NovelToon NovelToon

SUAMIKU TAKDIRKU

Meminta Pertanggung Jawaban

Jakarta..

Di sebuah kamar kos berukuran kecil, seorang gadis muda sedang menangis.

Gadis itu duduk bersandar pada ranjangnya, menekuk lutut dengan pandangan kosong menatap ke depan.

Gadis itu bernama Aliya, ia berusia 19 tahun, berasal dari Kota J datang ke Jakarta untuk menempuh pendidikan yang dia inginkan.

Aliya gadis berparas cantik, imut dan polos. Aliya memiliki kekasih yaitu Gilang.

Dan kekasihnya itulah yang membuat Aliya menangis saat ini, Aliya merasa hancur, patah hati terdalam saat Gilang tak mau bertanggung jawab.

Aliya yang sedang menangis itu berulangkali melihat tes pek yang bergaris dua.

"Ayah, maafkan Aliya, Aliya enggak bermaksud mengecewakan Ayah!" tangis Aliya yang semakin terasa sesak.

Aliya mencoba berulang kali untuk menghubungi Gilang, tetapi, Gilang tak mau menerima panggilan itu.

Dan lagi, Aliya datang ke apartemen Gilang. Sesampainya di sana, Gilang membukakan pintu lalu menyeret Aliya untuk masuk.

"Sudah berapa kali gue bilang, hah!" bentak Gilang seraya melepaskan Aliya degan kasar sehingga punggung Aliya membentur dinding ruang tamu apartemen mewah itu.

"Aku hamil, ini anak kamu, aku mau kita bertanggung jawab untuk anak ini!" tangis Aliya seraya menatap Gilang dengan tangan kiri yang mengusap lengan kanannya.

Aliya menatap dengan tatapan memohon, tetapi, Gilang menatap Aliya seolah ingin menikamnya.

"Gugurkan kandungan itu, gue belum siap! Dan lagi... kenapa lo sampai hamil? Udah gue bilang lo KB ya KB!" bentak Gilang seraya mencengkeram mulut Aliya.

Tak ada rasa kasihan dari Gilang saat ini, bahkan, Gilang seolah melupakan malam-malam hangatnya bersama Aliya.

"Gadis bodoh!" bentak Gilang seraya melepaskan kasar Aliya.

Aliya menangis, ia berjongkok seraya memohon di kaki Gilang. Tetapi, Gilang menendang tangan itu. Gilang sudah tak mau mendengar tangisannya lagi.

Lalu, Gilang membukakan pintu apartemennya, ia mengusir Aliya yang sedang hancur sehancur-hancurnya.

Aliya yang patah hati, sakit, terluka dan mungkin akan menanggung malu sendirian itu pun berjalan dengan lemas.

Aliya yang berjalan ke arah lift berada itu tak menghiraukan tatapan orang-orang yang saat ini memperhatikannya.

Aliya berjalan seraya mengusap air matanya.

Aliya memesan ojek online, lalu, kembali ke kosnya.

Sesampainya di kos, Aliya membayar ojek itu dengan uang lebih.

"Ambil saja, Pak. Mungkin ini akan menjadi amal baik terakhir saya!" kata Aliya yang tak mau menatap Bapak ojek tersebut.

"Terimakasih, Neng!" kata Bapak ojek sebelum pergi dan Aliya tak mendengarnya.

Yang didengarnya saat ini adalah bisikan untuk mengakhiri hidupnya.

"Untuk apa aku hidup kalau aku akan mencoreng nama baik keluarga!" batin Aliya.

Aliya kembali terngiang-ngiang dengan ucapan Edy yang mempercayainya untuk studi di Jakarta.

Edy yang selalu menjaga Aliya sedari kecil itu pasti akan kecewa dan patah hati.

Sekarang, Aliya yang sudah berada di kamar kos itu hanya bisa menangis dengan duduk di lantai.

Aliya mengambil ponselnya di tas kecilnya, ia memandangi foto keluarganya satu persatu.

"Ayah, Ibu. Maafkan Aliya!" kata Aliya seraya menatap foto Ibu dan Ayahnya.

Aliya menangis sampai tertidur.

****

Sementara itu, di sebuah rumah mewah, ada seorang pengusaha sukses, kaya raya, tampan, tetapi sayangnya, ia tak tersentuh oleh cinta dari seorang gadis mana pun karena masa lalunya.

