NovelToon NovelToon

Kisah Istri Yang Terluka

Ketika Istri Sah Menjadi Detektif

10 Tahun Lalu

Aku berusia 19 tahun, di depan gedung pernikahan, suamiku memegang lembut tanganku.

Lalu dia mengecupnya. Kami masih sama-sama memakai busana pengantin. Dia berjanji kepadaku.

Bahwa dia akan setia dalam pernikahan kami. Tidak akan ada wanita lain ataupun laki-laki lain dalam hubungan suci kami.

Kami sama-sama berjanji untuk saling setia. Susah dan senang selalu ada.

Merawat dan mendidik anak-anak kami dengan sepenuh hati.

Hingga sepuluh tahun berlalu. Semua masih berjalan dengan baik-baik saja.

Aku bahkan merasa, aku adalah wanita yang paling beruntung di dunia. Mempunyai suami yang tampan, mapan, dan setia.

Tapi semua itu, berawal dari noda lipstik yang kulihat ada di bagian kerah baju suamiku. Saat aku sedang membereskan baju-baju yang akan aku bawa ke laundry.

"Mas, noda lipstik siapa ini?!" tanyaku marah kepada mas Damar yang sedang duduk sembari minum kopi di meja makan.

Mas Damar jelas terlihat kaget melihat aku datang tiba-tiba marah. Mas Damar bangkit lalu menghampiri aku. Aku mengangkat tinggi baju yang biasa mas Damar gunakan saat bekerja di kantor, menunjukkan dengan jelas dan nyata bahwa noda bekas lipstik itu benar-benar ada.

"Jelasin, apa ini?" tanyaku lagi. Dengan nada dingin aku bicara. Jelas saja aku khawatir, aku khawatir mas Damar mengingkari janjinya dan ternyata, ada orang ketiga dalam hubungan rumah tangga kami.

"Bukan apa-apa kok, kamu jangan salah paham sayang? Itu cuma noda bekas lipstik biasa. Bisa aku jelasin,"

"Aku ga butuh penjelasan apa-apa dari kamu mas! Udah jelas noda bekas lipstik ini, pasti wanita selingkuhan kamu kan?"

Akupun marah sambil menangis. Mas Damar berjalan mendekat namun aku menghentikannya. Aku tidak sudi dekat-dekat dengan pria tukang selingkuh seperti mas Damar. Entah pikiran aku yang kacau atau apa, pagi ini aku tidak pandai mengendalikan emosi yang memuncak. Aku juga sedang hamil muda. Viona anak pertamaku yang sedang sekolah di luar negeri akan segera punya adik.

Aku membuang baju itu lalu berlari ke dalam kamar dan menutup pintu. Padahal aku sedang hamil muda, tapi mas Damar malah membuatku stress dan kecewa. Aku menangis sejadi-jadinya di dalam kamar, sembari memeluk bantal guling.

Mas Damar tidak diam saja diluar. Aku mendengar dia mengetuk pintu kamar, memanggilku dengan panggilan yang lembut.

"Yaya, istriku? Sayang keluar? Kamu jangan terlalu cepat bersikap seperti itu. Noda bekas lipstik ini, adalah noda bekas lipstik sekretaris aku,"

Dari dalam kamar ini, aku langsung menjawab.

"Tuh kan benar dugaan aku! Kamu pasti selingkuh sama sekertarismu. Aku benci sama kamu mas, aku jijik!" tangisku.

"Tapi noda bekas lipstik ini bukan karena sengaja, sekretarisku ga sengaja jatuh saat kami sedang pergi melihat insiden besar yang terjadi di kantor kemarin. Karena terburu-buru aku dan dia sampai ga fokus saat jalan dan ga sengaja dia sampai terjatuh kearahku. Wajahnya menubruk bahuku. Sudah cukup penjelasan aku, mau kamu percaya atau tidak itu terserah kamu." kata suamiku, tapi aku tidak semudah itu percaya penjelasannya.

"Yang jelas aku tidak mengkhianati dirimu." lanjut suamiku lalu ia pergi dari depan pintu.

Aku merenung sejenak sembari menghapus air mata. Lalu aku keluar dari kamar dan pergi mencari suamiku. Dia sedang berdiri di depan rumah, memandang kearah taman.

Aku bergegas memeluknya dari belakang. Aku minta maaf karena mudah terpancing emosi.

