Hari itu aku berencana mampir ke kantor suamiku, Bram Prasetya, aku mampir untuk menyampaikan surat gugatan perceraian karena sudah tidak ingin berumah tangga dengan suamiku lagi. Sudah lama, aku mengetahui Mas Bram be selingkuh dibelakangku. Mas Bram tidak mengetahui bahwa bukti-bukti perselingkuhannya sudah kumpulkan diam-diam, cukup untuk menjadi bukti dan agar gugatanku dikabulkan pengadilan dan aku dapat memperoleh separuh bagian dari harta bersama yang diperoleh selama perkawinan kami berlangsung. Sebelum perkawinan kami dilangsungkan, aku mengajak Mas Bram membuat perjanjian perkawinan, yang intinya menyatakan selama perkawinan kami berlangsung, segala penghasilan yang kuperoleh dari pekerjaanku menjadi penghasilanku sendiri, tidak termasuk dalam harta bersama perkawinan.
Tadinya aku tidak ingin meminta apapun dari harta bersama perkawinan kami. Aku bekerja dan pekerjaanku memberikan penghasilan yang cukup bagiku untuk mandiri secara finansial. Tetapi aku ingin memberi pelajaran pahit kepada Mas Bram setidaknya setimpal dengan perbuatannya yang tidak setia padaku.
Aku berangkat ke kantor Mas Bram dengan diantar sopir, di dalam mobil, dalam perjalanan menuju ke kantor mas Bram, aku teringat hari ketika empat tahun yang lalu, mas Bram melamarku.
Hari itu adalah hari yang sangat membahagiakan untukku, Mas Bram kekasihku selama tiga tahun akhirnya melamarku. Akhirnya perjuanganku selama ini tidak sia-sia untuk meraih cinta dari Ibu Rahayu, mamanya Mas Bram.
Ibu Rahayu, mamanya Mas Bram selama ini tidak menyetujui hubunganku dan Mas Bram, dengan alasan aku yatim piatu, dan dari keluarga yang sederhana. Orang tuaku keduanya sudah meninggal ketika aku masih duduk di kelas tiga SMA. Aku kuliah di Fakultas Kedokteran dan masuk dengan beasiswa sehingga tidak ada biaya yang dikeluarkan. Selain itu, aku berjualan online di sebuah situs marketplace di waktu senggang, dan dapat menghidupi diriku sendiri. Setelah lulus, aku diterima bekerja di sebuah rumah sakit.
Awal perkenalan kami, suatu hari ketika aku sedang bertugas di Instalasi Gawat Darurat, datanglah seorang laki-laki muda, tampan, dan gagah. Laki-laki tersebut tanpa sengaja makan kue yang di dalamnya mengandung kacang. Akibatnya alerginya kambuh, badannya gatal dan ada ruam-ruam merahnya. Pertolongan pertama kuberikan dan setelah kondisinya membaik, sesaat sebelum pulang dari berobat, laki-laki tersebut mengucapkan terima kasih. Laki-laki itu memperkenalkan dirinya bernama Bram.
Besok paginya, ketika Nia lepas dari dinas malam, dan mau pulang, Bram sudah menunggu di pelataran lobby rumah sakit.
"Selamat pagi Dokter Nia, Saya antar pulang ke rumah ya," ujar Bram.
"Tidak usah Pak, Saya bisa pulang sendiri, " ujarku.
"Enggak apa-apa Dokter Nia, Saya antar. Saya berterima kasih karena tadi malam sudah diberi pertolongan pertama oleh Dokter Nia di saat alergi Saya kambuh. Saya tertarik pada Dokter Nia pada pandangan pertama," ujar Bram langsung mengutarakan isi hatinya.
"Saya laki-laki baik-baik, belum punya isteri alias masih bujangan," ujar Bram dengan penuh percaya diri.
"Aku tertawa mendengar kata-katanya Bram, bagiku kata-kata laki-laki ini sangat lucu juga gombal," batin Nia di dalam hatinya.
Akhirnya, aku mau pulang dengan diantar Bram. Setelah, hari itu hubungan kami semakin akrab. Mas Bram mengutarakan isi hatinya bahwa ia telah jatuh cinta kepadaku. Hal yang sama juga kurasakan, aku jatuh cinta kepada Bram. Aku.menerima cintanya Mas Bram dan kemudian kami berpacaran.
