"Lili, kemarilah! Coba kau lihat pemandangan dari atas sini. Ini sangat mengagumkan bukan." teriak Elsa sambil menarik tangan Lili dan membawanya menuju jendela kaca yang berukuran besar.
Diluar jendela terlihat pemandangan alam sangat indah. Ada banyak pepohonan hijau disekitar. Suara-suara burung bernyanyi riuh, angin sepoi-sepoi ditambah sinar kemerahan yang terpancar dari sang fajar menambah suasana ini menjadi semakin tak terlukiskan. Sang fajar telah mempersembahkan lukisan cintanya kepada sang rembulan. Berharap ini menjadi kenangan yang tak terlupakan meski tidak bisa bersama. Tiba-tiba pandangan Elsa jatuh pada sebuah hutan yang terletak cukup jauh dari vila tempatnya berada.
"Lili, coba kau lihat hutan yang ada disebelah disana!" (sambil menunjuk dengan jari telunjuk kanannya kearah hutan)
"Oh. Memangnya kenapa?" tanya Lili sambil melihat hutan yang ditunjuk Elsa.
"Hmm...seingatku saat aku masih kecil, tidak ada hutan disekitar sini." sambil memegang dagu dengan tangan kanannya.
"Mungkin kau lupa. Lagipula saat itu kau masih kecil kan?"
"Ah kau benar juga Lili. Ayo kita turun untuk sarapan. Aku sangat lapar. Lili, kau yang masak ya. Nanti malam giliran aku yang masak."
"Terserah kau saja."
"Yuhuuuuuuu!" teriak Elsa sambil berlari menuju pintu kamar.
Melihat tingkah laku Elsa yang kekanak-kanakan, Lili hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Baru hendak melangkah, Lili mendengar suara-suara aneh yang berteriak memanggilnya. Suara itu tidak terdengar jelas, namun ada irama kesedihan didalamnya. Lili berpura-pura tidak mendengarkan suara aneh itu. Baru beberapa langkah, langkah kakinya mulai terhenti. Ia mendengar suara-suara aneh itu pagi. Kali ini suara itu terdengar sangat jelas. Ribuan suara binatang buas yang sangat mengerikan dan diantaranya ada suara seorang pria yang memanggil namanya. Dalam sekejap, bulu kuduknya berdiri. Ia merasa seluruh tubuhnya gemetar ketakutan. Suara itu semakin jelas dan terdengar nyaring ditelinganya. Ia pun menoleh ke arah jendela. Pandangan matanya tertuju pada hutan yang ditunjuk oleh Elsa.
"Suara itu berasal dari hutan disebelah sana? Apa ada sesuatu didalamnya?" batin Lili.
Suara itu semakin nyaring ditelinganya. Seolah dihantui rasa penasaran, ia membalikkan badannya dan berjalan menuju ke arah jendela kembali. Baru satu langkah, ia dikagetkan oleh suara Elsa yang memanggilnya dari bawah.
"Lili, kamu masih di dalam kamar? Ayo cepat turun, semua sudah lapar dan ingin makan masakanmu!" teriak Elsa dari bawah tangga.
"Iya...iya sabar! Aku akan segera kesana!" sahut Lili.
Tiba-tiba suara aneh itu berhenti. Lili sangat bingung, kenapa suara itu berhenti. Seolah suara itu menghilang seperti angin. Sejenak ia berpikir, mungkin itu hanya halusinasinya saja. Sebelum ia datang kemari untuk berlibur, Elsa terlebih dulu mengajaknya pergi untuk menonton film horor di bioskop bersamanya. Lagipula ini bukan saatnya untuk berpikir hal-hal semacam itu. Sudah waktunya dia untuk memasak hari ini, semua orang pasti menunggunya. Ia pun bergegas berjalan menuju pintu dan menutupnya. Ia turun menyusuri anak tangga dan segera menuju dapur. Dilihatnya Elsa dan Kakak Rey duduk di meja makan menunggu sarapan yang akan dibuat oleh Lili.
"Lili, buruan! Aku dan kakakku sudah lapar!" teriak Elsa
"Iya...iya tunggu sebentar." sambil tersenyum ke arah keduanya, ia berjalan menuju dapur dan mulai bersiap memasak.
