NovelToon NovelToon

Benang kusut di pernikahanku

Chapter 01

Selamat Membaca💫💫💫💫💫💫💫💫💫

"Dek, mungkin besok Mas gak bisa pulang lagi ada di Papua dan berangkat hari ini. Kamu gak apa-apa sendirian dirumah atau nanti minta temanin Ibu sama Shinta aja?." Ucap Mas Reza padaku ketika aku menyiapkan sarapan pagi untuknya.

"Berapa lama Mas?." Sambil kuletakkan segelas air putih dimeja makan.

"Makasih Dek." Mas Reza menunggak air putih itu sebelum menjawab pertanyaan ku

"Mungkin seminggu Dek. Kamu gak apa-apa kan sendiri?." Ulangnya sekali lagi.

Aku menggeleng "Gak apa-apa Mas." Ucapku tersenyum pada suami tampan ku itu.

"Ya udah Mas berangkat ya. Mas mau langsung ke pelabuhan." Pamitnya tak lupa mengecup kening ku sebagai tanda sayangnya padaku.

Aku bahagia dan senang bukan main memiliki suami yang romantis yang pengertian padaku.

"Iya Mas hati-hati. Mau aku anterin?." Tawarku karena biasanya aku selalu mengantar suamiku itu ke pelabuhan.

"Gak usah Dek. Kamu istirahat aja dirumah. Mas berangkat." Sambil menarik kopernya yang berisi beberapa pakaian miliknya.

"Iya Mas hati-hati." Aku mengantarnya sampai kedepan gerbang rumah sederhana kami. Dia memesan taksi online.

"Da da sayang." Sambil melambaikan tangan nya bersamaan dengan taksi itu yang membawanya menjauh pergi.

Namaku Senja. Namun yang bagus dan indah bukan. Kata Ayah aku lahir dikala senja menghilang diufuk timur sebab itulah sampai sekarang aku dipanggil dengan nama itu.

Aku sudah menikah diusia muda yaitu delapan belas tahun dengan seorang abdi Negara Tentara Angkatan Laut. Menjadi Ibu Persib adalah impianku. Sebab itu aku menikah diusia terbilang muda saat Mas Reza melamarku yaitu usia 18 tahun setelah aku lulus sekolah menengah atas.

Aku sudah menikah selama tujuh tahun dan sayangnya hingga kini aku belum dipercayakan menjadi Ibu oleh Tuhan. Ketika gadis aku pernah menjalani Kista Ovarium Sinistra, aku tidak tahu itu sejenis penyakit apa. Yang jelas penyakit itu berhasil memponisku tak bisa memiliki keturunan.

Dan untungnya Mas Reza menerimaku apa adanya. Kami bahagia tanpa anak. Dia mencintaiku dan aku mencintainya. Kebahagiaan kami cukup sederhana, ketika kami bisa saling menerima satu sama lain. Mas Reza sepuluh tahun lebih tua dariku. Dia adalah pria dewasa yang bisa menjadi Ayah sekaligus suami yang membuatku merasa beruntung dilahirkan menjadi wanita.

Meski pun aku tahu jika jauh didalam hati Mas Reza dia sangat ingin memiliki anak namun dia tak pernah mengungkit diriku yang tak bisa memberikan nya keturunan sebab itulah aku merasa benar-benar bahagia menjadi wanita.

Aku hanya lulusan sekolah menengah atas. Aku tidak memiliki keahlian didunia bisnis. Namun aku bekerja sebagai penulis novel online disebuah situs aplikasi. Dari penghasilan itulah yang membuat ku bisa membeli apa saja yang ku mau.

Mas Reza tidak pernah memberiku uang lebih, dia selalu mengatakan bahwa uang nya ditabung untuk masa depan kami berdua. Karena Mas Reza ingin membeli rumah yang sudah lama kami impikan sebab itulah dia hanya memberiku uang hanya cukup untuk kebutuhan hidup kami berdua. Aku tak pernah memperdebatkannya, aku mendukungnya dalam segala hal. Sebagai istri tentu aku ingin impian suamiku terwujud.

Dan dari awal pernikahan mertua dan adik iparku tidak pernah merestui hubungan kami. Selain aku yang hanya lulusan sekolah menengah aku juga tak memiliki Ayah sejak kecil. Ibu ku merupakan wanita simpanan yang menjual tubuhnya pada pria beristri hingga aku lahir didunia ini . Untungnya Ibu masih mau merawat ku hingga dewasa dan sekarang Ibu menikah lagi dengan seorang kuli bangunan dan dia mengikuti suaminya untuk bekerja.