Setelah berpacaran, aku baru mengetahui Bram bernama lengkap Bram Prasetya, seorang pengusaha muda yang tampan, dan kaya. Hari-hari sangat indah dan membahagiakan tetapi ketika hubungan kami sudah berjalan 2 tahun, Mas Bram memperkenalkan aku kepada Ibunya, Ibu Rahayu. ibu Rahayu ternyata sangat tidak suka padaku setelah bertanya tentang latar belakang keluargaku. Kedua orang tuaku sudah meninggal dan aku berasal dari keluarga yang sederhana. Menurut Ibu Rahayu, mas Bram tidak cocok denganku karena mereka dari keluarga yang terpandang dan kaya raya. Masih banyak gadis yang berpendidikan yang berasal dari latar belakang keluarga yang terpandang yang sepadan dengan anaknya.
Kuputuskan untuk mengakhiri hubungan kami karena percuma meneruskan hubungan kalau Ibunya Mas Bram tidak menyukaiku dan tidak merestui hubungan kami. Tetapi Mas Bram tidak mau menerima bahwa hubungan kami tidak bisa diteruskan lagi. Mas Bram meyakinkan akan membujuk ibunya untuk menyetujui hubungan kami. akhirnya kami berhubungan diam-diam. Selama itu, Mas Bram berusaha membujuk Ibunya untuk menyukai dan menerima aku. Suatu hari Ibu Mas Bram luluh hatinya dan mau menerima hubungan kami. Mas Bram sangat gembira dan langsung mengajukan permintaan agar aku mau menikah dengannya.
"Menikahlah denganku Nia, aku sangat mencintaimu," ucap Bram.
"Aku bersedia, Mas, dan aku juga sangat mencintaimu," jawabku.
"Dalam lima hari lagi kita menikah ya Nia, yang penting sah secara hukum dan agama," ucap Mas Bram. Pesta dan resepsinya setelah akad nikah saja karena aku sudah tidak sabar supaya hubungan kita sah secara hukum dan agama," ujar Mas Bram.
"Iya Mas, aku setuju, aku juga tidak menyukai pesta dan resepsi yang mewah, yang terpenting sah secara hukum dan agama.
"Kita tinggal di rumah Mas ya setelah menikah, rumah Mas cukup luas dan nyaman. Nia tidak perlu repot karena sudah ada asisten rumah tangga yang mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan juga ada juru masak," ujar Bram.
"Nia tetap bekerja sebagai dokter di rumah sakit dan jika Nia ingin kemana-mana selalu ada sopir yang siap mengantarkan Nia kemana saja," ujar Bram.
"Nia akan hidup bahagia dan nyaman sebagai Nyonya Bram Prasetya," ujar Bram lagi.
"Aku tersenyum mendengarnya rasanya aku merasa aku perempuan yang sangat beruntung di dunia. Semoga rumah tanggaku bahagia selamanya, "pintaku di dalam hati.
Tetapi inilah yang terjadi, setelah kami menikah selama empat tahun, tidak ada anak yang lahir dalam perkawinan kami. Aku dari hasil pemeriksaan dokter, baik, sehat dan subur. Mas Bram sana sekali tidak mau memeriksakan dirinya, menurut Mas Bram, masalah pasti berasal dariku. Mas Bram sama sekali tidak mau mendengar penjelasanku bahwa setelah kami berdua diperiksa maka baru kami dapat memperoleh hasil yang tepat, tidak bisa hanya aku saja yang diperiksa. Tetapi Mas Bram tidak mau mendengar penjelasanku selalu aku yang disalahkan. Setiap hari selalu pulang menjelang tengah malam dengan alasan sibuk di kantor.
Sore itu, Mas Bram pulang lebih awal. Aku membantunya membuka kemeja kerjanya. Kemeja itu berbau parfum yang bukan parfumku dan juga bukan berbau parfum Mas Bram.
Akhirnya, aku curiga juga dan kuputuskan untuk mencari tahu alasan kenapa selalu menyalahkan aku.
