Ada rumor yang beredar di asrama kampusku, jangan pernah masuk ke taman bunga mawar belakang saat malam hari. Aku pikir itu memang hanya sekedar rumor, tapi aneh sekali para pengurus asrama bahkan sampai memasang pagar tinggi bergembok untuk melingkari taman mawar itu. setiap malam, taman mawar itu akan terkunci. Ada papan peringatan dilarang masuk.
Aku sedang gila sekarang, bagaimana mungkin gadis yang diputuskan tunangannya tidak gila? Aku sudah memberikan segalanya pada lelaki itu karena dia melamar ku, tapi hanya karena tidak puas dengan satu malam panas yang kami lakukan dia memutuskanku. Katanya milikku sangat kecil, sialan! Hal itu membuatku benar benar minder selama beberapa hari ini.
Aku berdiam diri di depan pagar yang dirantai dan bergembok. Melepaskan cincin dari laki laki brengsek itu, melemparnya ke dalam taman mawar. Sembari menghela napas panjang, resah, entah kenapa aku dapat melihat asap dari kejauhan. Aku juga merasa bodoh, kenapa aku kemari di malam hari, saat bulan purnama. Kenapa aku menolak ajakan temanku untuk pergi ke klub malam dan menegak alkohol untuk melupakan masalahku. Aku bodoh! Baik, aku menyadari kesalahanku saat melihat puluhan kupu kupu cantik keluar dari dalam pagar. Ada kupu kupu di malam hari? Meskipun cantik, kupu kupu itu berwarna hitam sempurna. Ini sangat menakutkan.
"Masuklah."
Mataku melotot, Melihat seseorang dari balik pagar, ia mengulurkan tangan.
"Aku bisa membantumu." Suaranya yang berat menghipnotisku. Kata katanya penuh keyakinan.
Masa bodoh dengan hantu atau apalah itu. Damn! Laki laki itu bahkan lebih tampan dari puluhan idol yang pernah kulihat.
Saat aku meraih tangan lentiknya, seketika tubuhku terdorong masuk ke dalam taman.
"Hai gadis manis, apa yang membawamu kemari?"
Laki laki misterius ini begitu menawan. Fisiknya sempurna melebihi standar ketampanan dunia. Wajahnya seperti diukir oleh seniman hebat. Begitu tegas dan mengagumkan.
Taman mawar merah kini berubah menjadi taman mawar hitam. Pakaianku juga berubah menjadi hitam, menyesuaikan dengan kemeja hitam yang laki laki itu kenakan. Kami terlihat seperti pasangan mafia, haha. Laki laki itu memegang pinggangku, sedangkan aku menatap lurus matanya yang menatapku hangat.
"Apa kau hantu?"
"Para manusia menyebut golonganku begitu, tapi bukan, kami berbeda dengan arwah ataupun makhluk buruk rupa yang kalian pikirkan."
"Apa kau berbahaya?"
"Bisa iya bisa juga tidak."
Laki laki itu tersenyum misterius. Melepaskan tangannya dari pinggangku, beralih menggenggam tanganku.
"Apa yang kau inginkan dariku?" Tanyaku, ini sangat aneh, aku merasa nyaman, aku memang sudah biasa pergi ke klub dan menghabiskan malam dengan laki laki tak dikenal, tapi kali ini, di depanku bukanlah manusia. Apa aku segila itu?!
"Seharusnya itu pertanyaanku, gadis manis. Apa yang kau inginkan?" ia balik bertanya, sembari tersenyum tipis.
"Bisa kau memberiku satu ciuman?"
Laki laki itu menggeleng. Aku menghela napas kecewa, rasanya malu ditolak begini.
"Aku bisa memberimu lebih."
"Apa maksudmu? Aku tidak mau melakukan hubungan terlarang dengan hantu."
Mata laki laki itu mengerjap, ekspresinya penuh tanya. Kemudian tertawa renyah.
"Gadis nakal, tentu saja aku juga tidak akan melakukan hubungan seperti itu denganmu. Pikiranmu kotor sekali." Laki laki itu menepuk nepuk kepalaku. Kemudian menarik tanganku agar mengikutinya. Kami masuk lebih dalam ke taman mawar hitam.
"Kau bisa menceritakan masalahmu padaku, dan aku akan membuat hatimu menerimanya. Kau tidak akan merasakan sakit lagi."
"Kau mau menghapus memori ku?"
"Tidak, tapi aku akan menggantinya dengan yang lebih baik."
Dalam satu kedipan mata kami berpindah tempat, ke sebuah pantai yang sangat aku kenali. Baju yang kami kenakan juga berubah menyesuaikan tempat ini. Aku sedang memakai bikini seksi dan laki laki itu mengenakan celana pendek, telanjang dada dan begitu tampan dengan rambut hitamnya.
