NovelToon NovelToon

Huru Hara Cinta Sang Penguasa

Pengantin kecil

Sejumlah anak kecil tengah bermain bersama disebuah pondok kecil dibelakang rumah besar keluarga Nugraha. Breyhan yang tertua disana, Ia bersama Adiknya Shyla-Arshyla Natha Nugraha yang beda usia Enam tahun dengannya.

Ada Sean Edwardo dan Sherena Edwardo beserta beberapa sahabat lainnya. Permainan begitu seru meski sebenarnya Brey begitu malas bergabung dengan anak kecil yang jauh dari usianya. Brey lebih suka diam, menyendiri untuk bermain dengan hpnya.

"Main apa?"

"Main raja dan ratu." jawab Shyla yang tengah mendandani kakaknya saat itu. Brey hanya memicingkan mata, entah kenapa perasaannya tak enak dengan apa yang dilakukan sang adik padanya.

Setelah itu mereka berdua keluar. Disana sudah ada beberapa anak menunggu dan berbaris rapi, persis seperti barisan menunggu iringan pengantin datang. Dan tak salah lagi, mereka membuat Brey sebagai pengantin pria dalam permainan mereka. Sedangkan Sean bertindak sebagai penghulu didepan sana.

"Apaan sih?" tatap kesal Brey pada adik-adiknya itu. Tapi bukan Sean namanya, jika Ia tak jahil dan hanya mengedipkan mata padanya.

"Kan cuma mainan? Biar kayak beneran, Kakak." omela Shyla yang memaksa Kakaknya duduk disana.

"Kenapa harus aku?"

"Karena kakak ganteng seperti pangeran," jawabnya dengan kerlingan mata manja. Pertanda ia tengah memohon agar sang Kakak tak meninggalkan permainan lagi kali ini.

"Pengantin ceweknya siapa?" tanya Brey dengan wajah dinginnya. Namun belum sempat Shyla menjawabnya, Sherena datang membawa pengantin wanitanya.

Dengan gaun alakadarnya yang telah dibentuk sedemikian rupa ala kreatifitas anak seusia mereka, pengantin itu berjalan dengan begitu anggun digandeng sahabatnya.

Brey lantas menoleh, Ia menatap calon mempelai wanitanya itu tanpa berkedip disana.

"Cantik," puji Brey pada mempelai wanitanya. Namanya Tiara, Ia seusia Shyla dan Sherena. Masih amat imut dan kekanak-kanakan jika disandingkan dengan Breyhan. Harusnya Ia lebih cocok dengan Shean jika hanya untuk mainan.

"Cantik kan?" tanya Shyla yang tak sengaja mendengar pujian kakaknya.

Mereka kemudian disandingkan persis seperti mempelai betulan. Bahkan semua rangkaian acara dibuat senyata mungkin, persis seperti ketika acara Om mereka_Gibran yang baru saja menikah.

Semua moment seolah sakral, dan mereka bahagia dengan segala permainan pesta yang ada. Brey yang meski hanya menuruti sang adik, ikut senang ketika mereka tampak begitu bahagia.

"Kak Brey kok senyum-senyum sendiri?" tanya Tiara padanya.

"Ngga papa, Ra. Lucu aja, kita nikah begini."

"Kan cuma mainan,"

"Tapi kamu istri aku mulai sekarang." ledek brey padanya.

Wajah Tiara tampak memerah dibuatnya. Ia tak menyangka bahkan jika semua meledeknya saat itu.

"Cieeeee... Pengantin." ucap mereka bersamaan dengan penuh tawa. Bahkan dengan jahilnya memberi selamat dan terus meledek gadis kecil itu hingga menangis.

Ia malu karena semua orang justru menganggapnya betulan. Padahal ia juga mau karena dibujuk oleh mereka untuk ikut kedalam semua permainan yang ada.

"Mamaaaaaa! Mereka jahat! Ara belum mau menikah!" pekik tangis gadis itu sejadi-jadinya.

Ia melepaskan mahkota itu dan membuangnya kasar ke tanah, lalu pergi meninggalkan mereka semua kembali pada mamanya.

"Ya... Kak Brey menduda," cicit Sean padanya.

"Belumlah. Kan belum cerai, dia cuma pergi. Besok kembali lagi," ujar Brey dengan penuh rasa percaya diri.

Tapi gara-gara kejadian itu, Brey dihukum Papi dan Maminya dirumah padahal itu bukan sepenuhnya kesalahannya. Tapi Ia hanya diam, Ia menatap mahkota itu dengan senyum manisnya mengingat semua permainan yang ada.

