Suatu pagi, seorang gadis duduk termenung menatap ke arah luar jendela. Ia terlihat gelisah menunggu sesuatu. Tak lama kemudian, ponselnya berdering. Membuat gadis itu terlonjak senang, gadis tersebut segera berlari lalu meraih benda berbentuk persegi yang berada di atas nakas.
"Halo, Assalamualaikum Bunga, di tempat kerjaku ada lowongan kerja. Bukankah kamu sedang menganggur?" Rifki mengawali pembicaraan di seberang telepon.
"Waalaikumsalam, maaf ini siapa ya ... nomornya tidak tertera nama di layar," sahut Bunga dengan ramah.
"Ini aku, Rifki. Lupa ya gak simpan nomorku," ucap Rifki berbasa-basi.
Bisa diterka, jika ia sedang cengengesan di kejauhan. Ya. seperti kebiasaan yang selama ini ia lakukan.
"Oh, maaf ponselku habis rusak, memangnya ada lowongan kerja di perusahaan tempat kamu bekerja?" tanya Bunga.
Setelah ingat pemilik suara itu adalah teman lamanya.
"Ya, kebetulan ada posisi yang kosong," sahut Rifki.
"Tentu aku mau, apakah pasti diterima kerja ya?" tanya Bunga, yang merasa risau memastikan.
Namun, Bunga adalah gadis lugu yang bahkan tidak menyadari kelicikan sahabatnya.
"Tentu, aku usahain deh buat kamu," jawab Rifki merayu.
"Karena rumahku jauh dari kota, jika aku ingin melamar kerja aku juga harus mencari tempat kost untuk tinggal. Sehingga untuk kost dan hidup aku harus meminta bantuan uang saku dari ayah, jika belum pasti ada pekerjaan, aku tidak berani berangkat. Karena aku tidak mau mengecewakan keluarga, terlebih ayah," jelas Bunga. Berharap Rifki mengerti tentang kondisi keluarganya.
"Aku janji bisa menjamin kamu pasti bisa diterima, karena aku HRD disana," ujar Rifki dengan bangga.
"Jika kamu bersedia, besok aku tunggu di kota Surabaya, serta bawa juga surat lamaran kerjamu. Jangan terlambat ya! Persiapkan juga segala sesuatunya," ucap Rifki menekankan.
"Tapi pastikan dulu di terima ya, Rifki. Aku tidak mau mengecewakan keluarga, karena aku berkorban materi dan waktu. Kota itu jauh dari tempat tinggalku. Jika ternyata pekerjaannya batal, untuk apa aku berada di kota sambil kost," ucap Bunga penuh keraguan karena mengingat watak ayahnya yang keras, dia takut membuat kecewa hingga ayahnya marah besar petaka baginya.
"Bukankah aku sudah berjanji Bunga. Kamu tidak usah khawatir. Lagi pula aku suka jika kita bekerja di tempat yang sama," ucap Rifki kembali meyakinkan.
Rifki memang menyukai Bunga, dia bahkan ingin Bunga bekerja dengannya semata-mata hanya karena agar selalu berdekatan dengannya. Dia merencanakan banyak hal agar bisa berdekatan dengan Bunga, dia tidak tahu kalau Bunga sudah memiliki seorang kekasih yang nantinya justru membuatnya kecewa.
"Kita akan memiliki banyak waktu untuk ngobrol, jika nanti kita bisa bekerja bersama-sama," rayu Rifki memberikan penjelasan kepada Bunga.
"Iya, terimakasih sudah memberikan info pekerjaan untukku, dan meluangkan waktu untukku," balas Bunga. Bunga segera berkemas dan mengakhiri telponnya.
Setelah berkemas, dia menghampiri keluarga nya yang ketika itu sedang berkumpul di meja makan.
"Ayah, Ibu. Aku ingin bekerja ke kota, temanku memberikan sebuah tawaran pekerjaan. Katanya ada lowongan pekerjaan di sana ayah," terang Bunga terlihat menggebu-gebu.