"Kau mau mulai dengan berselancar?" tanyanya, masih menggenggam tanganku erat.
"Heii! I-ini... bukankah ini pantai yang pernah aku kunjungi dengan Bryan?"
"Oh jadi nama laki laki itu Bryan ya. Kalau begitu apa kau tertarik dengan namaku?"
Aku menatap sekitar, ini sungguhan pantai dimana kami berkencan dulu. Ada banyak orang juga di sini, matahari terik membakar, suara ombak bergemuruh dan anak anak yang sedang bermain voli pantai.
"Namaku Alicia, namamu?" aku memperkenalkan diri terlebih dahulu. Laki laki misterius itu tersenyum manis. Menampakkan giginya yang rapi dan satu lesung pipi indah.
"Ken, kau bisa memanggilku Ken. Kau mau bersenang senang sekarang Alicia?"
"Tentu saja Ken. Ayo kita mulai dengan berselancar!"
"Haha, gadis yang berani, kau tidak takut hiu?"
"Bukankah kau akan menjagaku, Ken?" Aku menatap manja.
"Aku akan membuat sate hiu jika mereka berani menampakkan diri di depanmu, nona."
Itu kencan yang menyenangkan. Benar benar mereparasi ulang memoriku dengan Bryan. Kami naik ke salah satu papan seluncur yang tiba tiba saja ada di pinggir pantai.
Ken memiliki mulut yang manis, ia pandai mengatakan sesuatu yang enak didengar. Kami naik satu papan berdua, menerjang ombak yang tinggi, Ken tidak melepaskan tanganku.
"Alicia, kau sangat cantik. Sepertinya Bryan tidak punya mata." Ken berbisik dekat dengan telingaku.
"Katanya punyaku kecil."
Kepala Ken miring, tidak paham dengan arah pembicaraan.
"Maksudnya dadaku kecil! Dia suka gadis yang besar." Aku berteriak kesal. Kenapa Ken harus membuatku mengatakan hal yang tidak ingin aku ungkapkan terang terangan sih.
"Oh begitu ya."
Oh begitu ya? Apa maksud dari tanggapan menyebalkan itu. Saat aku mendongak, aku baru sadar jika wajah dan telinga Ken memerah, ia mengalihkan pandangan ke arah pantai.
Tunggu... apa dia sedang malu?! Seharusnya aku yang malu!
Tempat kedua yang kami kunjungi adalah pegunungan salju. Pakaianku dan Ken juga sudah berubah menjadi jaket mantel yang hangat, tak lupa topi rajut dan syal tebal.
"Hei jangan lari larian Alicia, kau bisa terjatuh." Ken menangkap pinggangku sebelum aku terjerembab ke salju.
"Ken apa saljunya boleh dimakan?" tanyaku.
Ken mengangguk. Ia mengambil salju dengan tangannya.
"Kau mau rasa apa?"
"Coklat!"
Salju di tangan Ken berubah seketika, baik warna maupun baunya.
"Ini es krim?" tanyaku lagi, Ken mendekatkan tangannya, aku menjilat salju itu, sangat manis.
"Wow Ken! kau sangat luar biasa!"
"Yeah, ini kan dunia yang kubuat, aku bahkan bisa membawamu terbang."
"Sungguh?" aku tertarik.
Mata Ken melebar, wajahnya memerah lagi, ia mengalihkan pandangan.
"Jangan menatapku begitu Alicia."
"Menatapmu bagaimana?"
"Begini, matamu terlihat bersinar. Kau jadi lebih cantik berkali kali lipat, itu membuatku merasa aneh." pelan Ken, sembari menyentuh dadanya.
Ken benar benar membuatku salah tingkah. Dia memuji berlebihan, itu sesuatu yang belum pernah kudapatkan sebelumnya. Terasa begitu tulus.
Tiba tiba kakiku terangkat naik. Ken menggenggam jemariku. Tubuhku melayang.
"Eh... Ah... A-ada apa ini?!"
"Kau bilang mau terbang."
Ken membawaku naik ke atas, rasanya seperti kehilangan gravitasi, tubuhku terbang hingga ke atas awan. Pemandangan di bawah sudah berubah, salju begitu cepat mencair menampakkan bukit yang penuh pepohonan rindang. Burung terbang melintas, baju yang kukenakan juga berubah menjadi celana panjang dan sweater.
"Eh, syalnya tidak menghilang." gumamku.
Ken menoleh, aku menatapnya, ia tersenyum. rambutnya tertiup angin menampakkan keningnya. Ia terlihat begitu tampan.
"Kau terlihat anggun dengan syal itu Alicia. Tetap pakai ya. Meskipun aneh terbang menggunakan syal."
"Ngomong ngomong kau belajar style darimana Ken? Seleramu cukup bagus."
