NovelToon NovelToon

Asmara Gadis Mafia × Ketua OSIS

Prolog

Seorang anak perempuan manis sedang duduk di balkon depan kamarnya. Ia sedang menikmati sunset dan hembusan angin sore. Di sebelah kanan, ia ditemani dengan coklat hangat yang dibuat Mama tersayang.

Sedangkan di sebelah kirinya ada kakak laki-lakinya yang berumur setahun lebih tua dari perempuan itu. Laki-laki itu sedang asik bermain gadget keluaran terbaru yang baru saja dibelikan Papa tersayang.

"Kak!" Panggil Halley pada kakaknya yang masih fokus pada handphonenya. Sebenarnya Halley juga dibelikan handphone yang sama seperti kakaknya. Karena setiap kakaknya meminta sesuatu, pasti Halley juga akan diberikan hal yang serupa. Biar adil katanya.

"Apa?" James masih berkutat pada handphonenya. Ia tak melepas pandangannya dari nama-nama handphone terbaru yang tertera di layar kaca handphone. Yeah, ia suka sekali mengecek berkembangnya teknologi jaman sekarang.

"Kaaaak!" Panggil Halley dengan suara manja, dengan puppy eyes juga.

"Ih! Paan sih?" Kata James yang sudah melirik ke adik satu-satunya itu.

"Ayo ke mall" Pinta Halley. Padahal kemarin mereka baru saja ke mall.

"Lagi? Di mall mana?" Tanya James balik.

"Honey Mall aja, Kak! Katanya ada Korean Fashion Shop. Aku pengen beli baju ala ala Korea gitu, Kakk." Pinta Halley.

"Yaudah ayo!" James keluar dari kamar adiknya, menuju kamarnya untuk berganti pakaian. Halley pun melakukan hal yang sama di kamarnya sendiri.

Setelah berganti pakaian, mereka turun ke bawah dengan lift. Yeah, kamar mereka berada di lantai empat. Kebayangkan? Pasti besar sekali rumah bak istana keluarga Renaga itu.

"Pa, kami mau ke Honey Mall, boleh ya?" Pinta Halley dengan wajah memelas.

"Pasti dong untuk putri kesayangan, Papa." Kata Papa Harchan tersenyum sambil mengelus rambut Halley dengan lembut.

"Di antar sama Pak Agus, ya! Sekalian suruh jagain kalian! Soalnya Pak Rudi mau nganterin Papa sama Mama ke reunian di Herv Resto." Kata Papa.

"Oke, Pa! Papa lama reuninya?" Tanya James.

"Nanti jam sembilan mungkin sudah selesai. Kalian harus sudah ada di rumah sebelum Papa Mama pulang, lho ya!" Pinta Mama Zherra yang tiba-tiba datang setelah lama berdandan di kamar.

"Siap, Ma!!" Kata Halley dan James serempak.

"Oh ya. James, kartu kredit unlimited yang minggu lalu Papa kasih, masih kamu simpen, kan?" Tanya Mama sambil mengelus pelan pipi anak laki-lakinya itu. "Iya, Ma. Punya kartunya Halley juga yang bawa aku kok."

"Kak, aku mau bawa sendiri dong." Pinta Halley sambil menyodorkan tas selempang yang baru saja ia buka resletingnya.

"Nih." James memasukkan kartu kredit unlimited milik adiknya ke dalam tas selempang Halley.

"Yaudah, Ma, Pa. Kami berangkat dulu, ya." Kata James pamit pada orangtuanya yang hanya dijawab dengan anggukan mereka.

***

"Kak! Yang ini cocok gak buat aku?" Tanya Halley setelah mencoba salah satu baju anak modern ala Korea yang sangat pas untuknya.

"Iya." Jawab James singkat. "Dek, makan aja yuk. Ajak Pak Agus sekalian." Ajaknya.

"Chinese Food kesukaan aku ya, Kak." Pinta Halley, dijawab anggukan oleh James. "Bayar dulu sana!"

Setelah membayar mereka mengajak Pak Agus untuk makan.

"Pak, makan yuk, di Restoran China." Ajak James sopan dengan orangtua.

"Enggak usah, Tuan Muda sama Nona saja. Oh, iya. Barang belanjaannya saya bawa ya, Non." Kata Pak Agus menerima barang belanjaan yang baru saja diberi Halley. Pria itu sedari tadi menunggu anak majikannya selesai belanja karena memang tugasnya untuk menjaga.