Kejadian itu sudah berlangsung lama sekali. Kini Breyhan sudah tumbuh dewasa bersama para adiknya. Ia juga sudah mulai menjalankan Nugraha's company milik keluarga besarnya. Ia tumbuh menjadi pria yang tampan dan berkharisma.

Begitu juga Shyla yang tumbuh menjadi gadis cantik ceria seperti Momynya. Shyla masih kuliah, ia satu kampus dengan sherena dan bahkan dengan jurusan yang sama. Mereka begitu akrab dan bahkan seperti kembar yang sulit untuk dipisahkan.

Sean seperti Papanya, yang menjadi Asisten Brey saat ini. Ia cukup sibuk untuk mengatur dan mengukuti semua jadwal sepupunya itu. Tapi Ia senang, karena ia selalu bisa tebar pesona dengan para gadis yang selalu ingin mendekati sepupunya.

"Lu jangan keganjenan mulu deh. Kenapa sih?" tegur Brey ketika Sean selalu menggoda para gadis.

"Lah, Elu ngga mau. Mending kasih gue aja," sergahnya dengan segala rasa percaya diri yang ada.

"Sampai ada masalah, awas aja Lu." ancam Brey, tapi Sean hanya tertawa bersamanya.

Dengan segala kesibukan yang ada, Brey bahkan menyandang predikat jomblo akut dimata para pegawainya. Padahal usianya sudah cukup matang untuk menikah, dengan kemapananan yang Ia miliki. Namun, itu tak serta merta membuatnya dengan begitu mudah mendapatkan gadis pujaan hatinya.

Mereka tengah melakukan perjalanan saat ini menuju tempat meeting bersama beberapa kolega. Hingga Brey meminta mobil Sean berhenti di tepi jalan, karena Ia melihat motor yang terparkir sembarangan.

Ia melihat seorang gadis tengah memanjat pohon disana, dan Brey segera menghampirinya.

"Kau sedang apa?" tanya Brey padanya. Gadis itu lantas tersentak, dan nyaris terjatuh dibuatnya. Untung saja pertahanannya kokoh disana.

"Aku sedang menyelamatkna kucing itu. Kenapa? Ada sesuatu?"

"Tidak... Kenapa kau menolong kucing itu, padahal dia sama sekali tak mengenalmu?"

"Anda juga tak kenal saya? Kenapa banyak bertanya? Pergi saja jika tak bisa membantu. Setidaknya anda tak mengganggu konsentrasi saya meraih kucing itu disana." usirnya pada pemuda yang ada dibawah sana.

Tapi bukannya pergi, Brey justru bernjongkok disana dan menunggunya. Bahkan menangkap hingga kucing itu jatuh ditangannya.

" Aku sudah membantu, " ucapnya dengan bangga.

Gadis yang diatas sana hanya memainkan bibirnya dengan sinis. Ia kemudian turun dan meraih kucing itu darinya dengan kasar.

"Kasar sekali?" tatap Brey padanya, tapi gadis itu bergeming, lalu pergi meninggalkan Brey dengan motor kesayangannya.

"Lucu," ucap brey yang terus menatap kepergiannya saat itu. Sampai-sampai Ia tak dengar ketika Sean terus memanggilnya sejak tadi karena waktunya sudah tiba untuk pertamuan yang ada

"Kenapa sih? Suka ama cewek itu. Dia masih bocil Brey,"

"Suka? Hanya lucu saja. Yang bahkan mau menolong hewan yang tak dikenalnya."

"Emang... Bisa kenalan sama hewan?" tatap bingung Sean padanya.

Breyhan hanya menghela napas panjangnya. Rasanya ingin menjambak dan membuat Sean berantakan hingga tak berbentuk saat itu juga. Tapi Ia tahan, ia ingat jika ada pertemuan penting saat ini dab sudah amat mepet dengan waktu yang yang sudah mereka janjikan jauh-jauh hari.

Part 2

"Apaan, kenal engga sok akrab gitu. Nyebelin! Kenapa harus nungguin dibawah, kelihatan kalau me sum." omel Ara sepanjang menelusuri lorong ruangan kampusnya.

"Hey, siapa yang me sum?" tanya shyla padanya, yang kebetulan mereka sekelas lagi setelah sekian lama berpisah, akibat orang tua ara pindah keluar kota.