"Kamu itu kan tidak pernah tinggal di kota, bagaimana jika terjadi hal yang tidak diinginkan, ayahpun tidak bisa menolongmu nanti. Jika pekerjaannya belum pasti kamu mau makan apa disana, sedangkan nantinya kamu akan hidup jauh dari orang tua," jelas Pak Samsudin menasehati.
"Katanya sudah pasti ayah. Temanku itu bilangnya dia HRD," ucap Bunga mencoba meyakinkan sang Ayah agar setuju.
"Kalau begitu ayah hanya bisa memberikan dukungan terhadapmu, ayah hanya bisa memberikan uang saku untuk satu bulan Kamu hidup dan membayar kost saja. Karena ini keinginanmu, kau harus bertanggung jawab atas ucapan kamu. Jangan pulang jika kamu tidak jadi bekerja! Karena sebelumnya Ayah sudah memberikan peringatan agar Kamu tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan," omel Pak Samsudin pada anak gadisnya sebab rasa khawatirnya.
"I-iya Ayah," balas Bunga dengan suara serak serta gugup. Wajahnya memerah tertunduk, dia takut hal buruk terjadi pada hidupnya.
Perasaan seketika berubah berkecamuk.
Dengan penuh keraguan Bunga menyiapkan surat lamaran kerjanya. Dia memasukkan semua berkas yang di butuhkan untuk memenuhi persyaratan kerjanya pada sebuah amplop coklat.
Setelah semua siap, Bunga memasukkan kedalam tas yang berisi pakaian dan perlengkapan hidupnya selama di kota nanti.
Ibu Bunga mengetuk kamar, kemudian memeluk Bunga sambil menangis tersedu-sedu. Bukan tanpa alasan ibunya menangis. tapi memang Bunga belum pernah tinggal jauh dari kedua orang tuanya. Dia gadis yang sangat lugu, membuat ibunya takut terjadi hal buruk menimpa hidup putrinya.
"Jika nanti kau jauh dari ibu, jaga dirimu dan juga kehormatan mu nak. Meskipun ayahmu keras, tapi ketahuilah Kami sangat menyayangi kamu. Usahakan beri kabar secepatnya agar Kami tidak khawatir," ujar ibu Bunga memberikan wejangan terhadap anaknya.
Bunga menatap sendu kearah ibunya kemudian memeluk tubuh ibunya dengan mata berkaca-kaca.
"Aku berjanji akan menjaga diri dan akan mengingat pesan ayah ibu, jangan khawatir denganku. Aku sudah dewasa Bu," ujar Bunga menegaskan pada Ibunya.
"Jadi temanmu itu sudah berjanji padamu kan? Tagih janjinya agar dia tidak ingkar padamu, Nak. Ingatlah ayahmu itu keras kalau nanti kamu dipermainkan orang , Ayahmu pasti akan mencari orang yang menyakitimu. Kami sayang padamu Nak. Kamu adalah permata kami yang sangat berharga, kamu gadis desa, adat di desa harus Kamu jaga. Jauhi pergaulan bebas dan jagalah nama baik keluargamu," ujar Ibu Bunga memberikan wejangan dan arahan terhadap anaknya.
"Aku melanjutkan berkemas dulu, Bu. Takut ada barang yang tertinggal, di sana sangat jauh bukan? Dari pada beli, lebih baik bawa barang-barang dari rumah saja," kilah Bunga berharap segera berlalu.
"Iya Nak, luangkan waktu dulu untuk ngobrol sebentar dengan keluarga sebelum pergi ya," pinta ibu Bunga.
"Iya Bu," balas Bunga kemudian melenggang pergi menuju kamarnya.
Bunga bergegas menelpon kekasihnya yang sedang mengurus bisnis keluarganya di kota Surabaya, tempat Bunga melamar pekerjaan.
"Halo Assalamualaikum Dirga, aku besok memulai pekerjaan baruku, temanku menawarkan pekerjaan padaku. Kamu bisa jemput aku di terminal?" tanya Bunga terjeda, "antar ke tempat tujuan kemudian pulangnya bantu aku mencari tempat kost bisa?" tanyanya lagi kemudian. Bunga merasa ragu-ragu.
"Waalaikumsalam, tentu apapun akan ku lakukan untukmu," sahut seorang pria diujung telp yang bernama Dirga.