DI KAMAR ELSA
"Ahh...capeknya seharian muter-muter disekitar sini." keluh Elsa sambil merebahkan tubuhnya di atas kasur.
"Dasar kamu ini! Padahal naik sepeda saja sudah capek." ejek Lili yang sedang duduk di depan meja belajarnya.
"Huh!" sambil melirik ke arah Lili yang sedang sibuk menggambar di atas meja belajarnya.
"Lili, kamu suka menggambar ya? Apa masih belum selesai?" tanya Elsa
"Sudah. Kamu mau lihat?" sahut Lili sambil membereskan peralatan menggambar di atas mejanya.
Mendengar bahwa Lili sudah selesai menggambar, Elsa langsung beranjak dari tempat tidurnya. Perlahan ia berjalan menghampiri Lili. Pandangan matanya jatuh pada kertas gambar yang sudah digambar oleh Lili. Betapa terkejutnya dia melihat gambar yang telah selesai dibuat oleh Lili. Ia mengambil kertas gambar itu dan mengamatinya. Gambar seorang pria tampan dengan jubah berwarna hitam, memakai mahkota emas dan membawa busur dan anak panah yang terbuat dari es di belakang punggungnya. Tangan kanannya membawa tongkat berwarna hitam setinggi dirinya, dengan ornamen ukiran abstrak di sisi sekitarnya. Dipinggangnya terselip sarung pedang berwarna silver dengan simbol api dan tulisan di atasnya, Demon Fire".
"Demon Fire? Apa ini kau yang menamai pedangnya?" tanya Elsa sambil mengelus gambar pedang.
"Tidak." sambil mengambil kertas gambar yang masih berada ditangan Elsa.
"Lalu kenapa kau menulisnya disitu?"
Sambil mengamati gambarnya, Lili memuji dirinya sendiri. "Tidak tau. Aku hanya asal menulis saja. Kurasa nama ini tidak buruk."
" Tapi Lili, maafkan atas kejujuranku ya. Aku merasa pria yang kau gambar ini mirip seperti seorang ksatria atau raja yang sangat kejam. Coba lihat, kau menggambar wajahnya seperti ini. Bukankah terlihat kejam tapi tampan? Apa kau mencoba untuk membuat komik pria tampan yang kejam?" sambil menunjuk gambar pria yang ada di kertas gambar yang saat ini dipegang oleh Lili.
"Kau terlalu banyak nonton anime dan baca komik. Khayalanmu sudah mencapai batas level atas. Sudah malam waktunya untuk tidur. Tidak bagi anak gadis seperti kita tidur terlalu larut malam." kata Lili sambil meletakkan kertas gambarnya dan menindihkan kotak pensil diatasnya agar tidak terbang tertiup angin.
Lili beranjak dari kursinya dan diikuti Elsa dibelakangnya. Keduanya tidur bersama diatas satu kasur. Tak lupa Elsa mematikan lampu tidur yang tepat berada disampingnya. Dan mereka berdua mulai memejamkan mata sambil meringkuk di bawah selimut tebal. Di luar angin bertiup sangat kencang, ranting-ranting pohon saling bertabrakan satu sama lain. Jendela kamar yang sudah tertutup, tiba-tiba terbuka dengan keras. Angin yang kencang masuk melewati jendela dan menghempas selimut yang dipakai Lili. Sontak Lili terbangun karena merasa selimut yang menyelimuti badannya mulai terbuka. Ia melihat jendela kamarnya terbuka karena tiupan angin yang kencang. Lili pun menyelimuti Elsa yang sudah tertidur pulas. Kemudia ia turun dan berjalan menuju jendela dan hendak menutupnya kembali. Tiba-tiba angin yang kencang memaksa masuk dan menerbangkan kertas gambarnya. Melihat kertas gambarnya terbawa angin keluar, Lili dengan cepat menutup jendela dan menguncinya. Ia mengambil sweeter birunya yang terlipat rapi diatas kursi belajarnya. Dengan cepat ia memakainya dan bergegas keluar dari kamarnya. Ia turun menyusuri anak tangga menuju ke pintu utama. Betapa kagetnya ia, pintu yang telah dikunci, terbuka dengan sendirinya.
