?" kata Sang Ayah lagi. Sambil memberikan kecupan lembut pada dahinya..
"Iya Abi. Abi sama Umi hati-hati di jalan ya?"
"Iya Sayang, ya sudah kami pulang ya? Assalamu'alaikum?" ucap Kedua orang tuanya Hidayah.
"Wa'alaikumus salam warahmatullahi wabarakatu," Setelah mendapatkan jawaban salamnya, kedua orang tua Hidayah pun langsung pergi menuju ke mobil mereka. Dan tak lama mobil pun meninggalkan pondok pesantren.
...*•••••••••••⊰❁❁🦋❁❁⊱••••••••••••*...
﷽ Semoga para Readers Fillahku menyukai Novel terbaru Author ini. Dan semoga membawa keberkahan bagi Ramanda, dan juga bagi para Readers yang sudah setia mengikuti Novel-novelnya Ramanda. Aamiin ya Allah 🤲
Oh Iya jangan lupa tinggalkan jejaknya ya guys dukung author di novel Author yang terbaru ini Oke, Syukron 🙏🥰
Di kediaman keluarga Hidayah.
Satu Minggu telah berlalu. Dan seperti hari-hari yang telah telah terlewati. Kedua orang tua Hidayah, yang sudah terbiasa jauh dari Anak-anaknya. Membuat mereka memilih mengisi waktu dengan memanggil para warga yang tidak bisa mengaji, disetiap malamnya. Dan mengajari mereka, yang tadinya tidak bisa, kini banyak para warga yang sudah pintar mengaji, berkat kedua orang tuanya Hidayah.
"Alhamdulillah..Pak Yono sudah semakin lancar ya, membaca Alquran?" ujar Ayahnya Hidayah, terlihat begitu senang.
"Alhamdulillah.. ini jugakan berkat Pak Haji Yahyah, yang selalu sabar mengajarkan kami, yang sudah tua-tua begini. Iyakan Pak Anto?" balas Pria paruh baya yang panggil pak Yono itu.
"Iya Pak Yono, padahal diusia kita yang sudah tua beginikan sudah pasti sulit. Tapi Pak Haji Yahyah dan Ibu Haja Syafrida tak pernah sekalipun menyerah. Hingga akhirnya kita semua sekarang bisa mengaji, iyakan bapak-bapak dan ibu-ibu?" balas Pria yang dipanggil Anto tersebut.
"Iya benar sekali yang dikatakan pak Anto dan Pak Yono. Kami sungguh-sungguh termasuk orang-orang beruntung. Dan kami juga sangat bersyukur kepada Allah, karena telah mempertemukan, kita semua ini pada Pak Haji Yahyah dan Bu Haja Syafrida, yang telah Sudi mengajarkan kami, mengaji. Untuk itu saya Ali Anuar, yang mewakili para teman-teman, mengucapkan ribuan terima kasih kepada Pak Haji Yahyah dan Bu Haja Syafrida yang telah berkenan mengajarkan para bapak-bapak dan ibu-ibu warga sini. Sehingga kini kami semua dapat mengaji dengan benar. Jadi sekali lagi terima kasih ya pak haji dan Bu Haja," ucap pria yang bernama Ali Anuar itu.
Kedua orang tua Hidayah pun tersenyum lembut pada para warga, yang terlihat begitu senang. Karena pada akhirnya, mereka semua telah pintar mengaji.
"Alhamdulillah.. sama-sama Pak Alun dan semuanya. Saya dan istri saya ikut senang, karena bapak-bapak dan ibu-ibu, mau menerima ilmu yang sudah kami dapatkan. Dan semoga ilmu yang kami salurkan pada bapak dan ibu semua menjadi bermanfaat dan menambah bekal kita untuk hari akhir nanti. Untuk itu, terus diamalkan dirumah ya, bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian. Biar ngajinya semakin lancar dan tambah pintar, ya sedulur semuanya?" ucap Ayah Hidayah, yang di panggil Pak Haji Yahyah itu.
"Inggih Pak Haji, Insya Allah," balas para warga, secara serentak. Dan disaat bersamaan, beberapa orang pria bertubuh besar, memakai jas hitam, tiba-tiba muncul dari pintu masuk rumah Yahyah. Membuat semua warga yang sedang duduk di ambal langsung menoleh kepintu, dan seketika mereka terkejut terkejut. Pasalnya mereka main masuk saja, tanpa memberikan salam pada pemilik rumah.
"Permisi apakah benar ini rumah Arsyad Alhidayat?!" tanya salah satu pria tubuh besar itu, dengan suara yang sedikit keras.