Setelah itu mereka berdua mengakhiri panggilan telepon tersebut. Kemudian kedua orang tua Bunga menghampiri lagi ke kamar Bunga sebab merasa khawatir.
"Bunga, ini ayah dan ibu ada sedikit uang untuk keperluanmu nanti, yang hemat ya, kamu jauh dari keluarga yang hati-hati jaga diri. Tidurnya lebih cepat ya. Jangan malam-malam, besok bangun yang subuh langsung berangkat biar tidak terlambat," ucap ayah Bunga.
"Iya Ayah Bunga akan segera tidur, besok Dirga yang akan jemput dan temani Bunga mencarikan tempat kost," ucap Bunga sambil tersenyum.
"Ayah tenang jika begitu," lirih Pak Samsu kemudian.
Keesokan paginya Bunga menaiki Bus. Ayah Bunga hanya mengantar sampai di haltenya saja. Bunga sudah berada di dalam Bus yang dia naiki, lalu dia menoleh kearah samping jendela kaca Bus.
Bunga melihat ayahnya sedang melambaikan tangannya kearahnya. Air matanya luruh seketika. Hatinya teriris takut mengecewakan sosok laki-laki paruh baya yang menyayanginya. Laki-laki yang bekerja tanpa mengenal lelah dan waktu, laki-laki yang menurutnya sangat keras namun penyayang.
"Aku akan merindukanmu Ayah...hiks...hiks...hiks... Ayah, ibu, apakah aku bisa hidup tanpa kalian," lirihnya dalam hati sembari terisak menangis.
Bunga memang selama ini belum pernah berpisah dari keluarganya. Ini adalah pertama kalinya dia jauh dari keluarganya.
Bunga mengedarkan pandangannya di sekeliling penumpang bus, ada pengamen yang bertato, ada juga yang merayunya karena menangis. Sontak semua itu membuat dirinya risih dan juga takut.
"Apakah di kota nanti aku akan hidup dikelilingi dengan orang seperti ini? Bagaimana aku menjalani hari-hari ku ya Allah. Semoga Allah selalu melindungi diriku, Amien," gumamnya dalam hati. Lagi. Bunga cemas.
"Karcisnya Mbak! Mau ke mana?" tanya seorang kondektur bus membuyarkan lamunan Bunga.
"Ke Surabaya Pak," jawab Bunga dengan suara bergetar. Merasa gugup. Maklum, dia gak pernah naik bus.
Setelahnya Bunga kembali duduk sambil memegangi tas besar yang dia bawa. Dia takut jika preman yang duduk di dekatnya akan mengganggunya. Ini adalah awal mula Bunga pertama kali menginjakkan kaki di kota, dia memang gadis lugu. Membuat penumpang lain menatapnya geli karena memeluk tas besar, tetapi Bunga tidak menghiraukannya.
Jangan lupa LIKE DAN VOTE YA...
Bus mulai berhenti, terlihat sosok Dirga yang sudah menunggu Bunga dan mencari-cari keberadaannya. Melempar pandangan kesana dan kemari.
Sementara itu Bunga menuruni bus yang dia tumpangi sambil menenteng tas besar berisi pakaian. Bunga juga mengedarkan pandangannya di sekitar terminal hingga melihat sosok Dirga dan melambaikan tangan kearahnya.
"Dirga. Aku disini!" teriak Bunga sembari melempar senyuman.
Dirga seketika datang menghampiri Bunga, segera meraih tas yang di pegangnya dan memakaikan helm ke kepala Bunga. Terlihat begitu perhatian saat itu.
"Kamu gak keberatan kan kalau naik motor?" tanya Dirga pada Bunga.
"Ya nggak apa-apa Dir, makasih ya udah jemput aku," jawab Bunga riang dengan polosnya.
Dirga masih menatap lekat raut cantik di hadapannya, sedangkan yang ditatap mengedarkan pandangan entah ke mana. Takjub dengan kota itu barangkali.
"Jadi rencananya gimana ini?" tanya Dirga, sembari melirik sinis ke tangan yang sedang memeluknya.
