Malam itu, Hujan mengguyur kota Jakarta. sebuah rancangan pernikahan pun telah di rancang dengan sebaik mungkin oleh wanita paruh baya bernama Nyonya Sundari Barata, beliau adalah salah satu wanita terpandang di
sebuah Komplek pinggiran kota Jakarta.
Hari Esok adalah hari yang sangat membahagiakan Nyonya Sundari, pasalnya anak satu-satunya yang bernama Kala Satrio Barata akan resmi melepas lajang dengan wanita pilihan Sundari sendiri.
Pernikahan yang tanpa dilandasi rasa cinta itu pun di terima baik oleh Kala, semua karena rasa sayang yang sangat amat mendalam kepada Ibunda tercintanya. Kala terpaksa menerima keinginan sang ibu, semua karena
wanita yang dipilih oleh Sundari adalah Seorang Dokter kandungan yang menurutnya sangatlah berwibawa, apalagi wanita ini memiliki segudang Prestasi
di Negeri ini.
Sundari menyukai wanita itu, walaupun Sundari hanyalah
beberapa kali bertemu dengan gadis bernama Ninis Brawijaya, seorang gadis yang berhasil mendapatkan nilai tertinggi saat menjalankan sekolah tingkat tinggi
Ilmu kedokteran di Melbourne. Parasnya yang cantik, serta tutur bahasanya yang lembut lah membuat seorang Sundari yakin bahwa gadis ini akan mampu menjadi
istri serta menantu Idaman untuk Kala juga untuk dirinya.
Hari itu suasana di dalam rumah begitu sangat disibukkan
dengan persiapan pernikahan Kala dan Ninis, Sundari pun memanggil Sum untuk memintanya memanggilkan Camelia.
"Sum, tolong panggilkan Camelia." ucap Sundari
pada Sumiati yang tak lain adalah kepala Asisten rumah tangga di rumahnya.
Sumiati pun segera menganggukkan kepalanya, "Baik
Bu.." Ia pun melangkah mencari seseorang bernama Camelia, Camelia adalah anak tunggal dari Sumiati. Ayahnya sudah lama meninggal, dan setelah Ayahnya
tiada, Camelia pun memilih untuk ikut bekerja bersama Ibunya di dalam kediaman Nyonya Sundari tersebut.
Tak lama kemudian, Camelia pun datang. Dengan raut wajah yang begitu cantik, ia menghampiri Sundari dengan seutas senyuman terbaiknya.
"Bu Sun memanggil Camelia?" Tanya Gadis berusia
tujuh belas tahun yang sebentar lagi akan memasuki usia delapan belas tahun.
"Ya Mel, Tolong lihat Mas Kala sudah pulang apa belum.
Sekalian antar kan Jas ini untuk dipakai olehnya besok hari." Camelia mengangguk dan segera mengikuti perintah ibu majikan nya itu, Sundari pun meminta Sumiati untuk tetap menemaninya. Maklum, esok adalah hari yang sangat spesial untuk anak tunggalnya itu, dan Sundari sangat membutuhkan tubuh yang
sehat dan bugar untuk keramaian di esok hari.
"Sum, ambilkan minyak gosok sekalian urut badan Ibu ya.
Ibu harus fit besok, soalnya badan ini terasa sangat remuk." Ucap Sundari.
Sumiati pun tertawa kecil, "Boya ibu tuh dari kemarin
gak lelah mempersiapkan ini semua, tak ambil dulu ya minyak nya." Ucap Sumiati yang segera mengambil minyak untuk mengurut majikan yang sangat baik
untuknya itu.
"Lah Sum, maklum lah Mas Kala itu anak satu-satunya aku
dan Mendiang suamiku. kami pun mendapatkan Kala sangat tidak mudah, ya pantas saja lah kalau Kala menikah, lalu memberikan cucu. Ramai lah rumah ku
ini." Sundari memang sangat menginginkan cucu yang banyak, mungkin semua karena selama ini ia hanya memiliki satu anak saja. dan Camelia satu-satunya
anak Asisten rumah tangga yang sudah ia anggap seperti anak sendiri, bahkan Sundari selalu mengatakan kepada Kala jika Camelia adalah adik bontotnya.
"Semoga saja Mas Kala segera memberikan cucu untuk Ibu, saya pasti orang pertama yang akan membantu nya mengurus bayi kecil itu." Sumiati pun segera menggosokkan minyak urut tersebut, sembari memijat kecil, banyak hal yang dibicarakan oleh mereka berdua.
Karena bagi Sundari, Sumiati tidak hanya seorang Asisten
rumah tangga saja. Melainkan sosok Adik yang sudah menemaninya semasa muda dahulu, bahkan Sumiati menikah dengan suaminya pun atas perjodohan Sundari dan mendiang suaminya.
Sementara itu, Camelia terlihat sudah terdiam selama lima
belas menit lamanya di hadapan pintu kamar milik Kala. Tak ada jawaban sedikit pun, ia memutuskan untuk masuk dan mencoba mencari tahu keberadaan Satria, sesuai apa yang di perintahkan oleh Sundari.
Saat membuka pintu kamar Kala, ia terlebih dahulu memasukkan kepalanya seolah mencari tahu apakah ada orang di dalam ataupun tidak. Lalu, setelah memastikan tak ada satupun orang di sana, Camelia pun masuk dan
menyimpan sebuah Jas yang akan dipakai oleh Kala di esok hari.
