Setelah seharian berdiri di pelaminan, akhirnya Zara dan Reydan bisa mengistirahatkan tubuhnya di kamar. Mereka mengadakan resepsi secara besar besaran sehingga perlu mengundang banyak tamu dan itulah yang menyebabkan mereka sangat lelah. Karena terus berdiri dan menyalami empat ratus tamu yang datang. Setelah selesai mereka langsung bergegas ke kamar dan membersihkan diri masing masing. Saat ini Zara baru saja keluar dari kamar mandi sambil mengelap rambutnya yang masih basah. Matanya langsung tertuju pada Reydan yang memejamkan matanya di atas ranjang dengan posisi rebahan. Zara tersenyum tipis kemudian menyimpan handuk pada tempatnya.
“Mas, bangun yuk. Kita kan belum makan malam.” Zara berusaha membangunkan suaminya yang tertidur lelap itu.
Reydan mengerjapkan matanya secara perlahan sehingga terbuka dengan sempurna. Pandangannya langsung mengarah pada Zara yang saat ini jarak wajahnya sangat dekat dengannya. Dengan lembut Reydan mengecup bibir tipis milik Zara. “Makannya besok saja, gimana kalau kamu saja yang aku makan malam ini?” goda Reydan sambil menaik turunkan alisnya hingga membuat pipi Zara merah seketika.
“Mas Reydan mesum!! Udah deh, sekarang mas bangun dulu. Aku mau masak buat makan malam kita.”
Reydan terkekeh geli melihat wajah malu malu sang istri yang terlihat begitu cantik di matanya. Rasanya dia menjadi laki laki yang paling beruntung di dunia karena berhasil memiliki seorang Zara Adinata Putri. Pertemuannya dengan Zara berawal dari ospek kuliah yang mengharuskan mereka untuk satu kelompok. Pada saat itu, Zara yang pendiam harus berhadapan dengan Reydan yang cerewet. Reydan pada akhirnya meminta nomor Zara dengan alasan untuk membahas kelompok mereka. Dari situlah kedekatan mereka dimulai hingga berlanjut sampai sekarang. Reydan sendiri tidak pernah menyangka jika hubungan mereka sampai ke tahap ini. Mengingat hal itu membuat Reydan senyum senyum tak jelas. Reydan segera bangun dan beranjak dari kasur untuk menyusul istrinya ke dapur. Ia tak mungkin tega membiarkan istrinya masak sendiri di tengah malam ini.
Dengan langkah pelan, Reydan menyusul Zara ke dapur. Dia langsung disuguhi pemandangan istrinya yang sedang membelakanginya sambil melakukan sesuatu. Reydan tidak langsung menghampirinya. Ia menyandar di pintu masuk dapur sambil memandangi Zara. Sedangkan Zara, ia tiba tiba mematikan kompornya kemudian mengambil dua mangkuk dan diletakkannya di meja makan. Zara masih belum menyadari keberadaan Reydan yang sedari tadi memandanginya. Dia mengangkat panci yang dipegangnya kemudian menuangkan mie ke dalam mangkuk tersebut.
“Masak apa, sayang?” Suara Reydan membuat Zara kaget seketika. Beruntung panci yang dipegangnya tidak sampai jatuh saking kagetnya. Zara mengelus dadanya sambil menatap Reydan dengan sebal. “Mas ngagetin aja sih!” sungut Zara dengan memanyunkan bibirnya.
Reydan tersenyum kemudian mendekat. “Kamu masak mie tengah malam begini?”
“Iya Mas. Maaf ya, di kulkas masih gak ada bahan makanan sama sekali kan masih baru dibeli juga. Jadi terpaksa deh masak mie. Mas gak masalah kan makan mie?”
“Gak masalah kok, lagian kita kan belum mengurus semua kebutuhan kita. Besok mas temani kamu belanja deh, sekalian beli peralatan rumah tangga yang masih kurang. Kamu mau gak?”
“Mau kok Mas. Yaudah mas duduk dulu, aku mau naruh panci ini di tempat cucian terus ngambil minum kita.”