"Itu tadi, ada cowok rese. Masa aku manjat pohon, dia nungguin dibawah. Kan me sum," gerutunya, yang lantas menceritakan alasan Ia memanjat pohon barusan. Yaitu karena harus menyelamatkan seekor kucing yang tersangkut diatas pohon.

"Kamu ih, suudzon aja.. Siapa tahu dia itu lagi jagain kamu, mau ikut bantuin supaya ngga jatuh." tegur Ila padanya. Ia bahkan menasehati gadis manja itu agar tak selalu berfikiran buruk terhadap orang lain.

"Udah ih, lagi kesel malah makin di giniin." Ara menghentakkan kaki lalu masuk kedalam kelas. Ia duduk dengan bibir ia manyunkan, masih saja kesal dengan apa yang ia alami barusan. Ila hanya menggelengkan kepala, jika Sherena ada, pasti gadis itu sudah mengucir bibir manyun itu dengan karet yang Ia bawa.

Sementara itu Breyhan tengah menjalani beberapa rapat yang ada. Ia dengan tenang mendengarkan semua presentasi yang tengah dibacakan didepan sana oleh moderator mereka. Namun, Ia sekelebat bayang justru tersenyum dengan kejadian barusan.

"Hey Brey... Breyhan, loe kenapa?" bisik Sean yang cukup mengagetkan ia dari lamunan.

"Hah, kenapa?"

"Elu yang kenapa? Orang gue nanya juga. Ngelamun lu ya? Gue laporin Papi nih," ancam Sean dengan tingkah tengilnya.

Breyhan memasang wajah kesalnya, ia lalu mengarahkan cubitan pada paha sean hingga Ia meringis kesakitan. Untung saja Ia dapat menahan teriakannya, hingga semua masih aman dan terkendali.

" Siall! " geram Sean menatapnya nyalang, tapi Brey hanya memberikan wajah santai padanya, terlampau santai seperti ketika ia duduk dipantai.

"Bagaimana Tuan, apa ada yang kurang jelas?" tanya sang moderator padanya. Brey hanya mengangguk, Pertanda sudah amat mengerti dengan semua materi yang ia jelaskan. Dan kini, mereka hanya tinggal berdiskusi dengan semua rencana bisnis yang akan mereka jalani.

Sebuah bisnis besar, meski ini bukan pertama kali bagi anak kesayangan Mami menjalankannya. Bahkan sebuah proyek bernilai jutaan Dollar juga sempat ia laksanakan dengan baik, membuatnya semakin disegani dan dipercaya untuk memegang semua proyek yang ada.

Rundingan dan semua perencanaan itu pun berjalan lancar tanpa hambatan. Nama besarnya sudah diakui, berikut dengan tambahan dari Papi sebagai pemilik Nugraha's Company.

"Papimu sudah lama tak terlihat, kemana dia? Sehat kan?" tanya sang Kolega padanya.

"Papi sehat. Bahkan saat ini tengah bulan madu bersama mami keluar negri," Jawab Breyhan dengan santainya. Bahwa memang benar, jika Papi dan Mami tengah berlibur berdua menikmati masa indah mereka bersama.

Apalagi? Toh kedua anaknya sudah dewasa dan amat bisa dipercaya. Kadamg hanya pulang beberapa hari, lalu pergi lagi. Seperti itu terus selama setahun belakangan ini. Bukan menghamburkan uang, toh mereka memiliki yayasan amal sendiri yang mereka nafkahi setiap bulan.

"Wah, mereka benar-benar menghabiskan masa-masa berdua dengan mesra, Brey." puji pria yang ada didepannya saat itu..

Mereka lantas mengakhiri percakapan. Keduanya kembali fokus pada segala pekerjaan dengan dokumen yang ada didepan mata.

"Seminggu lagi mungkin selesai, dan kita akan mulai mengurus proyeknya."

"Baiklah, Pak Tom. Kami akan tunggu kabar baik selanjutnya dari kerja sama kita," balas Breyhan yang kemudian menjabat tangannya.

Pak Tom pergi, Breyhan dan Sean berpindah tempat untuk makan siang bersama ditempat lain. Disana, banyak sekali gadis yang terus menatap dan mengagumi ketampanan pangeran yang mereka lihat saat ini. Muda, tampan, dan kaya raya. Siapa yang tak tertarik, apalagi. Karisma kuat serta wibawa yang ia miliki.

"Mereka kenapa?" tanya Sean padanya.

"Kenapa apanya?"

"Mereka menatapmu seperti itu. Adakah yang salah?"