Pria itu adalah Reno, Reno mendapatkan undangan makan siang dari Reka, Bundanya.

Reka menatap Reno yang sedang menikmati hidangannya dan Reno yang merasa diperhatikan itu pun mengangkat kepalanya, pria tampan dengan pesona dinginnya itu tersenyum tipis.

"Kenapa Bunda menatap ku seperti itu?" tanyanya.

Reka pun membalas senyum itu, wanita tua namun tetap elegan dengan potongan rambut pendek sebahu itu mempertanyakan rumor yang belakangan ini beredar dan rumor itu telah sampai ke telinganya.

"Apa benar kamu tidak menyukai perempuan?" Reka menatap Reno, menanti jawaban dari anak satu-satunya.

"Reno menyukai perempuan, kalau tidak, mana mungkin Reno menyukai Bunda!" jawab Reno yang masih menatap Reka. Setelah menjawab, Reno pun kembali menikmati hidangannya yang merupakan empat sehat lima sempurna.

"Bukan itu maksud Bunda!" kata Reka, ia masih memperhatikan putranya.

Reno pun kembali mengangkat kepalanya dan sekarang mengerti apa maksud dari Bundanya.

"Kamu penyuka sesama jenis?" tanya Reka dengan tetap menatap Reno dan kali ini tatapan itu tanpa ekspresi.

Reno pun tertawa, "Hahaha!"

Setelah itu Reno bangun dari duduknya.

"Reno minta, Bunda tidak usah mendengarkan rumor itu, itu hanyalah rumor bodoh!" kata Reno dengan tangan kirinya masuk ke saku celananya.

"Baik, Bunda akan percaya kalau kamu segera menikah, entah dengan pilihan Bunda atau pilihan sendiri!"

Mendengar itu, Reno pun terdiam. Ia tak mengatakan apapun lagi, pria bersetelan jas hitam itu meninggalkan istana mewah Bundanya tanpa permisi.

Reno memilih untuk kembali bekerja sampai larut dengan pikiran penuh dari Reka yang memintanya untuk menikah.

"Menikah... menikah, selalu saja itu permintaan Bunda!" gerutu Reno.

"Bunda, Reno tidak ingin menikah, wanita hanya merepotkan!" Reno masih menggerutu dengan tetap pada pekerjaannya.

Dan kata-kata andalan dari Reka yang sebelumnya pun kini kembali terngiang. "Reno, Bunda sudah tua, Bunda hanya ingin melihat kamu menikah lalu Bunda bisa pergi dengan bahagia!"

"Astaga!" Reno pun berdiri dengan menggebrak mejanya.

"Baiklah, karena itu permintaan Bunda, Reno akan mencari gadis bayaran!" kata Reno seraya mempelajari berkasnya kembali yang menumpuk di meja kerja.

****

Setelah terbangun, ternyata, hari sudah malam.

Aliya sudah tidak lagi memikirkan rasa laparnya.

"Untuk apa makan kalau sebentar lagi aku akan mati!" kata Aliya.

Ia bangun dari duduk dan meninggalkan semua benda miliknya. Aliya keluar dari kos tanpa membawa apa-apa.

Aliya keluar dan berjalan kaki entah akan kemana.

"Sebenarnya, aku bisa saja menggugurkan kandungan ini, tapi aku terlalu rapuh, aku tidak ingin melewati masa sulit ini sendiri! Maka dari itu aku memilih mati saja, aku patah hati sama kamu, Gilang! Kamulah alasan mengapa aku ingin mengakhiri hidup ini!" kata Aliya yang sedang berjalan, terus berjalan sampai akhirnya Aliya menemukan jembatan yang cukup tinggi.

Aliya menatap ke bawah jembatan itu, tinggi dan Aliya sudah tidak memiliki rasa takut untuk saat ini.

Aliya menekan dadanya yang terasa sakit, ucapan Gilang selalu terngiang di telinganya.

"Gugurkan! Dasar gadis bodoh, kenapa sampai hamil?" Sakit sekali rasanya saat kata-kata itu kembali terngiang-ngiang.

"Kamu cuma mau enaknya saja, Gilang!" kata Aliya seraya menaiki pembatas jembatan itu.