Ia melihat betapa rapi nya kamar seorang Lelaki tampan
bernama Kala itu, ia pun terlihat memperhatikan raut wajah tampan Kala yang tersimpan di dalam sebuah bingkai Foto berukuran kecil tersebut.
Dalam hatinya berucap, "Mas Kala sangat Tampan, namun
sayang Esok Mas Kala sudah ada yang punya. Hmmm, Apa sih Mel. kamu tuh gak pantas lagian sama Mas Kala." Camelia membalikkan tubuhnya, ia berjalan menuju pintu kamar milik Kala. Namun, saat ia akan keluar dari dalam kamar tersebut. seseorang menariknya dan melemparkan tubuhnya ke atas ranjang milik Kala. Camelia menutup wajahnya, sedikit demi sedikit Camelia mencoba membuka matanya itu.
Orang tersebut adalah Kala, Kala yang datang dengan suasana mabuk itu mencoba untuk merenggut harta satu-satu nya milik gadis itu. Camelia
meronta kesakitan, namun apalah daya tubuh mungilnya tidak bisa melakukan apa-apa.
Ya, Saat pesta lajang itu di mulai. Teman-teman nya begitu
antusias memberikan Kala satu gelas minuman beralkohol, dan hal itu membuat Kala mabuk dan tak sadarkan diri. Bahkan, Asep yang tak lain adalah supir
pribadi ibunya lah yang pada saat itu membawanya pulang dan menyembunyikan Kala sampai masuk kedalam kamar nya itu. Naas, Kala melihat sosok Camelia yang selama ini sangatlah ia kagumi.
Kala sangat menyukai dan Mencintai Camelia, namun sang ibu selalu mengingatkan Kala bahwa Camelia adalah adik bontotnya yang sudah seharusnya ia jaga. bahkan Perjodohan diantara Kala dan Ninis selalu menjadi
pengingat di saat Kala mendekati sosok Wanita lain.
Setelah melakukan hal tersebut, Kala terlihat tertidur lelap
dengan selimut yang menutupi sebagian tubuhnya itu. Camelia beranjak dari atas ranjang tersebut, ia menangis dan tak kuasa menahan rasa sakit akibat perlakuan
seorang Kala lelaki yang selama ini begitu sangat sopan menurut dirinya.
Satu persatu pakaian nya pun dipakai kembali oleh Camelia, air matanya tak kunjung selesai keluar membasahi pipi miliknya. Ia pun berjalan keluar kamar Kala dengan tangisan tersedu-sedu.
Malam itu selesai, Kala mendengar sebuah ketukan pintu yang dilakukan oleh Sumiati.
"Mas Kala, Bangun mas sudah pukul 8 pagi. sebentar lagi
Akad akan dimulai, dan Ibu meminta Mas Kala segera bersiap." ucap Sumiati, Kala mencoba menyelaraskan mata indahnya itu. bias cahaya pada jendela itu
membuat silau pada mata indahnya, ia mengucek matanya itu dan sesekali menggeliatkan tubuh miliknya itu.
"Iya Mbok Sum." jawab Kala, Kala pun berusaha
terbangun dari tidurnya. Ia melihat sebuah jas yang sudah tergantung rapi di depan lemari miliknya, Ia pun beranjak dari tempat tidurnya itu. Ia terkejut dengan pakaian miliknya yang terlihat berserakan di atas lantai kamar tersebut, "Apa-apaan ini?" Tanya Kala seorang diri.
Ia melihat dirinya tanpa sehelai pakaian yang bersarang di tubuhnya.
Kala pun mencoba meraih handuk yang dan berlari menuju kamar mandi, "Mandi sajalah dulu." ucap nya sembari berlari.
Setelah selesai membersihkan dirinya itu, Kala berjalan
menghampiri ranjang miliknya dan berpikir keras atas kejadian semalam. Ia tak sengaja melihat bercak darah pada ranjang miliknya, "Semalam aku ngapain
ya? Dan itu?" Ia mencoba mengingat-ingat kejadian malam itu.
"Aku harus tanya Mang Asep!" Tanpa berpikir lama,
Kala melepaskan kain penutup kasur miliknya itu dan segera berganti pakaian menggunakan Jas yang sudah di siapkan Ibunya. Pikiran mengenai semalam
membuatnya sedikit kacau, Ia tak tahu siapa wanita yang tidur dengan nya malam tadi.
"Mas Kala." Panggil Seseorang, Kala pun menoleh
dan melihat sosok Camelia berdiri di hadapan nya.
"Maaf Camelia gak ketuk dulu, ibu menyuruh Amel
memanggil Mas Kala."
Kala terpaku melihat Camelia berdiri dengan kepala yang
tertunduk, "Oke, sebentar lagi beres."
Camelia pun mengangguk dan kembali meninggalkan Kala seorang diri, "Aku harus lihat CCTV yang menghubungkan kamar ku dengan lorong menuju kamar ku. Aku harus mencari tahu siapa yang aku tiduri malam tadi ," Argghh... Semoga saja tidak ada dan aku hanyalah
berkhayal semata." sambungnya sembari berjalan meninggalkan kamar pribadinya.
Pernikahan Kala dan Ninis akan segera di mulai, semua tamuundangan sudah berada di dalam gedung besar yang menjadi saksi bisu pernikahan tanpa rasa cinta itu. Kala melihat raut wajah Camelia yang tertunduk lemas dan
sesekali melihat mata sembab yang entah mengapa begitu terlihat jelas olehnya, "Kenapa Amel terlihat lemas dan tidak bersemangat, oh mungkin karena pernikahan ku dengan Ninis. karena hanya Amel yang tahu bahwa aku tidak mencintai Ninis, andai saja kamu tahu Mel, kalau aku.. " kalimat yang terucap dalam hatinya itu terhenti manakala ia melihat Camelia yang terjatuh pingsan saat duduk di samping Sumi, Ingin sekali rasanya ia beranjak dan membantu Camelia.