"Mungkin karena aku terlalu mempesona, itu saja. Sudah biasa," jawab Brey padanya dengan segala rasa percaya diri yang ada. Sean menjulurkan lidah melihatnya.

"Aku mau ke toilet. Awas kau tinggalkan aku lagi! Ku buat semua gadis ilfeel padamu." ancam sean, karena memang brey sering pergi mendadak dan hilang tanpa jejak.

Tapi saat ini tidak. Brey tetap stay pada tempatnya dan menikmati makan siang itu dengan begitu nikmatnya. Hingga seorang gadis menghampiri dengan senyum manis dan ramah tamahnya.

"Tuan, apakah anda sendirian? Boleh saya temani?" tanya gadis itu padanya. Itu seketika membuat brey tak nyaman dengan suasana yang ada.

"Kau mengenalku?"

"Apa aku boleh mengenalmu? Namaku Sofi," ucapnya sembari menjulurkan tangan mungil yang putih bersih. Kukunya indah dengan nail pink yang menhiasi, memperlihatkan ia memang selalu merawat diri. Wajahnya bening, dan rambutnya tergerai indah dengan hiasan kriwil dipinggirannya. Pertanda jika perawatannya memang tak main-main.

"Aku breyhan, dan aku sudah menikah. Maaf," ucapnya tanpa membalas uluran tangan itu. Tapi dia justru memamerkan sebuah cincin yang ada di jari manisnya, bertengger dengan apik ditempatnya.

Sepertinya menyakitkan, hingga membuat gadis itu menundukkan kepala. Tapi Ia tetap disana, percaya diri sembari mulai menikmati makanannya.

"Weissszzz...! Itu anak, udah ada aja yang deketin. Bisa-bisanya," celoteh Sean yang baru saja keluar dari toilet. Ia segera datang dan duduk kembali disebelah sepupunya itu. Bahkan dengan perhatian Ia mengusap bibir brey dengan tisu ketika bibirnya kotor oleh saos dari menu yang ia makan.

Sofi yang ada didepan mereka sontak tercengang. Bukan pada perlakuan, tapi pada cincin yang.

"Ci-cincin itu?" gugup Sofi, karena memang persis sama dengan yang brey pakai saat ini.

Tubuh sofi seketika gelisah, bahkan tangannya gemetar ketika mengangkat gelas dan meminum airnya hingga nyaris tumpah.

"Nona, kenapa?" tanya Sean yang terkejut dengan tingkahnya.

"Tak apa, maaf. Hanya salfok dengan cincinnya," jawab Sofi dengan bibir yang bergetar.

Tapi bukan Sean namanya, jika ada saja tingkah jahilnya. Ia meraih tagan kanan Brey, lalu menyejajarkan dengan tangannya hingga memperlihatkan cincin mereka yang sama.

" Cantik?" tanya Sean dengan kerlingan mata nakalnya.

Sofi semakin syok, dan bahkan ia segera pergi dari sana dengan segala rasa kecewa yang ada.

"Loh, kok pergi?" heran Sean padanya. "Hayo, kamu ngomong apa ke dia barusan?"

"Aku sudah menikah, itu saja." jawab Brey, lagi-lagi dengan nada santainya.

"What the.... Aaakhh! Pantas saja dia ketakutan. Dia ngeri melihat kita berdua! Gila kau!" omel Sean padanya. Tapi Brey sama sekali tak bergeming karenanya. Ia terus fokus pada makanan yang ia lahap, sesekali melirik jam di hpnya.

"Jemput Shyla."

"Iya, bentar. Aku mau makan dulu, mau suapin?" tanya Sean, tapi dibalas tatapan jijik oleh Breyhan.

Sean akhirnya tenang, dan dengan segera melahap sisa makanan yang ada dipiringnya.

Mengenai cincin yang mereka pakai, itu adalah salah satu oleh-oleh dari Mami ketika pulang dari sebuah negara yang sempat mereka sambangi. Tak hanya Breyhan dan Sean, tapi Shyla dan Sherena juga memakai cincin yang sama.

Itu pengikat mereka, dan hanya bisa dilepaskan ketika salah satunya akan menggantinya dengan cincin bersama pasangan masing-masing.

*

"Shyla pulang sama siapa?" tanya Ara padanya, yang tengah menyusun buku bersama.

"Kakak jemput. Kenapa?"

"Hah... Kak Breyhan?"

"Iya, siapa lagi. Itu, suami kamu. Hahhahha!" tawa shyla kembali pada kejahilanhya.

