NovelToon NovelToon

Miscall Yang Terbalas

Cerita tentang aku, CLARA ISABELLA

" Ra,, bantu mak ya panen cabe rawit hari ini di ladang, besok bisa mak bawa ke pasar, lumayan buat membeli bawang dan ikan asin besok, kamu ada kerjaan nyuci tidak hari ini?"

" Iya mak, hari ini gak nyuci semalam sudah, tapi sore aku jaga mak, jadi gak bisa sampe sore" Ara yang sedang mencuci piring di kamar mandi mengiyakan permintaan maknya.

Aku Clara Isabela, berusia sembilan belas tahun saat ini, dan baru menyelesaikan pendidikan SMK di kota kecamatan aku dilahirkan, aku biasa dipanggil Ara sama mak juga Bapak tak terkecuali dengan saudara-saudaraku.

Kmi adalah keluarga besar aku anak ketiga dari lima bersaudara, kakakku yang sulung adalah perempuan namanya Riska dan baru saja menyelesaikan kuliahnya di salah satu Universitas di ibu kota, dan abangku Lihar anak kedua sudah bekerja walau hanya serabutan dan tinggal di luar daerah, dan adikku Luhut laki-laki nomor empat dan kelima sibontot Gomos juga laki-laki mereka berdua masih sekolah di SMP kelas 1 dan SD kelas 2, usiaku memang terpaut jauh dengan Luhut,dan sama Luhut ke Gomos.

Kehidupan keluarga kami terbilang pas-pasan, dan sering mak bilang jika kami itu hidup di bawah garis kemiskinan jadi harus tau diri.

Pekerjaan mak dan bapak adalah petani dengan mengandalkan sebidang tanah yang tidak luas, dan banyak tanaman tumpang sari disana, dan hasil tanaman itu bisa memenuhi kebutuhan kami dan hebatnya mak dan bapak bisa menyekolahkan kami bahkan menamatkan kuliah ka Riska dengan modal sepetak ladang, hebat bukan? Aku selalu bangga dengan orangtuaku, beruntung aku di lahirkan di keluarga yang penuh kasih sayang walau hidup pas-pasan, tapi tak sedikitpun aku mengeluh.

Sebenarnya aku ingin melanjut juga kuliah, tapi melihat mak dan bapak yang sudah mengkip-mengkip nguliahin kaka rasanya gak tega juga melihat mereka, membuatku memutuskan untuk sementara mencari pekerjaan saja setidaknya bisa meringankan beban mak, kasian mak dan bapak yang banting tulang.

Sudah dua bulan selepas aku UAN (Ujian Akhir Nasional) mulai jadi tukang cuci di rumah pamanku dan tiga rumah tetanggaku yang masih kukenal dekat, lumayanlah dalam sebulan aku bisa mendapatkan tiga ratus sampai empat ratus ribu, sangat murah memang dengan upah sebulan diberi delapan puluh ribu kadang ada yang kasih seratus ribu, tapi gak papa lah bisa membantu mak beli beras atau sekedar uang sakuku.

Pamanku mempunyai usaha Jasa telekomunikasi Warung Telepon (Wartel) yang buka dari pukul tujuh pagi hingga jam sebelas malam, mereka mempekerjakan dua orang dengan bergantian, berhubung pekerjanya berhenti aku menggantikannya dan di upah dua ratus ribu sebulan.

Setiap hari aku disibukkan dengan pekerjaanku, aku sangat menikmatinya. Jika jadwal ku jaga di wartel malam aku akan mulai mencuci dari pagi, dan khusus hari minggu aku libur mencuci.

Sebenarnya mak kasian denganku, mak ingin aku bisa kuliah, tapi aku beralasan tahun depan aja biar mak bisa nabung dulu agar mak gak memaksaku terus, sementara aku tau beberapa waktu lalu mak sudah menggadaikan rumah sederhana kami ke Bank demi melunasi keperluan kakak sebelum wisuda, aku gak mau egois, SMK ku aja tamat aku sudah sangat bersyukur saat ini.

Ada saja orang yang melihatku dengan pandangan rendah, mereka yang kehidupannya lebih baik pastinya, tapi sedikitpun tak ada rasa malu dalam hatiku walau pekerjaanku saat ini adalah tukang cuci di rumah orang kaya, yang penting aku selalu menanamkan sikap jujur dan bekerja halal, setidaknya gak minta jajan lagi sama mak.