Karena latar belakang keluarga ku yang tidak jelas kehadiran ku pun seperti menjadi bumerang bagi keluarga suamiku. Saat menikah kantor pun tak dihadiri oleh keluarga dekatnya hanya beberapa kerabat dan keluarga inti saja. Awalnya aku menolak menerima lamaran Mas Reza, namun dia berhasil menyakinkan ku bahwa semua akan baik-baik saja.

"Ini apa?." Keningku berkerut heran saat melihat sebuah amplop dilaci lemari pakaian suamiku.

Aku membolak-balik amplop itu dan penasaran dengan isinya. Siapa tahu isinya uang bisa buat belanja bulanan hehe. Sebab selama ini Mas Reza hanya memberi ku uang lima ratus ribu perbulan untuk kebutuhan hidup kami berdua. Untungnya aku pandai berhemat dan membagi uang bulanan kami. Sampai sekarang aku tidak tahu berapa gaji suamiku dalam sebulan? Kata temanku gaji suaminya lumayan bisa tergantung dari jabatan yang dia miliki.

"Apa ya?." Gumamku.

Aku memberanikan diri membuka isi amplop itu. Keningku semakin berkerut heran ketika melihat dua tiket pesawat penerbangan Pontianak-Jakarta.

"Ini tiket siapa?." Aku masih bergumam sendiri "Apa iya punya Mas Reza? Tapi mau ngapain dia ke Jakarta? Bukannya dia bilang dia mau dinas ke Papua selama seminggu?." Aku masih bermonolog sendiri. Suamiku ini Tentara Angkatan Laut tentu saja pekerjaan nya bersangkutan dengan kapal dan laut, lalu apa hubungannya dengan tiket pesawat?

Aku duduk dibibir ranjang sambil berpikir keras. Kira-kira ini tiket apa.

Aku mengambil ponsel ku dan meminta temanku untuk mengacek nomor tiket itu. Kebetulan aku memiliki beberapa relasi pertemanan yang bekerja dibagian penerbangan jadi aku dia tanya-tanya.

"Jadi gimana Len?." Tanya ku pada Lena sambil menatap dua tiket ditanganku.

"Itu tiket siapa Ja?." Bukannya menjawab ini anak malah bertanya balik?

"Kamu gak perlu tahu ini tiket siapa." Cetusku "Udah kamu cek belum?." Ulangku sekali lagi. Berkali-kali aku menatap nomor tiket itu. Jadwal penerbangan nya hari ini.

"Bentar bawel." Desih Lena. Aku terkekeh pelan, sahabat ku itu memang rewel

"Ja, itu penerbangan hari ini transit jam sepuluh Pontianak-Jakarta." Jelas Lena.

"Berarti sebentar lagi berangkat dong." Ujar ku

"Iya bentar lagi berangkat." Sahut Lena "Kenapa itu punya kamu?." Cerocos Lena. Suaminya juga seorang Tentara Angkatan Laut yang sama dengan Mas Reza.

"Bukan. Gak tahu tadi nemu dilaci nya Mas Reza." Sahutku menyimpan kembali tiket itu kedalam laci Mas Reza.

"Bukan punya Mas Reza?." Tanya Lena penasaran.

"Ya gak mungkin lah punya Mas Reza, dia itu bagian kapal bukan penerbangan kayak kamu. Lagian dia tadi baru berangkat dinas ke Papua." Sahutku sambil memperbaiki kuku-kuku jariku.

"Dinas ke Papua?." Terdengar suara Lena yang mendesah heran.

"Kenapa Len?." Tanya balikku.

"Gak. Tapi kenapa Mas Raswan gak ikut dinas. Mereka kan satu jalur." Tungkas Lena "Mas Reswan bilang bulan depan ke Papua bukan hari ini."

"Ahhh masa sihh Len, gak mungkin kan Mas Reza bohongin aku. Lagian dia bawa koper besar banget kayak seperti biasa dia pergi dinas." Kilahku mencoba menepis segala perangsangka buruk dari suamiku.

Bersambung....

Hai guys selamat datang di novel baruku ..