“Iya sayang”
Setelah menaruh panci, Zara mengambil dua gelas dan mengisinya dengan air. Kemudian membawanya ke meja makan dan diletakkan di atasnya. “Ayo mas kita makan.” Ajak Zara setelah duduk di kursi berhadapan dengan Reydan. Reydan mengangguk sambil tersenyum. Malam ini mereka terpaksa harus makan mie, meskipun begitu mereka berdua tetap menikmati makanannya. Sesekali Reydan mengusap bibir Zara yang terdapat sisa sisa mie yang menempel. Hanya hal sederhana tapi mampu membuat Zara salah tingkah. Meskipun mereka telah sah menjadi suami istri tapi tetap saja Zara masih malu malu di hadapan Reydan.
Setelah selesai makan, Reydan membawa mangkuk miliknya dan Zara ke tempat cucian piring. Kali ini dia tidak membiarkan Zara melakukan hal itu. Reydan memaksa Zara untuk menunggunya di kamar. Pada akhirnya Zara menurut, dia membiarkan Reydan untuk mencuci piring malam ini. Lagi pula jika ia menolak suaminya itu pasti akan tetap bersikeras.
Zara masuk ke dalam kamar kemudian menutupnya kembali. Jantungnya mulai berdebar dengan kencang saat ini. Padahal tadi ia masih bisa bersikap biasa saat Reydan sudah di kamarnya. Entah kenapa saat menunggu Reydan kembali ke kamar lagi ia mulai gugup. Entah apa yang ada dalam pikirannya saat ini. Yang pasti ia khawatir Reydan akan meminta hak nya malam ini. Sambil menunggu Reydan, Zara naik ke kasurnya terlebih dahulu. Tak lama setelah itu pintu kamar tiba tiba terbuka, Zara hanya bisa menatap Reydan yang masuk ke dalam kamar dengan perasaan yang tak menentu. Reydan menutup pintu kamar kemudian menguncinya. Zara membulatkan matanya saat melihat pintunya di kunci. “jangan jangan dia mau melakukannya sekarang?” ucapnya dalam hati.
Reydan membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju ke ranjang. Merasa sangat gerah akhirnya ia membuka kaos yang menutupi tubuhnya. Zara meneguk ludahnya, tubuh polos Reydan sekarang tepampang nyata di sampingnya. Ia tidak berani menoleh meskipun matanya ingin sekali melihatnya.
“Sayang...” panggil Reydan dengan lembut setelah melemparkan kaosnya ke sembarang arah.
Zara tak bergeming, Reydan mengangkat sebelah alisnya dengan bingung karena tak mendapat respon dari istrinya. Ia semakin mendekat hingga tubuhnya benar benar menempel dengan Zara. Zara menahan nafasnya saat Reydan mengambil tangannya dan mengecupnya dengan lembut. “Kenapa diem hmm?” tanya Reydan dengan tidak melepaskan tangan Zara dari bibirnya. Zara memberanikan diri untuk menatap mata suaminya. Bagaimana bisa ia mengabaikan suami tampannya itu. Wajahnya yang mulus dengan bulu mata yang melentik dan rahang yang kokoh, membuatnya semakin terlihat lebih menawan. Dalam keadaan seperti ini bisa bisanya ia menilai fisik suaminya.
“Mas, udah ngantuk? Emhh kalau gitu ayo kita tidur.” Jawab Zara dengan suaranya yang gugup.
“Kamu gak lupa kan ini malam apa?” Reydan menatap lurus pada Zara.
“Iya tau kok mas, ini kan malam pernikahan kita.” Jawab Zara dengan cepat. Sebenarnya dia tau apa yang dimaksud suaminya. Hanya saja Zara merasa sangat gugup bercampur dengan rasa takut. Ia berharap semoga Reydan tidak memintanya malam ini. Namun harapan tetaplah harapan, Reydan memang tidak memintanya, tapi dari sikapnya sepertinya dia memang sangat menginginkannya. Reydan mengelus tangan Zara sambil menatapnya dengan penuh keinginan. “boleh ya!?” tanya Reydan dengan sorot mata yang melembut. Kalau sudah begini Zara sudah tau itu bukan sebuah pertanyaan, melainkan pernyataan. Zara menghela nafasnya kemudian mengangguk sambil tersenyum. lagi pula itu memang hak suaminya, mau menolak pun nanti dia berdosa. Mendapat persetujuan dari istrinya, Reydan mulai melancarkan aksinya. Ia memulainya dengan mencium kening Zara sambil memejamkan matanya. “Aku janji akan melakukannya dengan pelan pelan,” bisiknya menenangkan Zara.