Pamanku sangat baik, terkadang aku juga disuruh merawat anaknya lumayan makan siang atau malam aku gratis, saat ini aku memanfaat kan tenaga ku untuk ku jual mencuci baju mereka yang berduit, agar tidak membebani mereka yang kusayangi.

Eh iya aku juga aktif di Organisasi pemuda di kampungku, bahkan selalu ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan, dari perkumpulan sekali seminggu, perlombaan-perlombaan antar desa ke desa, kecamatan antar kecamatan baik itu olah raga atau kesenian.

Di Organisasi ini aku hanya seorang anggota, dan ketuanya adalah Rocky seorang pemuda yang kukenal baik, dan masih kuliah di Kota, dari intensitas kebersamaan yang sering membuat dia mengungkapkan perasaannya padaku, dan dengan senang hati kuterima cintanya, disitu ditembak aku mau, dasar akunya yang mengagumi dan terpesona pada seorang Rocky.

Pertemuan kami hanya setiap malam minggu itupun karena Perkumpulan Organisasi yang kami ikuti, Rocky ngekos di kota dan akan pulang sekali seminggu,setelah perkumpulan pastinya selalu akan mengantarku pulang bukti jika dia bertanggung jawab pada keselamatan ku hingga tiba di rumah.

Rocky adalah pria idaman banyak gadis tak terkecuali denganku, disamping wajahnya yang tampan, dia juga laki-laki berwibawa dan pintar, akupun sebenarnya bertanya-tanya kenapa dia bisa jatuh cinta padaku, jika dibanding dirinya dan diriku sangatlah kontras perbedaannya, dia anak dari seorang PNS yang bekerja di kantor Bupati dan mamanya seorang guru PNS juga disalah satu sekolah SD di tempatku.

Usiaku perpaut lima tahun dengan Rocky, bagiku dia cukup dewasa telah memilihku jadi pacarnya, dan Tak ada yang tau jika kami berpacaran, aku yang meminta agar ini menjadi rahasia diantara kami saja, bahkan tak ada perjanjian untuk selalu ngapel karena aku masih takut orangtuaku mengetahuinya, dan Rocky juga menyetujuinya karena aku masih terlalu malu dan merasa tak pantas berpacaran dengannya.

Dari banyak cerita yang kudengar, Rocky adalah seorang Play boy, katanya dia punya banyak pacar, bahkan di tempatnya berkuliah banyak gadis-gadis yang dekat denganya, aku yang mendengar hanya diam saja, yang aku percaya cuma kata yang keluar dari mulutnya, iya Rocky yang aku cintai, yang hari-hari ada di otakku.

Rocky adalah cinta pertamaku, pria yang kukagumi sejak lama, sehingga tanpa berpikir dua kali aku menerima cintanya, terkadang hanya melihat nya sangat cukup mengobati hatiku yang rindu. Bagiku dia pemuda yang sangat baik, tak yakin jika dia itu play boy.

Diary ku jadi tempatku bercerita ketika aku rindu padanya, selalu ku peluk setelah ku ungkapkan kerinduanku pada dirinya melalui tulisan ku.

" Mak besok aku gajian, boleh tidak aku beli HP yang kubilang kemaren?"

Aku sedang mengincar HP yang di jual di Counter HP satu-satunya yang ada di kampungku, dan aku sudah meminta upah cuci ku di bayar di tanggal yang aku tentukan.

" Mak gak bisa bantu ya, kalo duitmu cukup beli lah mak gak larang" Ucap mak tersenyum.

HP yang ku incar adalah HP second Noki* tipe 3330 yang sangat keren di kalangan kami anak muda.

Waktunya aku ingin menikmati keringat ku, bulan lalu aku masih menyimpan sedikit sisa upah ku, jadi rasanya cukup untuk membelinya.

pake mata dek!

Hari ini adalah hari Jumat dimana mak akan mengumpulkan hasil tanamannya diladang, karena besok adalah hari pasar di kampungku jadi hasil panen akan di jual di pasar subuh-subuh agar ketemu dengan pembeli yang sering di sebut Tokeh di kampungku.

Aku membantu mak metik cabe rawit nya yang gak seberapa pokoknya, sedang bapak ngumpulin buah cempokak setelah menebang tiga tandan pisang tadi, minggu ini hasilnya gak seberapa biasanya mak ada sayuran, kali ini hanya tiga macam saja, tapi cukuplah untuk membantu keuangan mak satu minggu kedepan.