"Aku sering mengamati manusia."
"Mengamati?"
"Ya, sejak dulu, pakaian yang mereka kenakan berubah ubah."
Saat itu aku mengerti, Ken adalah bagian dari dunia. Hanya saja ia bukan bagian dari kita.
Kencan kami berakhir di tempat ketiga. Sebuah perapian menyala, diluar turun salju. Ken memberikan satu gelas coklat panas, duduk di sebelahku. Menatap kayu yang mulai terbakar oleh api.
"Ken."
"Ya?"
Melihat dari samping, wajah Ken memang seperti ukiran yang sangat sempurna. Hidung mancung, mata tajam, dan rahang yang tegas, ia pasti bisa jadi idol terkenal.
"Ayo kita lakukan."
"Lakukan apa?" Ken menatapku tidak mengerti.
Aku mendekatkan wajahku pada wajah Ken. Aku menutup mata, perlahan bibirku mendekat.
"Alicia, apa kau yakin?"
"Lakukan saja Ken!"
Itu adalah hal paling berani yang pernah kulakukan.
Karena kami tidak berhenti hanya di situ saja.
Malam semakin larut di duniaku, sedangkan di dunia yang dibuat Ken sedang ada badai salju.
Aku memeluk dada bidang Ken.
Ken mengecup keningku.
"Apa besok akan berakhir? Apa kau akan menghilang?"
Ken tidak menjawab, hanya terus menatapku dengan hangat, seolah ia menganggapku berharga.
"Tadi luar biasa, Alicia."
Wajahku langsung memerah melihat senyum jahil Ken. Segera masuk ke dalam selimut.
"Bodoh!"
Ken tertawa, suaranya terdengar renyah. Itu tawa yang mampu membuatku salah tingkah.
"Mungkin kau akan melupakanku." ujarnya tiba tiba.
"Apa? Tidak mungkin!" Aku menggeleng kuat kuat.
Ken ikut masuk ke dalam selimut. Aku dapat melihat wajahnya dengan cahaya yang remang.
"Selamat malam, gadis cantik." Ia mengecup singkat bibirku sebelum aku tiba tiba merasa begitu mengantuk.
Selamat tidur Ken. Terima kasih satu malam yang indah ini.
Paginya aku terbangun di depan gerbang taman mawar. Petugas dari asrama yang membangunkanku pukul 9, tepat saat matahari sudah tinggi. Aku benar benar malu dipanggil ke kantor dan diceramahi panjang lebar. Sepertinya semalam aku mabuk berat gara gara patah hati hingga ketiduran di luar asrama, cukup aneh karena aku tidak merasa dingin ataupun sakit. Tapi menyebalkan sekali! Mimpi yang kualami tadi malam sangat indah sampai sampai aku berharap itu bukan mimpi.
"Bersihkan toilet umum setelah selesai jam kuliah hari ini! Minta salah satu petugas untuk mengawasimu bekerja." Ibu pengurus yang gendut dan cerewet sudah menentukan hukumanku.
"Baik Bu, kalau begitu saya permisi."
Sialan!
Aku keluar dengan mata sembab kurang tidur. Kembali ke kamarku. Sempat bertemu dengan Asera teman dakjal sebelah kamar, dia mengejekku habis habisan karena mendapat hukuman paling memalukan. Kenapa membersihkan toilet itu memalukan? Karena toiletnya toilet umum! Toilet umum terletak di antara asrama laki laki dan perempuan, toilet yang paling sering dilewati.
Aku hanya berdoa dengan sisa sisa pahala yang kumiliki semoga Bryan tidak lewat saat aku memakai seragam bersih bersih dan membawa pel serta sikat untuk menggosok WC. Apapun itu tuhan, kabulkan satu saja yang ini. Bisa bisa dia semakin bangga karena memutuskanku, aku kan ingin membuatnya menyesal bagaimanapun caranya nanti.
"Ngomong ngomong syal mu bagus. Ah sudah deh nanti saja aku dengar ceritamu. Aku sudah telat." Asera membanting pintu, lagi lagi lupa tidak menguncinya.
Syal?
...****************...
Pukul 3 sore aku sudah menyelesaikan seluruh jam mata kuliah yang menyebalkan, membosankan, dan melelahkan. Segera kembali ke asrama menggunakan sepeda ontelku.
"Tidak biasanya kau sendiri. Mana tunangan tampanmu itu."
"Mati." aku menjawab ketus sapaan dari salah satu teman sekelasku. Sudah menjadi rahasia umum satu kampus jika aku dan Bryan gagal bertunangan. Laki laki brengsek itu sudah melepas cincin pertunangan kita sejak satu bulan yang lalu. Ia juga sudah memposting foto dengan bermacam macam wanita yang ia kencani. Hanya aku yang gila karena mengharapkannya kembali selama satu bulan tetap memakai cincin sialan itu.