Setelah itu mulailah aksi Reydan, malam ini benar benar malam yang sangat panjang bagi mereka berdua. Reydan berhasil membawa Zara ke surga dunia yang selalu dilakukan suami istri pada umumnya. Malam itu juga, Zara juga sudah melakukan tugasnya dengan memberikan mahkotanya pada laki laki yang sudah menjadi halal untuknya. Ia sudah tidak menjadi gadis lagi. Zara bernafas dengan terengah rengah menikmati apa yang dilakukan suaminya itu sambil menatap Reydan dengan sayu. “Aku mencintaimu, Mas.”
“Aku lebih mencintaimu sayang”
Matahari sudah mulai meninggi, dua tubuh polos itu masih tenggelam dalam mimpi indahnya. Semalam mereka telah menghabiskan banyak tenaga untuk menikmati momen malam pertama mereka. Mereka baru saja tidur di waktu subuh dan melupakan kewajiban mereka untuk shalat subuh. Zara mulai menggeliat dan mencari posisi yang lebih nyaman lagi di pelukan Reydan. Tapi tiba tiba ia membuka matanya, Zara melihat ke luar jendela yang sudah menunjukkan pagi yang cerah. ia mendongakkan kepalanya dan melihat bahwa suaminya masih tertidur pulas. Mengingat kejadian semalam Zara tidak bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum. Semalam Reydan benar benar melakukannya dengan lembut.
Reydan mulai bergerak kecil dengan mata yang setengah terbuka, merasa ada yang melihatnya dia pun langsung membuka mata.
“Selamat pagi sayang,” sapanya saat matanya sudah terbuka dengan sempurna. Zara tersenyum kemudian mengecup pipi Reydan. “pagi juga Mas.”
“Kok Cuma di pipi, bibirnya juga dong sayang,”
“Udah dong mas kan semalam udah. Lebih baik kita bangun sekarang. Pagi ini kita pesan makanan dulu aja ya. Nanti siang baru kita belanja bulanan.”
“Yaudah deh, aku mandi duluan ya. Kamu pesan aja dulu makanannya.”
“Iya,” jawab Zara.
Reydan mengangguk kemudian menyingkap selimutnya dan turun dari kasurnya berjalan ke arah kamar mandi. Zara menutup wajahnya ketika melihat tubuh polos itu. Meskipun semalam sudah melihatnya tetap saja dia malu. Zara hanya bisa beristighfar dalam hatinya. Dari pada dia berlama lama di kasur lebih baik sekarang ia mencari pakaian yang semalam dilempar Reydan.
“Awshhh” ringisnya saat turun dari ranjang.
Zara merasa kesakitan di bagian kewanitaannya. Ia terpaksa berjalan dengan pelan pelan karena masih belum terbiasa. Setelah mengambil bajunya kembali, Zara langsung memakainya dan baru setelah itu ia menyiapkan pakaian Reydan. Pada saat ia menyiapkan pakaian Reydan, tiba tiba bel rumahnya bebunyi. Zara langsung bergegas turun untuk membukakan pintu. Dalam hatinya ia bertanya tanya mengenai siapa yang datang pagi pagi seperti ini.
Saat ia membuka pintu, seorang wanita paruh baya tampak berdiri di hadapannya dengan membawa rantang makanan di tangannya.Wanita itu langsung tersenyum saat melihat Zara.
“Loh, Mama. Kenapa mama gak bilang dulu mau datang?” heran Zara. Wanita yang berdiri di hadapannya saat ini adalah Asri, ibunya.
“Mama kan sudah ngirim pesan tadi sebelum datang kesini, kamunya aja yang belom ngecek hp. Lagian mama cuma mau ngantar makanan buat kalian aja kok. Mama tau kalian pasti gak masak karena belum belanja.” Jawab Asri.