Hampir setengah hari cabenya belum juga selesai di petik, tapi sudah lebih separuh yang selesai.

" Ra,, dah tengah hari ni, di jalan nanti udah hampir satu jam." Mak mengingatkan tanpa menoleh ke arahku, mak masih dengan cabe rawit nya.

Oh iya,, jarak rumah ke ladang mak lumayan jauh, dan kami sama sekali tidak punya kendaraan, sehingga tiap kali ke ladang kami harus jalan kaki, dan tak ada angkutan kesana, jika ada hasil panen akan dipikul atau di jungjung di kepala.

" Ntar mak, masih tanggung" Ucapku

Ku percepat gerak jariku memetik cabe rawit yang di pokoknya dapat sangat rimbun buahnya, aku ingin menghabiskan yang sepokok agar tak terlewatkan mak nanti jadi buahnya tak merah sendiri nantinya dari pokok yang lain.

" Mak,, aku bawa yang mana?" Aku bertanya sama mak saat mak mengumpulkan cabe yang dipetik mak dengan yang kupetik.

" Bisa bawa pisangnya Ra? Mak selalu bertanya walau mak tau aku bisa membawnya, tapi mak kira nanti aku malu dilihat sama orang ketika menjungjung sesuatu.

" Bisa mak, tapi bantu ya naikkan di kepalaku ya! Aku kasian sama mak juga bapak, kalo bukan aku yang bawa satu tandan mau siapa lagi? Gak mungkin aku tega liat bapak bawa langsung dua tandan atau ngulang lagi ke ladang jemput.

Mak ngelap dan mengeringkan getah pisang di tandan bekas potongannya dengan tanah, katanya biar getahnya gak keluar lagi, dan gak netes-netes dibaju kalo dijunjung ato dipikul, karena getah pisang terkenal dengan nodanya yang tak mau hilang walau dicuci pakai baclyn sekalipun.

" Mak cabenya aku bawa aja sekalian yang udah kita petik tadi,"

Mak memandangku sekilas, sebenarnya bukan meragukan tenaga ku namun mak kasian liat anak gadisnya banting tulang, tapi aku yang lebih kasian sama mereka.

" Mak, cabenya cuma lima kilo, bisalah kutengteng, cepatlah nanti aku kelamaan, ucapku lagi.

Mak memasukkan cabe ke karung dan mengikatnya, sudah bisa ku perhitungkan berapa beratnya hanya dengan melihatnya, aku ambil sarung yang selalu kujadikan menutup kepalaku jika diladang, dan ku gulung membulat selebar kepalaku.

Mak membantuku menaikkan se tandan pisang atas kepalaku yang aku tau namanya pisang Barangan, tandannya lumayan besar kalo diperkirakan beratnya sekitar dua puluh kilo.

Kuraih cabe rawit yang sudah didalam karung dan ku jinjing, setelahnya aku langsung pulang meninggalkan mak dan bapak dengan cabe dan cempokak yang belum selesai dipetik.

Dengan beban di kepala dan cabe yang ku jinjing berganti-ganti di tanganku, aku sebenarnya capek, terkadang aku berhenti mengatur nafas dan melanjutkan kembali langkahku.

Akhirnya sampai juga di rumah, adikku Gomos juga sudah pulang, kulihat sedang makan dan hanya berlaukkan ikan asin, ku turunkan hati-hati pisang yang ku jungjung takut rusak, nanti harganya bisa jauh turunnya jika sebiji pisang aja lepas dari sisirannya, yang biasanya dua puluh lima ribu se tandan akan berubah ditawar sepuluh ribu atau paling mahal lima belas ribu, aneh bukan? padahal mereka yang membelinya akan menjual per sisir setelah di karbit, coba berapa kali lipat untungnya? Tapi itulah trik pedagang, ilmu ekonomi yang kupelajari di SMK dulu, waktu itu pernah pak Sirait guru ekonomi mengajarkan "nilai jual sebuah barang akan berubah ketika kita bisa mengolahnya, dan dia bertanya padaku contoh sederhananya, aku bilang ubi kayu dijadikan makanan ringan seperti keripik dan olahan sejenisnya," dan pak Siraitpun tersenyum padaku.

Aku meluruskan kakiku dan duduk di lantai teras besandarkan dinding, cukup lelah rasaku berjalan dengan membawa beban yang tak sedikit, ku lirik jam dari pintu depan sudah hampir jam dua.