"Bukannya sudah dikunci? Kenapa bisa terbuka sendiri? Ini aneh?" lirih Lili
Angin yang sangat kencang masuk melalui pintu yang terbuka. Barang-barang yang ada di sekitar ruangan bergoyang karena tiupan angin.
"Sial...angin ini semakin kencang. Aku harus segera pergi dari sini sebelum semuanya terbangun."
Dengan tangan kirinya untuk menutupi pandangan matanya, ia berjalan maju menerobos angin yang sedang mengamuk itu. Setelah berhasil keluar dari rumah, Lili memdengar suara pintu yang ditutup dengan keras. Ia menoleh ke belakang. Dan benar saja, pintu rumah itu menutup sendiri. Mungkin karena tiupan angin yang kencang itu menyebabkan pintu itu tertutup sendiri, itu yang ada dalam benak Lili. Ia pun mulai berjalan menyusuri jalanan yang sepi. Angin semakin bertiup kencang, udara dingin mulai merambat masuk ke tubuhnya. Ia mendekap kedua tangannya dengan erat sambil terus berjalan maju. Rambut hitam panjangnya yang tergerai ikut menari-nari diudara oleh tiupan angin.
"Sial kemana terbangnya kertas itu?" maki Lili sambil menoleh ke kanan dan kiri berharap segera menemukannya dan bergegas pulang ke vila milik keluarga Elsa.
Baru saja ia memaki kertas gambarnya yang tak kunjung ia temukan, tiba-tiba ia melihat kertas gambarnya terbang melayang di depannya. Tanpa basa-basi, ia langsung meraihnya. Alhasil bukan malah mendapatkannya, kertas gambar itu malah semakin terbang menjauh darinya. Seolah ada sesuatu yang menariknya. Lili terus berlari mengikuti arah kemana kertas gambarnya pergi. Tanpa dia sadari, dia sudah berlari pergi menjauh dari vilanya dan masuk di sebuah hutan. Dari luar hutan itu nampak seperti hutan biasa. Tapi, saat Lili masuk kedalamnya, hutan itu mengeluarkan cahaya keunguan dan menghilang. Dengan nafas terengah-engah, Lili berhenti berlari dan bersandar di bawah pohon yang cukup besar. Ia duduk sambil membujurkan kedua kakinya.
"Hah...hah...kemana aku harus mencarinya lagi. Ini sudah terlalu larut malam. Sebaiknya aku pulang dulu, besok akan kucari lagi. Lagipula aku berlari sampai kemari memakai baju yang tipis ini, sangat memalukan bila bertemu dengan seseorang nanti. Sebaiknya aku harus pergi."
Ia bangkit dari tempat duduknya sambil memukul pantatnya dan mengibas-ibaskan debu yang masih menempel di bajunya dengan kedua tangannya. Ia melihat disekelilingnya. Ada banyak sekali pepohonan besar, semak belukar dan ribuan kunang-kunang mulai berterbangan disekitarnya. Dalam hatinya ia berkata " Tunggu, Jangan bilang aku sekarang berada dihutan dan tersesat?" . Ditengah kekacuan pikirannya, ia pun memutuskan untuk terus berjalan menyusuri hutan ini sampai menemukan jalan keluar.
Dalam perjalanannya, ia melihat ada banyak ribuan kunang-kunang berterbangan disekitar pepohonan dan semak belukar. Sesekali ia bisa mendengar suara burung hantu dan binatang-binatang kecil malam lainnya. Seolah mereka saling bernyanyi atau menyapa satu sama lain. Sudah satu jam lamanya ia berjalan menyusuri hutan ini, tapi belum juga menemukan jalan keluarnya. Ia berdiri ditempatnya dan mulai berteriak dengan sekeras-kerasnya.
"Hoiii...siapa saja disini, tolong bantu akuuuu!!! Tolong bantu keluarkan aku dari hutan ini!!! Siapa saja tolong aku!!! " teriak Lili.