“Ya udah ayo Mama masuk dulu. Zara masih baru bangun Ma. Jadi rumah masih belum sempat diberesin.” Zara membukakan pintunya dengan lebar dan membiarkan ibunya masuk.
Asri masuk sambil melihat lihat isi di dalam rumah anak dan menantunya itu. Ia memang sudah pernah kesini tapi Asri tidak melihat secara detail mengenai rumah itu. Setelah ia perhatikan lagi, rumah yang mereka tinggali ternyata lumayan besar meskipun kelihatannya sangat sederhana. Di ruang tamu ada tiga buah sofa lengkap dengan bantalnya dan televisi. Ruang keluarnya juga terlihat lebih nyaman daripada ruang tamu. Meski begitu, Asri yakin di dalam kamar mereka pasti lebih nyaman dari pada tampilan luarnya.
“Di mana dapurnya? Mama mau nyiapin makanannya dulu. Kamu layani dulu suami kamu sana!?”
“Mas Reydan lagi mandi, mungkin sebentar lagi akan turun, ayo biar Zara bantuin Ma”
Zara mengambil alih rantang makanan yang dibawa Asri, ia membawanya ke dapur dengan berjalan pelan pelan. Asri mengernyitkan keningnya melihat cara jalan putrinya yang aneh. Namun, sepertinya ia mengerti kenapa Zara seperti itu. Ia hanya bisa menggelengkan kepalanya saja sambil mengikuti Zara ke dapur.
Reydan baru saja selesai mandi, dia langsung mengambil pakaian yang sudah disiapkan istrinya. Dengan cepat dia memakainya dan bergegas turun ke bawah untuk sarapan pagi. Reydan mengira Zara sudah selesai memesan makanannya. Reydan menuruni anak tangga dan berjalan menuju ke dapur mencari keberadaan Zara. Setibanya di dapur ia melihat istrinya yang sibuk mempersiapkan makanan, Reydan menghampiri dan memeluknya dari belakang sehingga membuat Zara terkejut.
“Pesan makanan apa?” tanyanya dengan mengeratkan pelukannya pada pinggang Zara.
Tanpa menoleh pun Zara sudah tau siapa yang memeluknya. “Ini mama nganterin makanan jadi aku gak jadi pesan deh,” jawab Zara sambil memindahkan ayam gorengnya ke piring yang sudah disediakan.
Reydan mengangkat sebelah alisnya dengan bingung. “Mama datang kesini?”
“Iya, coba kamu lihat di belakang.”
Reydan menurut, ia melepaskan pelukannya dan menoleh ke belakang. Dan benar saja, mertuanya benar benar ada di sana. Asri tersenyum tipis melihat reaksi Reydan yang kikuk karena kepergok mesra dengan istrinya.
“Eh Mama, kapan datang ma?” sapa Reydan langsung sambil menyalami Asri.
“Baru aja datang kok. Mama sama Zara udah nyiapin sarapan. Lebih baik kalian segera makan.”
“Loh, Mama gak ikut sarapan?” heran Reydan yang juga diangguki Zara.
“Mama sebenarnya cuma mau ngantar makanan aja, tapi berhubung anak mama lagi susah jalan ya sudah mama ikut bantuin aja,” ungkap Asri sambil melirik ke arah Zara yang sudah tertunduk malu.
Reydan juga ikut salah tingkah meskipun hal itu ditujukan kepada Zara, tapi tetap saja dia pelaku utamanya.
“Ya sudah kalau gitu Mama pulang ya. Nanti kapan kapan mama sama papa datang kesini lagi.”
“Biar Reydan antar sampai ke depan, Ma” putus Reydan pada akhirnya.
Zara langsung memeluk ibunya kemudian mengecup pipi kanan kirinya. Rasanya kata terima kasih saja tidak cukup untuk diberikan kepada Asri yang sudah merawatnya sejak dalam kandungan. Zara benar benar sangat menyayangi ibunya, tapi bukan berarti dia tidak menyayangi ayahnya. Keduanya adalah seseorang yang paling dicintainya di dunia ini.