Malam yang sepi seakan mendukung aksi Aliya, buktinya tidak ada satupun penghalang sampai seorang pemuda yang mengendarai mobil mewahnya itu berhenti.

Pemilik mobil mewah itu adalah Reno.

Reno masih memperhatikan Aliya dan Reno berpikir kalau dia adalah gadis yang akan menyelamatkannya dari rumor gay-nya.

Bersambung

Jangan lupa like dan komen ya, all. Dukung dengan Votenya juga, ya.

Menikah Untuk Status

Reno pun keluar dari mobil, ia berjalan mendekat seraya memangil Aliya dengan sebutan gadis bodoh.

"Hay, gadis bodoh, apa yang kamu lakukan tengah malam begini?"

Lalu, Reno segera berlari saat gadis itu menengok kearahnya, tak sengaja, kaki gadis itu tergelincir dari pijakannya.

Reno segera meraih tangan itu dan Aliya pun berpegangan pada Reno, Aliya menatap penuh harap saat ini.

Entah mengapa, Aliya yang sudah sangat yakin dengan jalan pilihannya itu menjadi takut saat bayangan-bayangan wajah Edy bersama Surti terlintas di penglihatannya.

Bayangan wajah Edy yang tersenyum padanya, begitu juga dengan Surti yang membelai rambut hitamnya.

Lalu, Aliya mengulurkan tangan kirinya dan Reno yang menyelamatkan Aliya dengan berat hati itu pun mengulurkan tangan satunya dan setelah susah payah, sekarang, Aliya berhasil Reno selamatkan.

Dalam hati, Reno bergumam, "Seandainya gue enggak butuh lo, udah gue biarin lo mati malam ini!"

Sedangkan Aliya, gadis itu gemetaran, ia berjongkok karena lututnya tak mampu menopang berat tubuhnya.

Aliya menangis, ia masih membayangkan betapa mengerikannya saat ia hampir jatuh tadi.

Aliya yang sedang berhitung sampai tiga itu harus melihat ke belakang saat Reno memanggilnya.

Sekarang, Aliya menangis meraung.

Tangisan itu terasa mengganggu di pendengaran Reno yang sedang berkacak pinggang.

"Dasar bodoh!" Reno menertawakan Aliya dan Aliya mendongak, ia menatap Reno dengan air mata yang masih mengalir. Tatapan itu sangat tajam.

Mendengar Reno yang menertawakan dan mengatainya bodoh itu seolah mengingatkannya pada Gilang yang juga mengatainya bodoh.

Aliya pun memprotes Reno yang menertawakan tetapi menyelamatkan.

"Berhenti! Untuk apa bapak menyelamatkan saya kalau untuk menertawakan?" teriak Aliya pada Reno.

"Seharusnya kalau mau mati cari tempat lain! Jangan di depan ku!" Reno membalas ucapan Aliya dengan nada yang tak kalah kesal.

"Aaaaa, menyebalkan!" teriak Aliya seraya mengacak rambutnya sendiri, Aliya berpikir, kalau sudah seperti ini, dirinya tidak tau lagi harus bagaimana.

"Gadis gila binti bodoh! Silahkan kalau mau mencoba bunuh diri lagi, gue enggak akan menghalangi!" kata Reno seraya menunjuk tepi jembatan dan Aliya yang masih berpikir untuk mengakhiri hidupnya itu kembali bangun dari jongkoknya.

Dengan bergetar, Aliya kembali mendekati tepian jembatan tersebut, tetapi, kaki Aliya terasa lemas dan Aliya sangat takut jatuh dari ketinggian.

Reno yang melihat itupun tertawa.

"Haha, memang bodoh! Sudah lepas dari maut mau memanggil malaikat maut datang kembali!" kata Reno, pria tinggi berbadan atletis itu masih berkacak pinggang.

Dan Aliya menatap Reno dengan wajah yang cemberut.

Lalu, Reno mengatakan sesuatu pada Aliya.

"Dengar, semua orang memiliki masalahnya masing-masing!"

"Apa urusannya sama Bapak?" jawab Aliya, ia berdiri di tepi jembatan dengan tangan yang berpegangan erat.

"Ada hubungannya dan kita akan keluar dari masalah itu sama-sama!" kata Reno yang mulai mengutarakan apa yang ada dipikirkannya.