Sore itu, Mas Bram pulang ke rumah lebih awal. Biasanya di hari-hari sebelumnya, Mas Bram pulang ke rumah di saat tengah malam dengan alasan ada pekerjaan kantor yang penting dan mendesak untuk dikerjakan.
Setelah mencium tangannya Mas Bram, seperti biasanya, aku membantunya berganti pakaian. Setelah kami menikah, di saat pagi dan di saat Mas Bram pulang kerja, selalu aku membantunya pada saat memakai pakaian misalnya membantunya mengancingkan kancing kemeja atau jas, dan memakai dasi. Begitupun pada saat Mas Bram pulang kerja dari kantor, aku membantunya melepas kancing kemejanya. Perhatian kecil untuk menunjukkan aku sangat sayang dengannya, dan menurutku juga romantis, cara menunjukkan kasih sayang dan perhatian dari istri kepada suami.
Pada saat aku membantu melepaskan kancing kemeja Mas Bram, kami berdiri berhadapan dengan jarak yang cukup dekat. Aroma parfum tercium samar dari Mas Bram, aroma parfum wanita tetapi bukan aroma parfum yang biasa kupakai. Aku tidak menunjukkan ekspresi apapun pada wajahku, sambil tersenyum aku membuka kancing kemeja Mas Bram kemudian kuambilkan kaos oblong berwarna abu-abu dari lemari pakaian. Kemeja kotor Mas Bram kupegang dengan tangan kiri sementara tangan kananku menyodorkan kaos oblong yang berwarna abu-abu tersebut.
"Mas Bram mau Nia bantu memakaikan kaosnya?", tanyaku.
"Enggak usah biar kupakai sendiri," ujar Mas Bram.
'Kalau begitu, baju kotor ini Nia bawa keluar dulu mau ditaruh di.keranjang cucian kotor. Mas Bram mau disiapkan makan?" tanyaku.
"Tidak usah, minum saja, tolong bawakan teh hangat', ujar Mas Bram.
"Baik Mas", jawabku.
Setelah aku berjalan keluar kamar, aku berjalan ke belakang menuju ke tempat cucian kotor. Aku berdiri di samping keranjang cucian kotor, kucoba mencium aroma parfum yang terdapat pada kemeja tersebut. Aroma parfum itu bukan aroma parfum pria yang biasa dipakai Mas Bram. Aroma parfum itu adalah aroma parfum seorang wanita tetapi bukan aroma parfum yang kupakai. Aroma parfum yang kupakai adalah aroma vanila tetapi aroma parfum yang tercium pada kemeja ini adalah aroma parfum bunga, tepatnya bunga Rose, Mawar.
Sebuah kecurigaan muncul di dalam hatiku, bagaimana mungkin aroma parfum seorang wanita bisa tercium pada kemeja yang dipakai suamiku?
Apa yang dilakukan perempuan itu pada suamiku? atau tepatnya apa yang mereka lakukan sehingga aroma parfum wanita itu bisa menempel pada kemeja suamiku?
Suatu kekhawatiran mulai muncul di benakku. Suamiku berselingkuh dengan wanita lain di belakangku.
Pernikahan kami sudah berlangsung selama empat tahun, dan tidak ada anak yang hadir dalam perkawinan kami. Belakangan ini, Mas Bram selalu menyalahkan akulah penyebab semua itu, mas Bram menuduhku mandul. Mas Bram tidak mau mendengarkan penjelasanku tentang hasil pemeriksaan kesehatanku bahwa aku sehat dan subur. Mas Bram selalu bersikukuh bahwa ia sehat dan subur, tetapi tidak mau kuajak memeriksakan kesuburannya pada dokter, dan menurut Mas Bram seharusnya aku introspeksi semua adalah salahku bahwa aku tidak kunjung hamil juga. Setiap hari selalu berujung pada keributan tentang anak.
Batinku mulai merasa ada yang salah. Kemana sikapnya yang lemah lembut dan penyayang saat kami berpacaran dan saat menyatakan cinta padaku?rupanya semua cuma sandiwara saja, setelah aku didapatkan dan menikah dengannya, kata-kata kasar saja yang selalu kudapatkan. Apakah karena ada wanita lain sehingga Mas Bram sering mengucapkan kata kasar kepadaku?
