"Apa dia dosen baru di kelas kita?" tanya Star, pada Rebecca.
"Ya, Dia adalah Profesor muda. Ku dengar usianya baru menginjak 30 tahun. Dia pindahan dari Massachusetts.
"Menurutmu apa dia hot?"
"Hei gadis kuno, apa yang kau pikirkan dalam otakmu?" tanya Rebecca, sahabat Star.
Namanya Starlight Montana, dia adalah mahasiswi berusia 21 tahun. Dia tak pernah sungguh-sungguh menjalani kuliahnya. Hal itu dikarenakan dia tak menyukai jurusan yang dipilihkan oleh kedua orangtuanya.
"Berhentilah bermain-main dan mulailah serius dengan kuliahmu," ujar Rebecca kesal.
"Kau tahu, cita-citaku itu menikah muda, tapi si tua bangka Larry tidak mengijinkan aku menikah."
"Hei, tidak sopan mengatai orangtuamu sendiri."
"Aku tidak peduli. Dia lebih mementingkan Jala*ng itu dari pada aku putrinya sendiri." raut wajah Star seketika berubah saat membicarakan ibu tirinya dan Rebecca sangat tahu apa yang dirasakan oleh
"Oh, Ayolah Star, kau itu harusnya bersyukur, ayahmu masih membiayaimu."
"Aku akan pindah ke apartemen, Becca. Aku akan mencari teman yang bisa menghangatkan ranjangku. May be yang seperti dia." Kata Star menunjuk ke arah Zafa yang melewatinya dari jarak 5 meter.
"Oh God, kenapa kau memberiku teman yang Gila sepertinya." Rebecca berjalan meninggalkan Star yang masih terpaku pada sosok dosen baru itu.
Star masuk ke kelasnya. Tanpa sengaja dia justru beradu pandangan dengan sang dosen. Karena tak tahan dengan tatapan mata yang seperti elang itu, Star akhirnya menundukkan kepalanya.
"Baiklah, Kelas akan aku mulai. Bagi yang kemarin belum masuk dan tidak tahu siapa aku, kalian bisa tanyakan langsung pada teman kalian."
Zafa mengajar selama kurang lebih 2 jam. Di antara semua mahasiswa yang dia ajar, Rata-rata kebanyakan dari mereka adalah perempuan. Zafa selalu bersikap datar dan dingin. Namun, hal itu justru semakin membuat mahasiswinya terpesona.
Selesai mengajar Zafa langsung keluar dari kelas. Star mengejarnya.
"Pak ... Pak ...!" seru Star.
"Ya, ada apa?" tanya Zafa sembari menoleh.
"Boleh aku bertanya?"
"Sesi tanya jawab sudah habis. Bukankah tadi aku sudah menunggu tadi dan kenapa kau tidak bertanya?"
"Itu karena aku kurang fokus, bisakah beri aku kesempatan."
"Baiklah, ikut aku. Aku tidak punya banyak waktu," kata Zafa sembari melanjutkan jalannya.
"Apa yang ingin kau tanyakan."
"Soal tadi aku masih bingung."
Zafa menghentikan langkahnya dan menatap Star dengan tajam. "Kau sering bolos?"
"Tidak. Aku hanya sekali tidak masuk, itu juga karena aku sakit."
"Aku tidak punya waktu untuk menjelaskannya sekarang."
"Lalu kapan? Tugas dari anda harus segera dikumpulkan, sedangkan aku tidak terlalu dekat dengan teman-temanku."
Zafa menghembuskan napasnya kasar. Dia benar-benar pusing dengan tingkah muridnya yang satu ini.
"Datanglah ke cafe Rookies nanti pukul 6. Jika lebih dari itu kau tidak datang. Aku tidak bisa membantumu."
Zafa akhirnya pergi meninggalkan Star yang masih terpaku di tempatnya.
"Dia mengajakku bertemu hanya berdua?" gumam Star, dia tampak sangat senang atas undangan dari dosen yang terkenal dingin itu.
"Yes, semangat Star. Kau pasti bisa mendapatkan perhatian dosen itu."
Star akhirnya memilih pulang. Hari ini ayahnya menghubungi dirinya untuk pulang ke rumah. Katanya ada hal penting yang akan dia bicarakan.
Star yang dulunya merupakan gadis ceria, sekarang berubah menjadi anak badung dan pemalas sejak kedatangan Lucresia ibu tirinya.
"Star kau belum pulang?"
"Sebentar lagi, Becca." Star menatap Becca sambil memicingkan matanya. "Kau akan berkencan lagi?"
"Ya. Kau tahu aku tidak bisa jika terlihat jomblo."
"Hilangkan kebiasaan burukmu itu, Becca. Suatu saat itu akan jadi bumerang untuk dirimu. Aku menasehatimu karena aku menyayangimu."