Ia terus berteriak meminta tolong sampai suaranya terdengar parau. Merasa dirinya mulai kelelahan karena berjalan selama satu jam dan berteriak, tapi tak ada seorang pun yang menjawab. Ia berjalan menuju pohon yang berada di sebelahnya dan duduk bersandar dibawahnya. Ia menarik nafas dalam-dalam. Perlahan-lahan ia mulai memejamkan matanya. Tiba-tiba terdengar suara eraman yang sangat mengerikan disertai dengan suara ribuan langkah kaki yang berjalan cepat, mendekat kearahnya. Suara eraman yang mengerikan dan ribuan langkah kaki yang sebelumnya, mulai berhenti. Lili pun membuka matanya pelan-pelan. Betapa terkejutnya dia melihat apa yang ada di depannya sekarang ini. Ribuan monster raksasa yang berbadan setengah manusia dan setengah binatang. Ada yang berkepala seperti b*bi, banteng dan hewan buas semacamnya. Tidak hanya itu, ada monster yang seluruh tubuhnya bukan setengah manusia dan setengah binatang, melainkan tubuh monster yang mengerikan dengan mata merah menyala, taring dan cakar yang tajam. Air liur menetes dari segala sisi disekitar taringnya. Satu persatu dari mereka mengeluarkan suara eraman dan lolongan yang sangat mengerikan. Membuat siapa saja yang mendengarnya, mati ketakutan. Lili pun berdiri dan berjalan mundur secara perlahan. Seumur hidupnya, ia hanya percaya bahwa monster itu hanya ada difilm, dan hantu memang ada didunia tapi beruntungnya ia tidak pernah bertemu dengan hantu selama hidupnya. Tapi setelah melihat kejadian malam ini, ia baru percaya bahwa ia benar-benar melihat monster yang jauh lebih mengerikan dari yang ada difilm. Semakin ia berjalan mundur, ribuan monster itu terus berjalan mendekatinya. Hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk mengambil langkah seribu. Sialnya, ribuan monster itu mengetahuinya dan berlari mengejarnya. Seperti seekor kelinci yang diburu para kawanan serigala. Mangsa kecil yang diperebutkan oleh pemburu. Ia terus berlari sambil berteriak meminta tolong. Suaranya seperti tenggelam ditengah eraman ganas dan langkah kaki besar ribuan monster yang mengejarnya. Salah satu monster berbadan manusia, berkepala banteng menembakkan bola api dari dalam mulutnya ke arah Lili. Merasa ada sesuatu yang panas mendekat kearahnya, ia langsung menoleh ke belakang. Dilihatnya sebuah bola api besar melayang mendekatinya, ia pun menundukkan sedikit kepalanya dan berusaha menghindari serangan itu. Ia terus berlari menghindari kejaran ribuan monster itu. Semakin ia berlari, semakin ia membuat marah ribuan monster itu. Satu persatu dari mereka mulai menembakkan serangan kepadanya. Mulai dari bola api, semburan api, sengatan listrik, petir bahkan ada yang mengeluarkan serangga-serangga kecil penghisap darah untuk mengejar gadis manusia itu. Saat berlari, Lili tidak melihat langkah kakinya. Sehingga ia tersandung oleh akar pohon yang menjalar ditanah dan membuatnya jatuh tersungkur diatas tanah. Ia membalikkan badannya, berusaha untuk bangkit dari tanah. Sayang, ia tidak memiliki tenaga lagi untuk bangkit berdiri. Dalam posisi masih tersungkur diatas tanah, ia menoleh kebelakang. Dilihatnya salah satu monster berkepala serigala datang mendekat kepadanya. Tangan manusianya mulai mengangkat sebilah pedang dan mengayunkannya tepat kearahnya. Lili yang sempat kaget, tidak bisa berteriak karena ketakutan. Ia hanya bisa menutup kedua matanya. Dalam hati ia berkata "Apa aku akan mati sia-sia disini?"
Tiba-tiba sebuah pedang silver terbang dan menangkis serangan monster berkepala serigala. Pedang milik monster itu tiba-tiba berbalik menyerang pemiliknya sendiri hingga mati. Ribuan monster yang melihat kejadian ini, langsung mundur dan berlutut. Merasa dirinya tidak terluka, Lili perlahan membuka matanya. Dilihatnya ribuan monster yang menakutkan itu mundur dan berlutut pada seorang pria.