Namun apalah daya, penghulu yang akan menikahkan nya dengan Ninis sudah datang dengan wajah yang terlihat penuh senyuman.
"Sudah bisa dimulai?" tanya Penghulu sembari duduk
di hadapan Kala, Kala mengangguk sembari tersenyum dan ia juga terlihat sedikit mencuri pandangan kearah Camelia yang terlihat di gendong oleh Asep menuju
ruangan lain. Ia juga melihat Sumiati yang begitu sangat mengkhawatirkan Camelia, entah mengapa jantungnya berdetak begitu tak karuan.
"Mas Kala Satria Barata ya?" Tanya penghulu,
"Iya Pak." jawab Kala dengan nada yang begitu lemas.
Penghulu pun bertanya dengan menggunakan sebuah Mikrofon yang dipegang oleh dirinya sendiri, "Mas Kala tahu nama calon istri Mas Kala?" Tanya nya kembali.
"Insya Allah tahu Pak."
"Siapa?" Tanya pak penghulu.
"Ninis." Jawab nya singkat.
"Ninis apa Mas?" Tanya penghulu kembali.
Mendengar pertanyaan itu, Kala terdiam. Ia benar-benar tidak tahu nama belakang dari Ninis tersebut, "Mas Kala?" tanya nya kembali.
"Saya lupa Pak." Jawabnya sembari tersenyum malu.
Pak Penghulu pun tertawa kecil karena mengetahui calon.
pengantin pria yang sama sekali tidak tahu nama kepanjangan dari mempelai wanita nya, "Mas Kala nama Ayah mertua siapa?" tanya nya kembali.
"Raden Mas Aji Brawijaya." jawab Kala karena ia tahu siapa Ayah dari Ninis.
"Jadi Istri namanya?" tanya nya kembali.
"Oh iya, Ninis Brawijaya." jawab Kala dengan nada
yang terdengar begitu canggung.
Kala menunduk, "Lah nama Calon Istri kok Ndak tahu.
" Celetuk Pak Penghulu, Kala tetap terdiam. namun, wajahnya kini terlihat begitu memerah seakan menahan rasa malu akibat kalimat yang terucap dari bibir Pak Penghulu.
Melihat keadaan itu, Pak penghulu menepuk punggung tangan Kala dan berucap..
"Kita cuma becanda ya Mas Kala. jangan di masukkan ke
hati." ucap Pak Penghulu, Kala pun mengangguk pelan.
Akad Nikah diantara Kala dan Ninis pun segera di gelar, Pak Penghulu memberitahu fatwa-fatwa dalam pernikahan dan Kala mencoba menyimak apapun yang dikatakan oleh Pak Penghulu. Setelah memberikan sedikit wejangan, Pak Penghulu meminta agar Kala saling menjabat tangan dengan Aji calon Ayah
mertuanya itu. Kala pun menyodorkan salah satu tangan miliknya, "Bismillahirahmannirahim... Saya nikah kan dan saya kawinkan Ananda Kala Satria Barata dengan putri kandung saya Nyimas Dewi Ninis Brawijaya binti Raden
Mas Aji Brawijaya dengan Mas kawin seperangkat alat Ibadah, Mas seberat 150 Gram dan uang tunai sebesar seratus dua puluh ribu dibayar TUNAI." Aji menggenggam erat tangan Kala, namun saat seharusnya kala membalas kalimat yang Aji ucapkan Kala malah terdiam membisu dan entah mengapa ia semakin mengkhawatirkan sosok Camelia.
Pak Penghulu mencoba menyadarkan Kala, "Mas diulangi,
fokus ya."
"Maaf Om Aji, Kala.. "
"Gak apa-apa, hal biasa kal kalau Nervous." jawab
Aji.
Kala pun kembali menggenggam erat tangan Aji, Aji kembali mengatakan kalimat sebelumnya. namun kali ini Kala menjawab, "Saya Terima nikah dan kawin nya Putri kandung Bapak Nyimas Dewi Ninis Brawijaya dengan Mas
Kawin tersebut di bayar TUNAI."
"bagaimana saksi?" Tanya Pak Penghulu, kedua saksi
dari Kala maupun Ninis pun mengangguk tanda pernikahan Kala dan Ninis telah Sah di mata hukum dan Agama. Mereka semua menengadahkan kedua tangan nya, Kala pun terlihat melakukan hal yang sama. Dan setelah selesai Pak penghulu pun terlihat meminta mereka untuk memanggilkan Mempelai pengantin Wanita, sungguh cantik wajah Ninis yang kini sudah sah menjadi istri dari lelaki tampan bernama Kala itu.
Gaun kebaya putih dipadupadankan dengan batik Khas kota pekalongan dengan siger yang di rancang khusus penuh dengan berlian itu menambah pula kecantikan Ninis, Ninis sendiri memiliki garis keturunan Jawa dan
Sunda. Maka dari itu Pernikahan diantara Ninis dan Kala terlihat bernuansa adat jawa dan adat Sunda, Ninis anak pertama dari dua bersaudara. kebetulan adik laki-laki Ninis sendiri sedang menjalankan sekolah di Negeri Paman sam, ia tidak dapat mendampingi sang kakak dalam pernikahan tersebut.