Setelah kurasa cukup istrahat, aku menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhku, jam tiga aku harus udah sampai di wartel.

" Dek,, dirumah aja ya, jangan main jauh-jauh, tunggu mak sama bapak pulang." Ucapku pada Gomos yang lagi bermain mobil-mobilan dari kulit batang pisang.

" Iya ka,," Tanpa melihatku dan masih asik dengan mainannya.

" Mau jajan?" Langsung pandangan Gomos mengarah padaku, kami tak pernah dikasih jajan sama mak, mending makan banyak-banyak, padahal kalo sempat kami tambah-tambah makan mak selalu ngomel-ngomel, yang makan gak punya aturan lah, makan gak ingat saudara yang lain lah, yang inilah, yang itulah, heran kadang lihat mak ku ini.

Kulihat Gomos mengangguk dan mengulurkan tangannya padaku, dan kuraba kantong celana jeans ku, keberikan uang lima ratusan yang bergambar orang utan padanya, ada senyum sumringah di wajahnya, jarang-jarang bisa jajan, aku sebenarnya kasian padanya, udahlah yang paling bontot, tapi belum pernah ngerasain punya jajan tiap hari seperti kawan-kawan seumurannya.

" Jangan di habisin nasi ya dek, mak sama bapak tadi lupa bawa nasi ke ladang, kasian kalo mereka kelaparan sampe rumah" Padahal aku tau mak sengaja gak bawa apa-apa biar nanti sekira makan mereka bisa sekalian untuk makan malam.

" Hmm,, aku jajan dulu ya," Dia berlari keluar rumah tanpa menunggu jawabanku.

Sebelum aku berangkat dan sudah memakai sendalku Gomos pun sudah pulang dengan membawa dua bungkus jajanan, dan kulihat membawa tiga koin uang seratusan, ternyata gak semua dihabiskan, masih dengan senyum tanda dia senang di sodorkan uang tiga ratus ke aku, dan ku tolak.

" Simpan, buat besok ya dek, jangan dihabiskan, jangan tau mak juga, nanti mak marah!" Ucapku padanya dan segera disimpan di tasnya, tak sengaja kulihat tali tasnya yang hampir putus, kubuang nafasku kasar, adekku benar-benar membuatku sedih.

" Kaka pergi dulu, jangan keluar ya main, mak udah mau pulang." Ucapku lagi.

" Hmm,," Hanya itu yang kudengar, kutinggalkan adekku dirumah sendiri.

Aku berjalan menuju wartel tempatku bekerja, masih bisa berjalan santai, kadang aku menyapa orang yang kukenal dijalan, terdengar suara klakson dari arah belakang, aku menepi, namun klakson nnya tetap aja dibunyikan membuatku makin menepi dan kakiku hampir mendekati sisi parit, membuat yang membunyikan klakson kudengar tertawa dan kuputar badanku untuk melihat asal suara, ternyata si Dame dan temannya aku tak kenal, Dame adalah seorang pemuda yang beda kampung denganku tapi sering berkunjung ke kampungku ke tempat wawak nya.

" Pake mata dek, nanti jatuh paret kau!"

" Mata kau jatuh paret" Ucapku kesal.

Kulihat dia makin tertawa lebar, dan temannya pun ikut tertawa melihatku yang kesal.

" Mau kemana dek,? Mau ke wartel ya? Ayok ku antar." Dia udah tau aku kerja di wartel karna pernah kesana menggunakan telepon saat aku jaga.

Aku diam aja, melanjutkan langkahku, aku tau dia suka padaku, pernah beberapa kali datang kerumah main, pertama dulu masih kutemui dan kulayangi ngobrol, tapi rasaku tak nyambung, ketika datang lagi aku malah sering bersembunyi dimana saja yang penting jangan sampai ketemu, mana orangnya suka bikin kesal hati, bicaranya sombong, penampilan yang sok maco, membuatku makin tak srek aja melihat.

Akhirnya dia menyerah juga saat aku tiba di halaman wartel, dan kulihat dia putar arah.

Ditemani bang Rocky

" Ra,, bisa bantu bibi jaga ade Kevin" Tiba-tiba istri pamanku keluar dari dalam sedikit mengejutkan ku yang sedang menunggu pelanggan di meja kerjaku.