Sekarang cincin itu hilang, digantikan dengan syal abu abu ini.
Aku mengayuh sepeda di trotoar jalan yang sepi. Sesekali menggenggam dan mencium aroma syal yang sedang kupakai. Aroma mawar. Jantungku berdegup kencang, tidak sabar menunggu malam.
...****************...
"Diantara seluruh petugas asrama kenapa kau yang harus mengawasiku?!" aku berseru dongkol, laki laki dengan wajah khas barat itu tersenyum tengil.
"Aku pikir gadis bodoh mana yang nekad tidur di dekat taman mawar, ternyata kau ya, jadi tidak heran deh. Wah wah kalau kuceritakan ke Bryan bagaimana ekspresinya ya."
Aku menarik kerah lelaki yang sudah menjadi teman Bryan selama satu tahun itu. Menatap matanya dengan penuh kekesalan.
"Jangan lancang atau gadis bodoh ini akan nekad juga masuk ke asrama laki laki hanya untuk mencekikmu!" aku mengancamnya. Areka malah menatapku remeh. Menaruh ember di atas kepalaku.
"Sudah sudah, berhenti marah marah dan mulai pekerjaanmu biar cepat selesai."
Aku sungguh sangat ingin memukul wajah tengilnya dan kabur ke kamar untuk tidur seharian. Tapi ingat pada wajah galak ibu besar pengurus asrama membuatku urung melakukan hal bodoh lagi.
Ada 3 toilet perempuan dan 4 toilet laki laki yang harus ku bersihkan.
Aku mulai masuk, menggosok lantai dengan kain pel. Toilet perempuan di sini bersih. Aku hanya tinggal menambahkan pewangi dan menggosok ala kadarnya.
"Hey lakukan dengan benar." Areka menegurku yang malas malasan.
"Berisik."
"Ngomong ngomong apa kau masih berhubungan dengan Bryan?"
"Tidak. Memangnya dia masih hidup?"
"Ppfft... Bryan sehat kok. Kayaknya sih tunangannya ehh mantan tunangannya yang depresi."
Aku segera melempar Areka dengan kain lap wastafel yang kubawa. Areka menangkapnya. Sialan memang kapten klub basket, ia punya reflek yang bagus, sekaligus tabiat yang jahat. Bisa bisanya dia terus meledekku soal putus dengan Bryan. Meski satu bulan berlalu, hal itu masih benar benar menyakitiku.
"Mana mungkin ada orang yang mengenakan syal saat membersihkan toilet? Syalmu bisa kotor." Areka mendekat, tiba tiba mau melepaskan syal yang sedang kukenakan. Aku menepis tangannya. Mengarahkan pel ke depan agar laki laki menyebalkan itu mundur.
"Jangan menggangguku. Aku sedang capek sekali." Aku menghela napas. Kali ini tidak mau menggunakan tenagaku untuk marah marah.
"Iya aku tahu, kantong matamu benar benar hitam. Tapi aku hanya ingin membantumu Alicia. Syalmu bisa kotor."
"Tidak usah peduli. Kalau kau benar benar mau membantuku, kau bisa menggunakan pel atau sikat WC di sana."
Aku sempat melihat tatapan Areka yang berbeda dari biasanya. Kemudian dia mengangguk dan langsung mengambil ember berisi peralatan bersih bersih. Ia masuk ke toilet laki laki dan mulai membersihkannya.
Wah sungguh tidak bisa dipercaya! Seorang kapten klub basket, pengurus asrama paling disayang oleh ibu besar pengurus, sekaligus cowok yang terkenal dengan nilai sempurna itu mau membantuku membersihkan toilet.
"Ukh bau banget! Sialan kenapa anak laki laki selalu c*li di kamar mandi sih. Brengsek gila! Tukeran yuk aku yang membersihkan toilet perempuan."
Aku tertawa lebar.
"Jangan banyak mengeluh! Kau saja pasti juga pernah begitu." maksudku c*li di toilet.
"Gila apa, daripada melakukannya di kamar mandi mending di klub malam."
Aku mengangguk, benar juga. Tapi anak itu cuma sok saja, Areka adalah laki laki usia 21 tahun yang masih perjaka. Dia cupu kok, tidak pernah benar benar melakukan hubungan seksual dengan wanita.
"Setelah ini kau harus mentraktirku makan mahal, Alicia!
"Iya iya, apapun deh. Tapi tidak sekarang. Aku mau langsung tidur setelah ini."
"Yahh, kalau tidak sekarang harus ada yang spesial, gimana kalau makan berdua?."
"Yeah sure."
Aku tertawa kecil, itu tidak akan terjadi. Areka adalah laki laki yang tidak mau digosipkan dekat dengan perempuan. Apalagi aku mantan tunangan sahabatnya.