"Jangan gitu. Itu kan cuma mainan, kok sampai sekarang?"

"Lah, kan lucu kalau jadi beneran. Mau?"

"Ilaaaaa!" rengek Ara yang wajahnya lamgsung memerah. Matanya bahkan mulai berkaca-kaca, karen Ila terus meledeknya tanpa henti dengan tawanya.

"Kak Brey ganteng loh, Ra. Kalau bukan kakak aku, pasti aku jadiin pacar. Yuk ketemuan,"

Mendadak Shyla menggandeng tangan Ara. Ia menariknya dengan kuat dan membawanya turun kebawah untuk bertemu kakaknya.

Ara sudah merengek tak karuan, terus menolak ajakan ila padanya. Ia bahkan memeluk tiang dengan kuat agar Ila tak jadi membawanya kesana. Ia belum siap, dan sama sekali tak akan siap bertemu dengan pria yang sempat menjadi suami pura-puranya saat itu. Bahkan ia sudah berusaha membuang kenangan konyol itu didalam fikirannya selama ini.

Part 3

Ara merasa amat terbully saat ini. Ia sudah akan menangis ketakutan, untung saja Sherena datang menghadang keduanya, lantas melerai Ila dan Ara disana.

"Kalian kenapa? Ila?" tatap tajam She pada saudaranya itu.

Ila segera melepas cengkraman tangannya, lalu Ara berjalan cepat meminta perlindunga She untuknya. Ia amat ketakutan saat ini, She merasakan akral Ara amat dingin dibuatnya.

Ila hanya memainkan bibir, beberapa kali mengedikan bahu enggan menjawab pertanyaan She padanya.

"Ara?" tanya She yang beralih pada Ara.

"Itu, Ila maksa aku ketemu kak Breyhan. Aku takut," jawab Ara dengan suaranya yang gemetaran.

"Segitunya kamu takut, Ra. Kakakku bukan hantu loh wey,"

"Iya, tapi kamu ledekin aku mulu Ila," tukasnya.

She yang berada diantara mereka hanya bisa menggelengkan kepala. Mereka selalu seperti ini ketika mendaoat jalan kelahi satu sama lain, dan Ila yang selalu membuat ara ketakutan padanya. Ia hanya tak ingin selalu diledek seperti itu, amat sangat menakutkan baginya ketika masih terus diledek menjadi istri Breyhan seumur hidupnya, padahal itu sudah berlalu begitu lama.

"Ila.... Lama banget? Udah ditungguin juga," panggil Sean yang akhirnya masuk menghampirinya.

Ia dan Brey sudah menunggu sejak tadi diparkiran, dan justru Brey saat ini menjadi bahan kerumunan para mahasiswi yang ada didepan sana. Maklum saja, karena Brey memang sesekali menajali sesi pemotretan bak seorang model profesional untuk perusahaan Papinya. Begitu juga Ara, tapi Ia jarang menerima job karena ingin fokus dengan kuliahnya.

"Huuuwwww! Dia siapa?" tanya Sean dengan tatapan genitnya pada Ara, yang masih saja bersembunyi dibalik tubuh sang adik.

"Jangan ganggu, Dia kakak iparku." sergah Ila padanya, membuat ara kembali  merengek kesal dibuatnya.

Rasanya ia ingin segera berlari amat jauh untuk menghindari mereka semua, tapi itu sulit. Karena hanya mereka yang Ara punya, dan Ia tak memiliki teman lain yang mau sedekat itu padanya. Alasannya, karena Ara itu terlalu manja dan tak asyik untuk pergaulan mereka.

"Oh? Astaga, cantik sekali!" Sean bahkan menutup mulutnya karen takjub dengan kecantikan Ara, tapi Ia sama sekali tak bermaksud meledeknya. Memang ara manis, bertubuh mungil dan berkulit bersih. Jika deitelisik, Ara seperti Mami yang menjadi karakteristik jodoh untuk Brey selama ini. Tapi tidak dari sifat, karena Mami tak semanja itu dibandingkan dirinya.

"Aaah... Udah! Kalian ngeselin banget!" Ara akhirnya kesal dan Ia segera pergi menjauh dari mereka. Ia sama sekali tak ingin atau berniat sama sekali bertemu dengan Kakak Ila selama usianya saat ini.