Betapa terkejutnya Lili melihat pemandangan berdarah didepannya. Seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, ia menggosok matanya dengan kedua tangannya. Lalu menepuk kedua pipinya, ia berharap untuk segera bangun dari mimpi buruknya. Tapi, ia baru menyadari kalau yang dilihatnya sekarang bukanlah mimpi. Ribuan monster dari segala macam bentuk dan rupanya yang sangat buruk, bahkan jauh lebih buruk dari yang pernah dia lihat difilm, semuanya bertekuk lutut dihadapan pria berjubah hitam yang berdiri memunggungnginya. Ia melihat monster berkepala serigala dengan setengah tubuh manusianya, mati berlumuran darah dengan pedang yang tertancap didadanya, tergeletak disampingnya. Pedang yang tertancap didada monster berkepala serigala itu adalah pedang yang sebelumnya digunakan monster itu untuk membunuhnya. "Tapi bagaimana bisa pedang itu malah membunuh pemiliknya sendiri? Tidak. Ini bukan mimpi. Ini sungguhan." batin Lili sambil melirik mayat monster serigala yang tergeletak disampingnya.
Pandangan matanya segera beralih kearah pria berjubah hitam yang sedang berdiri dihadapannya. Dia tidak bisa melihat wajah orang yang telah menyelamatkannya. Hanya terlihat jubah berwarna hitam yang menutupi seluruh tubuhnya, kecuali kepalanya yang memperlihatkan rambutnya yang pendek berwarna hitam . Hanya dengan membawa sebilah pedang berwarna perak, pria berjubah hitam itu berjalan sendiri menuju sekumpulan ribuan monster yang masih berlutut dihadapannya. Dia menyarungkan kembali pedang itu dipinggangnya. Ia mengangkat tangan kanannya seolah memberi perintah kepada sekumpulan ribuan monster itu untuk memberi jalan kepada seseorang yang akan lewat. Hanya dalam hitungan detik saja, sekumpulan monster mengerikan itu langsung menepi secara rapi, membentuk dua barisan, sehingga menyisakan satu tempat yang kosong ditengah.
Dari kejauhan terlihat tiga orang berjubah hitam yang menutupi seluruh tubuhnya berjalan di jalan yang sengaja dikosongkan oleh ribuan monster itu. Melihat tiga orang misterius berjubah hitam itu berjalan, sekumpulan ribuan monster mengerikan dan pria berbaju hitam yang telah menolongnya, semuanya berlutut memberi hormat. Lili merasa heran dengan sikap mereka semua. Dibenaknya, orang seperti apa mereka sampai-sampai semuanya berlutut kepadanya. Ketiga orang misterius itu berhenti didepan pria berjubah hitam yang sedang berlutut kepadanya. Tak lama kemudian, pria hitam itu berdiri. Salah satu dari tiga pria berjubah hitam itu berjalan menghampiri Lili. Melihat orang berjubah hitam berjalan mendekatinya, ia mundur perlahan dengan posisi masih duduk diatas tanah. Karena tidak mempunyai tenaga, ia menggunakan kedua tangan dan kakinya untuk menyeret tubuhnya mundur kebelakang.
"Jangan...jangan mendekat!" teriak Lili sambil menyeret kedua kaki dan tangannya untuk mundur kebelakang. Tiba-tiba ia merasa tubuhnya tidak bisa bergerak. "Ada apa ini?! Kenapa tubuhku tidak bisa digerakkan?!" batin Lili.
Orang berjubah misterius itu menuduk kebawah, tangan kanannya memegang dagu Lili dan mengangkatnya ke atas. Betapa kagetnya Lili, saat melihat wajah dibalik pemilik jubah hitam. Samar-samar ia melihat pria muda berparas rupawan sedang menatapnya dengan penuh tanya. Sorot matanya yang tajam, menatapnya tanpa berkedip seolah sedang melucutti dirinya. Ia melihat seutas senyum dingin terlintas diwajahnya.
"Sudah dua ratus tahun lamanya, aku mencari dan menunggumu. Tidak disangka akan bertemu denganmu disini, Permaisuriku?" kata pria itu sambil mengelus bibir Lili dengan ibu jari kanannya.
Jubah hitam yang dikenakan pria itu untuk menutupi seluruh tubuhnya, kini terbuka dibagian atas karena tiupan angin yang sangat kencang. Di bawah sinar bulan purnama, Lili bisa melihat dengan jelas wajah dari pemilik jubah hitam tersebut. Wajahnya sangat tampan dengan hidung mancung, bibir mungil berwarna peach, rambut hitam pendek dengan pandangan mata yang tajam, benar-benar sosok pria sempurna dimata Lili.