Kali ini kita gak bahas tentang CEO-CEO atau cowok kaya jatuh cinta sama cewek miskin hihi. Kita bakal kuras air mata lewat sakit hati yaaa. Kuatkan mental kalian.. wkwkw.

Chapter 02

Selamat Membaca 💫💫💫💫💫💫💫💫💫

Aku mengambil tas ku dan bergegas keluar sebelum nya tak lupa aku mengunci pintu rumah.

Aku dan suamiku tinggal dikawasan para abdi negara. Mess yang disediakan khusus untuk para tentara angkatan laut. Disini banyak istri-istri tentara yang juga ditinggal suaminya dinas, namun bedanya mereka memiliki teman yaitu anak sementara aku jika Mas Reza dinas diluar pulau aku sendirian saja.

"Jalan Pak." Perintah ku saat sudah masuk kedalam taksi yang kupesan melalui aplikasi online.

"Hallo Len, aku udah otw kamu tunggu aja disana." Ucap ku ditelpon.

"Iya. Iya. Langsung di caffe dekat bandara. Aku udah pesan minum buat kamu."

Entah kenapa aku resah dengan penjelasan Lena. Apakah benar jika tidak ada jadwal dinas diluar kota? Lalu kemana Mas Reza pergi? Aku tak ingin curiga tapi entah kenapa hatiku seolah janggal dengan dua tiket tadi.

Aku menatap dua tiket ditanganku yang sengaja ku bawa agar Lena lebih muda mengacek tanggal penerbangan ditiket itu.

"Ini Pak ongkosnya. Makasih Pak."

"Sama-sama Bu."

Aku turun dari mobil taksi dan berjalan memasuki caffe yang tidak jauh dari bandara.

"Maaf Len udah nunggu lama?." Aku langsung duduk keringat membasahi dahiku.

"Udah mau jemuran kalau pakaian udah pasti kering." Cetus Lena "Nihh minum dulu." Lena sambil menyedorkan jus yang sudah dia pesan untukku.

Aku terkekeh pelan dan mengambil gelas itu lalu menghisap isinya. Jujur saja aku haus, tadi aku setengah berlari takut Lena malah sudah pergi dari caffe karena jam istirahat nya hanya satu saja.

"Makasih Len." Aku meletakkan kembali gelas itu.

"Jadi gimana kamu ada bawa tiketnya?." Tanya Lena.

"Nihhh." Aku mengambil dua tiket itu dari dalam tas "Makan dulu Len." Lena kalau masalah makan bisa lupa dunia akhirat.

"Iya iya bawel." Lena hanya cenggesan.

Lena mengambil dua tiket itu lalu memotret nya. Dia membolak-balik tiket itu sambil memperhatikan jam dan tanggal yang tertera disana.

"Ini berangkat hari ini harus nya Ja." Ucap Lena.

"Tadi Mas Reza balik kerumah gak?." Sambungnya

Aku menggeleng "Gak." Jawabku singkat karena Mas Reza memang tidak kembali ke rumah.

Lena manggut-manggut seolah paham. Dia masih memerhatikan tiket itu dengan seksama sambil menyesuaikan dengan jadwal penerbangan.

"Ja, sorry ya bukannya aku mau suhuzon sama suami kamu. Aku curiga dehh sebenarnya hari ini Mas Reza mau berangkat ke Jakarta sama seseorang tapi karena tiketnya ketinggalan mungkin dia beli tiket baru atau bisa gak jadi pergi." Lena memberikan kembali tiket itu padaku.

"Tapi buat apa Mas Reza ke Jakarta Len? Sama siapa? Dan mau ngapain? Kamu jangan aneh-aneh dehh.." Aku berusaha menepis prasangka buruk Lena.

"Ya siapa tahu kan. Trus kalau bukan punya dia tiket itu punya siapa lagi coba? Gak mungkin punya teman nya kan?." Tandas Lena.

Aku membenarkan ucapan Lena. Tapi untuk apa Mas Reza pergi ke Jakarta?

"Kamu coba selidikin aja dulu ya. Tanya Mas Reza atau telpon dia!." Saran Lena.

"Telpon nya gak aktif Len, mungkin dia udah dikapal." Beberapa jam yang lalu aku memang menghubungi nomor suamiku tapi sama sekali tidak aktif.

"Oh begitu." Lena beroh ria saja "Kayaknya jam istirahat udah habis, aku balik kerja dulu ya." Lena berdiri dari duduknya.