"Maafin aku, sayang? Aku akhir-akhir ini gampang emosi. Mungkin karena aku sedang hamil muda. Secepat itu aku menuduhmu, padahal aku ga punya bukti yang jelas kalau kamu beneran selingkuh."

Mas Damar berbalik badan, lalu ia mengecup mesra bibirku. Dia tersenyum lalu memeluk aku.

"Aku memaafkanmu. Aku bisa mengerti sama kondisimu sekarang dan kemarahanmu tadi adalah hal yang wajar. Itu artinya kamu benar-benar mencintaiku dan takut kehilanganku."

Kata-kata suamiku sungguh manis. Bahkan aku merasa nyaman dalam pelukannya. Tapi tidak semudah itu, ini adalah cara cantik aku saja. Aku akan menyelidikimu. Aku akan masuk kedalam lingkup duniamu bekerja. Tapi aku akan tetap bersikap manis di depanmu, mas

Keesokan harinya...

Mulai hari ini aku akan mengikuti suamiku secara diam-diam ke kantor.

Aku pergi naik taksi online. Aku ingin mengamati aktifitasnya di kantor. Dengan siapa saja mas Damar berteman. Detektif cantik telah lahir ke dunia.

Detektif istri sah yang sedang berjuang mempertahankan rumah tangganya. Berjuang juga demi buah hati yang akan lahir nantinya.

Sesampainya di depan kantor, aku akan mengamati aktifitas disana menggunakan teropong.

Tapi aku mengamatinya dari atas gedung seberang, tepat di rooftop. Aku menaiki gedung kosong itu lewat tangga. Sudah beratus anak tangga yang tadi aku naiki, tapi aku anggap ini sebagai olahraga.

Aku hanya bisa mengamati bagian luarnya saja tapi disana, aku melihat seorang yang tengah berdua-duaan!

Sepasang pria dan wanita yang sedang bersama diluar ruangan kantor dan tempat itu tampak sepi. Aku tidak bisa melihat jelas wajah mereka karena mereka berdiri membelakangiku. Tapi dari pakaian yang pria itu kenakan, sama persis dengan pakaian suami aku tadi saat dia pergi ke kantor.

Apakah?

AKU HARUS SEGERA KESANA SEKARANG!

Bersambung...

Sekretaris Mas Damar

Aku terus melangkah menuruni anak tangga. Kali ini, kakiku tidak terasa terlalu pegal saat menggunakan tangga ini. Aku turun lalu melangkah cepat menuju kantor tempat suamiku bekerja.

Dia adalah seorang direktur di kantornya. Meski kantor itu bukan miliknya. Jabatan yang diidam-idamkan semua orang itu ada di tangan suamiku.

Penghasilan mas Damar setiap bulan sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kami yang tak seberapa besar. Gajinya setiap bulan, aku selalu dikasih tahu nominalnya berapa.

Aku juga sering dimanjakan dengan

pemberian barang-barang mahal olehnya. Kata mas Damar, tabungan dia di bank sudah sangat banyak. Dia bilang, suatu saat akan mengajak aku pergi berlibur ke Lapland, Finlandia itu adalah impianku menyaksikan Northern Light.

Meski begitu, aku juga tetap ingin menjadi wanita mandiri. Yang selamanya tidak terus bergantung dengan penghasilan suami. Sampailah aku di dalam kantor. Aku bilang kepada resepsionis bahwa aku ingin bertemu dengan mas Damar.

Dengan sigap resepsionis itu menghubungi mas Damar, mengatakan bahwa istrinya ingin bertemu.

Setelah diizinkan oleh mas Damar, aku dipersilahkan untuk pergi ke lantai 30. Ruangan suamiku ada disana. Aku naik lift, tidak butuh waktu lama untuk sampai ke dalam ruangan mas Damar.

Aku mengetuk pintu lalu aku dipersilahkan masuk kedalam oleh mas Damar. Dia sedang duduk santai diatas kursi kejayaannya. Banyak sekali berkas-berkas penting diatas meja.

"Sayang, silahkan duduk. Tumben sekali kamu datang?" titah mas Damar.

Aku pun duduk dengan perlahan-lahan. Tadi kulihat pria seperti mas Damar sedang berduaan dengan wanita lain. Tapi mas Damar sekarang sudah berada di ruangannya. Pasti mas Damar langsung kembali setelah tahu aku datang mencarinya? Apa seperti itu?

"Apa aku mengganggu waktumu mas?"

Mas Damar mengangguk. Wajahnya seperti seorang yang tidak terlalu senang melihatku datang kesini. Padahal aku ini kan istrinya.