...****************...
Pukul 10 P.M, aku baru bangun tidur dan segera pergi ke taman bunga mawar di belakang asrama.
Taman itu sudah kembali di kunci. Aku meremat syal yang ku kenakan, mendekat ke gerbang yang tertutup rapat. Aku mengintip ke dalam, gelap, hanya terlihat cahaya remang dari satu lampu yang ada di tengah tengah taman.
Tidak ada kelopak bunga yang terbang dibawa angin, tidak ada kupu kupu hitam yang terbang keluar dari taman, juga tidak ada laki laki misterius itu. Laki laki yang kutemui tadi malam. Aku yakin itu bukan mimpi.
Aku menarik napas panjang, menghembuskannya, uap keluar dari mulutku menandakan jika malam semakin dingin.
"Hey... Ken... Aku datang lagi." aku berseru. Memegang rantai dan gembok yang mengunci pagar taman hingga berbunyi gemerincing. Tidak ada sahutan apapun.
"Kumohon, aku ingin bertemu denganmu lagi."
Gagang pagar terasa dingin di pipiku. Juga kenyataan bahwa tidak ada siapapun di dalam sana.
Aku menunduk dalam, air mataku tiba tiba jatuh.
"Kau sialan sekali! Padahal kita sudah melakukan itu. Apa kau juga sebrengsek Bryan? Apa kau juga tidak suka dadaku yang kecil?! Bilang saja kalau tidak suka, jangan membuatku berfikir jika kau tertarik padaku."
Sepertinya aku memang gila.
...****************...
#Normal POV
Alicia memutuskan untuk pergi setelah satu jam menunggu, tangan dan wajahnya terasa kebas karena kedinginan. Saat ia berbalik tiba tiba ia menabrak tubuh tinggi besar seseorang.
"Anjing!" refleknya.
Laki laki yang ia tabrak menyentil pelan keningnya.
"Reflekmu jelek sekali! Dan haah sudah kuduga kau kemari lagi. Kau ini ngapain sih?!" Itu laki laki yang sama yang membantunya membersihkan toilet tadi sore.
"Areka... huwaaaa...."
"Lah, kau kenapa menangis, bodoh." Areka menangkup pipi gadis di depannya. Terasa begitu dingin, sudah berapa jam gadis ini berada di luar?!
"Hiks..."
Areka mengambil sapu tangan, memberikannya pada Alicia. Tanpa pikir panjang Alicia mengeluarkan ingusnya di sapu tangan milik Areka.
"Kau harus mencucinya ya." Areka tersenyum pasrah. Padahal itu sapu tangan kesayangannya.
"Ya sudah ayo kembali, di sini dingin." Areka melepas jaketnya kemudian menyampirkannya ke pundak Alicia.
Gadis itu menggeleng. Sekarang ia sudah memiliki jaket yang sedikit menghangatkan tubuhnya, ia ingin menunggu lagi sampai laki laki misterius semalam menampakkan dirinya lagi.
Areka menepuk jidat. Kalau sudah begini tidak ada yang bisa membujuknya. Alicia itu sangat keras kepala.
Laki laki pengurus asrama itu segera menarik tangan sang gadis untuk duduk di kursi panjang depan gerbang taman. Alicia setuju, setidaknya ia masih bisa melihat gerbang jika Ken tiba tiba muncul.
"Kau ini dingin dingin begini kenapa kemari sih. Pakaianmu ini juga apa apaan, seperti mau ke klub malam saja. Pakai high heels segala lagi." Areka melepas high heels Alicia, menggantinya dengan kaos kaki yang ia kenakan.
"Hey ini bekasmu. Pasti bau." Alicia menggerutu.
"Jangan protes. setidaknya kakimu jadi hangat."
Benar juga.
Gadis itu kembali menghela napas.
"Kau pasti menganggapku gila ya." pelan Alicia.
"Kau sudah gila sejak dulu, jadi aku tidak kaget lagi."
Alicia memukul kesal bahu Areka.
"Tadi malam aku bukannya mabuk lalu tertidur di sini dengan tiba tiba." Gadis itu mulai bercerita.
Areka menyimaknya dengan tenang. Duduk di dekat Alicia. Di buku pengadilan asrama, Alicia tertulis dihukum karena mabuk hingga ketiduran di depan taman mawar.
"Ada seseorang yang muncul, tapi dia bukan manusia. Ah dia bukan hantu kok. Dia sangat baik dan tampan, lalu kami berkencan satu malam dan lalu..." Alicia terdiam. Entah kenapa tiba tiba gadis itu tidak ingat apapun.
Areka menggenggam jemarinya. Lantas tersenyum tipis.
"Kau kedinginan Alicia. Ayo masuk ke dalam."