Ninis duduk di samping Kala, senyuman nya begitu indah
terlihat. Ya, diam-diam Ninis memang sangat mengagumi sosok Kala. namun, tak pernah sekalipun mereka melakukan kencan hanya berdua. bahkan saat pernikahan
akan selesai dipersiapkan, Ninis dan Kala baru dipertemukan kembali.
Isu yang tersebar, sebelum menyetujui perjodohan ini,
Ninis sudah memiliki kekasih bernama Andre. namun, Aji tidak merestui hubungan mereka dikarenakan Andre yang begitu kental dengan kehidupan di Luar Negeri dan Aji takut jika Andre tidak mampu membawa Anaknya kedalam kehidupan yang lebih baik. dan saat Ninis mengetahui bahwa Kala lah yang akan menjadi calon suaminya itupun, Ninis segera menyetujui pernikahan ini, ia juga berani meninggalkan sosok Andre yang sudah 4 tahun menjalin asmara dengan nya.
Rangkaian demi rangkaian Acara pernikahan pun telah selesai di gelar, dan malam ini Sundari dan kedua orang tua Ninis sudah mempersiapkan kamar mewah di sebuah hotel berbintang lima untuk kedua mempelai pengantin itu.
Kala menolaknya, ia mengatakan bahwa dirinya akan lebih nyaman tidur di dalam kamar pribadinya dan ia berharap Ninis pun mengatakan hal yang sama.
Namun Sundari tetap memaksa, Kala pun tidak mampu menolak keinginan ibunya.
Di ujung sana, seorang wanita bernama Camelia itu
memperhatikan gerak gerik dari Kala dan Istrinya. mata sayu dengan wajah pucat itu terlihat begitu menatap lekat wajah Kala juga istrinya, Kala melirik kearah dimana Camelia berdiri.
"Lia, Sini." Titah Kala, Lia menggelengkan
kepalanya.
Tanpa mengatakan apapun, Kala menghampiri Lia dan mencoba memperkenalkan Lia kepada Istri barunya.
"Nis, kenalin ini Lia. Adik aku."
Mendengar hal itu, Camelia begitu bersedih. Ia begitu
mengingat kejadian malam tadi, dimana Kala merenggut harta satu-satu nya yang Ia miliki. Air matanya menetes, namun ia segera menyeka air matanya itu.
"Ninis udah kenal kan Mas, Lia anak Mbok Sum kan?"
tanya Ninis.
Kala menatap wajah Lia, "Kenapa Lia? kamu sakit
ya?" Tanya Kala.
"Lia capek Mas, Lia kan yang mempersiapkan semuanya.
dia sangat rajin, dan sangat membantu Ibu." Ucap Sundari, "Eh Mobil sudah di depan, ayo kami antar ke depan." sambung Sundari.
"Kenapa gak balik ke rumah Ibu saja sih Bu, lagipula
rumah ibu saja sudah seperti hotel. Lantas apa bedanya?" Tanya Kala.
"Suasana nya beda Mas, ini kan malam pertama Mas sama Ninis. jangan sampai mengecewakan Ninis lah." Jawab Sundari kepada Anaknya itu, "Ayo ibu antar, biar nanti barang-barang kalian di kemas dan kirim sama ibu.' sambungnya.
"Ingat ya Ndo, sekarang Surga mu tidak hanya pada Ibu
dan Bapa melainkan suami mu. Jamu dengan baik, karena suami akan mencintai Istrinya jika kebutuhan nya terpenuhi. begitupun Istri akan menghormati suaminya bila suaminya selalu menghargai Istrinya." Ujar Aji sembari
mengusap ujung kepala Anaknya, Ninis mengangguk dengan pelan. Aji juga tidak lupa memberikan sedikit petuah pada menantunya, Kala yang pada saat itu mendengar sebuah petuah pun tak henti menganggukkan kepalanya.
Kala dan Ninis masuk kedalam sebuah mobil klasik yang
diberikan oleh Sundari sebagai hadiah pernikahan nya itu, Kala membuka kaca mobil tersebut. Ninis melambaikan tangan nya namun tidak dengan Kala yang terlihat menatap lurus kursi kemudi yang terisi oleh Asep, supir pribadi ibu kandungnya.
"Jalan Mang Asep." ucap Kala tanpa memberikan
ekspresi apapun pada wajahnya, Asep pun mulai mengemudi mobil tersebut dengan kecepatan sedang. Dan di dalam mobil itu Ninis yang duduk di samping Kala hanya terdiam dan enggan memulai melakukan pembicaraan kepada Kala.
"Mang Asep pulang lagi?" Tanya Kala.
"Lah iya dong Mas, Mang Asep hanya di suruh mengantar
Mas saja bersama Mbak Ninis menuju Hotel." Jawab Asep, "Nah, Dua hari kemudian Mas Asep jemput lagi." serunya memberitahu Kala saat itu juga.
Kala terkejut saat mengetahui bahwa dirinya dan Ninis hanya berdua saja di dalam kamar hotel selama dua hari, "Dua hari Mang?" tanya Kala.
"Iya Mas, kata Ibu begitu." Jawab Asep kembali.
"Ibu ada-ada saja, Kala kan besok juga udah masuk
kantor lagi. lagian, cuma ambil dua hari cuti." Keluhnya pada Asep, mendengar sebuah keluhan itu Ninis menduga bahwa suaminya memang tidak menginginkan dirinya. Ninis menundukkan kepalanya, dan tetap terdiam tak mengeluarkan suara.