"Udah, ikut aja, Pak." Kata James sambil menarik tangan Pak Agus.

***

📍Chinese Restaurant

Mobil yang disetir oleh Pak Agus sampai di salah satu Chinese Restaurant yang terkenal di kota itu. Restauran itu merupakan langganan keluarga Renaga, karena keluarga itu sangat menyukai hidangan yang disediakan di restauran itu. Bahkan pemilik restorannya kenal dekat dengan Tuan Renaga atau papanya Halley.

"Sudah sampai, Tuan Muda, Nona." Kata Pak Agus.

"Oh, iya. Yaudah, ayo, Pak, ikut ke dalam aja." Ajak James.

"Enggak usah, Tuan. Bapak disini aja nungguin." Kata Pak Agus menolak dengan halus.

"Oke, deh." Kata James. Lalu James dan Halley masuk ke dalam restauran itu. Mereka masuk dan duduk di VIP room yang sejak lama sering keluarganya tempati. Tempatnya sangat mewah dan nyaman.

"Seperti biasa, Dik?" Tanya seorang pelayan wanita. Wanita itu sepertinya sudah hafal dengan pesanan keluarga Renaga biasanya.

"Iya, hehe." Jawab Halley.

"Baiklah, mohon ditunggu, Dik." Kata pelayan itu lagi dan hanya dibalas anggukan oleh Halley. Sementara James sibuk dengan handphonenya.

"Selamat menikmati!" Kata pelayan mengantarkan pesanan mereka. Setelah makan, Halley pergi ke toilet untuk buang air kecil. Setelah itu, ia bergegas kembali ke VIP room untuk menemui kakaknya.

Bruk! Suara tabrakan. Halley menabrak seseorang.

"Maaf, aku tidak sengaja." Kata seorang laki-laki. Sepertinya ia seumuran dengan Halley. Dilihat dari dekat, laki-laki itu tampan.

"Eh, iya." Mereka tidak sadar jika jam tangan yang mereka pakai jatuh bersamaan karena kebetulan tadi mereka belum memakainya dengan benar. Karena Halley buru-buru, ia langsung mengambil salah satu jam tangan yang terjatuh dan segera memakainya lalu pergi tanpa melihat jam yang ia kenakan. Kebetulan jam tangan mereka sama sama warna hitam, hanya berbeda warna di bagian pinggirnya.

Si laki-laki juga melakukan hal yang sama. Namun, tak lama ia tersadar jika jam tangannya berbeda. Terlihat di bagian pinggir jam itu berwarna merah, padahal yang dipakai sebelumnya adalah warna biru. "Sepertinya ini punya perempuan itu. Aku kembalikan saja!" Guman si laki-laki.

Ia segera membalikkan badannya. Matanya mencari keberadaan si perempuan yang ia tabrak tadi. Namun hasilnya nihil. Sepertinya perempuan itu sudah pergi.

"Ku simpan saja deh." Kata laki-laki itu. Lalu ia segera kembali ke meja dimana orangtuanya sudah menunggu. "Ngomong-ngomong dia cantik juga." Guman laki-laki itu sambil tersenyum.

.

.

.

Jam Tangan Yang Bagus.

Kini Halley sudah kembali ke rumah keluarganya, tepat pada pukul 08.15 setelah tadi sempat berjalan-jalan dengan James.

"Bibi Jevy!" Panggil Halley dengan nada kelelahan. Bibi Jevy adalah salah satu pelayan sekaligus pengasuh Halley dan James sejak mereka masih kecil. Bibi Jevy adalah kepala pelayan di tempat itu.

"Iya, Non?" Tanya Bibi Jevy mendekat. "Ini, Bi. Tolong dicuci ya!" Halley menyodorkan tas belanjaannya. "Siap, Non. Mau dibikin susu rasa apa, Non?"

"Coklat aja, Bi. Kakak mau susu juga?" Tanya Halley melirik ke kakaknya. "Enggak usah. Kakak ke atas dulu ya, mau ganti baju."

"Silakan, Tuan Muda." Kata Bibi Jevy sopan. "Non, mau dimasakin apa?" Tanya Bibi Jevy kini sudah menghadap ke Halley.

"Tadi sudah makan sama Kakak, Bi." Kata Halley. "Ya sudah, Non. Bibi buatkan susu dulu."