Setetes air mata jatuh ke pipiku. Cepat kuhapus air mataku, "jangan-jangan menangis Nia, kau harus kuat", aku membatin dalam hati.
Aku adalah perempuanku yang lembut, kewajibanku sebagai istri selalu kulaksanakan dengan sebaik-baiknya. Aku selalu menyiapkan sarapan, pakaian yang dipakai mas Bram, menu makan di rumah semuanya dimasak olehku sendiri jika aku mempunyai waktu. Pada saat memasak, aku tidak terlalu repot karena aku dibantu Bik Inah untuk menyiapkan bahan-bahan yang dimasak. Aku tinggal memasak dari bahan-bahan yang sudah disiapkan Bi Inah. Jika aku tidak dapat menyiapkan masakan karena kesibukanku, aku selalu memberitahu Bik Inah tentang menu yang harus disiapkan di pagi hari untuk Mas Bram. Pada saat Mas Bram akan sarapan, menu itu sudah terhidang rapi di meja makan. Tidak pernah aku membalas kata-kata kasar Mas Bram di saat kami sedang membahas tentang ketidakhadiran anak dalam perkawinan kami.
Setelah perkawinan kami berjalan empat tahun, Mas Bram sering sekali pulang menjelang tengah malam dengan alasan sibuk karena pekerjaan kantor. Aku percaya karena aku mengerti tentang kesibukan Mas Bram. Aku mengerti sebagai seorang pengusaha kesibukannya di kantor pasti sangat padat. Sepasang suami dan istri seharusnya saling mendukung kesibukan masing-masing pasangannya dengan tetap memberikan perhatian kepada pasangannya, bukankah seharusnya seperti itu?
Tetapi aroma parfum wanita yang tercium pada kemeja Mas Bram, menimbulkan kecurigaan di hatiku, Mas Bram berpaling kepada wanita lain. Mas Bram mengkhianati kepercayaan yang sudah kuberikan kepadanya.
Aroma parfum wanita pada kemeja yang dipakai Mas Bram dan kelakuan Mas Bram yang berubah kasar denganku setelah perkawinan kami berlangsung selama empat tahun saling berkaitan. Mas Bram berselingkuh dengan wanita lain di belakangku. Aku harus mencari tahu dan menyelidiki Mas Bram secara diam-diam.
Aku berdiri termangu, melamun di samping keranjang tempat menaruh cucian kotor, kemeja Mas Bram masih kupegang di tanganku.
"Bu, ada apa?'", tanya Bi Inah.
' Bi Inah barusan mengatakan apa?", aku balas bertanya kepada Bi Inah.
"Maaf Ibu, barusan saya bertanya kepada Ibu, ada apa Ibu?", jawab Bi Inah.
Bibi melihat Ibu berdiri di samping keranjang cucian kotor tetapi kemeja Bapak belum Ibu masukkan, Ibu hanya terdiam sambil melamun.
"Bibi bantu Ibu ya untuk memasukkan kemeja Bapak ke keranjang cucian kotor," ujar Bi Inah.
"Tidak usah Bi, biar Saya masukkan sendiri kemeja Bapak," jawabku.
"Saya mau membuatkan teh hangat untuk Bapak. Bi Inah melanjutkan pekerjaan Bu Inah lagi. Saya akan siapkan sendiri", ujarku kepada Bi Inah.
"Baik Ibu," jawab Bi Inah.
Aku mengambil sebuah cangkir yang ada di atas rak, kemudian menuang air panas secukupnya ke dalam cangkir tersebut, dan menambahkan satu teh celup ke dalamnya beserta sedikit gula pasir, kuaduk-aduk sehingga gulanya larut kemudian kutambahkan sedikit air sehingga teh yang kubuat tadi menjadi hangat dan dapat langsung diminum Mas Bram.
Aku membawa secangkir teh hangat tersebut ke dalam kamar. Kuhampiri Mas Bram yang lagi duduk di tepi tempat tidur, kusodorkan cangkir teh hangat tersebut kepada Mas Bram.
'Diminum Mas, tehnya hangat dan pasti membuat badan segar karena rasa hangatnya," ucapku sambil tersenyum kepada Mas Bram.
'Mas Bram mau kupijat badannya atau mau kupijat kakinya?" tanyaku kepada Mas Bram.