"Dia tampan sekali." kata Lili
"Apa katamu?!" tanya pria berjubah hitam itu dengan nada sedikit marah.
Kedua bola matanya yang sebelumnya berwarna hitam, tiba-tiba berubah menjadi merah menyala. Melihat warna mata pria itu berubah menjadi merah, Lili menghempaskan tangan kanan pria itu yang masih memegang dagunya. Merasa bibirnya disentuh oleh ibu jari pria itu, Lili pun marah kepadanya. Meski ia merasa bahwa dirinya sekarang sangat ketakutan, tapi ia tidak ingin menunjukkan kelemahannya didepan orang lain. Ia berusaha menutupi rasa takut itu dengan sedikit amarah.
"Tuan, tidakkah kau tau bahwa menyentuh seorang gadis itu adalah tindakan yang tidak sopan!" kata Lili dengan wajah sedikit cemberut.
"Seperti inikah sikap permaisuri terhadap rajanya?!" cibir pria berjubah hitam itu sambil menyeringai.
"Permaisuri? Siapa yang kau maksud itu?! Aku sama sekali tidak mengenalmu!"
"Hahaha...tidak aku sangka, sudah bertahun-tahun lamanya...kau masih membenciku. Bahkan kau mengatakan tidak mengenalku. Permaisuriku tersayang, tidakkah kau tau betapa sulitnya hari-hari yang aku lewati tanpa dirimu?!" tanya pria itu sambil mencondongkan tubuhnya ke depan.
Lili yang merasakan tubuh pria itu semakin dekat dengannya, ia mendorong tubuh pria itu kebelakang dengan kedua tangannya. Melihat pria itu terjatuh karena dorongannya, kedua pria berjubah hitam dibelakangnya langsung membantu memapahnya berdiri.
"Yang mulia, apa anda baik-baik saja?" tanya kedua pria berjubah hitam itu secara bersamaan sambil membantu menegakkan tubuhnya untuk berdiri. Lili yang masih duduk diatas tanah, melihat pria itu dibantu oleh dua orang pria berjubah hitam yang sama dengannya. Hanya yang membedakan, jubah yang dikenakan ketiga pria itu tidak mempunyai motif. Sementara yang dipakai pria itu mempunyai motif abstrak dengan jahitan benang emas.
"Aku baik-baik saja." jawabnya sambil memberi isyarat tangan agar mereka berdua mundur ke belakang.
"Apa?! Yang Mulia? Apa aku tidak salah dengar?! Pria ini...mungkinkah..." batin Lili
Kedua mata itu menatap tajam kepadanya. Lili bisa melihat kilatan api di kedua bola mata pria itu. Warna bolanya yang sebelumnya berwarna hitam, berubah menjadi semerah darah. Dan didalamnya terpancar amarah yang sangat besar. Yang siap meledak kapan saja. Senyumnya yang dingin,membuat bulu kuduk Lili berdiri. Bila dibandingkan dengan sekumpulan ribuan monster menyeramkan itu, pria berjubah hitam yang berdiri dihadapannya sekarang ini, jauh lebih mengerikan dari sekumpulan ribuan monster itu. Hanya dengan ditatapnya saja, sudah membuat orang mati dalam sekejap.
"Darkie...Blackie, siapkan kereta untukku. Dan kau, Rean...perintahkan ribuan monster ini untuk menjaga tempat ini. Aku tidak ingin ada seekor nyamuk yang masuk dan menggangguku malam ini!" perintah Pria berjubah hitam itu kepada ketiga pria berjubah hitam yang berada di belakangnya.
"Baik Yang Mulia!" jawab mereka bertiga secara bersamaan. Setelah mendapat perintah ketiganya langsung menghilang tanpa jejak. Pria berjubah hitam itu berjalan mendekati Lili. Ia menggendong Lili dengan kedua tangannya. Ia ingin memberontak, tapi tubuhnya tidak bisa bergerak.
"Kau!"
"Permaisuriku, kau harus melayaniku malam ini!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!