"Maksudnya, Bapak punya solusi untuk masalah saya?" tanya Aliya seraya menunjuk dirinya sendiri.

"Ya, saya tau kalau kamu wanita bodoh yang dicampakkan oleh seorang pria, bukan begitu?"

"Dari mana Bapak tau?" tanya Aliya seraya menatap sinis pada Reno.

"Mudah ditebak!" kata Reno seraya berjalan ke arah mobilnya, lalu, Reno sedikit duduk di bagian depan mobil mewahnya.

"Jangan berbelit, saya tidak tau maksud Bapak!" kata Aliya, ia masih berdiri di tempat yang sama.

"Menikah dengan ku, kita sama-sama akan mendapatkan status, aku menutupi aib mu dan kamu menutupi aib ku!" kata Reno seraya tersenyum smirk.

Aliya pun memikirkan ucapan Reno.

Aliya memperhatikan penampilan Reno yang terlihat berwibawa.

"Sepertinya dia bukan orang biasa, kalau aku menikah dengannya, aku mendapatkan status, selain itu, aku juga menjadi istri dari orang kaya raya, aku bisa menampar Gilang dengan statusku yang baru!" batin Aliya seraya memperhatikan Reno.

"Aku tidak membuat tawaran sebanyak dua kali! Jadi apa jawaban kamu? Kalau menolak, silahkan lanjutkan untuk melompat, aku tidak perduli lagi!" kata Reno seraya bangun dari duduknya, ia bersiap untuk kembali masuk ke mobil.

Dan baru saja Reno akan membuka pintu, Aliya sudah memanggilnya.

"Pak, baiklah, tapi dengan satu syarat!" kata Aliya.

Reno pun berbalik badan.

"Apa?" tanya Reno.

"Saya mau, pernikahan kita seolah didasari cinta di depan orang tua saya!" pinta Aliya, gadis bercelana pendek di atas lutut itu berjalan ke arah Reno dengan sedikit tersenyum.

Dalam hati, Reno kembali mengatainya bodoh. "Sekali bodoh ya tetap bodoh, apalagi sampai dirinya hamil seperti ini!"

"Bagaimana?" tanya Aliya yang sudah berdiri di depan Reno.

"Baiklah, tentunya, bukan cuma kamu yang memiliki persyaratan!" kata Reno.

Reno pun membukakan pintu mobil untuknya Aliya.

Aliya berpikir kalau dirinya ikut dengan Reno, apakah akan aman.

"Cepat masuk, kalau aku mau buat kamu mati, untuk apa aku menyelamatkan kamu!"

"Benar juga," kata Aliya dalam hati.

Di mobil, Reno menjelaskan kalau semua yang terjadi di dalam pernikahannya adalah pura-pura dan Aliya pun menyetujui.

Perjanjian pun telah dibuat.

"Tapi ingat, seolah alami di depan Ayah dan Ibu saya!" kata Aliya menegaskan.

"Sangat mudah bagiku untuk berpura-pura!"

"Ok, kita menikah di kampung saya!" pinta Aliya.

"Merepotkan, kenapa tidak orang tuamu saja yang datang ke kota!" protes Reno.

"Ingat ya, Pak. Seolah alami, Bapak datang melamar lalu meminta saya untuk menjadi istri Bapak!" kata Aliya dan Reno pun mengiyakan.

"Ok dan mahar yang besok ku berikan itu adalah bayaran karena kamu telah mau bekerjasama!" kata Reno dan Aliya pun menganggukkan kepala.

****

Sekarang, Aliya diantarkan ke kosnya dan Reno mengatakan kalau besok dirinya akan menjemput.

Dan benar saja, Aliya yang merasa baru saja memejamkan mata itu masih mengantuk, tetapi, Reno sudah datang menjemput.

Aliya hanya mencuci wajah dan berganti pakaian, Aliya pergi dengan tidak membawa banyak barang, Aliya hanya membawa tas kecilnya.

Aliya yang sekarang sudah duduk di bangku mobil Reno itu mengatakan kalau kampungnya berada di Jawa Timur

Dan Reno yang tak mau membuang waktu untuk perjalanan jauh itu pun menyewa jet pribadi.

Tentu saja, Reno dibantu oleh asistennya yang dapat diandalkan, asisten Reno bernama Arman.