Halley pun bergegas pergi ke kamarnya untuk ganti baju tidur. Saat ia melepas jam tangannya. Ia tersadar, itu bukan jam tangan miliknya. Seharusnya di bagian pinggir jamnya berwarna merah, "Kenapa ini berwarna biru? Apa memang jam ini memiliki fitur berubah warna? Mungkinkah?"

Halley pun melepas jam tangan itu dan mengambil handphone miliknya yang ada di atas meja belajarnya. Ia searching tentang jam tangan pemberian papa pada ulang tahunnya dulu. Setelah di baca-baca, ia tidak menemukan adanya fitur berubah warna pada pinggiran jam tangannya. Ia jadi bingung dengan warna yang berbeda di pinggiran jam tangannya.

Lalu ia berpikir untuk bertanya langsung saja pada papanya yang memberikan jam tangan miliknya itu. Karena papanya belum pulang, ia berganti baju tidur terlebih dahulu.

Tok tok tok! Suara ketukan pintu. Sepertinya itu Bibi Jevy yang sedang mengantarkan susu coklat untuk Halley. "Iya, Bi. Sebentar." Halley mempercepat mengancing baju tidurnya, lalu ia membukakan pintu kamarnya untuk Bibi Jevy.

"Taruh di situ saja, Bi." Halley menunjuk meja kecil yang berada di samping meja belajarnya. "Non, Tuan dan Nyonya sudah pulang." Kata Bibi Jevy seraya menaruh gelas susu coklat itu di atas meja.

"Oh, ya! Kalau gitu tunggu sebentar, Bi. Aku langsung minum saja susunya, setelah itu ke bawah menemui papa!" Kata Halley mengambil gelas susu coklat itu. Ia duduk di kursi yang ada di samping meja itu dan segera meneguk susu coklatnya sampai habis.

"Ini, Bi!" Halley menyodorkan gelas kosong ke nampan yang sedang di bawa Bibi Jevy. Ia mengambil jam tangan yang warna pinggirnya biru itu lalu ia segera berlari menuju lift dan sempat berpapasan dengan kakaknya. Mereka menggunakan lift itu bersama untuk menemui kedua orangtuanya. Sementara Bibi Jevy menggunakan tangga untuk berjalan ke ruang pencucian alat makan.

"Papa!" Sapa Halley berlari ke arah papanya yang sudah merentangkan tangannya itu. "Anak Papa.." Kata Papa Harchan tersenyum sambil mengelus-elus rambut anak perempuannya itu dengan lembut.

"Papa, handphone yang baru saja papa beli sangat canggih, aku sangat suka, Pa. Terimakasih!" Kata James tersenyum senang sambil ikutan memeluk papanya. Melihat hal itu, Mama Zherra ikut memeluk mereka.

"Ughh.. Hangat sekali keluargaku tercinta." Kata Papa Harchan tersenyum lebar. "Semoga kita bisa seperti ini hingga akhir hayat ya, sayang!" Papa Harchan mempererat pelukannya.

"Pasti, Pa!" Kata Mama Zherra tersenyum lebar. Lalu ia mencium pipi suaminya dan anak-anaknya itu.

"Pa, Halley mau tanya!" Halley menunjukkan jam tangan yang sedang ia pegang. Lalu didekatkan ke arah papanya.

"Kenapa warnanya berubah, Ley? Apa ada fitur berubah warna? Itu menarik!" Kata Papa Harchan sambil memperhatikan jam tangan yang sudah lama sekali ia beri pada anak perempuannya itu.

"Tapi berubahnya baru sekarang, Pa. Selama ini tidak pernah berubah tuh." Kata Halley sambil memajukan bibirnya.

"Apa itu punya orang lain, Ley?" Tanya Mama Zherra yang sepertinya sedang berpikir. Halley pun mengingat-ingat kegiatannya hari ini di luar rumah? Tunggu, sepertinya ia mengingat sesuatu! Ya, Halley ingat!

"Mungkinkah ini punya laki-laki tadi?" Guman Halley dengan suara kecil namun masih bisa di dengar. "Laki-laki siapa, Dek?" Tanya James sambil mengernyitkan dahinya.

"Tadi setelah dari toilet di restauran, aku menabrak laki-laki, Kak. Sepertinya ia seumuran denganku, tapi aku tidak kenal. Lalu ada dua jam tangan yang terjatuh, mungkin salah satunya miliknya. Aku hanya asal mengambil lalu memakainya tanpa melihat jam tangan ini." Kata Halley panjang lebar sambil menunjuk jam tangan yang sepertinya milik laki-laki tadi.