"Maaf kalau begitu, aku pergi aja mas. Silahkan lanjutkan pekerjaanmu mas, lain kali aku ga akan datang kesini lagi." kataku agak baper lalu bangkit dengan raut wajah kecewa.

Tapi mas Damar bergegas mencegatku pergi. Dia meraih tanganku lalu dia menatapku dengan tatapan yang memabukkan. Ketampanan yang ia miliki selalu membuatku terhanyut. Jantungku berdegup kencang. Lalu dia mengecup pipiku. Rasa nyaman dan bahagia aku rasakan, kecupan laki-laki ini, laki-laki yang halal untuk aku.

"Mas tidak pernah merasa terganggu kalau yang datang adalah kamu, sayang. Sekarang bilang ada perlu apa kamu mencariku sekarang?"

Aku merenung sejenak. Bertanya ataukah tidak? Aku takut mas Damar merasa tidak nyaman dengan pertanyaan yang akan aku berikan. Tapi yang akan kulakukan adalah demi mempertahankan keutuhan rumah tangga kami.

"Aku tadi, melihat laki-laki yang berpakaian sama persis seperti apa yang kamu pakai sekarang mas, kamu sedang berduaan dengan wanita lain mas. Apa itu kamu?"

Mas Damar terhenyak mendengar pertanyaanku. Dia seperti gugup, tapi dia langsung menjawabnya.

"Memang itu aku. Perempuan itu adalah sekretaris yang aku maksud. Tapi kami tadi sedang membahas hal penting, bukan bermesraan." jawab mas Damar.

"Tapi kenapa membahas hal penting harus di tempat yang sepi mas? Maaf bukan maksud aku mau menuduh kamu ya. Lagian aku kesini..."

"Kamu kesini cuma mau jadi mata-mata aku saja ya?"

Mas Damar mulai agak ngegas. Aku yakin pasti dia mulai ngerasa aku mencurigainya selingkuh di belakang aku.

"Ga mas. Aku cuma ingin tahu gimana bentuk kantor kamu. Selama 2 tahun kamu bekerja disini, aku belum pernah sekalipun datang kesini sejak kamu dipindahkan bekerja sebagai direktur di tempat ini dua tahun lalu."

"Yaudah kalau kamu udah puas lihat-lihat kantor tempat aku kerja, lebih baik kamu pulang sekarang. Aku sibuk, mau kembali bekerja."

Aku mengangguk dengan senyuman kecil. Tapi ada satu hal lagi. Aku ingin keinginanku yang ini dipenuhi.

"Sebelum aku pergi apa boleh aku kenalan sama sekretarismu? Panggil dia kesini mas kalau boleh?"

Mas Damar sekarang benaran terlihat gugup. Dia seperti tidak ingin aku berkenalan dengan sekretarisnya.

"Kenapa, kok diam mas?"

Aku jadi bertambah curiga. Jangan-jangan memang benar kecurigaanku kalau wanita lain itu adalah sang sekretaris? Mas Damar tersadar dari lamunan gugupnya lalu ia berbicara dengan terbata-bata.

"Bo... Boleh lah. Aku akan panggil dia sekarang."

Mas Damar membuka ponselnya lalu menghubungi si sekretaris dan memanggil ke ruangannya. Akhirnya sekretaris itu datang. Aku mengamati penampilannya dengan seksama. Memang benar kalau wanita yang tadi kulihat itu adalah dia. Penampilannya sama persis.

"Ada apa pak Damar memanggil saya sekarang?" tanya sekretaris itu.

"Oh, a... ada yang mau kenalan sama kamu nih, istriku." jawab mas Damar dari belakangku.

Sekretaris mas Damar melangkah menghampiriku. Lalu ia memberikan senyuman yang manis untukku. Sikapnya sangat sopan. Aku memperhatikan detail mukanya, seperti perempuan keturunan negeri matahari terbit.

"Ohayō utsukushī josei, anata ni aete ureshīdesu." ucap sekretaris mas Damar memakai bahasanya. Aku jelas tidak mengerti. Karena aku belum pernah kursus bahasa Jepang.

"Artinya?" tanyaku.

"Selamat pagi nyonya cantik, senang bertemu anda, saya Miho. Sekretarisnya suami ibu." tutur si sekretaris memperkenalkan dirinya.

"Saya Yaya. Istri sahnya mas Damar."