"Iya Len. Makasih buat waktunya. Maaf udah ganggu jam kerja kamu." Ucap ku tak enak hati. Lena ini sahabat ku sejak SMA. Dia sekolah dibagian penerbangan.

"Its oke cantik." Goda Lena sambil menoel dagu ku "Aku duluan ya."

"Bye Len." Aku melambaikan tangan ku pada Lena.

Aku menghela nafas panjang dan berjalan keluar dari caffe. Pikiran ku sudah berkelana. Selama ini hubungan ku dan Mas Reza baik-baik saja. Bahkan selama menikah tujuh tahun dia tetap memperlakukan ku dengan baik. Tak ada sesuatu yang disembunyikan diantara kami berdua. Apakah mungkin Mas Reza menyembunyikan sesuatu dariku?

.

.

.

.

"Ibu."

Aku melihat Mertua ku sudah berdiri didepan rumah seperti sedang menunggu seseorang.

"Dari mana aja kamu?." Tanya ketus dan sinis tak lupa wajah aroggant nya.

"Tadi Senja ketemu sama Lena Bu." Jawab ku. Mertuaku ini memang tidak pernah menyukai ku dari dulu.

"Ibu ada apa kesini?." Tanyaku lembut dan sopan.

"Reza suruh Ibu kesini ambil tiket dilaci kamarnya. Buka pintunya Ibu mau masuk." Desaknya

"Tiket?." Ulangku "Tiket untuk apa Bu?." Aku mulai penasaran tiket ini adalah pembahasan ku dengan Lena beberapa menit yang lalu.

"Udah gak usah banyak tanya. Cepat buka pintunya." Ujar nya tak pernah lembut sama sekali.

Aku mengeluarkan dua tiket didalam tas ku yang aku bawa tadi

"Ini Bu tiketnya." Sambil kuserahkan tiket itu pada Ibu.

"Kok ada sama kamu?." Dia merampas tiket itu dengan kasar

"Tadi Senja nemuin tiket itu dilaci Mas Reza Bu." Jawabku "Emang ini tiket siapa Bu?." Tanyaku sekali lagi meski orangtua ini selalu kasar dan tidak menganggap aku menantunya aku tetap menghormati dan menghargai nya.

"Nanti juga kamu akan tahu." Ketusnya memasukkan dua tiket itu kedalam tasnya "Gak habis pikir sama Reza. Bisa-bisa nya dia pilih wanita kayak kamu buat dijadiin istri. Udah miskin. Gak bisa apa-apa. Gak bisa kasih anak lagi. Apa yang dia harapkan dari kamu?." Menatapku dengan jijik dari ujung kaki sampai ujung rambut.

Air mata menganak dipelupuk mataku. Aku mengepalkan tanganku kuat setengah mati menahan air mata ini agar tidak lolos begitu saja. Aku selalu tak berani melawan wanita ini. Bagaimana pun dia adalah mertuaku.

"Maaf Bu." Aku hanya bisa menunduk.

"Maaf-maaf, kamu pikir dengan kata maaf bisa buat kamu punya anak. Lagian kenapa sih Reza masih pertahanin kamu. Kenapa gak nikah lagi biar punya anak?."

Deg.

Jantungku berdenyut sakit saat mendengar ucapan mertuaku. Bukan pertama kali Ibu meminta Mas Reza menceraikan ku, sudah sering dan bahkan hampir tiap hari. Namun Mas Reza masih keukeh untuk mempertahankan rumah tangga kami. Dia seperti tak mau kehilangan ku dan melukai perasaan ku. Hal itu lah yang membuatku semakin mencintai suamiku itu. Dia selalu membela ku saat aku dihina oleh Ibu dan keluarga nya.

Wanita paruh baya itu mellengang pergi dan bahkan dia sempat menyenggol tubuhku hingga aku sedikit bergeser. Kutatap punggung nya yang menjauh.

"Kuat Senja. Meskipun mertuamu gak suka sama kamu seenggaknya kamu punya suami yang selalu sayang sama kamu." Ucapku menyemangati diri sendiri. Sebab kalau bukan aku yang menguatkan diri, siapa lagi? Mas Reza sedang tidak ada dirumah, kalau dia ada dia pasti langsung memelukku dan memberi kekuatan padaku.

Bersambung.....