Sesampainya di sebuah halaman Lobby hotel, Kala keluar dari dalam mobil dan berjalan seorang diri menuju Lobby dalam tanpa menghiraukan Ninis. Asep yang pada saat itu melihat kejadian itu pun segera membukakan pintu mobil tersebut, "Silahkan Mbak." ucap Asep saat membuka kan pintu mobil tersebut.
"Makasih Pak Asep, Oh iya. Jangan adukan masalah ini
pada Ibu atau orang lain ya Pak, mungkin Mas Kala masih merasa canggung dengan hadirnya saya." Ujar Ninis pada Asep.
Sembari menunduk malu, Asep pun mengangguk dan mengiyakan apa yang dikatakan oleh Ninis. Ninis berjalan mengikuti langkah Kala, saat itu juga Asep merasa sedih melihat raut wajah Ninis yang mendapatkan sikap dingin
dari suami yang menikahinya tadi Pagi.
Ninis berjalan mengikuti langkah kaki dari Kala dan Petugas hotel tersebut. Nampak sebuah kamar hotel mewah di dalam sana, Kala pun merogoh saku miliknya dan memberikan dua lembar kertas uang kepada petugas lelaki tersebut.
Petugas itu berucap, "Terimakasih Tuan Kala, saya juga
ingin memberitahu bahwa nanti pukul tujuh kami sudah mempersiapkan Dinner malam hari di Atas sana. semua sudah di pesan Nyonya Sundari Termasuk dengan Kamar
hotel ini."
Kala terdiam sejenak, "Baik, Terimakasih."
jawabnya.
Mendengar kalimat persetujuan itu, Ninis pun sedikit merasa lega. Ia mengetahui bahwa Kala tidak akan menolak pemberian ibunya itu, "Terimakasih ya Mas." Ucap Ninis.
Petugas itupun mengangguk dan segera meninggalkan kamar mereka.
Ninis menatap sekeliling kamar tersebut, "Wow,
Pemandangan yang sangat indah. Ibu benar-benar mengerti dengan keinginan ku." ucap Ninis.
Kala duduk di atas sofa sembari membuka alas kaki yang ia gunakan saat ini, "Mas Kala, Mas Kala suka menginap disini dengan ibu?" Tanya Ninis dengan mengurangi sedikit rasa malunya itu.
Sembari menatap dingin, Kala mencoba memberikan senyuman kecil pada Ninis.
"Pernah, hanya beberapa kali. itupun saat kami merasa
bosan berada di rumah." jawabnya dengan nada yang terdengar ketus.
"Oh gitu, kalau Ninis sih jarang. soalnya Bapak sibuk,
Ibu juga kelola toko batik. ya saat di Melbourne aja memiliki kamar seperti hotel, jadi berasa sering ke Hotel tapi gak sama ibu dan Bapak."
"Mas capek, Mas mau istirahat. boleh kan?" Tanya kala kepada Ninis, Ninis menganggukkan kepalanya. Kala pun merebahkan dirinya di atas sofa, menyimpan salah satu tangan nya itu di atas kening miliknya.
"Mas, kenapa gak di atas ranjang saja."
"Enggak, Mas lebih nyaman disini. kalau Ninis mautidur, tidur aja di sana. nanti jam 7 malam Mas bangunkan, Mas juga kabari dulu orang hotel kalau dinner kita di ganti saja di jam 8." Jawab Kala.
Ninis menganggukkan kepalanya, "Baik Mas." Ia pun
berjalan menuju ranjang besar tersebut, dari arah sana ia melihat betapa pulas tidur suaminya itu. Ninis merasakan bahwa Kala begitu menunjukkan sikap dingin nya pada Ninis, namun Ninis berpikir bahwa Cinta tidak akan datang begitu saja, apalagi ia menyadari bahwa pernikahan dirinya bersama Kala benar-benar tanpa
adanya rasa cinta.
Malam ini adalah Malam yang seharusnya menjadi malam yang sangat membahagiakan untuk sepasang pengantin baru itupun terlewati begitu saja karena sikap dingin yang diberikan Kala kepada Istrinya. Ninis pun hanya terdiam dan tak ingin memulai pembicaraan apapun, yang Ninis tahu mereka hanya saja belum terbiasa satu kamar berdua. Karena Ibu mertuanya bilang jika anaknya tidak pernah memiliki kekasih ataupun teman dekat seperti anak lelaki lainnya, Ninis memaklumi hal itu.
Kala menghampiri Ninis, “Nis, kamu lapar gak?” Tanya nya kepada Ninis.
Ninis menundukkan kepalanya, “Lapar sih Mas, tapi kan jam makan malam sudah lewat. Lagipula, Ninis tadi gak berani bangunin Mas. Mas tidurnya pulas sekali.” Ujarnya.
“Oh Iya, maaf ya. Kalau begitu Mas keluar bentar ya, Mas juga lapar.” Ucap Kala.
“Mas, bukan nya kita bisa service room ya. Pesan makanan nya saja biar petugas hotel mengantar makanan nya,” Ujar Ninis kembali.
“Kalau kamu mau pesan boleh Nis, lagipula Mas kurang suka makanan di hotel. Di sebrang hotel ada Nasi goreng kampung, Mas mau makan di sana. Nanti Mas bungkusin buat kamu.”
Ninis mengangguk dengan pelan, “Ninis ikut Mas saja.” Jawab nya dengan sedikit memberikan senyuman. Tanpa mengatakan apapun, Kala berjalan meninggalkan Ninis.
yang Ninis inginkan adalah Kala mengajaknya walaupun hanya makan di samping jalan, namun Kala terlihat tidak menyadari itu.