Kami saling berjabat tangan. Namanya Miho. Parasnya begitu cantik. Kata ibuku aku cantik, kata teman-teman arisanku juga. Tapi bagi aku, aku belum pernah melihat perempuan manapun yang punya kecantikan seperti Miho.

Sangat wajar jika jutaan lelaki memuja parasnya sembari mendapatkan cintanya. Tapi kalau dia mengambil apa yang sudah dimiliki oleh perempuan lain, tentu saja itu adalah kesalahan yang sangat besar kepada sesama manusia.

"Miho, aku boleh minta kontak kamu? Aku ingin berteman sama kamu. Aku ingin punya teman dari kantor mas Damar. Aku ingin pergaulanku semakin luas. Dengan berteman sama kamu, aku yakin, aku bakalan banyak mendapatkan pengalaman baru."

Miho dan mas Damar saling melirik satu sama lain. Seperti ada yang mereka sembunyikan. Tapi aku tidak bisa menerkanya.

"Hmm tentu saja boleh dong bu Yaya. Saya malah sangat senang karena orang sekelas bu Yaya, mau berteman dengan pegawai biasa seperti saya." jawab Miho lalu tersenyum.

Terkejut mendengar jawaban Miho. Dia begitu rendah hati dan sopan. Apa mungkin perempuan sempurna seperti Miho, dia adalah orang ketiga yang sedang aku selidiki? Atau mungkin bukan Miho, tapi malah perempuan lain?

"Noda bekas lipstik itu masih mengacaukan hatiku." batinku.

Selepas aku mendapatkan nomor HP Miho, aku langsung pergi dari kantor. Membiarkan mereka kembali bekerja. Tapi aku tidak pergi terlalu jauh. Aku menunggu dari cafe kecil depan kantor. Disini sepertinya adalah tempat para karyawan nongkrong. Siapa tahu Miho nanti datang kesini.

Benar saja tebakan aku. Jam istirahat makan siang Miho datang bersama dengan seorang teman wanita.

Penampilan Miho dan teman wanitanya terlihat sangat kontras, saat kulihat. Miho berpenampilan anggun sedangkan teman wanitanya, seperti seorang perempuan penggoda saja.

"Kon'nichiwa," sapa Miho seraya membungkuk didepanku dan aku tahu itu adalah budayanya.

Aku bangkit lalu ikutan membungkuk juga.

"Eh ada bu Yaya? Sejak kapan ibu ada disini?" tanya Miho berbasa-basi.

"Hai Miho, aku disini sudah cukup lama."

"Pasti bu Yaya nungguin suami ibu ya? Dia biasanya makan siang di kantin kantor bu bukan disini." tutur Miho.

Lalu dengan sopan Miho minta izin untuk duduk bareng teman wanitanya satu meja denganku, aku mengizinkannya. Aku terus memperhatikan detail penampilan dan gaya dari teman wanitanya itu.

Sangat centil dan bikin risih. Dandanan dia yang heboh dan berlebihan untuk ukuran pegawai kantoran. Bahkan gunung kembarnya dia umbar kemana-mana. Dia dengan tidak pedulinya bersolek sejenak didepanku, istri dari bosnya!

APAKAH TEMAN WANITA MIHO INI ADALAH PELAKORNYA?

Bersambung...

Perempuan Mencurigakan

Rasanya benar kesal dan tidak nyaman. Sebagai seorang istri aku inginkan yang terbaik untuk mentalku dalam membangun hubungan rumah tangga

"Yaudah kalau gitu, aku mau kembali aja ke rumah. Miho, happy lunch ya?" kataku bergegas bangkit. Aku merasa risih sih berlama-lama di satu tempat yang sama dan berdekatan dengan teman Miho yang mencurigakan ini.

Miho juga ikut bangkit untuk menghormatiku yang akan segera pergi. Berbeda dengan teman Miho yang menganggap aku ini seperti antara ada dan tiada. Dia masih sibuk dengan alat riasnya.

Aku seperti orang yang tidak penting baginya. Bukannya aku harus selalu disapa, tapi status aku sebagai istri direktur dan etika terhadapku sama sekali tidak ditunjukan oleh perempuan itu.

Aku menunduk lalu mengamati lagi, sejenak teman Miho. Lalu giliran aku melirik ke Miho, dia menyadari aku tengah mengamati terus temannya. Tapi Miho diam saja karena aku segera pergi.

Tapi sebenarnya aku tidak benar-benar langsung pergi.