“Mama jaga kesehatan ya, Zara sayang sama mama. Maaf kalau selama ini Zara suka membuat mama susah. Sekarang Zara sudah dewasa, surga Zara pindah ke Mas Reydan. Terima kasih sudah merawat Zara dengan baik.” ucap Zara dengan mata yang berkaca kaca.
Asri memeluk Zara dengan lebih erat lagi sambil mengelus rambut putri semata wayangnya itu.
“jangan nangis dong, malu sama suami kamu tuh,” ledek Asri sambil menghapus air mata Zara dengan tangannya. Reydan hanya tersenyum melihat sikap manja istrinya.
Zara melepaskan pelukannya kemudian menatap Asri lagi. “pokoknya Mama harus sering sering kesini ya. Zara pasti bakalan kangen sama omelan Mama.”
“Yakin kamu Mama harus sering datang kesini?” tanya Asri.
Zara mengangguk.
“Ya sudah Mama pulang ya sayang, kamu baik baik disini sama Reydan. Jangan membantah sama suami.”
Setelah mengatakan hal itu Asri bergegas pulang dengan diantar Reydan sampai ke depan. Zara langsung menunggu Reydan di meja makan dengan wajah yang sembab. Sekarang ia merasa lega setelah mengungkapkan isi hatinya. Sebenarnya Zara ingin mengatakan hal itu dari kemarin namun tak sempat karena banyaknya tamu undangan dan lagi pula kemarin Asri sibuk membaur dengan besannya yaitu kedua orang tua dari suaminya, Reydan.
Reydan kembali setelah mengantar ibu mertuanya. Ia menarik kursi dan memutuskan untuk duduk di samping Zara. Zara dengan cekatan mengambilkan nasi dan lauk pauknya untuk Reydan. “Mau sambal gak mas?” tanya Zara.
“Boleh deh tapi jangan banyak banyak ya.”
“Iya Mas.”
Setelah mengambilkan untuk Reydan, Zara juga mengambil untuk dirinya sendiri. Ia mengambil secukupnya kemudian mulai makan.
Siang hari
Sesuai dengan apa yang dikatakannya semalam, siang ini Reydan benar benar menemani istrinya untuk belanja bahan masakan dan keperluan lainnya. Dengan naik motor mereka pergi ke tempat tujuan. Zara tidak mengeluh meskipun ia harus kepanasan karena naik motor. Ia memahami kondisi suaminya yang masih belum stabil dalam segi ekonomi. Biaya nikah mereka saja juga mendapat bantuan dari kedua orang tua mereka. Mereka baru lulus kuliah jadi masih wajar jika belum mempunyai ekonomi yang cukup. Zara memeluk erat tubuh Reydan dan menyandarkan kepalanya di sana. Reydan melihatnya dari kaca spion, rambut Zara yang berterbangan meskipun memakai helm membuatnya terlihat menggemaskan. Dalam hati dia bersyukur karena Zara bisa memahami keadaannya. Ia berjanji pada dirinya sendiri agar secepatnya mencari pekerjaan. Zara memang tidak menuntut apa apa darinya tapi bukan berarti dia akan diam saja.
Reydan menghentikan motornya di salah satu supermarket yang terkenal di daerahnya. Ia langsung memarkirkan motornya sembari melepaskan helmnya. Begitu pun juga dengan Zara. Reydan mencabut kunci motornya kemudian menggandeng tangan Zara dan mengajaknya masuk. Zara langsung mengambil troli belanjaan dan mencari bahan bahan masakan yang dia cari.
“Mas, mau udang gak?” tanya Zara sambil menunjuk ke arah udang yang masih fresh.
“Boleh deh, tapi kan kamu alergi udang”
“Ya Mas aja yang makan, aku kan bisa makan yang lain nanti,”
Tanpa menunggu persetujuan Reydan, Zara mengambil dua bungkus udang kemudian dimasukkan ke dalam trolinya. Zara melanjutkan langkahnya dengan ditemani Reydan yang mendorong trolinya.