Guys kenapa yaaa aku nulis emosi banget ....?

Kalian penasaran kan wkwkk.

Ikutin terus perjuangan senja.

Jangan lupa selalu dukungannya buat author remahan ini.. Makasih.

Chapter 03

Selamat Membaca 💫💫💫💫💫💫💫💫💫

Aku duduk didepan laptop ku, menulis novel yang sudah ku geluti selama beberapa bulan terakhir dan penghasilan yang aku dapat lumayan cukup untuk menambah uang bulanan.

Mas Reza tidak tahu masalah pekerjaan ku ini, selain aku yang tidak cerita dia juga jarang ke rumah, paling pulang hanya Sabtu dan Minggu setelahnya dia akan pergi dinas entah keluar pulau atau ke pelabuhan.

"Kenapa aku masih kepikiran sama tiket kemarin ya? Kira-kira itu tiket siapa? Dan kenapa Ibu minta tiket itu?" Gumamku sambil tanganku mengetuk dengan lihai di stut keyboard laptop.

Aku meraba ponselku, dari kemarin Mas Reza belum juga membalas pesanku dan malah centang satu belum ada tanda centang dua abu-abu disana.

"Mas Reza kemana sih? Udah tiga hari tapi gak ada kabar! Apa dia baik-baik aja yaaa?" Gumamku panik. Bagaimana tak panik sudah tiga hari pria yang menjadi suamiku itu tak membalas pesanku, bagaimana kalau terjadi sesuatu padanya?

Aku berdiri dari duduknya sambil mengotak-atik ponselku dan beberapa kali menghubungi nomor seluler Mas Reza.

"Nomor yang anda tuju sedang berada diluar jangkauan."

Aku menghempaskan nafas kasar. Mungkin saja Mas Reza sedang berada ditengah laut karena memang kadang akses sinyal tidak ada disana.

"Aku tanya sama Ibu dan Shanti aja kali ya? Atau aku tanya Mbak Lia aja."

Aku bergegas keluar dari mess kami. Mbak Lia adalah istri dari Kapten Zaenal, salah satu Kapten yang mengayomi bagian-bagian tugas anak buahnya.

"Ehhh Senja." Sapa Mbak Lia "Ayo masuk." Istri kapten ini memang ramah, banyak yang menyukai sifat lemah lembutnya.

"Makasih Mbak." Aku masuk kedalam rumah Mbak Lia, dia merupakan tentanggaku.

"Minum Ja." Dia meletakkan secangkir teh hangat didepan ku.

"Iya Mbak makasih." Aku mengangkat cangkir itu dan menyesap isinya.

"Tumben kamu kesini? Biasanya juga Mbak yang kerumah kamu!" Ucapnya terkekeh pelan. Aku memang jarang berkunjung kerumah tetangga.

"Hehe maaf ya Mbak, kadang aku sibuk jadi kurang berkunjung." Aku cenggesan. Banyak tetangga yang beranggapan aku ini sombong.

"Ohhh ya Mbak kapan ya para Batalyon pulang dinas dari Papua?" Tanyaku

Kening Mbak Lia berkerut heran "Siapa yang ke Papua?" Tanya balik Mbak Lia.

"Lho bukannya memang ada dinas di Papua ya Mbak?" Aku mulai resah "Mas Reza udah berangkat tiga hari yang lalu Mbak." Tutur ku.

Mbak Lia tampak berpikir keras "Tapi Mas Zaenal bilang gak ada dinas ke luar paling Minggu depan atau gak bulan depan. Ini Mas Zaenal lagi jemput anak-anak ke sekolah." Jelas Mbak Lia.

"Masa sih Mbak, tapi kemana Mas Reza ya mbak?" Wajahku kini mulai tak tenang "Kata Mas Reza dia dinas ke Papua Mbak." Ucap ku masih menjelaskan. Barangkali Mbak Lia saja yang tidak tahu jika ada dinas ke Papua.

"Gak ada kok Ja. Emang Reza kemana? Masa ke Papua." Mbak Lia terkekeh sambil mengelus lengan ku "Kamu sama Reza baik-baik aja kan? Atau dia kasih uang bulanan lebih kali makanya kamu nyariin dia." Canda Mbak Lia.

Aku hanya tersenyum kaku, kalau tidak ada dinas dia Papua lantas kemana suamiku pergi?