" Bisa bi, bawa kesini aja" Kulihat bibi masuk tanpa bertanya lagi padaku.

Pamanku tinggal di sebuah Ruko berlantai tiga, separuh lantai pertama di buat wartel dan disekat, dan sekatan belakang adalah dapur mereka, untuk kamar dan ruangan keluarga berada di lantai dua, dan lantai tiga hanya digunakan menyimpan barang-barang yang tak terpakai.

Anak pamanku ada dua dan masih kecil usia balita berumur empat tahun dan bayi umur lima bulan, biasanya bibi minta tolong bantu ngasuh Kevin jika bibi repot di dapur sepertinya sore ini, oh iya, bibiku bekerja di kantor perpajakan dan sudah PNS sementara pamanku juga PNS di dinas perhubungan, jadi mereka sangat sibuk sehingga harus punya baby sister untuk mengasuh anaknya.

Udah tiga hari bibi menitipkan Kevin padaku disetiap sore karena baby sisternya kabur, dan terpaksa menitip anaknya pada kaka iparnya tepatnya istri dari saudara paman, yang tak jauh tinggal dari ruko yang mereka tempati.

Dari dalam keluar anak laki-laki tampan yang bukan lain adalah Kevin dan langsung menemuiku.

" Hei,, Kevin ngapain tadi di atas?"

" Tadi Kevin gangguin adek Jo bobok ka, mama marahin Kevin" Dengan polosnya bercerita padaku.

" Hah,, ko di ganggu, ya marah dong mamanya, lain kali kalo adek Jo bobok jangan di ganggu ya" Ucapku mengingatkan, dan kamipun bermain di ruangan sempit meja kerjaku.

Meja kerjaku mirip seperti meja-meja resepsionis yang ada di kantor-kantor loh, disana sudah ada komputer yang pastinya tersambung di setiap telepon yang disediakan pamanku, ada lima kamar yang kedap suara untuk kamar jasa telepon yang disediakan.

Sore ini waktuku banyak bermain dengan kevin, hingga bibi menjemputnya untuk mandi da makan, sementara pelanggan masih sepi, biasa kalo sore, orang kurang beminat untuk menelepon , namun akan ramai di jam tujuh an hingga jam sebelas, sementara hari masih jam enam.

Hari mulai gelap, terlihat dari pintu kaca wartel seseorang turun dari motor dan masuk ke dalam wartel.

" Bang Rocky!" Dia hanya tersenyum ke arahku dengan membawa sebuah HP yang sedikit lebih kecil dari yang sering kulihat, dan memasuki kamar telepon yang ditengah dan menutup kembali terdengar suara cetekan, berarti dia menguncinya.

Kulihat nomor tujuan di monitor, sepertinya luar daerah dan aku pikir itu adalah keluarganya.

Orang-orang sudah berdatangan untuk menelepon, dan pastinya aku mulai sibuk, melayani mereka, tiba-tiba ada seorang ibu menghampiriku,

" Dek,, bisa minta tolong " Si ibu menyerahkan tulisan di secarik kertas, disana tertulis nomor telepon.

" Ohhh,, mau menelepon ya bu? Oh bisa, sebentar ya? " Kuperhatikan tinggal satu kamar yang kosong dan itu ada di ujung, aku melewati kamar dimana bang Rocky menelepon, terlihat dia begitu asik, dan sedang menyisir rambutnya dengan jarinya.

Ku tekan beberapa angka yang di secarik kertas itu, setelah terhubung kuberikan kepada si ibu tadi dan berlalu.

Kutoleh lagi ke arah bang Rocky , masih dengan teleponnya, aku diam saja dan berlalu, tak lama terdengar mesin print berbunyi, ternyata ada yang sudah selesai menelp, aku menunggu saja sambil membuka-buka majalah yang edisinya sudah lama berlalu,

" Berapa dek?" Seseorang menghampiri mejaku dan menanyakan, ternyata bang Rocky.

" Ohh, abang, sebentar ya" Aku menyobek kertas yang sudah terprint barusan dan menyerahkannya ke bang Rocky.

" lapanblas sembilan ratus bang" Ucapku.

Bang Rocky mengeluarkan lembaran dari dompetnya dan memberikan uang duapuluh ribuan, segera ku kembalikan seribu seratus.

Dia tak langsung pulang, namun duduk di bangku tinggi yang ada di seberang mejaku, sehingga dia bisa memandang semua kegiatanku saat ini.