Gadis itu menatap bingung sekitar. Areka membantunya berdiri, mengajaknya masuk kembali ke asrama.
Sebelum benar benar menjauh, Areka menoleh ke taman bunga mawar. Ia sejak tadi memperhatikan sepasang mata yang ada di kegelapan sana tengah menatap mereka berdua, tatapan yang haus darah. Sepasang mata merah seperti batu rubi, begitu menawan dan seolah menghipnotis.
Di atas mereka, purnama tinggal separuh.
"Ada apa, Areka?"
"Hmm... tidak ada, ayo segera ke asrama. Kau harus tidur, bukannya besok kelas pagi?"
"Iya, menyebalkan sekali."
Alicia melempar bantalnya ke wajah Asera yang sedang tertawa terbahak bahak mendengar ceritanya. Padahal tadi gadis itu yang memaksanya bercerita, setelah ia cerita dengan serius malah ditertawakan.
"Sorry sorry, habisnya kau minum sebanyak apa ha sampai mimpi gila begitu haha... hahahaaa...." teman sebelah kamarnya ini belum juga berhenti tertawa.
"Aku tidak minum!" teriak Alicia. Menegak soda yang ia bawa. Wajahnya memerah karena malu. Tapi ia tetap yakin bahwa kejadian aneh yang ia alami itu kenyataan.
Pukul 9 malam, setelah mengerjakan tugas bersama, kedua gadis yang berbeda jurusan namun sahabatan itu berencana untuk tidak tidur hingga pagi. Ini adalah pertama kalinya setelah sekian lama mereka menghabiskan waktu berdua.
"Tunggu sebentar, kalau kau melakukan hubungan seksual dengannya, bukankah seharusnya itumu kotor ya."
"Nah itu dia yang aneh! Tubuhku bersih, entah sudah dibersihkan atau memang itu hanya mimpi seperti katamu." Alicia mendengus kesal, ia juga tidak paham apa yang sudah terjadi.
"Meskipun sudah dibersihkan kau pasti merasa sakit di ************, bodoh! Tidak mungkin benar benar tidak ada bekasnya sama sekali."
"Iya, bahkan cupangannya menghilang." gumam Alicia. Meraba leher dan perutnya yang mulai buncit karena kebanyakan makan.
Asera sampai tidak percaya mendengar apa yang sahabatnya katakan. Padahal dulu Alicia adalah gadis yang malu malu membicarakan soal hubungan seksual.
"Ngomong ngomong kemarin kau dibantu Areka ya?" Asera mengalihkan pertanyaan.
"Oh iya benar Areka! Tadi malam aku bertemu dengannya."
"Tadi malam? Hey kau jangan gila Alicia. Mentang mentang putus dengan Bryan kau mau menggoda sahabatnya untuk balas dendam?!"
Kali ini tidak bantal lagi, Alicia memegang vas bunga di tangannya untuk dilempar ke wajah Asera saking kesalnya.
"Santai girl santai. Aku bercanda kok. Oke lanjutkan ceritamu."
"Tidak tahu deh, tiba tiba saja bertemu di lorong."
"Lorong?"
"Iya lorong dekat toilet perbatasan asrama, tapi aku lupa kenapa bisa di sana."
Asera menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan. Menatap penuh curiga pada Alicia yang membuatnya kembali mendapat lemparan bantal kedua.
"Sudahlah, mencoba mengingatnya membuat kepalaku pusing. Tidur saja yuk." Alicia menarik selimut, ia tidak bohong soal merasa pusing. Sejak tadi ia merasa mengantuk, seakan bantalnya memiliki gravitasi 2 kali lipat dari normal.
"Yaahhh, katanya mau begadang. Besok kan libur." Asera tidak terima, menarik selimut Alicia.
"Aku besok ada hutang mentraktir Areka karena sudah membantuku membersihkan toilet. Kalau kau mau ikut, tidur sekarang."
Mendengar kata 'traktir' seketika membuat Asera menjadi gadis penurut. Ia segera ikut bergabung merebahkan tubuhnya di sebelah Alicia setelah mematikan lampu kamar.
Sejenak gadis itu menatap iba sahabatnya. Diputuskan sepihak oleh Bryan dengan alasan konyol membuat sahabatnya ini benar benar terpukul.
Bagaimana tidak? Alicia dan Bryan sudah dekat sejak sekolah menengah atas. Kedua orang tua mereka sudah saling mengenal dan melakukan kerja sama dalam dunia bisnis. Mereka memang dijodohkan, tapi itu perjodohan yang disetujui oleh kedua belah pihak termasuk Alicia dan Bryan sendiri.
Selama satu tahun kenal Bryan, Asera yakin jika Bryan adalah cowok yang baik. Ia selalu memperhatikan Alicia dan menemui gadis itu setiap hari. Bahkan Bryan tidak pernah absen mengajak tunangannya itu pergi berlibur setiap akhir pekan.