"Tidak usah, aku mau langsung tidur saja, jawab Mas Bram yang langsung membaringkan badannya ke atas tempat tidur.
Aku memutuskan untuk mengikuti Mas Bram diam-diam. Pagi itu aku sudah berpakaian rapi dan kutemani Mas Bram sarapan pagi.
"Mas, hari ini aku mau keluar sebentar, dan hari ini aku enggak ada jadwal praktek di rumah sakit. Aku mau membeli baju, " ucapku kepada Mas Bram.
"Aku membawa mobil sendiri tidak usah diantar sopir karena agak lama melihat-lihat dan memilih-milih baju. Kasian Pak Tikno kalau menunggu aku kelamaan," ucapku lagi kepada Mas Bram.
"Mas Bram hari ini berangkat ke kantor pagi-pagi?" tanyaku kepada Mas Bram
"Ya iyalah memang mau kemana lagi kalau bukan ke kantor," jawab Mas Bram.
Mas Bram menghabiskan sarapannya kemudian meminum segelas air putih hangat. Aku mengantarkannya sampai ke teras rumah, mencium tangannya dan menunggu Mas Bram naik ke mobilnya. Setelah mobil Mas Bram bergerak keluar pagar rumah, segera aku naik ke mobilku.
Untung saja mobil Mas Bram masih ada dalam jangkauan pandanganku, bergegas mobilku mengikuti mobil Mas Bram. Aku berhati-hati dan menjaga jarak supaya Mas Bram tidak curiga bahwa ada mobil yang mengikutinya.
Mobil Mas Bram.bergerak masuk ke sebuah mall. Aku juga mengikutinya perlahan-lahan. Perlahan-lahan mobil Mas Bram berhenti di parkiran mobil. Aku juga mengikutinya dan perlahan-lahan memarkirkan mobil di luar jarak pandang Mas Bram.
Mas Bram turun dari mobilnya dan aku juga ikut turun dari mobilku.
Mas Bram berjalan masuk ke dalam mal dan aku perlahan-lahan ikut melangkah masuk ke dalam mall. Aku menjaga jarak dalam membuntuti Mas Bram supaya tidak ketahuan oleh Mas Bram.
Mas Bram berjalan masuk ke dalam salah satu butik yang ada dalam Mall. Aku perlahan masuk dan mengikuti Mas Bram.
Aku berdiri di sudut dekat pakaian-pakaian yang digantung. Kulihat seorang perempuan seusiaku dengan dandanan yang menor dan memakai dress yang seksi, menghampiri Mas Bram. Mas Bram mencium pipi perempuan itu dan merangkul pinggang perempuan itu, sangat mesra. Aku melihat dengan mataku sendiri, ternyata Mas Bram berselingkuh dengan wanita lain di belakangku.
Aku mengambil hp yang ada di dalam saku depan blouse yang kupakai, kuambil foto mereka tepat pada saat Mas Bram mencium mesra bibir wanita itu. Mereka berciuman di sudut rak pakaian.
Aku mengambil foto Mas Bram. "Tertangkap basah kamu Mas Bram! foto ini bisa menjadi bukti perselingkuhan Mas Bram," ujarku di dalam hati.
Aku kembali berdiri di sudut rak baju, kuperhatikan mereka melihat-lihat baju-baju yang terpajang sambil berpelukan. Aku mengambil foto mereka beberapa kali.
Mas Bram dan wanita yang dipeluknya tersebut berjalan menuju ke kasir. Baju-baju yang dibeli dan kemudian dibayar Mas Bram. Berarti wanita tersebut dekat dengan Mas Bram karena Mas Bram mempunyai uang yang banyak bukan?sehingga mau saja didekati pria yang sudah beristri. Tidak mungkin wanita itu mau menjadi selingkuhan Mas Bram kalau Mas Bram pria yang tidak mempunyai uang. Baiklah aku berikan Mas Bram untukmu, nikmatilah toh setengah harta Mas Bram akan aku ambil dari perceraian kami. Setelah membayar baju-baju tersebut, Mas Bram dan wanita tersebut berjalan keluar outlet. Aku membuntutinya diam-diam supaya tidak ketahuan oleh Mas Bram dan wanita tersebut. Diam-diam aku merasa menjadi istri yang diselingkuhi sekaligus juga seorang detektif yang sedang membuntuti suami, membuntuti untuk mencari bukti perselingkuhan suamiku.