" Tumben abang dah pulang, biasanya kan sabtu," Ucapku mencoba membuka pembicaraan antara kami, karena yang aku tau dia selalu pulang di hari sabtu.

" Hehe, rindu sama kamu," Jawabnya pelan tapi mampu membuat hatiku terbang ke angkasa.

" Bisa aja!" Akupun tersipu malu.

" Besok, kamu gak ikut kumpulan lah ya, kami jaga malan ya kan?"

" Hmm,, kayaknya bang,, tapi kalo paman mau gantiin mungkin ikut" Terkadang paman kalo ga sibuk ato capek mau gantiin jaga di malam minggu, tapi gak sering-sering juga.

" Terus kalo kamu pulang malam siapa yang antar" Bang Rocky bertanya.

" Kadang bapak yang jemput, kalo gak ya pulang sendiri" Ucapku jujur.

" Kalo aku disini pasti aku yang antar" Katanya melanjutkan. Aku cuma diam aja karena terdengar hpnya berbunyi.

Bang Rocky mengeluarkan hpnya dari saku celananya dan melihat sambil tersenyum, kulihat tangannya sibuk menekan-nekan hpnya, aku tak mengerti karena aku tak punya HP, aku diam aja memperhatikannya.

Aku mulai disibukkan dengan pelanggan yang melakukan pembayaran, dan bang Rocky pun terabaikan, namun dia sepertinya santai aja dengan HP yang tak henti-henti di kutak-katik, sering kulihat dia tersenyum memandangi hpnya, dan setelahnya balik lagi jarinya sibuk kutak-katik, sebenarnya aku penasaran dengan kesibukannya, namun aku takut mengusiknya, takut nanti dia pergi meninggalkan aku, sementara aku sangat rindu pingin melihatnya lebih lama.

Akhirnya kubiarkan bang Rocky, aku dengan kesibukanku, dan dia dengan kesibukannya, hingga seseorang datang menyapanya,

" Bang Rocky, lagi ngapain disini?" Kukenal si wanita bernama Hesti, dulu kaka kelasku di SMK, kelihatan dari gestur tubuhnya sangat menyukai bang Rocky, sementara ke aku kurang suka, karena pandangannya seperti pandangan menyelidik.

" Ohh, tadi nelpon" Katanya santai, tanpa melepaskan padangan dan jari jempolnya dari hpnya.

" SMS in siapa bang, serius amat?" Lagi si Hesti menyelidik.

Dalam hati aku baru ngerti kalo bang Rocky lagi ngetik SMS, iya tapi sama siapa? Akupun sebenarnya ingin tau.

" Gak, siapa-siapa, teman kampus aja, " Ujar bang Rocky, dia seperti gak suka Hesti mengusiknya.

" Ngapain kesini? Tuh kalo mau nelpon lagi ada yang kosong "katanya menunjukkan ketidak suka annya.

Aku yang melihat merasa lucu, kubuang pandanganku ke arah printer yang berbunyi melengking mengeluarkan kertas struk biaya telepon, ku sobek dan kuberikan saat seorang ibu-ibu datang membayarnya.

" Lima ribu tiga ratus bu," Ucapku ramah.

Mak datang membawa plastik hitam yang ku tau isinya adalah rantang, kulihat sudah pukul delapan.

" Nah makanmu,"

" Oh iya mak," Mak langsung pulang, baru ingat kalo aku belum makan dari siang, kupegang rantangnya, nasinya masih hangat, aku tersenyum, biasanya mak masak pasti enak.

Tapi aku malu, bang Rocky ada pasti akan melihat laukku yang tak jauh dari ikan asin, padahal ingin segera kusantap karena perutku sudah sangat lapar.

" Ra, makan dulu sana di dapur, biar paman yang gantiin sebentar" Ternyata paman sudah ada di mejaku.

" Nanti aja, mama udah antar nasi nih barusan, belum lapar juga" Ucapku berbohong.

" Ya udah paman ke atas lagi, kirain gak dianterin makanan"

Paman dan bibiku sangat baik, jika aku masuk malam gak pernah sekalipun lupa menyuruhku makan, aku hanya malu jika aku rasa tak menolong mereka aku akan menolaknya, kalo malam gini mak selalu antarin aku makanan, walau lauknya hanya pakai tumis pucuk labu.

Hesti melihatku seperti merendahkan, diangkatnya sudut bibirnya seolah mengejekku.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!