Aku berdiam sejenak dibalik sebuah pot daun yang tinggi didalam cafe ini. Aku ingin mendengar percakapan Miho dan temannya dari sini, biar aku ga ketahuan aku lagi menguping obrolan mereka.

Aku bisa mendengarkan percakapan mereka dengan cukup jelas. Mereka membahasku.

"Desi, kenapa kamu barusan ga menyapa istri bos? Dia lihatin kamu loh barusan. Pasti dia heran sama kamu." aku mendengar Miho menegur temannya, namanya Desi ternyata.

"Duh, emang harus ya aku begitu? Bagi aku, yang penting itu cuma bosnya. Istrinya mah sama aja kali kaya kita-kita! Kalau dia diceraikan sama bos, dia juga bakal jadi gembel kaya kita-kita, Miho! Dia hidup pakai harta suaminya, dia bergantung sama pak Damar." sahut Desi, membuatku langsung menghela nafas.

Teman Miho itu benar-benar keterlaluan! Beraninya dia bilang soal perceraianku dengan mas Damar. Seolah-olah, perceraian itu akan terjadi di dalam rumah tangga kami?

Hatiku sakit rasanya. Aku sedikit menangis. Mendengar perceraian adalah hal yang sensitif untukku dan juga istri-istri sah diluaran sana. Aku ingin sekali menampar si Desi, menjambak rambut pirangnya, tapi aku berusaha untuk tidak melakukan itu dulu sebelum ada bukti yang nyata.

Tapi karena itu, dugaanku semakin kuat! Aku akan menyelidiki si Desi ini, tentu saja dengan bantuan Miho nanti. Semoga saja dia mau membantuku.

***

Saat malam sudah tiba, aku sedang berdiri diatas balkon rumah. Berdiam diri dan merenung. Angin malam menerpaku, rambutku berkibar dibuatnya. Dingin kurasakan, aku sedang menunggu mas Damar pulang satu jam lagi. Dia selalu sampai rumah tepat jam delapan malam. Kalau kena macet, dia bakal sampai lebih malam lagi.

Sembari menunggu mas Damar sampai, aku mau menghubungi Miho saja. Aku ingin meminta bantuan Miho sekarang. Untung saja dia langsung mengangkat telpon dariku.

"Halo, selamat malam Miho?"

"Malam. Ini dengan siapa?"

"Kamu simpan nomorku ya? Aku Yaya, apa aku mengganggu waktu kamu?"

"Eh bu Yaya? Ga kok bu, kebetulan saya lagi istirahat makan malam, masih di kantor,"

"Emm, mas Damar lagi apa sekarang?"

"Emm, dia lagi meeting bu sama klien dari perusahaan lain,"

"Oh. Jadwal kerja suamiku selalu padat setiap hari. Oh iya, Miho, besok siang kita ketemuan kamu bisa ga? Tapi bukan di kantor ataupun tempat-tempat yang berdekatan dari kantor tempat kamu kerja?"

"Bisa bu, dimana? Ada hal apa yang mau dibicarakan?"

"Di restoran Citra Rasya aja kamu tahu kan tempat makan itu? Ga jauh dari kantor kok,"

"Tahu bu. Yaudah, besok saya akan usahkan datang kesitu,"

"Ok Miho, terimakasih banyak udah mau meluangkan waktunya? Aku tutup dulu ya telponnya, happy dinner!"

"Iya bu, happy dinner too,"

"Aku dinner nunggu suami aku,"

"Oh ok bu, see you,"

"Panggil aku Yaya aja deh?"

"Oh ok bu, eh maaf maksudnya Yaya,"

"Oke, good night."

Miho meletakkan ponsel di meja sembari tersenyum licik. Ternyata Miho sedang apa? Sedang duduk manja diatas pangkuan Damar. Miho sedang berada di dalam ruangan kerja Damar. Mereka berdua sedang bermesraan. Damar terkekeh, tapi juga khawatir karena istrinya mulai curiga.

Beda dengan Miho yang tampak senang karena sepertinya, Yaya curiga bukan kepadanya, melainkan Desi. Dengan itu, Miho bisa menjadikan si manager pemasaran centil Desi sebagai kambing hitam dibalik perselingkuhannya dengan direktur Damar.

"Hahahahaha, istri kamu tuh orangnya bego kah mas? Masa dia ngira si Desi pelakornya."