"Antar aku ketempat aku melamar pekerjaan ya. Ini alamatnya. Setelah itu pulang kerja antar aku mencari tempat kost. Oke," pinta Bunga setengah memelas.
Dirga menganggukkan kepalanya menyetujui keinginan Bunga. Meski sebenarnya ia sedikit ragu.
"Kamu yakin Bunga, langsung diterima kerja! Biasanya ada test terus interview dulu," ujar Dirga.
"HRD-nya temenku Dirga. Katanya sih mau bantu gitu bilangnya, dia juga bilang langsung kerja mangkanya aku langsung bawa baju banyak," jawab Bunga terdengar mantap.
"Oke deh kalau gitu," balas Dirga, kemudian menambah laju kecepatan motornya.
Mereka pun menuju tempat yang ditunjukkan oleh Bunga. Sesampainya disana, Dirga langsung berpamitan pergi dan akan menjemput Bunga sepulang Bunga bekerja.
Bunga menghubungi Rifki dan mengatakan bahwa dia sudah berada di depan kantor dimana tempat nya akan bekerja.
Derap langkah kaki Rifki sangat keras dan jelas menghentak ketika berjalan menghampiri Bunga.
"Bunga. Maaf ya. Kamu gak bisa kerja disini ... sudah terisi orang lain posisi yang aku janjikan sama kamu."
DUG!
Jantung Bunga berdebar hebat.
"Rifki ... yang bener aja kamu! Aku udah terlanjur bawa tas besar, pakaian banyak, aku udah ijin ayahku juga Rif, belum lagi disini aku tidak ada tempat tinggal. Mangkanya kemarin itu kan aku tanya berulang kali sama kamu, pasti keterima enggak? Kamu ngeyel bisa mangkanya aku bela-belain datang kesini. Hiks...hiks...hiks..." ucap Bunga sambil menangis.
Kecewa? Ya. Tentu saja kecewa, bagaimana tidak? Ia sudah memiliki seudang mimpi yang hancur begitu saja karena ulah Rifki.
Bunga menangis sejadi-jadinya. Ia menyesal tidak menghiraukan ucapan keluarganya.
"Kamu bilang datang sendirian, tadi aku lihat kamu diantar cowok! Kamu itu gak jujur Bunga, udah aku gak ada waktu mau kerja dulu," ujar Rifki marah sebab merasa cemburu.
Bunga lalu berlari menarik kemeja yang dikenakan oleh Rifki, dan menampar wajahnya.
PLAAAK!
"Jadi itu alasan Kamu bilang posisi yang akan aku isi udah terisi orang lain? Kamu cemburu? Aku kecewa ya Rif ... sama kamu, aku pikir selama ini kamu itu teman baikku, tapi ternyata kamu bikin aku kecewa dan sakit hati kayak gini! Ngerti nggak kenapa aku marah sama Kamu? Bukan karena kamu nggak bantuin aku cari kerja Rif, tapi karena kamu udah bohongi aku. Janji kamu nggak kamu tepati. Aku kecewa sama kamu, aku menyesal punya teman seperti kamu!"
Bunga berkata penuh emosi sambil berteriak dan gemetar menahan marah, meluapkan semua emosinya pada Rifki.
"Jadi apa sebenarnya tujuan kamu nyuruh datang kesini? Haaah! Pakai alasan mau kasih kerjaan segala!" teriak Bunga sambil menguncang-guncangkan tubuh Rifki yang masih memaku.
Rifki hanya menatap sinis dalam diam, kemudian menghempas tangan Bunga dan berjalan pergi, tanpa menjawab sepatah katapun pertanyaan Bunga. Betapa kejamnya dirinya. Hingga tega mengabaikan sahabatnya demi egonya.
Membuat air bulir kristal Bunga mengalir dengan derasnya. Bunga langsung meraih tas besar yang sedari tadi di bawanya. Pikirannya kalut menerawang entah kemana, rasa kecewa, marah, dan benci, semua campur aduk.
Ini adalah pertama kalinya Bunga memulai pekerjaannya di kota besar. Dia bingung harus menjelaskan apa pada keluarganya, dia juga bingung akan tinggal dimana.