Satu jam pun berlalu, Kala datang memasuki kamar hotel yang sedang mereka tempati saat ini. Kala melihat Ninis yang tertidur di atas sofa karena menunggu nya begitu lama, Kala pun membuka sebuah kontainer makanan berisikan nasi goreng spesial pertama untuk istrinya itu.
Setelah itu, Ia duduk di atas sofa dan memperhatikan wajah seorang perempuan yang kini sudah sah menjadi istrinya. Ninis wanita yang sangat cantik dan begitu sangat modis. Walaupun Ninis sedikit pendiam akan tetapi Ninis memiliki segudang prestasi yang sangat membanggakan kedua orang tua dan orang-orang di sekitarnya.
Kala terlihat mencoba membangunkan Ninis, dengan perlahan Ninis pun membuka matanya. Kala tersenyum kecil, “Maaf ya lama, tadi Antri.” Ucap Kala.
“Oh gak apa-apa Mas. Makasih ya.” Ninis pun mulai menyantap makanan yang baru saja di berikan oleh Kala, Ia memakan makanan itu dengan perlahan. Kala pun membukakan tutup botol air mineral yang ia juga belikan untuk istrinya, “Makasih Loh Mas, Ninis jadi sangat merepotkan Mas.” Ucapnya.
“Oh enggak kok. Santai aja, aku udah biasa kalau Ibu laper malam. Ya, aku keluar beli buat ibu.” Jawab nya.
Ninis menganggukkan kepalanya, “Oh Iya Nis, besok kita pulang aja ya. Aku gak betah tidur di hotel,” Ucap Kala kepada Ninis, Ninis tidak menjawab apapun. Kala kembali berucap, “Dan aku sudah janji pada diriku sendiri kalau sudah menikah aku akan tetap tinggal bersama Ibu, walaupun rumah kita sudah siap di huni. Mas Cuma minta Ninis bilang sama Ibu, kalau Ninis sama Mas sementara tinggal dulu sama Ibu.”
“Gak apa-apa kan?” Tanya Kala kembali.
Ninis mengangguk dan memberikan seutas senyuman kepada Kala, dalam hati Kala ia merasa kesulitan mencari sikap buruk istrinya itu. Walaupun baru beberapa Jam, hal baik yang ada dalam diri Ninis membuat Kala sedikit merasa iba. Apalagi sedari tadi Kala begitu dingin kepada Ninis, bahkan Ninis tidak menunjukkan rasa sedih dan tidak pula memberikan kalimat protes kepada Kala.
Kala pun melakukan percobaan kembali, “Nis, satu lagi nih.” Ucapnya.
Ninis menjawab, “Iya Mas,”
“Kita Nikah tanpa pendekatan apapun, bahkan suatu hari dimana kita melakukan makan malam tempo lalu pun tidak ada pembicaraan apapun. Aku masih merasa canggung, dan merasa jika kita seakan orang asing yang baru saja dipersatukan. Apa boleh untuk sementara waktu, kita tidur juga tidak bersebelahan dengan kata lain tidak satu tempat tidur. Mengingat aku selama ini selalu tidur seorang diri, mungkin begitu dengan dirimu.” Ucapnya, “Maaf jika aku menyinggung dan membuat perasaan mu sakit..” sambungnya.
“Oh Tidak mas, Ninis memahami kok maksud dari apa yang Mas Katakan. Jadi Mas gak usah sungkan ya kalau ada hal yang mau Mas bicarakan, apalagi hal yang sangat penting.” Ucap nya sembari menutup penutup kontainer makanan tersebut, “Makanan nya super duper enak Mas, tetapi untuk Ninis terlalu banyak porsinya. Maaf ya Ninis makan nya gak habis.” Ucap Ninis kembali.
“Gak apa-apa Nis, aku juga yang salah. Aku beli dengan porsi aku.” Kala beranjak dari tempat duduknya itu, Ia berjalan menuju balkon dan mulai memantik kan api pada batang rokok miliknya.
Ninis pun berjalan menghampiri Kala, “Mas, Ninis tidur ya. Besok pagi Ninis bangunkan Mas apa menunggu Mas terbangun sendiri?” Tanya Ninis pada suaminya.
Kala pun menoleh sedikit kearah wajah Istrinya itu, “Mas pasti bangun sendiri kok.”
**
Keesokan harinya, Kala begitupun Ninis sudah bersiap untuk pulang. Walaupun baru satu malam, Kala memutuskan untuk pulang. Ninis bertanya pada Kala, “Mas, Mang Asep udah sampai belum ya?”
“Kita gak dijemput Mang Asep, kita pulang pakai Taksi Online ya. Gak apa-apa kan?” Tanya Kala.
“Oh begitu Mas, gak apa-apa kok.” Kala pun membawa Koper milik Ninis juga koper miliknya, mereka memasuki taksi online bersama-sama dan di dalam perjalanan. Kala pun meminta sesuatu hal kepada Ninis, Ia mengatakan kepada Ninis agar Ninis tidak mengatakan apapun kepada Ibunya. Jika ibunya bertanya apakah Ninis bahagia malam tadi, Ninis hanya harus mengatakan Iya. Dan, Ninis mengikuti keinginan suaminya itu.