"Ya udah deh Mbak, aku permisi ya Mbak." Pamit ku

"Tunggu bentar Ja." Mbak Lia berdiri dan bergegas kedalam kamarnya entah apa yang dia ambil.

Tidak lama kemudian wanita paruh baya itu datang membawa sepeda kartu undangan. Entah kartu undangan apa?

"Ja, besok malam ada pernikahan teman Mbak kamu ikut ya sekalian nemanin Mbak." Dia memberikan kartu undangan itu. Mbak Lia ini profesi nya spesialis dokter anak.

"Iya Mbak." Aku mengambil kartu undangan itu.

"Sebenarnya ini buat Reza tapi karena dia gak ada gak apa-apa kasih kamu aja." Imbuhnya kemudian.

"Iya Mbak kalau begitu aku permisi ya Mbak." Pamitku sambil berdiri.

"Iya Ja, makasih ya udah berkunjung kerumah Mbak. Sering-sering kesini, Nana dan Nini sering lho nyariin kamu." Kata Mbak Lia sambil mengantarku sampai kedepan rumahnya.

"Puji Tuhan nanti aku Usahin Mbak, lagi sibuk nulis."

"Wahhh hebat. Gimana tulisan kamu banyak yang suka gak?" Selain Lena, Mbak Lia juga tahu kalau aku sedang mengeluti dunia menulis.

"Puji Tuhan lah Mbak. Lumayan buat nambah belanja bulanan. Ya udah Mbak aku permisi ya." Mbak Lia kalau diajak ngobrol satu hari satu malam juga mampu, bisa-bisa aku yang tidak pulang.

"Iya Ja."

Aku berjalan keluar pagar rumah Mbak Lia, rumah kami bersebelahan tapi rata-rata dibuat pagar sebagai pembatas.

Aku masuk kedalam rumahku. Aku duduk diruang tamu rumah kami. Sambil menghela nafas panjang dan menatap kartu undangan ditanganku.

"Kamu kemana sihh Mas? Apa yang kamu lakuin diluar sana? Aku gak pengen curiga tapi kenapa rasanya aku gak bisa bendung rasa curiga ku ini." Lirihku sambil menatap foto penggantin kamu yang sengaja dipajang diruang tamu.

"Semoga kamu baik-baik aja Mas. Aku khawatir banget apalagi kamu gak ada kabar." Aku tersenyum menatap foto itu. Foto kantor beberapa tahun silam, akan menjadi kenangan nantinya. Meski tak ada orang tua yang mendampingi.

Drt drt drt drt

Lamunan ku terbuyarkan saat mendengar ponselku bergetar.

Segera ku ronggoh benda pintar yang tersimpan nyaman didalam tas kecil ku itu.

"Ada apa Len?" Aku menyenderkan punggungku.

"Ja, hangout bareng aku yuk. Ada Mbak Risa dan Mbak Ayu juga." Semua yang Lena sebutkan adalah istri tentara yang berprofesi sebagai bidan dan perawat.

"Gak ahh lagian mageran aku Len." Tolakku. Aku memang tidak terlalu suka dunia luar.

"Yaellah kamu mah gitu. Sesekali Ja." Lena masih memaksa.

"Maaf ya Len, bukan nolak atau gak mau tapi aku benar-benar pengen istirahat hari ini." Aku masih menolak, dunia luar membuatku tidak nyaman.

"Ya udah deh." Terdengar suara cemberut disebrang sana.

"Gak usah ngambek, malu sama anak sendiri." Godaku terkekeh pelan, Lena memiliki satu anak berusia 7 tahun dan sudah duduk dibangku kelas satu sekolah dasar.

"Tahu ahh." Lena pasti merajuk tapi aku sudah biasa dengan sikap nya ini "Tapi kamu baik-baik aja kan Ja? Kok suara kamu kayak lemes gitu?" Lena ini walau suka merajuk tapi sebenarnya dia peduli.

"Gak apa-apa Len. Ohh ya Len besok malam kamu ikut gak diacara nikahannya teman Mbak Lia tadi dia bilang suruh aja kamu." Ucapku

"Iya aku ikut. Besok aku jemput kamu ya. Bye bye sayangku selamat menikmati hari-hari mageranmu."

Aku terkekeh pelan. Lena ini selalu bisa membuatku tertawa gemes dengan ucapannya yang ambruladul.

Bersambung.........

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!