Setelah sampai di kampung halaman, sekarang, Aliya dan Reno melanjutkan perjalanan dengan menggunakan taksi.

Tentu saja, kehadiran Aliya yang datang dengan membawa seorang pria, itu membuat Edy merasa terkejut.

Sekarang, semua orang duduk di ruang tamu, Aliya bukanlah gadis miskin, tetapi, kekayaannya tak setara bila dibandingkan dengan Reno.

"Apa? Menikah?" tanya Edy seraya bangun dari duduknya.

"Kenapa mendadak? Apa terjadi sesuatu?" tanya Edy seraya menatap Aliya bergantian dengan Reno.

"Tidak, Pak. Belum terjadi apa-apa. Tetapi, kalau tidak segera menikah, saya takut akan terjadi apa-apa, saya menyukai anak Bapak," kata Reno seraya menatap Edy.

Edy pun kembali duduk.

Dan Aliya yang duduk di samping Reno itu memuji akting calon suaminya dalam hati.

"Pak, lebih baik nikahkan saja, dari pada mereka tidak bisa menahan lagi!" bisik Surti, Ibu Aliya.

Edy pun setuju dan meminta waktu pada Reno untuk menunggu sedikit waktu, Edy ingin menyiapkan pesta yang mewah untuk anak satu-satunya.

"Saya tidak bisa menunggu, Pak," kata Reno dan Edy pun saling menatap dengan istrinya.

"Saya mau sekarang!" kata Reno dan Edy pun merasa heran dengan pria itu.

Tetapi, Edy akhirnya mengiyakan saat Reno akan mencium putrinya di depan matanya.

Akhirnya, pernikahan pun terjadi.

Pernikahan mewah dan termewah di kampung Aliya itu menjadi bahan gosip. Tetapi, Edy dan keluarga tak menanggapi.

Setelah sah menjadi istri Reno, sekarang, Reno membawa Aliya untuk menemui Reka.

Reka sangat menyukai Aliya yang terlihat sopan. Reka meminta pada Reno untuk tinggal bersama, tetapi, Reno menolak.

"Bunda sudah percaya bukan? Anak Bunda ini normal, buktinya, Reno mencintai gadis cantik ini!" kata Reno seraya menatap Aliya yang duduk di sampingnya.

"Baiklah, seringlah datang kemari, Bunda senang memiliki menantu!"

Reno menganggukkan kepala, Reno pun menggenggam tangan Aliya, membawanya pulang ke tempat tinggal Reno.

Apartemen mewah dan lebih mewah dari yang dimiliki oleh Gilang.

"Ingat, semua adalah pura-pura!" kata Reno seraya melemparkan koper Aliya ke kamar sebelah.

Bersambung.

Sifat Asli Reno

Aliya sedikit terkejut melihat sikap Reno yang kasar dan Aliya berpikir kalau Reno sedang lelah.

Aliya pun masuk ke kamar untuk membereskan barangnya.

Begitu juga dengan Reno yang masuk ke kamarnya, Reno menjatuhkan dirinya ke atas ranjang empuknya tidak lama kemudian, Reno pun terlelap.

Setelah beberapa jam tertidur, Reno membuka mata saat mencium aroma masakan yang menggugah selera.

Ya, Aliya yang memasak untuknya.

Reno pun bangun dari tidurnya, pria yang masih rapih dengan setelan jas itu melepaskan jasnya sehingga menyisakan kemeja putih bersih dan setelan celana berwarna silver.

Reno berdiri di pintu dan dari tempatnya berdiri, Reno dapat melihat kalau Aliya sedang menyajikan makanan.

Reno pun mendekati meja makan.

"Aku masak semua ini buat Bapak, semoga Bapak suka!" harap Aliya dan Reno tak menanggapi ucapan Aliya, pria dingin itu hanya mendengarkan tanpa menjawab.

Aliya kembali berpikir positif, "Mungkin karena belum akrab, jadi Pak Reno masih cuek sama aku!" batin Aliya.

Setelah itu, Aliya menarik salah satu kursi dan mulai mendaratkan bokongnya, Aliya ikut duduk untuk ikut makan malam bersama.

Tetapi, Reno menghentikan aktivitasnya saat Aliya ikut mengambil nasi untuk dirinya.