Sesampainya di rumah Sundari, Sundari terkejut sebuah mobil asing memasuki pelataran rumahnya itu. Sundari pun memperhatikan siapa orang yang berada di dalam mobil asing tersebut, dan saat Kala keluar dari dalam mobil itu, Sundari memberikan tatapan yang begitu lekat. Kala berteriak dan berlari menuju dimana Ibunya berdiri, “Ibu.. Kala Rindu.” Ia memeluk ibunya itu tanpa membukakan pintu untuk Istrinya yang baru saja satu hari ia nikahi.
Sundari melepaskan tubuh anaknya, dari kejauhan menantu kesayangan nya itu terlihat berjalan menghampiri dirinya. Sundari berucap, "Mas, belajar dewasa Toh. Ibu malu sama Ninis, Mas ini sudah beristri. Jangan begini dong."
Kala tersenyum, "Walaupun sudah beristri tetap Ibu adalah orang pertama di hati Mas." Sundari menggelengkan kepalanya, Ninis sudah berada di hadapan Sundari, Ia terlihat menarik tangan Sundari dan mengecup punggung tangan tersebut seraya memberikan salam pada Ibu mertuanya.
"Wah wah... Ibu senang punya menantu udah cantik, gaul, Sopan lagi." Celetuknya.
"Terima kasih Bu, Ninis juga sangat bersyukur mendapatkan mertua sebaik dan setulus Ibu. Sekali lagi terima kasih ya Bu." balas Ninis dengan senyuman yang begitu Indah, mata Kala melihat ke kiri serta kanan rumahnya. Ia seakan sedang mencari sesuatu di area rumah itu, Sundari juga terlihat mengajak Ninis dan bertanya pada Ninis mengapa Kala dan Ninis secepat itu pulang, padahal sebenarnya Hotel tersebut telah di bayar Sundari untuk dua hari.
Ninis menjawab, "Ninis dan Mas Kala itu sama-sama tidak betah lama-lama saat berada di Hotel, tetapi bukan maksud kami tidak berterima kasih pada Ibu, Bapak dan juga Ibu kandung Ninis. akan tetapi, kami berdua sangat merindukan Ibu semua." Ninis terpaksa berbohong, semua itu demi nama suaminya.
"Sur.." Panggil Sundari.
"Loh kok panggil Mbak Surti Bu." kata Kala bertanya.
Sundari menjawab, "Loh, Surti ya kan ART disini juga. kenapa memangnya?"
"Mbok Sum kemana?" Tanya Kala kembali, Ia juga seolah memperhatikan keadaan di dalam rumah nya itu.
Sundari mengambil napasnya dalam-dalam, "Lupa aku, kemarin kan Camelia gak sadarkan diri tuh waktu di tempat nikahan kamu. Pada akhirnya Ibu suruh Sum bawa aja ke rumah sakit, eh katanya Tensi darahnya sangat rendah. Jadi sementara harus di rawat beberapa hari." Jelas Sundari, Entah mengapa hati Kala begitu mengkhawatirkan Sosok Camelia.
Sundari pun berucap kembali, "Berhubung nih Menantu baru ibu lagi habiskan masa-masa malam pertama, jadi Ibu gak kabari Ninis."
"Gak apa-apa bu, sing penting Camelia sudah mendapatkan perawatan yang sangat baik. Biasanya sih kalau Tensinya Normal sudah dapat dipastikan pulang secepatnya, memangnya Camelia ada riwayat itu ya bu?"
"Enggak sih, ya selama ini yang aku tahu Camelia baik-baik saja. Iya kan bu?" jawab Kala kepada Ninis, Ninis keheranan saat melihat raut wajah Kala yang begitu sigap menjawab pertanyaan yang di ajukan Ninis untuk Ibu mertuanya.
Sundari menimpali kalimat yang baru saja di ucapkan oleh Kala, "Setahu ibu sih tidak punya Nis, tetapi kata Asep semua karena Camelia tidak beristirahat dengan baik. Ya, dia kan bantu ibu mempersiapkan semuanya.
Terutama kebutuhan Mas Kala, tapi jangan salah paham ya Nis, Kala dan Camelia sudah seperti layaknya kakak beradik. Usia mereka yang terpaut jauh, membuat mereka. sangat dekat. Kala selalu momong Camelia seakan Camelia adiknya." sambung Sundari.
"Gak apa-apa Bu, Ninis paham kok. Kalau begitu gimana kalau kita tengok Camelia, Camelia pasti senang." Ajakan Ninis untuk menjenguk Camelia di tolak oleh Kala, saat itu Kala beralasan bahwa dirinya sangat lelah dan ingin secepatnya memasuki kamar pribadinya.
Ninis pun meminta ijin pada Kala agar ia mengijinkan Ninis untuk pergi bersama Ibu mertuanya, Kala pun mengijinkan Ninis dan Kala terlihat berjalan menuju kamar pribadinya itu.
Di Dalam kamar tersebut, Kala berusaha mengingat apa saja yang terjadi saat malam itu. Yang Kala ingat, Kala pulang dengan kondisi hujan dan salah satu teman nya menghubungi Asep karena Kala begitu mabuk parah. Memori ingatan malam itupun ia coba untuk ingat dan terputar di dalam otaknya, sialnya Kala tidak ingat saat ia memasuki rumah dan menuju kamar tersebut.
Kala memperhatikan ruangan miliknya itu, sebuah Kamera pengintai berbentuk pensil itupun menyala. Ya, Kala memang sengaja memasang kamera pengintai karena untuk keamanan dirinya saja. semua ia lakukan karena saat dulu ia sempat merasa kehilangan barang berharga miliknya, Kala berjalan menghampiri meja tersebut.