Aku tidak sedih lagi sejak aku mencium aroma parfum wanita di kemeja yang dipakai Mas Bram. Bagiku aku hanya perlu mencari bukti perselingkuhannya. Bukti itu akan kulampirkan pada saat persidangan perceraian kami.
Lepaskanlah seseorang yang memang harus dilepaskan. Tidak perlu dipertahankan karena kalau dipertahankan cuma akan memberatkan perasaan. Aku tidak dihargai sebagai istri untuk apa aku mempertahankan Mas Bram lebih baik Mas Bram kulepaskan.
Aku berjalan pelan-pelan sambil menjaga jarak. Mengikuti Mas Bram dan wanita itu dari kejauhan.
Setelah sampai di parkiran mall, Mas Bram dan wanita itu masuk ke dalam mobil dan kemudian mobil Mas Bram bergerak keluar dari mall.
Mobilku juga bergerak membuntuti mobil Mas Bram, sambil tetap menjaga jarak aman supaya tidak ketahuan Mas Bram ataupun wanita itu.
Mobil Mas Bram bergerak masuk ke sebuah hotel. Aku juga bergerak mengikuti mobil Mas Bram memasuki hotel. Aku mencari tempat parkir yang strategis untuk mobilku dan sambil mengawasi Mas Bram supaya tidak hilang dari pandangan mataku.
Mas Bram dan wanita itu kemudian check in di resepsionist hotel. Aku duduk di sebuah kursi di langit lobby hotel sambil menutupi wajahku dengan sebuah majalah. Kucoba mencari situasi dan jarak pandang yang tepat supaya wajah Mas Bram dan wanita tersebut dapat kuambil fotonya. Wajah mereka harus tampak dengan jelas ketika foto itu kuambil. Ketika mereka melewatiku, aku berhasil mengambil foto mereka. Wajah Mas Bram dan wanita itu tampak dengan jelas, dan masih saling berpelukan.
Hampir dua jam mereka berduaan di dalam hotel. Aku tetap menunggu sambil duduk di kursi di lobby hotel, berpura-pura membaca sebuah majalah.
Aku tidak perduli mereka mau melakukan apapun di kamar hotel tersebut. Tadinya aku ingin menangkap basah mereka tetapi setelah kupikir-pikir untuk apa. Foto ini saja sudah cukup untuk kujadikan bukti. Biarkan saja mereka bersenang-senang di dalam kamar. Hatiku sudah berubah menjadi hati yang dingin, perasaanku sudah hilang, terhadap Mas Bram akibat Mas Bram berselingkuh dan semua kata-kata kasar yang diucapkannya kepadaku. Terlalu menyakitkan sampai akhirnya rasa cintaku kepada Mas Bram sudah menghilang. Mas Bram pasti tidak pernah menduga aku bisa mengetahui perselingkuhannya dengan wanita itu bahkan diam-diam mengikuti Mas Bram dan wanita itu. Apalagi sampai mengambil foto-foto Mas Bram dan wanita itu. Apalagi jika aku menggugat cerai Mas Bram ke pengadilan dan meminta hak dari setengah harta gono gini dari perkawinan kami. Peraturan hukum tentang Perkawinan yang berlaku, jelas mengatur pembagian harta bersama dalam suatu perkawinan jika terjadi perceraian, jika dalam perkawinan mereka tidak dibuat perjanjian perkawinan. Mas Bram tidak membuat perjanjian perkawinan pada saat kami akan melangsungkan perkawinan atau selama dalam masa perkawinan kami. Sebelum kami menikah, aku mengajak Mas Bram membuat perjanjian perkawinan di hadapan Pejabat yang berwenang untuk itu, yang isinya rnengatur bahwa penghasilan yang aku peroleh selama menikah tidak termasuk ke dalam harta milik bersama dalam perkawinan kami.
Bisa kubayangkan betapa marahnya Mas Bram ketika gugatan cerai diajukan olehku kepada Mas Bram, istrinya ternyata berani mengambil langkah mengajukan gugatan cerai kepada Mas Bram.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!