"Kenapa, Pak? Bapak enggak suka sama masakan saya, kah?" tanya Aliya seraya mengambil sepotong ayam kampung goreng.

"Aku enggak biasa makan dengan orang asing," kata Reno seraya menatap Aliya datar.

"Mungkin, kemarin saya orang asing, tetapi, untuk ke depan sepertinya kita akan menjadi teman," kata Aliya dengan tersenyum manis.

Lalu, Reno menegaskan kalau dirinya tidak suka dibantah.

"Dengar, aku enggak suka dibantah! Lagi pula, kamu itu hanya gadis bayaran, untuk apa berbuat baik? Percuma, kamu enggak akan bisa mengambil hatiku!" kata Reno seraya bangun dari duduk.

Ia meninggalkan meja makan dan Aliya yang merasa tidak enak itu mengejarnya.

"Baik, Pak. Kalau begitu jangan pergi, saya akan makan setelah Bapak," kata Aliya seraya meraih tangan kanan Reno dari belakang.

"Siapa suruh kamu menyentuh ku?" tanya Reno seraya menatap tangan Aliya yang berada di lengannya.

Aliya pun segera melepaskan tangan Reno.

"Tapi, Pak. Kemarin, Bapak-" Dan ucapan Aliya terpotong saat Reno mengingatkan.

"Kemarin dan kedepannya, semua adalah pura-pura, jangan lupakan itu, gadis bodoh!"

"Bahkan, kemarin, Bapak pura-pura mau cium saya dan sekarang, saya enggak sengaja nyentuh tangan Bapak dan Bapak sangat marah," batin Aliya seraya menatap Reno yang pergi dari apartemen.

Dan lagi, Aliya kembali berpikir positif, ia masih menganggap karena belum saling mengenal, Aliya pun melanjutkan makan malamnya.

Sendirian di meja makan seraya mengusap perutnya yang masih rata.

"Sabar ya, Dek. Kita berjuang bersama yang penting kita sudah ada status!" kata Aliya setelah menghabiskan makan malamnya.

Malam ini, Aliya menunggu Reno pulang sampai tertidur di sofa ruang tengah.

Dan yang ditunggunya itu tidak pulang, Aliya bangun saat seorang wanita paruh gaya datang.

Wanita itu adalah asisten rumah Reno.

"Maaf, Nona. Saya membangunkan karena saya tidak mengenal Nona, Maaf, Nona ini siapa? Kenapa ada di apartemen Tuan?" tanya Bibi Lela.

Aliya yang masih berbaring di sofa itu menatap Lela.

"Saya istrinya," jawab Aliya dan Lela merasa bimbang antara percaya atau tidak.

pasalnya, Lela sendiri tidak pernah melihat ada seorang wanita pun yang Reno bawa ke apartemennya.

Tetapi, Lela mencoba percaya setelah melihat foto pernikahan terpajang di ruang tengah, tepatnya di atas televisi, Aliya yang memajangnya.

Kemudian, Lela pun memperlakukan Aliya sebagai istri Tuannya.

Setelah itu, Aliya pergi mandi dan berdandan sesuai dengan usianya.

Setelahnya, Aliya mengetuk pintu kamar Reno dan tidak ada jawaban.

Aliya pun membuka pintu yang tak terkunci, di dalam, Aliya menyiapkan baju ganti untuk suaminya.

Aliya melihat semua pakaian suaminya adalah barang mahal. "Namanya juga orang kaya!" kata Aliya dalam hati.

Aliya menyiapkan kemeja berwarna krem, setelan jas berwarna coklat tua, Aliya juga menyiapkan celana dal*am, kaos, lengkap dengan sepatunya.

"Pak, saya melakukan ini sebagai istri bayaran Bapak!" kata Aliya seraya menatap yang baru saja ia siapkan. Ia tersenyum, merasa kalau apa yang dilakukannya itu adalah benar.

Sayangnya... tidak bagi Reno.

Reno yang berdiri di pintu kamarnya itu merasa tak suka saat melihat Aliya menyentuh barang-barangnya.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Reno seraya menatap datar Aliya.

Aliya merasa gugup setelah ditatap seperti itu oleh Reno, Aliya pun menggaruk kepalanya yang tidak gatal seraya menjawab, "Menyiapkan pakaian untuk Bapak."