"Ehm, mungkin itu memang miliknya. Apa kau mau mengembalikannya?" Tanya Mama Zherra. "Ehm, tidak usah saja, Ma. Biar impas, dia simpan punyaku dan aku simpan miliknya. Lagian Papa kan bisa belikan yang baru kalau aku mau, hehe." Kata Halley melebarkan senyumnya.

"Yeah, jam tangan Halley dan laki-laki itu sama persis, mereknya saja sama, hanya warna pinggirnya yang berbeda." Kata James sambil mengamati lebih detail jam tangan milik laki-laki yang ditabrak adiknya itu.

"Baiklah terserah anak Papa. Jaga baik-baik jam tangan ini ya. Kalau Halley bertemu dengannya lagi, segera kembalikan jam tangan miliknya ini, okey?" Kata Papa Harchan mengingatkan. Halley pun hanya mengangguk.

"Kalau begitu ayo segera tidur, sudah malam!" Kata Mama Zherra. "Baiklah, Ma. Selamat malam!" Kata Halley lalu menutup mulutnya yang menguap.

"Selamat malam, Pa, Ma." Kata James ikutan menguap.

"Semoga mimpi indah, sayang!" Kata Papa. Lalu Halley dan James pun kembali ke kamar mereka menggunakan lift.

Di dalam kamarnya, Halley tidak bisa tidur. Padahal besok ia harus bangun pagi agar tidak terlambat datang ke sekolah. Ia masih memikirkan anak laki-laki yang ia tabrak tadi entah mengapa. Jauh di dalam pikirannya, ia bertanya-tanya.

"Siapa dia? Siapa namanya? Kenapa aku tidak berhenti memikirkannya? Mungkinkah aku akan bertemu lagi dengannya?"

Pikirannya terus dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Tiba-tiba ia tersenyum, "Jam tangan yang bagus. Sebagus orangnya!" Guman Halley yang membuat dirinya semakin tidak bisa tidur.

Berulangkali ia mengganti posisi tidur senyaman mungkin. Tapi tidak bisa, akhirnya ia mencoba untuk tidur. Hingga akhirnya ia benar-benar terlelap.

***

Di tempat lain.

"Sudah siap semua perlengkapannya kan, nak?" Tanya seorang wanita yang merupakan ibu dari anak laki-laki satu-satunya yang ia panggil 'Nak' itu.

"Sudah, Ma." Kata seorang anak laki-laki yang diketahui namanya adalah Justin, Justin Dericko Martin. Ia akan pindah sekolah ke Australia, karena perusahaan Papanya, Papa Martin, sedang mengalami masalah besar. Sehingga keluarganya harus pindah ke sana, daripada hanya orangtuanya saja yang pergi sementara Justin di rumah sendiri.

"Kalau begitu selamat malam, sayang!" Kata Mamanya yang bernama Zefira Biancha. Panggilannya Mama Acha.

"Kamu pasti akan mempunyai teman-teman baru di sana, Justin. Tenanglah, dunia tidak akan berhenti jika kamu berpisah dengan teman-temanmu. Mengerti?" Kata Papa Martin menasehati. "Iya, Pa." Kata Justin menganggukkan kepalanya. Ia merasa lebih tenang.

"Kalau begitu, sekarang segera tidur, ya, Anak papa yang paling tampan." Kata Papa Martin sambil mengacak rambut Justin.

"Selamat malam, sayang! Besok kita harus sudah ada di bandara jam setengah tujuh!" Kata Mama Acha mengingatkan.

"Iya, Ma. Selamat malam, Pa, Ma." Kata Justin yang memang terlihat sudah ngantuk.

"Have a nice dream!" Papa Martin mencium kening Justin dan Mama Acha pun melakukan hal serupa. Lalu mereka berdua meninggalkan kamar Justin menuju kamar mereka untuk segera istirahat juga.

Sementara, di dalam kamar, Justin tidak bisa tidur. Ia masih memikirkan jam tangannya yang sudah ia yakini itu milik perempuan yang ia tabrak tadi. Tak lama, ia malah jadi memikirkan sang pemilik jam tangan itu.

"Hei, kenapa aku malah jadi memikirkannya?!" Guman Justin sambil membayangkan wajah cantik perempuan yang tidak ia ketahui namanya itu. Ia mendadak senyum-senyum sendiri.

"Ck. Siapa perempuan itu?"

.

.

.