Karena itu, perubahan sikap dan sifat Bryan yang mendadak benar benar membuat siapapun yang mengenalnya jadi merasa aneh, seperti seseorang yang begitu berbeda. Terutama bagi Alicia, gadis itu tidak pernah menyangka Bryan akan membuang cincin pertunangan mereka dan memutuskan hubungan dengan alasan 'dadanya kecil.'
Itu alasan paling tidak masuk akal. Hey bukankah ukuran dada bisa dirubah? Tergantung mekanik partner nya bukan?!
Ah sudahlah, Asera malas berfikir yang berat berat. Gadis itupun menutup matanya rapat rapat dan pergi tidur, menyusul Alicia di dalam dunia mimpi.
Benar di dalam dunia mimpi.
Alicia sudah tidur, tapi ia seakan mengalami lucid dream, ia sadar jika sedang bermimpi dan mampu mengendalikan dirinya sendiri di dalam mimpi.
Di mimpinya, ia sedang berdiri di depan taman bunga mawar belakang asrama. Tapi aneh sekali karena gerbang di taman itu menghilang. digantikan oleh seseorang yang ia kenali berdiri di sana, tersenyum seperti sedang menyambutnya.
"Ken?" gadis itu mendekat ragu ragu. Ken berlari berusaha memeluk Alicia, tapi percuma karena tubuh Ken melewatinya, Alicia tak tersentuh.
"Ternyata memang tidak mungkin membawa roh kemari." gumam Ken.
Demi mendengar perkataan Ken bulu kuduk gadis itu berdiri.
"R- roh? A-apa APA AKU SUDAH MATI?" tanya nya syok berat. Alicia langsung mencubit tangan dan pipinya, tidak sakit!
Ken tertawa lebar.
"Kau ini... Kenapa reaksimu selalu lucu. Maksudnya aku yang roh. Ini mimpimu Alicia dan kali ini aku yang menyusup kemari."
"Menyusup?" ulang gadis itu, meminta penjelasan.
"Benar, aku masuk ke dalam mimpimu lewat syal pemberianku yang kau peluk sambil ketiduran itu."
Wajah Alicia memerah, gadis itu merasa malu.
"Oh iya, kenapa kau menyusup ke mimpiku, Ken? Itu kan tidak sopan."
Ken mendekat meski tidak bisa menyentuh Alicia, cukup dapat melihat gadis itu saja sudah membuatnya senang.
"Aku minta maaf kalau kau tidak menyukainya. Tapi aku... haha sebenarnya aku tidak punya alasan kenapa menemuimu."
"Aku suka kok! Tapi apa maksudmu soal roh tadi? Apa kau benar benar hantu?"
Ken tertawa.
"Kau terlihat kecewa, Alicia. Memangnya kenapa kalau aku hantu?"
"Berarti aku harus lebih rajin beribadah." celetuk gadis itu membuat Ken merasa sangat gemas padanya.
"Sudah kubilang aku bukan hantu. Aku makhluk yang sedikit berbeda dengan kalian. Dan kalau kau pikir fisikku bisa berubah ubah dengan menyeramkan, tentu saja tidak. Tenang saja Alicia, wajahku memang tampan begini kok dari lahir."
Ini dia Ken, pria yang ia kenal satu malam tapi ia sudah merasa begitu dekat dengannya.
"Aku ingin menyentuhmu." pelan Alicia. Ia merapatkan tangannya seolah sedang memeluk seseorang tembus pandang di depannya ini.
Ken juga melakukan sebaliknya, tangannya seolah bisa membelai rambut sang gadis.
"Kalau aku datang lagi ke taman mawar itu, apa kau mau menemuiku lagi? mengajakku bersenang senang lagi?"
"Tidak, jangan datang lagi."
"Apa?! Kenapa?" tanya gadis itu, ia terlihat begitu kecewa dengan jawaban Ken.
Ken tersenyum tipis.
"Aku sedang mempersiapkannya. Biar aku yang datang ke duniamu. Sudah cukup lama aku bersembunyi di sana, aku lah yang akan keluar sekarang. Kau duduk manis saja menungguku."
Raut wajah kecewa Alicia langsung berubah menjadi mata berbinar.
"Sungguh?! Kau tidak bohong hanya untuk menyenangkan ku kan? Kapan?!" gadis itu antusias.
Ken menggeleng, itu sungguhan. Jika bisa ia ingin langsung menabrak bibir tipis gadis di depannya ini.
"Aku tidak bisa memastikan kapan. Ada begitu banyak yang harus dipersiapkan."
"Dan ada syarat syarat khusus juga." lanjut Ken.