Tak terasa mereka sudah menghabiskan waktu satu jam hanya untuk memilih bahan masakan dan yang lainnya. Tentu saja karena ada banyak perdebatan antara Reydan dan Zara. Seperti sekarang ini, Reydan menghela nafasnya melihat istrinya yang hanya mengambil apa yang dibutuhkannya. Sejujurnya Reydan tidak masalah jika Zara memang ingin membeli apa yang diinginkannya. Toh uang Reydan adalah uang Zara juga. Dia sempat memaksa Zara untuk berbelanja sesuai keinginannya akan tetapi Zara menolak mentah mentah.
“Mas, ayo kita bayar dulu!” ajak Zara sambil berusaha menarik tangannya.
Reydan terdiam sambil menatap mata Zara “Kamu yakin hanya ingin belanja ini saja? Bukankah make up dan skincare mu juga sudah hampir habis. Kalau mau beli, beli aja sayang. Aku memang belum mendapat pekerjaan tapi bukan berarti aku tidak bisa memenuhi kebutuhanmu.”
Zara terdiam sejenak kemudian menggenggam tangan Reydan dan menatapnya dengan penuh cinta. Sedari tadi suaminya itu selalu memaksanya untuk berbelanja sesuai keinginannya. Zara bisa mengerti kekhawatiran suaminya. Dia hanya ingin mencoba bertanggung jawab dengan kebahagiaannya. Tapi Zara juga bukan tipe orang yang boros. Lagi pula skincarenya masih ada meskipun hanya tersisa sedikit. Zara tersenyum kemudian berkata.
“Bukannya Zara menolak apa yang ingin Mas berikan, tapi untuk saat ini Zara masih belum butuh. Nanti kalau udah benar benar habis aku pasti beli kok. Maaf ya mas, bukannya aku gak mau ngehargain usaha Mas.
Reydan mengangkat tangannya dan mengelus puncak kepala Zara dengan lembut. Dia sampai bingung harus mengatakan apa. Memiliki Zara dalam hidupnya merupakan hal terindah baginya. Reydan tau wanita seperti Zara memang tidak banyak. Ia pengertian dan bisa menerima keadaan Reydan dengan sepenuh hati. “Ya sudah kalau gitu kita bayar terus pulang.” Ucap Reydan pada akhirnya.
“Iya Mas.”
Setelah tiba di rumah, Zara langsung menyusun belanjaannya ke dalam kulkas dengan dibantu oleh Reydan. Setelah selesai, ia pergi ke dapur dan membuatkan teh untuk suaminya. Sedangkan Reydan ia hanya menunggu di ruang keluarga. Sambil menunggu, Reydan membuka ponselnya untuk mengecek notif yang siapa tau penting. Ada satu notif yang langsung menarik perhatiannya. Ia mendapat pesan dari nomor yang tak dikenal.
085432125xxx: Kalau kamu belum puas dengan istri kamu. Aku bisa membantumu.
Begitulah kira kira isi pesan tersebut. Reydan hanya berdecak dan menyimpan ponselnya kembali. Ia berpikir itu pasti hanya kerjaan orang iseng. Lagi pula meskipun sungguhan Reydan sudah pasti menolak.
Setelah dipikir pikir apa yang harus dia tidak puas dari Zara? Zara sudah paket komplit baginya. Cantik, cerdas, baik dan yang penting Zara benar benar wanita terhormat yang memberikan mahkotanya setelah pernikahan mereka. Reydan memilih untuk mengabaikan pesan tersebut dan menghapusnya. Ia tidak mau hal tersebut menjadi pertengkaran di awal pernikahan mereka
Zara kembali dari dapur dengan membawa nampan dengan teh di atasnya. Reydan yang sedari tadi menyandarkan dirinya di sofa langsung menegakkan tubuhnya.
“Diminum dulu Mas tehnya,” ucap Zara sambil meletakkan teh di meja.
“Makasih sayang.”
Zara duduk di samping Reydan sambil melihat Reydan yang meniup teh dan meminumnya dengan pelan. Reydan kembali menaruh teh-nya kemudian beralih pada Zara. Pandangan keduanya bertemu, kemudian pandangan Reydan turun ke bibir ranum milik istrinya yang terlihat begitu menggoda. Reydan menggeser tubuhnya sehingga lebih dekat dengan Zara. Zara dengan reflek memundurkan tubuhnya sambil menatap Reydan dengan tatapan waspada.