"Hah, masa? Tapi bukannya bagus kalau dia ga mengetahui perselingkuhan kita? Malah dia nanti malu karena udah nuduh orang yang salah."

"Biar aja nanti dia malu sendiri mas. Mas, kamu kapan resmiin aku sih? Kapan kamu menceraikan wanita dengan tampang biasa aja seperti Yaya itu?"

Damar mengecup rambut wangi Miho. Aroma wangi itu membuat dirinya dimabuk kepayang.

"Bukannya dijawab malah cium-cium rambutku? Maas?"

"Yaya sedang hamil anak keduaku. Mana mungkin aku menceraikan dia dalam waktu dekat. Kamu sabar ya sayang?"

"Apa, dia lagi hamil? Menunggu adalah hal yang sangat membosankan mas! Ga mau tahu, aku minta kamu ceraikan dia secepatnya!"

Miho bersedekap dada, mukanya jutek melirik ke arah lain. Miho tidak mau berlama-lama, statusnya digantung oleh Damar. Semuanya sudah ia serahkan kepada Damar, termasuk kehormatan. Miho tidak ingin semua itu berakhir dengan sia-sia saja. Miho takut Damar cuma PHP saja.

"Jangan cemberut gitu dong sayang, mas janji pasti mas akan menceraikan dia. Tapi nunggu anak mas lahir. Mas akan mengambil anak-anaknya kemudian membuang ibunya."

Miho kembali tersenyum licik. Miho suka melihat laki-laki selingkuhan yang sama jahat seperti dirinya.

"Aku suka gaya kamu mas. Kalau gitu, it's oke aku akan sabar. Tapi jatah bulanan aku jadi dua kali lipat ya?"

Jatah bulanan Damar untuk istrinya setiap bulan mencapai seratus juta, itu juga Yaya pandai mengatur dan sering Yaya sisihkan buat ditabung di bank. Seadangkan pembagian untuk selingkuhannya tujuh puluh lima juta. Itu artinya kalau Miho minta jatah bulanan dua kali lipat, maka pengeluaran Damar akan jauh lebih besar untuk si selingkuhan.

Damar berdiri mendorong Miho pelan. Damar tidak mau dan tidak akan memberi Miho uang sebanyak itu. Nanti istrinya bisa marah kalau uangnya raib entah kemana.

"Kamu gila Miho, apa belum cukup uang bulanan yang selama ini aku kasih? Itu juga sepuluh kali lipat dari gaji kerja kamu!"

Miho meradang, matanya mendelik ngeri. Aura kecantikan yang menawan berubah menjadi aura iblis wanita yang teramat seram.

"Kamu mulai hitung-hitungan sama aku mas! Terus itu apa, yang udah kamu dapatin dari aku!? Kehormatan aku itu mahal! Aku udah serahin kehormatan aku ke kamu!" pekik Miho seraya menghujam dada Damar menggunakan jari telunjuknya.

Damar kesal lalu menepis tangan Miho. Bahkan Damar hampir menampar Miho karena emosinya naik. Tapi Damar masih bisa untuk menahannya. Damar mencoba sabar didepan wanita cantik ini.

"Yaudah! Akan aku kasih apa yang kamu minta."

Damar sebenarnya sangat tidak rela memberi uang sebanyak itu setiap bulan kepada Miho. Tapi karena rasa cintanya yang begitu besar dan takut kehilangan wanita secantik Miho, Damar pun mau memberikannya. Damar tidak ingin ada laki-laki lain yang mendapatkan Miho. Walau gajinya sendiri akan habis sekalipun, demi memenuhi permintaan Miho.

***

Keesokan harinya, aku menunggu kedatangan Miho di restoran Citra Rasya. Segelas matcha menemaniku. Aku mengamati terus bagian pintu resto, tak sabar menunggunya. Aku lihat sekeliling, aktifitas seperti biasa di dalam restoran, pelayan dan pembeli yang berdatangan. Siang ini cukup ramai di restoran Citra Rasya.

Tak berselang lama, perempuan yang aku nanti akhirnya datang juga. Aku bangkit buat menyambutnya dan kita saling cipika-cipiki lalu duduk bersama.

"Hai, mau pesan apa?" tawarku.

"Orange juice aja ya." jawab Miho lembut.

Akupun pesan minuman yang diinginkan oleh Miho, lalu setelah minuman itu datang, aku akan mulai melakukan interogasi kepada Miho. Semoga dia ga merasa terganggu karena aku akan membawanya kedalam urusan rumah tanggaku.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!