"Alicia, apa kau mau membuat kontrak denganku?"
Alicia mengangguk, meski ia tidak mengerti kontrak apa yang Ken maksudkan. Selagi ia bisa membantu Ken, gadis itu akan melakukan apa saja.
Karena Ken juga sudah membantunya. Bantuan yang begitu berarti untuk gadis itu.
Ken tersenyum misterius.
"Aku dapat keluar dari taman mawar merah itu apabila kau menjaga syal pemberianku dengan baik, kau juga tidak boleh melupakanku sampai aku muncul di hadapanmu lagi di duniamu."
"Itu mudah Ken!" Alicia tertawa. Ia pikir akan sulit karena Ken sampai meminta bantuan dengan wajah yang sangat serius. Padahal meski Ken tidak mengatakannya, gadis itu pasti akan menjaga syal pemberiannya.
"Baguslah kalau kau berfikir begitu. Sebenarnya aku menemuimu di sini karena kau mulai ragu apakah aku ada atau tidak haha... Aku jadi sedikit kesulitan menyiapkan beberapa hal untuk keluar." Ken menggaruk belakang kepalanya.
Alicia segera meminta maaf soal itu. Hal tersebut terjadi karena Areka dan Asera tidak mempercayainya membuat ia sendiri jadi meragukan ingatannya.
"Apa aku tidak boleh menceritakan tentangmu?" tanya Alicia.
"Tentu saja boleh! Malah semakin bagus." jawab Ken, yakin. Semakin banyak manusia yang mempercayainya semakin mudah untuknya.
Bola mata hitam Ken menatap lekat iris mata coklat Alicia.
"Ingat ini baik baik Alicia, aku ini nyata, aku ada di dunia ini, dan aku bisa menemuimu sesegera mungkin dan menjadi pelindungmu."
"Pelindung?" ulang Alicia.
Ken mengangguk mantap.
"Yeah, termasuk untuk membalaskan dendammu pada Bryan. Kau boleh memanfaatkan ku untuk itu juga."
"Bagaimana kau bisa tahu?!" Tanya Alicia, setengah terkejut. Gadis itu tidak suka melihat wajah kecewa Ken.
"Saat kita melakukan hubungan waktu itu, aku bisa membaca semua isi hatimu."
"Aaaa curang sekali! itu kan tidak sopan!" Alicia berteriak, hampir terjatuh karena berusaha memukul Ken yang tidak bisa ia sentuh.
"Kau bersemangat sekali, Alicia. Nanti, kalau kita bertemu kau boleh memukulku sepuasmu sampai rasa malumu itu hilang."
"Ah tidak mau ah. Kau membuatku malas Ken!"
"Sungguh?"
Ken mendekat, wajahnya hanya berjarak beberapa centi dengan wajah Alicia. Gadis itu sempat terbuai sejenak jika Ken tidak tersenyum jahil, senyum menyebalkan namun juga menawan di saat bersamaan.
"Gak tau ah! Pokoknya cepat datang saja!"
"Iya, setelah itu baru kita buat kontraknya."
"Bahkan setelah kau keluar dari taman mawar merah kita harus membuat kontrak? Kontrak yang seperti apa? Tunggu, aku sering melihat di film film, ini bukan kontrak yang berakhir dengan kau memakan jiwaku kan Ken?"
Ken terkekeh, menggeleng. Sebenarnya tadi ia ingin jahil mengiyakannya, tapi kalau sampai Alicia takut dan curiga padanya bisa bahaya.
"Hanya kontrak untuk mengikatku di duniamu. Itu tidak akan merugikan mu, sebaliknya itu akan sangat menguntungkan mu. Karena aku akan mengabulkan segala permintaan orang yang melakukan kontrak denganku."
Gadis itu terdiam. Mencerna setiap kalimat Ken.
"Artinya kau boleh memanfaatkan ku, Alicia. Aku akan menjadi anjingmu yang penurut." Ken jongkok dengan satu lutut menyentuh lantai di depan Alicia, melakukan gerakan hormat seperti yang orang zaman dulu lakukan.
Alicia menatapnya tak berkedip, gadis itu sadar jika hal ini begitu serius. Tiba tiba ia teringat pada Bryan yang pernah melakukan pose yang sama dan berjanji untuk tidak meninggalkannya. Hatinya dipenuhi oleh kebencian lagi dan seseorang di depannya ini dengan suka rela menawarkannya untuk menjadi 'anjing' yang boleh ia manfaatkan.
"Kau harus berada di sisiku selamanya, Ken. Jangan pernah mengkhianati ku, jangan sampai kau terbuai dengan wanita lain."
Ken mendongak, tersenyum misterius.
"Sure, my lady."
Lucid dream itu berakhir. Ken menghilang bersamaan dengan Alicia yang tertidur nyenyak.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!