"Ya, nanti akan aku pikirkan. Sekarang aku akan pergi dulu. Ok! Bye ...." Becca masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan Star yang mendengus kesal.
Star langsung memakai helmnya dan dia pun menaiki motor sport miliknya. Star memang gadis yang tomboy. Dia suka sesuatu yang bisa memacu adrenalinnya termasuk menaiki motor sport itu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setibanya di rumah, Star langsung masuk ke dalam rumahnya. Namun, baru satu langkah kakinya menjajaki lantai rumahnya, dia sudah di sambut dengan tamparan.
PLAK!!
Star memegang pipinya yang terasa panas. Sudut bibirnya berdarah. Dia menatap Lucresia ibu tirinya dengan tatapan nyalang.
"Apa yang kau lakukan?" pekik Star marah
"Kau sudah membuat ayahmu kecewa." Lucresia tersenyum sinis pada Star. Entah kali ini drama apalagi yang akan dimainkan oleh si ibu tiri.
"Ada apa ini, Dad?" tanya Star pada ayahnya yang hanya diam saat dirinya datang.
"Jadi alasanmu tinggal di luar agar kau bisa bebas bergonta-ganti pria. Kau benar-benar menjijikkan, Star." Larry ayah Star menatap Star dengan tatapan penuh kekecewaan.
Star tersenyum miris, bahkan ayahnya sendiri pun seolah tidak mengenal putri dengan baik. Larry terlalu sering mendapat cerita karangan Lucresia yang sejak awal memang sangat membenci Star.
"Kali ini apa lagi yang dia katakan pada Daddy?"
Lucresia melempar foto, di mana Star bertemu dengan beberapa temannya yang rata-rata adalah pria.
"Kau ingin daddy mencabut semua fasilitasmu?" tanya Larry.
"Cabut saja, aku tidak peduli lagi. Silahkan gunaka semua kekayaan daddy untuk anak wanita ini."
"Jaga bicaramu, Star. Kau semakin tidak sopan!"
Star terkekeh. Dia merasa saat ini sedang dipermainkan oleh takdir.
"Daddy sepertinya lupa siapa aku, tapi aku tidak masalah. Daddy boleh melupakan aku."
Star mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Bsakah uncle datang ke mansion daddy. Ada hal yang perlu aku bicarakan." Star terdiam sesaat menunggu jawaban dari lawan bicaranya. Dia lantas mematikan ponselnya setelah mendapat jawaban.
"Kau menghubungi siapa?" tanya Larry pada Star. Namun, Star enggan menjawabnya. Dia tetap berdiri, sedangkan Lucresia duduk di samping suaminya.
Larry menatap Star. Entah siapa yang dihubungi oleh putrinya, tapi dia merasa cemas jika sampai yang Star hubungi adalah keluarga dari istri pertamanya.
Tak lama dua orang laki-laki masuk ke rumah itu. Larry meneguk salivanya dengan susah payah. Apa yang dia khawatirkan ternyata terjadi juga.
"Ada apa, Star? Apa ada yang mengganggumu?" tanya Lionel kakak dari ibu kandung Star.
"Daddy bilang ingin mencabut segala fasilitas untukku. Apa uncle bisa menjelaskan darimana aliran dana yang daddy pakai untuk menghidupiku?" adu Star pada Lionel.
"Apa yang kau katakan? beraninya kau!" Hardik Lionel. Meski usianya hampir setengah abad, Lionel sepertinya menolak tua. Wajahnya asih teta tampan, dengan rahang tegas, hidung mancung dan matanya berwarna biru sama dengan mata Star.
"A_aku hanya menggertaknya saja, dia sering membawa pria ke apartemennya, itu bisa merusak nama besar keluarga Montana."
"Star selalu berada daam pengawasanku, larry. Kau jangan seperti lupa dari mana kau berasal. Kau bisa tinggal d rumah mewah ini dan bekerja di perusahaan semua berkat adikku. Dan sekarang kau berani mengancam putri satu-satunya?"
"M_maafkan aku Star." Larry benar-benar takut jika Lionel sampai mencabut kemewahan hanya gara-gara Star.
"Kau sudah sering mengancam Star, mulai sekarang tinggalkan mansion ini. Kau bukan lagi bagian dari keluarga Montana," ujar Lionel tegas.
"Star maafkan daddy. Tolong jangan usir daddy." larry langsung berjongkok di depan kaki Star. Lucresia menatap mereka dengan tatapan tak suka.
Bukan begini akhir yang dia inginkan. Akan tetapi Lucresia memang tidak pernah tahu siapa sebenarnya Larry dan apa kedudukannya di rumah ini.
"Asal kau tahu, Star. Dia sebenarnya bukan Daddymu."
Lionel akhirnya buka suara tentang rahasia yang selama ini ditutupi dari sang keponakan.