Note: Beberapa chapter awal mengisahkan tentang keluarga Halley dan permasalahan awal dulu. Untuk bagian mafianya masih nanti yup, trims.

Hanya milikku!

Kehidupan berjalan sesuai kodratnya. Semua orang melakukan aktivitas seperti biasanya. anak sekolah berangkat sekolah, petani menanam padi, pekerja juga melakukan pekerjaannya.

Sama halnya dengan Keluarga Renaga, aktivitas mereka tetaplah sama. Tidak ada perselisihan sama sekali antar anggota keluarga. Mereka lebih sering meluangkan waktu di rumah, menghabiskan hari-hari dengan canda tawa bersama keluarga.

Sebulan kemudian.

Dua hari lagi adalah hari ulang tahun Halley. Tepat di awal tahun. Dimana orang-orang akan merayakan tahun baru, bersamaan dengan keluarga Renaga yang akan merayakan ulang tahun putri bungsunya. Besok malam, pukul nol nol lebih 1 detik, waktu itu sudah masuk tahun baru, sekaligus hari lahirnya Halley. Tepat pada 1 Januari, tak lama lagi!

Papa Harchan dan Mama Zherra sudah menyiapkan pesta ulang tahun Halley. Rencananya akan dilaksanakan di Bogor, kota kelahirannya Papa Harchan. Di sana juga masih ada Nenek Agy, dan Kakek Jae, orangtuanya Papa Harchan. Sementara orangtua Mama Zherra sudah cukup lama meninggal.

"Sudah siap, Ma. Bi Jevy sudah menyiapkan semua keperluanku untuk di Bogor." Halley berkata sambil tersenyum lebar. Ia sangat senang karena sebentar lagi adalah hari ulang tahunnya, pastinya di rayakan besar-besaran oleh keluarganya.

"Baiklah, Ley. Ayo berangkat!" Mama Zherra menggandeng tangan kedua anaknya menuju ke depan rumah, dimana Pak Rudi sudah menunggu cukup lama.

***

Kini mereka sudah berada di perjalanan menuju Bogor. Pak Rudi mengemudi mobil itu dengan kecepatan normal, supaya Keluarga Renaga yang ada di dalam mobil itu dapat menikmati perjalanan dengan santai.

"Pa, apa kita tidak mampir kemana dulu gitu?" Tanya James mengalihkan pandangannya dari handphone ke arah papanya. "Kalau kamu inginnya kemana, James?" Pertanyaan itu membuat James berpikir, sepertinya ia juga bingung ingin kemana. Sudah lama sekali ia tak mengunjungi kota Bogor. Maklum ia agak lupa tempat-tempatnya.

"Nonton aja, Pa." Kata James. "Ah, iya, Pa. Ada film baru katanya bagus banget!" Kata Halley menimpali.

"Baiklah! Pak Rudi kita mampir ke bioskop terdekat dulu, ya. Ah itu!" Papa Harchan menunjuk salah satu tempat bioskop yang berada di pinggir kiri jalan. Kebetulan sekali. Pak Rudi pun melajukan mobilnya ke arah bioskop.

Sekarang mereka sudah berada di tempat pembelian tiket bioskop. Papa Harchan yang memesan tiket. Sementara Mama Zherra dan kedua anaknya membeli popcorn dan susu Milo dingin. Karena selain susu Milo dingin hanya ada minuman soda, jadi mereka lebih memilih susu Milo dingin empat cup besar.

Lalu mereka pun menghampiri Papa Harchan. 15 menit lagi film yang akan mereka tonton akan diputar. Jadi mereka menunggunya di tempat duduk yang disediakan. Mereka membahas seputar ulang tahun Halley hingga seseorang mendengarnya.

"Harchan!" Kata seorang wanita cantik, bersama dengan seorang anak perempuan yang sedang digandengnya.

"Vera!" Kata Harchan dan Zherra bersamaan. Ya itu Vera Yihan, dipanggil Vera, ia teman SMA-nya Harchan dan Zherra. Karena tahu bahwa Vera adalah mantan kekasih Harchan, Zherra pun menjadi was-was. Ia menggelayuti tangan kekar suaminya itu, "Hai, Vera! Apa kabarmu!" Tanya Zherra sebagai bentuk basa-basi.