"Siapa yang suruh kamu nyentuh barang ku, hah?" bentak Reno seraya menyingkirkan semua barang itu, Reno memasukkannya ke dalam tempat sampah.

Terkejut, tentu saja Aliya terkejut dengan apa yang dilihatnya.

Aliya menjadi takut pada Reno.

"Pak, Bapak membuat ku jadi takut!" kata Aliya seraya berjalan keluar dari kamar Reno.

Aliya masuk ke kamarnya dan dia menangis.

Sementara itu, Lela hanya bisa diam, Lela yang sebelumnya ingin mengingatkan Aliya untuk tidak menyentuh barang Tuan, ia urungkan, mengingat siapa Aliya di rumah itu adalah istri dari Reno.

"Mungkin mereka menikah karena dijodohkan," batin Lela yang sedang mengelap meja dapur.

Setelah itu, Lela mengerjakan semua pekerjaannya seperti biasa dan Aliya yang sudah bosan mengurung diri itu keluar dari kamar.

"Bi, bibi udah berapa lama kerja sama Bapak?" tanya Aliya seraya duduk di kursi yang berada di ruang laundry, Aliya memperhatikan Lela yang sedang menyetrika.

"Sudah lama, Nona. Sekitar 5 tahun."

"Bibi kuat kerja sama orang tempramen seperti dia?" tanya Aliya.

"Tuan itu sebenarnya baik, hanya kita saja yang harus mengerti, Nona."

Aliya mencoba mencerna ucapan Lela.

"Iya, mungkin karena aku yang belum mengenalnya, jadi menganggap dia itu menyeramkan." Aliya membatin.

Setelah itu, Aliya bertanya apa yang disukai dan tidak oleh Reno.

"Tuan tidak menyukai orang yang berbuat semaunya, tidak suka dengan orang yang sembarangan menyentuh barangnya," ujar Lela dengan menatap Aliya.

Aliya pun menganggukkan kepala, berpikir, mulai saat ini apapun yang dikerjakan ia harus mendapatkan ijin dari Reno.

Di kantor, Reno yang sebal dengan Aliya itu berpikir kalau Aliya ingin mengerjakan semua pekerjaan rumah, seperti memasak, menyiapkan pakaian dll.

"Ok, kalau itu mau kamu!" kata Reno seraya bangun dari duduknya, Reno berdiri di tepi jendela, memperhatikan padatnya jalanan kota siang ini.

Reno pun memanggil Arman.

"Berikan Lela pesangon yang pantas untuknya!" titah Reno dan Arman hanya bisa mengangguk.

Arman pun pergi menemui Lela untuk memberikan pesangon itu.

Lela yang sedang menjemur pakaian itu merasa sedih karena harus berhenti bekerja.

Walau bersedih hati, Lela menerima uang itu dan pamit pada Aliya yang sedang memperhatikannya di pintu dapur.

Setelah itu, Arman menjelaskan pada Aliya bahwa semua pekerjaan Lela menjadi tugas Aliya dan Aliya hanya bisa menjawab iya.

Aliya ingin mempertanyakan itu semua pada Reno dan setelah bekerja, Reno pun kembali ke apartemen, Reno melihat apartemen yang bersih walau tanpa Lela.

Reno yang berdiri di samping meja dapur itu memanggil Aliya.

"Anggap saja, nafkah dari ku lebih dari cukup untuk membayar 10 asisten rumah!" kata Reno seraya menatap Aliya.

Reno pun mulai melangkah meninggalkan Aliya yang masih berdiri di dapur.

Aliya yang merasa ada kekeliruan itu memanggil suaminya.

"Pak, tapi saya sedang hamil, saya enggak boleh capek, enggak bagus untuk saya dan anak saya," kata Aliya.

"Bukan urusan ku, jangan meminta perhatian dari ku, karena aku sama sekali tidak perduli dengan anak itu!" tegas Reno.

Aliya yang merasa sakit hati itu mengancam Reno.

"Baik, kala begitu, saya akan mengatakan semua sama Bunda!" ancam Aliya.

Reno berjalan dengan sedikit cepat ke arah Aliya dan langsung mencengkram mulutnya.

"Jangan pernah macam-macam! Dan ingat, aku tidak suka dibantah!"

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!