Bunga berjalan gontai menyusuri jalan sambil menangis meratapi nasibnya, beberapa orang yang berpapasan dengannya menatapnya dengan heran.
Meskipun demikian Bunga tidak menghiraukannya. Bunga berjalan di bawah guyuran hujan deras, dia terus melangkahkan kakinya sambil mencari tempat untuk berteduh. Air matanya terus mengalir. Langkahnya terhenti melihat ada halte kecil diujung jalan. Dia berlari menuju tempat tersebut, dan mengeluarkan ponselnya yang dia bungkus dengan kantong plastik. Kemudian menghubungi Dirga agar menjemputnya.
***
Dirga segera melajukan mobilnya dengan laju, kali ini dia sengaja membawa mobil karena hujan lebat. Dirga adalah kekasih Bunga yang dia kenal ketika dulu Bunga sedang kuliah.
Dirga juga anak dari pengusaha kaya, dia bahkan memegang kendali salah satu perusahaan milik orang tuanya.
Namun, Bunga memilih mencari pekerjaannya sendiri alih-alih meminta bantuan Dirga.
"Udah, jangan nangis, ayo masuk. Aku antar cari kost dulu ya, untuk tempat tinggal Kamu sementara. Nanti aku bantu carikan kerja, gak usah sedih, kamu nggak kenal siapa kekasihmu," rayu Dirga sembari menarik tangan Bunga mengalirkan rasa tenang pada dirinya.
Dirga membujuk bunga dan mencoba untuk menguatkan hatinya, tentu saja hatinya merasa iba melihat keadaan Bunga yang datang sendirian dari desa untuk mengadu nasib.
"Enggak Dir, aku maunya cari kerja sendiri, nggak apa-apa kalau kamu mau bantu antar, tapi aku harus usaha sendiri," balas Bunga sambil menatap dalam wajah Dirga.
Bunga memang gadis desa sederhana, yang tidak pernah tergoda dengan harta kekayaan yang dimiliki oleh Dirga, itu sebabnya Dirga memilih Bunga sebagai kekasihnya.
"Ya udah terserah kamu aja, ayo lekas masuk.
Aku bantu cari tempat kost, kamu bersih-bersih. Terus kita makan ya, sambil aku ajak keliling kota," ajak Dirga sambil tersenyum simpul.
"Iya terimakasih," balas Bunga lirih. Bunga pun melangkahkan kakinya memasuki mobil Dirga.
"Bajuku basah apa tidak apa-apa aku duduk disini?" tanya Bunga yang merasa sungkan.
"Kamu polos sekali, aku gemes sama kamu!
Ya nggak apa-apa Bunga, kotor tinggal nyuci, basah tinggal ngeringin gitu aja susah," ucap Dirga tertawa geli.
Dirga mendekatkan wajahnya ke arah wajah Bunga, Bunga terkejut dan memukul kecil lengan Dirga.
"Hayo, mau apa kamu, mau mesum ya! Ternyata kamu sama aja sama pria kebanyakan," sergah Bunga merasa risih. Kemudian langsung membuka kembali pintu mobil hendak beranjak pergi, tapi Dirga menarik tangan Bunga dan mencegahnya.
"Dasar gadis desa, kamu itu salah paham dan nggak sabaran. Duduk, aku tuh mau bantu kamu pasang seat belt," ucap Dirga sambil tersenyum mengejek.
Wajah Bunga memerah karena malu, ini memang pengalaman pertama Bunga menaiki mobil dengan seorang pria, dia memang gadis desa yang polos, dan juga tidak pamrih dengan materi.
Sepanjang perjalanan Dirga mengedarkan pandangannya ke segala sisi jalan, mencari-cari tempat kost, hingga akhirnya tatapannya terhenti pada papan bertuliskan menerima kost putri.
"Ayo turun!" seru Dirga mengeraskan suaranya.
Dirga terlihat berkomunikasi dengan pemilik rumah kost, kemudian kembali menghampiri Bunga yang sedari tadi menunggu berdiri di samping mobil.