"Iya benar! Dan Saya orang tua tuanya! Kalian siapa ya?" tanya Yahyah balik, seraya ia bangkit dari duduknya, lalu ia pun menghampiri para pria-pria bertubuh besar tersebut.
"Suruh mereka pergi dulu dari sini!" celetuk seorang pria lain yang baru saja muncul dari pintu, dengan pakaian yang terlihat berbeda dari para pria bertubuh besar. Karena pria yang baru muncul itu hanya memakai jaket hitam, serta memakai kacamata hitam juga. Tampangnya yang berewokan, membuat ia terlihat begitu seram.
Karena rasa penasaran, akhirnya Yahyah menyuruh tetangga-tetangga itu untuk pulang, "Maaf ya Bapak-bapak dan Ibu-ibu, karena saya sedang ada tamu, jadi pengajian kita hari ini, cukup sampai di sini ya? Dan maaf ya semuanya, kalau saya, maupun istri melakukan kesalahan baik disengaja maupun tidak, kami mohon dimaafkan, yaa sedulurku semuanya?" ujar Yahya, seraya ia mengatupkan kedua tangannya, dan sambil memandangi wajah-wajah para tetangganya itu.
"Nggih Pak Haji, sama-sama. Kami juga minta maaf, bila duduk silahkan kami ada yang tidak berkenan bagi keluarga bapak, kami mohon maaf juga ya Pak Haji dan Bu Haja," ucap Anto, yang terlihat begitu tulus.
"Iya Pak kami sudah memaafinnya kok," balas Yahyah, sambil tersenyum lembut ciri khasnya beliau.
"Ya sudah kalau begitu kami semua pamit ya Pak?" ucap mereka, seraya semuanya bangkit dari ambal mereka satu persatu. Setelah itu mereka pun menyalami tangan Yahyah dan juga istrinya, dan kemudian satu persatu juga para warga itu meninggal ruang tamu rumahnya Yahyah.
Setelah para warga tak bersisa lagi, Yahyah pun langsung mengalihkan pandangannya pada tamunya yang terlihat begitu menyeramkan. Namun wajah Yahyah terlihat biasa-biasa saja, bahkan ia terlihat begitu santai dan tenang, tanpa ada rasa takut sedikitpun.
"Mari Tuan-tuan silakan duduk. Akan lebih nyaman bila kita ngobrol sambil duduk," katanya pada para pria bertubuh besar tersebut, dengan penuturan yang ramah dan sopan.
"Saya tidak suka berbasa-basi! Jadi saya langsung ke intinya saja! Dimana putra Anda yang bernama Arsyad itu bersembunyi?! Cepat katakan! Atau, kalian tau akibatnya!" balas pria berjaket hitam, seraya ia menyisihkan jaket bagian bawahnya, sehingga terlihatlah bahwa dipinggangnya ada sebuah pistol yang terselip di sana.
Membuat Safrida istri Yahyah terlihat terkejut. Namun tidak bagi Yahyah, ia malah terlihat begitu tenang dan santai. Bahkan ia malah menyunggingkan senyuman ciri khasnya kepada Pria berjaket itu.
"Hemm.. menyembunyikan? Sepertinya Anda salah Tuan. Karena saya tidak pernah menyembunyikan anak Saya. Kalau Arsyad tidak disini itu karena Dia memang sedang melakukan studi di Kairo, Tuan," balas Yanyah masih terlihat begitu tenang, saat menghadapi para pria yang menyeramkan itu.
"Anda jangan berbohong Pak Tua! Bagaimana mungkin seseorang yang ada dikairo, bisa mencuri sesuatu yang berharga milik Bos kami! Jadi sekarang katakan dimana Dia, Hah?" bentak pria berjas hitam yang kebetulan berada di samping pria berjaket hitam.
"Wallahi! Saya bersumpah kalau putra saya sedang berada di Kairo! Kalau Anda tidak percaya, akan saya hubungi dia sekarang!" balas Yahyah terdengar tegas.
"Aaah..! Banyak omong kau Pak Tua! Habiskan mereka semua!" seru pria berjaket hitam itu, lalu ia pun langsung bergegas keluar dari rumah orang tua Hidayah. Dan sesuai perintah dari Bosmya, para pria-pria bertubuh besar itu pun langsung mengambil senjata mereka. Setelah itu mereka pun langsung menembak kedua orang tua Hidayah dengan beberapa peluru. Bahkan para pembantu mereka juga menjadi sasarannya.
DOORR...!! DOOOR.. DOORR!!..DOORR ..!!