“Kenapa mundur?” tanya Reydan dengan tidak mengalihkan tatapan matanya dari bibir Zara.
“Mas Reydan mau ngapain? Ini masing siang loh m-mas,” jawab Zara dengan gugup.
“Mau cium, boleh?” kali ini Reydan melihat wajah polos yang terlihat gugup itu. Rasanya ia ingin tertawa melihat bagaimana ekspresi istrinya yang seperti anak kecil yang mau dicabuli. Alhasil Reydan hanya bisa mengulum senyum dengan tidak melupakan tujuannya.
“Aku belum bisa cium.. hmppp....”
Zara membulatkan matanya saat bibir Reydan sudah menempel di bibirnya. Rasanya hangat dan basah yang ia rasakan saat ini. Tubuhnya kaku sulit untuk digerakkan. Ciuman ini begitu tiba tiba baginya. Tapi itu tidak berlangsung lama karena Reydan menggigit bibir bawahnya sehingga dia memekik dan berakhir membuka mulutnya. Reydan tidak menyianyiakan kesempatan itu. Dia menahan tengkuk Zara dan memperdalam ciumannya. Lama kelamaan Zara mulai ikut menikmati, dia bahkan berusaha mengimbangi Reydan.
Selang beberapa menit, Reydan menarik wajahnya dan menyudahi ciumannya. Nafas mereka tersengal sengal. Zara langsung menutup wajah dengan kedua tangannya merasa malu dengan Reydan. Reydan terkekeh kemudian menarik Zara ke dalam pelukannya dan mengecup keningnya dengan lembut.
“Makasih ciumannya, sayang,” ucapnya.
Zara mengangguk lalu menurunkan tangannya dan memilih membalas pelukan Reydan daripada bersikap malu malu seperti tadi. Lama berpelukan, Zara tiba tiba teringat sesuatu yang harus dibicarakan dengan suaminya. Namun, ia khawatir dengan reaksi Reydan nanti. Ia takut suaminya tersinggung jika ia mengatakan sekarang. Tapi, ini demi kebaikan mereka bersama. Semoga saja Reydan bisa mengerti.
“Mas, aku boleh ngomong sesuatu gak? Tapi kamu jangan marah ya?” Zara mendongakkan kepalanya memberanikan diri menatap sang suami.
Reydan tersenyum sambil menundukkan kepalanya. “ngomong aja sayang, aku juga gak akan marah kok,” jawab Reydan.
“Aku ingin bekerja Mas,” lanjut Zara dengan ragu ragu.
“Alasannya?” tanya Reydan dengan raut wajah yang berubah menjadi datar.
Zara bisa merasakan aura kemarahan dari Reydan, sudah bisa ia pastikan Reydan tidak suka dengan apa yang dibicarakannya. Sebelum menikah mereka pernah membicarakan hal ini. Reydan ingin Zara hanya menjadi ibu rumah tangga. Karena baginya urusan mencari nafkah dan biaya hidup lainnya adalah tanggung jawabnya sebagai suami. Sempat ada perdebatan antara keduanya karena sebelumnya Zara sempat bersikeras untuk menjadi wanita karir agar kelak tidak hanya bisa merepotkan suaminya. Namun Reydan juga keras kepala, dia terus memaksakan kehendaknya agar Zara mau menurutinya. Hingga pada akhirnya Zara lebih memilih mengalah. Namun entah kenapa kali ini Zara malah membicarakannya lagi.
Reydan tiba tiba melepaskan pelukannya dengan Zara kemudian menatap istrinya dengan tajam. “bukankah kita sudah pernah membahas ini? Kenapa kamu membahas lagi sekarang?”
Zara menghela nafasnya dan berusaha menjelaskan. “Aku hanya ingin membantu kamu, Mas. Demi apa pun aku tidak ada niat untuk merendahkanmu karena belum bisa mendapat pekerjaan. Aku pikir jika kita berdua sama sama berusaha mungkin kita bisa mendapatkan yang terbaik.”