"Kenapa tidak mendekat? Pemiliknya ramah Bunga, kamu tidak akan digigit," ucap Dirga sambil menggoda, sementara Bunga hanya diam saja.
Dirga meraih tas besar milik Bunga yang berisi pakaian sambil menyerahkan sebuah kunci kamar.
"Semoga betah ya Bunga, kamu mandi dan istirahatlah dulu, nanti aku kembali saat makan siang ya," ujar Dirga pada Bunga.
Dirga berpamitan pergi, dan Bunga melangkahkan kakinya memasuki kamar kost yang lumayan besar untuk dihuni sendiri, ada kamar mandi dalam dan juga sebuah sofa berwarna coklat di ujung tempat tidurnya.
Saat bunga selesai mandi, tiba-tiba ponselnya berdering, ternyata kakak kelas Bunga semasa SMA dulu.
"Hallo Assalamualaikum Bunga, aku Ferdi, masih ingat tidak? Beberapa waktu yang lalu kamu menghubungiku menanyakan lowongan kerja," sapanya sopan dan lembut pada Bunga.
"Oh Waalaikumsalam, iya Kak Ferdi, apakah sudah ada? Posisinya yang kosong apa kak?" tanya Bunga terdengar antusias.
Sama seperti sebelumnya. Jantungnya berdebar hebat. Merasa kembali memiliki harapan untuk membahagiakan keluarganya.
"Sebentar lagi aku kirim alamat kantorku lengkap, besok langsung datang jam 08.00 ya, jangan telat, akan ada test tulis dan juga interview. Lowongannya sih Administrasi penjualan, cuma input data aja, tapi bisa naik ada jenjang karir," ujar Ferdi memberi penjelasan.
"Terimakasih ya Kak, aku akan datang besok," balas Bunga dengan ekspresi wajah riang. Tanpa sadar, Bunga pun mengakhiri panggilan telepon secara sepihak.
Bersambung ....
🌹 Jangan lupa like dan vote-nya ya.
Setelah mendapat telpon dari Ferdi Bunga menunggu kedatangan Dirga untuk makan siang. Tak lama kemudian Dirga muncul dari halaman Kost Bunga, Dirga melambaikan tangannya, memberikan tanda agar Bunga segera menghampirinya.
"Cepetan dong , sudah lapar nih! Lama banget jalannya," celoteh Dirga sambil merengut.
Dirga melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tak lama kemudian mereka sampai di sebuah Kafe kecil di pinggiran kota. Kafe dengan ornamen unik tempo dulu.
Bunga dan Dirga mulai memesan makanannya saat pelayan Kafe mulai menghampiri mereka.
"Mau makan apa kamu?" tanya Dirga menawarkan menu.
"Aku lalapan aja Dir, sama jus jeruk. Kamu mau pesan apa?" tanya Bunga lirih.
"Gurame asam manis 1, ayam bakar madu 1 ekor, sama nasi Mbak, minumnya teh tawar dan jus jeruk ya," tangkas Dirga.
Bunga hanya diam melihat Dirga mengambil alih memesan makanan untuk mereka.
"Dirga, tadi ada temanku menawarkan pekerjaan di sini." Bunga berkata memecah keheningan di antara keduanya.
Seketika Dirga menatap heran.
"Antar aku bikin surat lamaran kerja ya, terus besok pagi antar aku test dan interview," pinta Bunga.
Bunga berbicara sambil menaik turunkan alisnya, menggoda Dirga agar mau mengantarkan dirinya.
"Aku nggak mungkin pulang ke rumah Dirga, ayahku akan marah besar jika mengetahui Rifki berbohong tentang pekerjaan yang membuat aku ke sini," ucap Bunga menjelaskan dengan wajah sendu sebab merasa sedih mengingat peristiwa yang membuatnya kecewa.
"Oke, besok aku juga lagi santai kok, nggak ada meeting, lagian kamu kenapa sih nggak mau aku bantuin," sahut Dirga sedikit menaikkan nada suaranya.
"Aku gak mau ngerepotin kamu, ntar dibilangnya aku cewek matre," ujar Bunga menimpali sambil melirik Dirga.