Yahyah, Syafrida, langsung terkulai dilantai dengan tubuh bersimbah darah. Begitu juga dengan para pekerja-pekerjanya. Mereka semua di bantai habis, oleh sekelompok orang yang tidak mereka kenali sama sekali. Dan pembantaian tersebut langsung diketahui oleh warga dan mereka langsung melaporkan pada pihak berwajib. Tapi sayang para pembantai itu telah pergi tanpa meninggalkan jejak sedikitpun.
...*•••••••••••⊰❁❁🦋❁❁⊱••••••••••••*...
Jangan lupa tinggalkan jejaknya ya guys dukung author terus yaa, Syukron 🙏🥰
*•••••••⊰❁❁🦋Kalam Hikmah 🦋❁❁⊱••••••••*
Setiap yang berjiwa itu akan merasakan apa yang namanya kematian. Meskipun dia berusaha sekuat tenaga untuk menghindari kematian dengan ribuan dokter dan triliunan dolar untuk mencegah kematiannya, maka tidak akan pernah bisa. Karena, kematian itu adalah sebuah ketetapan yang sudah digariskan oleh Allah azza wa jalla kepada siapapun mahluk yang berjiwa.
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.”
(QS. An Nisa’: 78).
•••••••••••••••••••••⊰❁❁🦋❁❁⊱••••••••••••••••••••
Di pondok pesantren.
Dalam masa pengabdian, sudah pasti Hidayah bertugas untuk membantu para Ustadzahnya. Dan saat ini ia ditugaskan untuk mengajarkan anak-anak santriwati yang masih baru. Sehingga tingkat kesulitannya cukup banyak. Karena ia harus melatih pengucapan huruf Alquran dengan benar. Dan sudah pasti bagi santriwati yang masih baru akan kesulitan dalam prihal pengucapan huruf dengan benar.
Namun karena Hidayah, memiliki sifat yang sabar, lembut dan juga selalu ceria. Membuat para Santriwati baru itu, sangat suka padanya. Sehingga yang tadinya amat sulit kini menjadi mudah bagi mereka. Sehingga dalam waktu singkat para adik-adik santriwatinya sudah menguasai semuamya.
"Ma shaa Allah..Dayah, Ana salut banget pada Anti loh. Anti bisa ya, ngajarin adik-adik santriwati kita, hanya dalam waktu singkat saja. Padahal biasanya, kalau mengajarin santri baru itu sangat sulit loh. Ana saja, selalu menolak, kalau sudah ditugaskan menangani anak baru," ujar salah satu temannya Hidayah.
Mendengar pujian dari temannya, Hidayah, langsung tersenyum manis, "Alhamdulillah.. itukan karena Allah, yang memudahannya, iyakan Ukhti Hasnah? Kalau Ana mah bisa apa coha, kalau tanpa pertolongan Allah," balas Hidayah dengan kerendahan hatinya.
"Iya juga sih. Tapi kenapa ya kalau Ana yang melakukannya, jadi terasa sulit?" tanya teman Hidayah yang dipanggil Hasnah tersebut.
"Mungkin karena dari awal Anti mengatakan sulit. Jadi ya gitu deh, Allah sertakan sedikit kesulitan, tatkala Anti mengatakan sulit. Ingatlah Ukhty, Allah bersama prasangka hamba-hamba-Nya. Maka dari itu berprasangka yang baik-baik saja ya ukhti, Insya Allah baik juga hasilnya," balas Hidayah, seraya ia menyunggingkan senyuman manisnya pada Hasnah.
"Maa shaa Allah.. Anti memang sudah pantas menyandang gelar Ustadzah Ti Dayah. Soalnya penuturan Anti, bikin hati Ana adem ayem," ucap Hasnah, sambil menatap Hidayah dengan tatapan kekakagumannya.
"Aamiin, hehehe di aaminkan dulu saja deh. Mudah-mudahan menjadi doa," balas Hidayah sambil memamerkan gigi putihnya.
"Kan emang benar udah jadi Ustadzah, kata Umah Sya.." sambung Hasna. Namun perkataannya langsung terhenti, sebab mereka kedatangan salah satu santriwati.
"Assalamu'alaikum Ukhtyna?" salam Santriwati itu.
"Wa'alaikumus salam warahmatullahi wabarakatu," balas Hidayah dan Hasnah secara bersamaan.
"Afwan Ukhtina, Ana mengganggu sebentar,"
"Na'am, tidak apa-apa, Zani. Sekarang katakanlah ada apa?" balas Hidayah, dengan lembut.
"Itu Ukhty, Umah Syaidah memanggil Ukhty Dayah. Disuruh datang sekarang juga," kata Santriwati yang bernama Zani tersebut.