Reydan berdecak. “Aku gak ngerti sama jalan pikiran kamu. Kalau aku membiarkanmu bekerja sementara aku masih belum punya pekerjaan apa kata orang tua kamu nanti. Kamu mau mempermalukan suami kamu hah?” tanpa sadar Reydan meninggikan nada bicaranya. Emosinya tak bisa ia kontrol, daripada ia semakin tak terkendali lebih baik ia pergi. Reydan langsung pergi begitu saja tanpa melihat ke arah Zara sama sekali. Entah kemana tujuannya tapi yang pasti ia ingin menenangkan diri terlebih dahulu.
Zara menatap kepergian suaminya dengan perasaan bersalah yang menyelimuti dalam dirinya. ia pikir Reydan pasti senang dengan keputusannya. Namun sayang, keputusan yang ia ambil sepertinya terlalu terburu buru. Harusnya dia berpikir dulu sebelum berbicara. Namun apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur. Reydan sudah pergi dengan membawa kemarahannya.
“Maafin aku mas,” lirihnya dalam hati.
Zara berjanji akan segera meminta maaf nanti. Sekarang lebih baik ia harus memberi waktu suaminya untuk berpikir terlebih dahulu. Lagi lagi ia menarik nafas yang panjang seolah ini adalah hal yang berat baginya. Zara beranjak dari sofa dan memilih untuk pergi ke kamarnya sembari menunggu Reydan pulang nanti.
Sementara itu Reydan yang bingung untuk pergi ke mana pada akhirnya membelokkan motornya ke rumah orang tuanya. Dia tidak bermaksud untuk menceritakan masalahnya pada mereka. Reydan hanya ingin sekedar bertemu mereka saja sekaligus bertemu dengan adiknya itu. Reydan sadar, sejak ia menikah ia belum menemui adiknya. Reydan melepaskan helmnya sembari turun dari motor. Rumahnya tampak sangat sepi, biasanya jam segini kedua orang tuanya pasti bersantai di luar atau minum teh bersama. Reydan memilih untuk tidak memikirkannya dan segera masuk ke dalam.
Reydan membuka pintu sambil mengedarkan pandangannya mencari keberadaan orang tuanya. Namun nihil, ia tidak menemukan siapa pun di dalam sana. Hanya ada suara televisi yang masih nyala di ruang tamu.
Reydan melangkahkan kakinya semakin ke dalam. Niatnya untuk bertemu orang tuanya seketika pupus begitu saja. Sepertinya mereka sedang tidak di rumah. Lebih baik sekarang ia mencari adiknya.
“Tari.... kakak datang Dek.” Teriaknya hingga suaranya menggema.
Tidak ada sahutan, Reydan mencoba untuk langsung ke kamar adiknya. Pintu kamar adiknya sedikit terbuka, ia pun tersenyum dan berniat untuk menjahilinya. Saat tiba di ambang pintu, Reydan sedikit mengintip untuk memastikan adiknya benar benar ada di kamar. Dan hasilnya adalah tidak ada. Kamar itu kosong dalam keadaan yang lumayan berantakan.
“Loh kok gak ada, semuanya pada kemana sih!” gerutunya.
PRANKKKK
Suara pecahan gelas terdengar di belakang tubuhnya. Reydan langsung menoleh ke belakang tapi tidak menemukan seorang pun. Hanya pecahan gelas yang ia lihat di lantai.
“Sejak kapan rumah ini jadi horor” batinnya sambil bergidik ngeri dan mengelus lehernya. Bagaimana ia tidak berpikir begitu, gelas yang baru saja pecah di belakangnya tapi tidak ada seorang pun di sana. Padahal tadi ia tidak menemukan ada gelas di sana.
“Ini kan siang, masa ada setan sih. Atau jangan jangan ini ulah kucing,” Reydan masih mencoba untuk berpikir positif.
Greppp
Sebuah tangan mendarat di bahunya dengan tiba tiba, Reydan menelan ludah tidak berani untuk menoleh. Tangan itu menepuknya sehingga membuat rasa ketakutannya semakin bertambah. Saat Reydan akan menoleh tiba tiba....
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaa”
Reydan pingsan di tempat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!