Keesokkan harinya Bunga bangun pagi mempersiapkan diri untuk mengikuti test dan interview yang dijanjikan.
Dirga menunggu di halaman kost, dia duduk di dalam mobil berwarna merah miliknya sambil menatap ke arah pintu. Dirga menunggu Bunga keluar. Beberapa saat kemudian, Dirga langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
"Gak bisa pelan? Aku takut nih!" teriak Bunga menggerutu, sembari mengeratkan pegangan tangannya di handle pintu mobil.
"Kan biar kamu gak telat," balas Dirga memberikan penjelasan sambil cengengesan.
"Ya udah deh, tapi ntar lagi temenin sampek selesai ya," pinta Bunga dengan wajah memelas.
"Iya, tenang saja, aku tungguin sampek kamu selesai test," Dirga berkata lirih. Tak lama kemudian mereka sampai di tempat yang dituju.
Di kantor PT. Agro lestari terlihat Ferdi berdiri di halaman kantor sambil memungut semua amplop coklat berisi lamaran pekerjaan milik semua calon karyawan baru. Ferdi tersentak dengan kedatangan Bunga.
"Mana surat lamarannya, Bunga? Kasih ke aku, sebentar lagi testnya akan segera dimulai, aku kira kamu gak bisa datang, semoga berhasil ya," kata Ferdi tersenyum ramah.
Ferdi memunguti semua surat lamaran milik calon karyawan baru sambil memberikan semangat kepada Bunga.
"Datang dong kak, aku butuh banget pekerjaan ini," ujar Bunga.
"Bagus kalau gitu," jawabnya, "Ayo, semuanya ... masuk ke ruang meeting ya," ajak Ferdi sambil setengah berteriak pada peserta Test lainnya.
"Test tulis akan diadakan di sana," ucap Ferdi sambil menunjuk salah satu ruangan bertuliskan 'Meeting room'.
Semua berjalan mengikuti Ferdi, Ferdi memasuki ruangan dan membagikan lembaran kertas.
"Kalian isi saja di situ, di sisi kiri atas isi nama kalian, saya akan bacakan pertanyaan langsung tulis jawabannya, jika saya sudah memukul lonceng di depan saya artinya lanjut ke pertanyaan berikutnya. Apa kalian mengerti?" tanya Ferdi kepada semua peserta yang mengikuti test tulis. Wajahnya terlihat tegas, membuat Bunga memaku menatap kagum.
"Hah , Kak Ferdi yang membimbing test tulisnya? Jadi dia HRD," gumam Bunga dalam hati.
Test tulis pun berakhir, semua meninggalkan ruangan menunggu panggilan interview.
Bunga duduk di ruang tunggu dekat post satpam bersama Dirga. Semua peserta sudah di panggil satu persatu, tapi nama Bunga tak kunjung dipanggil.
"Kok namaku gak dipanggil-panggil ya? sudah lewat makan siang nih, laper," celoteh Bunga sambil memegang perutnya yang sedari tadi tak berhenti protes.
"Nih makan roti dulu sama cemilan, aku juga udah siapin susu kotak buat pengganjal perut sementara," ucap Dirga sambil menyodorkan makanan untuk Bunga.
Bunga pun melahap makanan yang disodorkan oleh Dirga, saat sedang asyik makan tiba-tiba namanya dipanggil.
Bunga berjalan setengah berlari menuju ruangan Manager operasional sembari membersihkan remah roti di sekitar bibirnya.
"Hallo, nama saya Rico Wibowo, boleh panggil Pak Rico. Jelaskan kenapa kamu melamar kerja di sini, kemudian kapan kamu siap bekerja," sapa Pak Rico.
Kali itu, semuanya tampak baik-baik saja.
Bunga menceritakan kisahnya, dan Pak Rico mendengarkan dengan seksama.
"Oke Bunga, kamu diterima kerja di sini, kamu mulai masuk kerja besok pagi ya, sekarang boleh pulang terlebih dahulu," ucap Rico.
Bunga menjabat tangan Pak Rico, sambil tersenyum senang.
"Terimakasih banyak atas kesempatan yang Bapak berikan untuk saya," Bunga berkata penuh haru.