"Mereka jahat banget godain aku terus. Itu kakak Ila kenapa lagi, kok ngga nikah-nikah juga? Jadinya aku terus yang diledekin sama adeknya." gerutu Ara sepanjang perjalanan yang ada. Bahkan hingga Ia tak memperhatikan jalan dan menabrak seseorang didepannya tanpa sengaja.

Bughhh! Hantaman kedua tubuh itu cukup keras hingga nyaris saja membuat Ara jatuh ketanah. Untung Brey sigap dan segera meraih tangannya hingga Ara tak semakin  tersungkur kebawah.

"Are you okay?" tanya Brey dengan spontan padanya. Ara hanya mengedip-ngedipkan mata, jantungnya kembali berdegup dengan amat kencang hingga rasanya diluar batas normalnya.

"Kamu lagi?"

"Hey cantik, ketemu lagi kita. Kamu kuliah disini juga?" sapa Brey dengan begitu ramahnya.

Ara lantas berusaha tegaj berdiri, lalu merapikan rambut dan tubuhnya. Ia menatap breyhan seolah tak senang, ingin rasanya seger lari agar urusan tak makin panjang. Namun, Brey meraih tangannya kembali.

"Hey! Apaan sih?" geram ara padanya, berusaha melepas genggaman tangan itu. "Dasar Om-Om Me sum!"

"Om? apa aku setua itu bagimu? Usia kita paling hanya terpaut enam atau tujuh tahun," uajr Brey padanya."

"Yang jelas lebih tua, lagian penampilannya juga udah kaya Om om." tukas Ara padanya. Brey segera melepas tangan Ara dan memperhatikan penampilannya sendiri saat ini, apakah ebnar seperti yang ara bilang.

"Kakak!!" pekik Ila dari pintu keluar. Ara dan Brey sontak menoleh bersamaan, mata Ara seketika membulat dengan apa yang ia dengar.

"Dia... Kakak?" celetuk Ara yang seakan tak percaya siapa yang baru saja ia temui didepan mata. Tapi jawaban sudah jelas, ketika Ila datang dan mengecup tangan Pria itu dengan amat mesra.

Jantung Ara menjadi begitu sesak, napasnya terasa berat begitu juga kakinya. Amat berat untuk Ia mencoba melangkah segera dari sana untuk menghindari mereka semua. Hingga She dan sean menyusul dari arah yang sama.

"Lah, kalian udah ketemu?" kaget Ila pada keduanya, Ara hanya berusaha membuang muka tapi sudah tak didukung suasana. Ia bagai maling yang sudah ketangkap basah dan tak bisa lari lagi dari mereka.

"Cieee, ketemu..." ledek Sean pada keduanya. Ara disana hanya tertunduk dengan wajah memerah sseperti kepiting rebus yang baru ditiriskan.

"Dia?" tanya Brey dengan segala keraguan yang Ia miliki.

"Dia istrimu di masa lalu," jawab Sean mendukung kelakuan Ila. Tak perduli meski She semoat mencegahnya kembali meledek mereka.

Brey seketika memusatkan pandangan pada Ara. Ia memperhatikan gadis itu dari ujung kepala sampai ujung kaki lalu menyeringai menatapnya. Ia bahkan merentangkan tangan ingn memeluk gadis itu dengan segala rasa rindu yang mendera. "Istriku!" ucapnya dengan lantang.

Ara yang sudah syok sejak awal, serasa ingin pingsan dibuatnya. Tapi untung ada She yang segera menangkap tubuhnya, "Ara!" pekik She untuknya.

Mereka semua cemas disana, terutama Breyhan yang amat cemas melihatnya. ia segera meraih gadis itu dan membawanya naik keatas mobil untuk dan mereka beri minum agar sembuh dari syoknya. Untungnya Ara tak terlalu parah hingga Ia segera membuka mata.

"Kak Brey?" tatap Ara padanya, ia masih amat canggung dan takut-takut untuk menyebutkan nama itu dengan bibirnya.

"Ya Ara?" jawab Breyhan padanya dengan amat serius dan penuh perhatian. Tapi Ara justru menangis dibuatnya dan air mata tumpah seketika.

"Bisa ngga sih jangan bilang ara istri Kakak lagi? Kita kan  nikahnya cuma mainan loh, ngga beneran. Kenapa jadi pada serius begini sih?"

"Karena bagiku, kita belum cerai. Jadi, Kamu masih jadi istriku hingga saat ini. Bagaimana? Mau jadi istri beneran?"

Ara lantas kembali pingsan mendengar ajakan itu dari Breyhan.

"Ya, pingsan lagi." ucap Sean..

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!