Sebuah jepit berbentuk hati tak sengaja terinjak olehnya, "Ini kan milik Amel." ucap Kala.
"Apakah Amel yang semalam melakukan itu bersamaku..?" Tanpa berpikir panjang, Kala pun terlihat menyambungkan Kamera pensil itu dengan Laptop miliknya. Ia mencari hasil rekaman dimana malam lepas lajang itu telah usai, sebuah rekaman menunjukkan bahwa Camelia masuk dengan langkah kecil dan terlihat begitu hati-hati itu di saksikan olehnya. Lalu, ia melihat Camelia berjalan menyimpan Jas yang akan di pakai olehnya untuk Acara Akad pernikahan dirinya bersama Ninis. Dan terakhir ia melihat Camelia yang begitu pelan mengusap foto miliknya dan menyimpan nya kembali. Lalu, Camelia membalikkan tubuhnya ia sudah melihat bahwa dirinya berada di hadapan tubuh Camelia.
Sosok Kala itu menghampiri Camelia, Memeluk Camelia bahkan Mencumbu Camelia seolah Harimau jantan yang sedang menyergap mangsanya. Camelia meronta dan menolak, namun tangan kuat miliknya dengan sigap menarik Camelia dan melucuti segala pakaian yang di pakai oleh Camelia.
Ia begitu tidak percaya bahwa malam itu benar-benar terjadi, Ia tidak tahu harus melakukan apalagi. Ini adalah kesalahan, kali ini tidak banyak lagi yang dapat Kala lakukan mengingat baru saja satu hari yang lalu ia menikahi wanita pilihan ibunya. Namun, di sisi lainnya Kala sudah merenggut harta satu-satunya yang sangat berharga milik gadis bernama Camelia.
Matanya begitu terlihat risau, Ia takut apa yang sudah ia lakukan terbongkar dan membuat malu Ibu kandungnya yaitu Sundari.
"Apa yang sudah Aku lakukan Tuhan?" Tanya Kala seorang diri, "Aku akan mempermalukan diriku sendiri, Mendiang Bapak juga Ibu ku. Apa yang akan mereka katakan saat tahu perbuatan keji yang aku lakukan sebelum Ijab kabul itu terucap." Ujar Kala dengan air mata yang menetes, Ia benar-benar tidak menyadari hal itu. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini, mengingat permasalahan ini begitu sangat berat dan akan mempermalukan pihak masing-masing.
Ia kembali berucap, "Dan Camelia, Maafkan Mas. Mas tidak menyadari hal itu terjadi, dan hal itu membuat mu sakit saat ini. Maafkan Mas Camelia, Mas memang begitu menyukai kamu. Tetapi, Mas sadar Cinta kita hanya akan di pandang sebelah mata oleh Ibu Mas Sendiri. Maafkan Mas Camelia.. Maafkan Mas.. "
Kala menutup wajahnya dengan menggunakan kedua tangan nya, saat ini Ia merasa sangat frustasi.
"Apa aku hapus saja File ini sehingga tidak ada bukti jika Aku yang bersalah." ucapnya, Namun seketika itu, "Arggggghh tidak Kala, Ibu dan Mendiang Bapak tidak pernah mengajarkan kamu untuk lari dari sebuah Tanggung jawab. Apapun yang nantinya terjadi pada Camelia adalah tanggung jawab kamu sebagai lelaki yang sudah tega merenggut harta satu-satunya perempuan baik seperti Camelia." Hatinya enggan melakukan hal tercela lainnya kembali, Ia pun bertekad untuk menemui Camelia dan segera berbicara bersama Camelia.
Ia terbangun dari tempat duduknya, ada hal yang harus ia lakukan sebelum menemui Camelia. Ia berjalan menuju ruang laundry di belakang rumahnya, "Mbak Ina," Panggilnya.
"Iya Mas."
"Saya mau tanya, kemarin selepas pernikahan saya selesai. siapa yang membersihkan kamar saya?" Tanya Kala pada salah satu staff Laundry yang berada di lingkungan rumahnya itu.
"Mmm, Kalau gak salah Amel Mas. Tadinya mau saya, karena Amel juga kan sedang sakit. tetapi kata Amel, dia gak bisa beres-beres kamar kalau setelah ini. katanya malu sama Mbak Ninis." Terang Ina. Karena setahu Ina, Amel dan Kala begitu sangat dekat.
"Oh begitu." jawab Kala.
"Kenapa Mas? gak rapi kah? Biar Mbak Ina yang bereskan kalau memang tidak rapi, Mbak Ina tahu mungkin saja Amel kelelahan." Terang Ina kembali, "Karena dia juga mencuci dan menjemur sendiri Kain penutup ranjang Mas." tutur Ina berlanjut.
"Oh enggak Mbak Ina, Kala cuma mau bilang makasih kan, sekarang ada Ninis jadi apa-apa Kala minta sama Ninis. kalau begitu, Kala pergi dulu ya Mbak."
"Baik, Mas."
Kala berjalan dengan pelan, "Sungguh kamu mencoba untuk menutupi kesalahan ku, Amel. Aku tidak menyangka bahwa kamu mau mengorbankan dirimu demi aku." ungkap Kala di dalam hatinya.
"Bagaimana jika hal buruk terjadi padamu." ucapnya kembali.
Kala terdiam sejenak, Ia kembali memegang ujung kepalanya dan merasa begitu sangat sesak saat memikirkan nasib Camelia saat ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!