"Semoga harimu menyenangkan dan betah bekerja disini," ucap Pak Rico kemudian.
"Iya Pak, terimakasih," jawab Bunga.
Bunga berlalu meninggalkan ruangan, terlihat Ferdi sedang berbincang dengan Dirga di post satpam. Bunga pun segera berjalan mendekat dan menghampiri keduanya.
"Kak Ferdi, kenapa nggak bilang kalau Kakak HRD disini?" tanya Bunga yang tiba-tiba datang menyela perbincangan mereka, membuat Ferdi refleks menoleh ke arahnya.
"Iya aku pengennya kamu kerja di sini karena kemampuan kamu untuk bekerja, bukankah aku di gaji untuk itu, memilih orang sesuai yang dibutuhkan oleh perusahaan." Ferdi menjelaskan pekerjaannya kepada Bunga.
"Di sini yang kerja rata-rata orang cina Bunga," tukas Ferdi.
"Wataknya keras semua, kamu harus siapkan mental kamu ya jika ingin bertahan bekerja disini, jangan cengeng ya," ucap Ferdi memberikan penjelasan situasi kantor kepada Bunga, karena takut Bunga mendapatkan masalah.
"Tenang aja Kak, aku pasti kebal nanti, aku akan siapkan mental ku." Bunga mencoba meyakinkan sambil terkekeh.
"Berarti nggak ada yang ditakutkan ya Bunga, besok pagi temui aku dulu ya, aku akan mendampingi kamu berkenalan sama semua karyawan sekaligus menunjukkan teman yang akan membantu kamu untuk training, aku juga akan mencetakkan nametag buat kamu bunga," ujar Ferdi menjelaskan serangkaian kegiatan untuk keesokan harinya.
"Iya Kak, kayaknya seru sekaligus mendebarkan besok, aku pamit pulang dulu ya, dan terimakasih banyak kesempatan kerjanya Kak," imbuh Bunga memberikan penjelasan.
Kemudian Dirga menggandeng tangan Bunga mengajaknya menuju mobil yang terparkir di halaman kantor. Dirga kemudian mengajak Bunga untuk makan siang. Senyuman keduanya mengembang lega setelah menemukan jawaban atas masalah yang menimpa Bunga.
"Aku senang Dirga, sekarang jika ayah bertanya padaku aku mempunyai jawaban aku bekerja dimana," ucap Bunga menjelaskan pada Dirga tentang kekhawatiran orang tuanya.
"Jika kamu senang, aku pun senang, Bunga setelah melewati masa training, aku akan datang ke rumah kamu bersama orang tuaku untuk melamarmu, ya?" tanya Dirga.
Bunga tersentak dengan ucapan Dirga hingga tersedak.
"Apa gak terlalu cepat Dir?" tanya Bunga khawatir.
"Tidak, aku akan bersalah kepada orang tuaku dan juga terhadap orang tuamu jika selalu mengantarkan mu ke sana kemari tanpa ikatan yang jelas," jelas Dirga.
"Aku gak berani ngomong sama ayah dan ibuku Dirga. Bagai mana jika mereka marah padaku dan mengusir ku," ucap Bunga yang belum siap dengan ikatan.
"Aku tidak menyuruh menjelaskan pada mereka Bunga, aku sendiri yang akan datang dan menjelaskan terlebih dahulu kepada kedua orang tuamu, jika mereka setuju baru aku akan mengajak kedua orang tuaku untuk melamar kamu."
Dirga berucap panjang lebar memberikan penjelasannya pada Bunga.
"Oke deh, kita makan terus antar aku pulang ke kost, aku mau istirahat dulu soalnya besok aku akan memulai pekerjaan baruku," ucap Bunga, pada Dirga sambil tersenyum menatap ke arahnya.
🌹"Terimakasih sudah mampir di karya baruku yang tentunya masih banyak kekurangan, jangan ragu untuk memberikan komentar dan kritiknya yang membangun tentunya. Salam hangat dari Author untuk semua.." 💜💜💜💜💜💜🌹
🌹 JANGAN LUPA LIKE DAN VOTE YA 🌹
Found me on IG: @lia_lintang08
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!