"Aku sudah tahu itu, Uncle. Itulah kenapa aku menghubungi uncle."
"Kau mau aku mengusir mereka?" tanya Lionel. Star hanya menjawab dengan anggukan. Meski sebenarnya Star tidak membenci Larry. Dia hanya kecewa karena Larry lebih mementingkan lucresia ketimbang dirinya.
Jika begini Larry hanya bisa pasrah. Ini semua salahnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sore menjelang, meski suasana hati Star sedang buruk. Dia tetap berangkat menuju cafe Rookies. Tempat dimana Zafa mengajaknya bertemu.
Star tiba dengan motor sport kesayangannya pukul 6 kurang 15 menit. Dia membuka pintu cafe dengan pandangan mengedar. Star memutuskan untuk duduk di area outdoor karena dia ingin merokok.
Hatinya sedang lelah saat ini. Jika saja tidak ada kejadian tadi, mungkin sekarang hubungannya dengan ayah sambungnya itu.
Star sebenarnya tahu jika Larry bukan ayahnya sejak dia berusia 12 tahun. Dia tak sengaja menemukan buku harian milik ibunya. Dari sana semua rahasia keluarganya terkuak.
Meski begitu dulu Star sangat menyayangi Larry karena Larry begitu baik padanya. Akan tetapi semenjak menikah dengan Lucresia, Larry berubah pada Star. Hal itulah yang membuat Star mengambil langkah nekat untuk mengusir Larry dan Lucresia.
"Kau sudah lama menunggu?" tanya Zafa yang tiba-tiba berdiri di depan Star. Mata tajamnya memandangi wajah cantik Star. Zafa bisa melihat bekas tangan di pipi putih gadis itu.
Sorot mata Star menggambarkan kesedihan, tapi Zafa mencoba bersikap tak peduli. Itu bukan urusannya.
"Anda sudah datang." Star menyambut dengan kaku. Dia tak menyangka Zafa tiba-tiba berdiri di depannya.
"Jika aku belum datang, aku tidak akan mungkin ada di depanmu, Nona."
"Star. Namaku Starlight, Profesor Zafa"
"Tidak perlu terlalu formal. Apa yang ingin kamu tanyakan tadi?" tanya Zafa. Dia duduk di depan Star.
Star mengambil laptopnya dan membukanya di hadapan Zafa. Zafa masih terus menatap Star. Tepatnya menatap wajah Star yang sedikit bengkak di pipi kanannya.
"Tunggu di sini sebentar. Kau sudah memesan minuman?" tanya Zafa. Star menggeleng.
Tanpa banyak bicara Zafa memesan segelas coklat dingin dan Secangkir espresso. Dia juga meminta pada salah satu karyawannya untuk mengambilkan kotak obat.
Cafe itu sebenarnya milik Zafa yang di kelola oleh orang kepercayaannya. Namun, sejak pindah ke Toronto, dia sering mengunjungi cafe itu. Dan semua karyawan sudah sangat mengenal Zafa.
"Ini, Tuan."
"Terima kasih, Eric."
"Sama-sama, Tuan."
Zafa keluar dan kembali duduk di depan Star. Star masih fokus pada laptopnya karena dia tak ingin terlihat terlalu bodoh di depan Zafa. Pria yang sejak pagi membuat jantungnya berdebar kencang.
"Ini, obati luka di wajahmu. Aku tidak mau, orang-orang mengira aku melakukan kekerasan padamu."
Star mengalihkan tatapannya dari laptop. Dia tersenyum saat Zafa memberinya perhatian.
"Sebenarnya aku sudah terbiasa begini, tapi terima kasih sudah perhatian padaku."
"Aku hanya tidak mau orang-orang salah paham denganku," tegas Zafa.
"Ya, baiklah. Terserah anda saja."
Star lalu membuka kotak obat itu. Dia mengambil cermin kecil dan melihat wajahnya. Sudut bibirnya terluka dan ada sisa darah di sana. Dia seperti Vampire yang baru selesai menghisap darah.
"Bagian mana yang kau tidak paham," tanya Zafa sembari menggeser laptop Star.
"Itu, bagian paling bawah," kata Star sambil mengoleskan salep di sudut bibirnya.
Pesanan Zafa kemudian datang. Star lagi-lagi dibuat terpukau dengan pesona Dosen sekaligus Profesor muda itu.
Zafa mulai menerangkan apa yang Star tak mengerti. Namun, Star bukannya mendengarkan penjelasan Zafa, tapi dia justru terpaku menatap Zafa yang serius menerangkan materinya.
"Apa kau sungguh-sungguh ingin belajar atau hanya ingin membuang waktuku saja," tanya Zafa dengan tatapan tajamnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Visual mereka aku taruh sekalian.
Starlight Montana
Zafa
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!