"Ah, iya. Aku baik. Kau bagaimana, Chan?" Pandangan Vera tertuju pada tangan Zherra yang menggelayuti lengan mantan kekasihnya itu. "Hei! Aku yang menanyakan kabarmu, mengapa kau malah menanyakan kabar suamiku! Dasar! Apa kau mau merebut mantan kekasihmu itu dariku, Ha?!" Ingin sekali Zherra berteriak seperti itu. Namun, ia jaga image, apalagi ia sekarang berada di tempat umum.

"Bersamaku dia akan selalu baik-baik saja!" Ketus Zherra sebelum Harchan menjawabnya. Ia sangat tidak suka dengan kehadiran Vera, mantan suaminya yang suka caper dengan semua laki, itu dulu, tidak tahu kalau sekarang.

"Jangan bicara ketus seperti itu, sayang." Tangan Harchan melepaskan tangan Zherra dari lengannya. Lalu merangkul pinggang istrinya. Ia tahu kalau Zherra sedang cemburu. Sedangkan Vera sudah tidak tahan dengan mantan kekasihnya yang membuatnya semakin cemburu itu.

Zherra tersenyum melihat wajah Vera yang nampak cemburu itu, "Vera, ngomong-ngomong dimana suamimu?" Zherra tidak tau kabar tentang perceraian Vera, jadi ia tanpa merasa bersalah menanyakan hal itu. Begitupun juga Harchan, semenjak putus dengan Vera saat kelas dua SMA, ia sudah tidak lagi berkomunikasi dengan Vera, tidak lagi bertukar kabar, hingga ia hanya mendengar kabar pernikahan Vera, tanpa menghadirinya.

Vera yang mendengar itu langsung merasa emosi, namun ia tahan, ia sembunyikan emosinya itu di depan mantan kekasih. "Berani sekali dia bertanya seperti itu tanpa rasa bersalah! Apa dia mau mengejekku, Ha? Liat saja nanti! Aku akan membalasmu karena sudah merebut My Harchan !" Batin Vera dengan emosi.

"Ehm. Kami sudah lama bercerai. Sekitar sembilan tahun yang lalu." Kata Vera santai. Toh, sejak menikah ia tidak pernah mencintai suaminya. Lantaran ia hanya memanfaatkan kekayaan suaminya. "Oh, iya. Halo Halley, sayang! Sebentar lagi kau akan ulang tahun ya?" Kata Vera tersenyum. Nampaknya ia yang tadi mendengar percakapan Harchan dan Zherra.

Mendengar hal itu membuat Zherra semakin tidak suka, ia tahu, "Kebiasaan! Suka mencari perhatian orang !" Batinnya. Lain halnya dengan Halley, ia senang karena ternyata ada yang memperhatikan hari kelahirannya. "Iya, Tante! Apa Tante mau datang di pesta ulang tahunku?" Tawar Halley dengan senang hati.

Harchan dan Zherra saling tatap mata, mereka sama-sama mengernyitkan dahinya, tidak suka dengan tawaran Halley pada Vera. Mereka tahu putrinya itu memang sangat ramah dan baik pada siapapun entah itu dikenalnya atau tidak. Tapi... Kalau dengan Vera, mereka sedikit ragu. "Tentu saja, sayang. Tante akan datang. Ngomong-ngomong dimana acara ulang tahunmu nanti?" Tanya Vera dengan senang hati, sepertinya ia merencanakan sesuatu.

"Di rumah Kakek Jae, Tante. Nanti--" Perkataan Halley terputus saat Mama Zherra memanggilnya. "Halley sayang, ayo kita masuk. Filmnya sudah mau diputar!" Sambil menarik lengan Halley dengan lembut.

Halley pun melihat jam tangan yang dimiliki oleh Justin, laki-laki yang tidak ia kenal. Benar! Filmnya akan segera di putar. Ia pun mengikuti langkah cepat Mama dan Papanya itu masuk ke dalam ruangan bioskop. Disusul oleh James yang sedari tadi bermain handphone.

Vera dan anaknya hanya melihat mereka dari kejauhan. Tanpa mereka sadari, Vera menarik salah satu sudut bibirnya, tersenyum sinis.

"My Harchan, kau milikku, hanya milikku !" Guman Vera sebelum akhirnya ia menarik tangan anaknya untuk segera ke parkiran. Wanita yang pernah berstatus sebagai kekasih Harchan masa SMA pastinya tahu di mana rumah Kakek Jae, papanya Harchan.

.

.

.

Beberapa chapter awal mengisahkan tentang keluarga Halley dan permasalahan dulu. Untuk bagian mafianya masih nanti yup, trims.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!