"Ooh, baiklah ana akan segera kesana," balas Hidayah, yang kemudian ia pun langsung memakai cadarnya. Lalu ia pun langsung bergegas menuju ke pondok Utama, yaitu rumah Ustadzahnya.
Setibanya di pondok Utama, ternyata disana sudah ada dua orang polisi, yang terlihat sedang mengobrol pada Ustadznya, yaitu suaminya Ustadzah Syaidah.
"Assalamu'alaikum," ucap Hidayah, ketika ia sampai di depan teras pondok utama tersebut.
"Wa'alaikumus salam warahmatullahi wabarakatu," jawab Ustad dan Ustadzahnya.
"Kemarilah Dayah, duduklah di sini," ujar Syaidah, sambil menunjukkan kursi yang berada di sebelah ia duduk.
"Na'am Ustadzah," balas Hidayah. Lalu ia pun langsung duduk di kursi tersebut.
"Dayah, pak polisi ini datang kesini, karena mereka ingin menyampaikan sesuatu kepada kamu Nak. Tapi sebelum kuat hati kamu dulu ya?" ucap Suaminya Syaidah.
Mendengar ucapan dari Ustadznya, jantung Hidayah, seketika berdegup kencang. Dan perasaannya juga tidak menentu. Apalagi ketika matanya menatap wajah kedua polisi yang sedang duduk di hadapannya. Membuat tak mampu mengeluarkan kata-katanya. Sehingga ia hanya membalas perkataan sang Ustadz dengan anggukan kepalanya saja.
Setelah melihat jawaban dari Hidayah, tatapan sang Ustadz pun kembali kepada kedua polisi itu lagi, "Silahkan, sampaikanlah berita itu pada Santri saya ini," ujar sang Ustadz pada polisi-polisi tersebut.
"Terima kasih Ustadz Ibrahim," ucap salah satu petugas kepolisian itu, "Begini Nona, kedatangan kami kesini, untuk menyampaikan kabar duka untuk Anda!" ucap Polisi tersebut dengan suara yang terdengar sedikit tegas. Hidayah yang mendengar perkataan sang polisi, seketika ia langsung teringat pada orang tuanya.
"Duka? Apakah ini tetang orang tua Saya Pak?" tanya Hidayah, dengan suara yang terdengar bergetar. Dan bahkan mata sudah terlihat berkaca-kaca.
"Benar Nona! Tadi malam di rumah Anda telah terjadi pembunuhan. Dan korbannya adalah Pak Yahyah, Bu Syafrida, kedua pembantu Anda, serta supirnya Pak Yahyah! Mereka di tembak oleh orang yang tidak dikenal, dan saat ini masih kami lacak Nona!" ujar polisi tersebut. Membuat tubuh Hidayah, seketika melemas, dan tak berapa lama ia pun langsung terkulai tak sadarkan diri.
"Astaghfirullah Dayah!" teriak Syaidah, sambil ia menangkap tubuh Hidayah yang hampir saja jatuh kelantai, "Abi, tolong angkat Dayah, Abi!" teriaknya lagi.
"Astaghfirullah! Baik Dek!" balas Ibrahim, dan ia pun, langsung mengangkat tubuh Hidayah dan langsung membawanya ke dalam rumahnya.
"Letakkan di kamar tamu saja Bi," kata Syaidah, terlihat panik. Lalu ia pun langsung membuka pintu kamar tamunya. Dan Ibrahim pun langsung meletakkan tubuh Hidayah ke ranjang yang ada di sana.
"Kamu tungguin Dayah dulu ya Dek, Abi, mau meyelesaikan urusan keluarganya Dayah," kata Ibrahim.
"Pergilah Bi. Bantulah proses pemakamannya keluarganya Dayah juga ya?" balas Syaidah merasa iba melihat Hidayah, yang masih belum sadarkan diri.
"Iya Dek, Kalau begitu Abi pamit ya Assalamu'alaikum,"
"Wa'alaikumus salam warahmatullahi wabarakatu,"
Setelah mendapatkan jawaban dari istrinya, Ibrahim pun langsung bergegas pergi. Kini tinggal Syaidah, yang terlihat ia sedang memberikan minyak kayu putih ke hidungnya Hidayah. Berharap ia tersadar setelah menghirup minyak tersebut.
"Malang sekali nasib kamu Nak, Semoga kamu bisa melewati ujian ini dengan sabar,"
...*•••••••••••⊰❁❁🦋❁❁⊱••••••••••••*...
Jangan lupa tinggalkan jejaknya ya guys dukung author terus yaa, Syukron 🙏🥰
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!