"Honey, Aku titip Caca ya, Aku pergi dulu. Kamu jangan bersedih, kelak carilah Bunda untuk Caca putri kita." wajah pias seorang wanita cantik perlahan menutup mata.
"Tidak Sayang, jangan tinggalkan Aku. Caca putri kita membutuhkanmu."
Bayangan Aurel perlahan menjauh, memudar dan menghilang bersama seberkas cahaya yang turut lenyap seketika.
"AUREL!"
Nick terbangun dari mimpinya dengan nafas tersengal seolah mimpi yang baru saja ia alami seperti nyata.
Nick menyugar rambutnya kasar. Ada kerinduan yang mendalam pada Aurel mendiang istrinya yang telah beristirahat dengan tenang di syurga.
Peluh bercucuran membasahi piyama yang ia gunakan seolah betapa keras usaha Nick meredam cinta yang masih bertahta dihati untuk Aurelia Titania cinta pertama sekaligus istri tercinta.
Setiap malam Nick selalu memimpikan Aurel.
Wanita hingga kini masih menempati ruang hati Nick.
"Mengapa Kamu pergi meninggalkan Kami Aurel! Kamu meninggalkanku dan putri kita!" mencabik rambut seakan masih terasa menyesakkan terbayang kali terakhir netra indah Aurel sebelum terpejam selamanya.
Nick masih merasakan kesedihan yang teramat dalam meski 7 tahun telah berlalu sejak kepergian Aurelia Titania, istri tercintanya, wanita yang melahirkan buah cinta mereka seorang putri cantik bernama Clarisa Aurora Bryan yang kini telah berusia 7 tahun.
Nick beranjak dari ranjang besarnya langkahnya berjalan menuntun Ia ke kamar sang putri.
Nick membuka perlahan pintu kamar Clarisa yang biasa dipanggil Caca.
Nick berjalan perlahan agar tidak mengganggu tidur nyenyak putri yang terlihat cantik persis dengan mendingan Mommy Aurel.
"Aurel, Kamu lihat kan putri kita cantik seperti Kamu. Mengapa kamu tega Sayang meninggalkan kami?"
Perlahan Nick mengusap lembut kepala putrinya hingga tak terasa airmata membasahi pipi Nich.
Caca tampak menggeliat seakan terganggu. Meski masih tetap lelap terpejam.
Nick menghentikan usapannya pada Caca. Memandangi penuh kasih sayang.
"Sayangnya Daddy, Kamu satu-satunya yang Daddy miliki, Kita akan baik-baik saja Sayang. Dad janji akan selalu menemanimu dan mendampingimu hingga nanti dan kelak suatu saat kamu menikah."
Nick menutup pelan pintu kamar Caca kembali ke kamarnya.
Tentu saja tiap malam Nick selalu bermimpi mendiang istrinya dan tentu saja ia tak kembali tidur karena seakan kantuk hilang.
Padahal setiap hari Nick sibuk di kantor dan sering pulang malam.
Ibunya saja sering mengeluh akan kesibukan Nick.
"Nick, kau mau sampai kapan melajang huh? Kasihan Caca, ia butuh sosok seorang Ibu. Mom tahu kamu masih mencintai Aurel, tapi tolong pikirkan Caca, ia ingin memiliki Ibu!" Omel Mom Marisa pada putra satu-satunya yang keras kepala dan dingin sejak kematian sang istri.
"Aurel akan tetap menjadi Mommy Caca Mom sampai kapanpun! Jadi berhenti Mom mengatakan Caca perlu Ibu! Tolong Mom beritahu Caca bahwa berhenti meminta Nick menikah lagi, karena hanya Aurel satu-satunya yang akan menjadi Ibu untuk Caca!" Nich meninggalkan Mom Marisa yang menatap pilu padanya.
Marisa Iriana, wanita paruh baya berusia senja, Ibu sekaligus Nenek bagi Nick dan Caca hanya bisa menghela nafas panjang. Ia tahu cinta Nick pada Aurel menantunya begitu besar.
Marisa juga sangat menyayangi Aurel saat menjadi menantunya bahkan Marisa menganggap Aurel layaknya putrinya sendiri.
Kecantikan alami Aurel meski tanpa polesan make up, pribadi lembut Aurel, sopan santun, ramah, perhatian, berbakti sebagai menantu dan istri tidak bisa Marisa pungkiri bahwa Aurelia wanita yang baik dan istri yang sempurna bagi Nick putranya.
"Morning Oma!" Caca dengan pakaian seragam sekolahnya sudah duduk di meja makan menyapa Oma Marisa yang sudah duduk menunggu anak dan cucunya sarapan bersama.
"Morning Sayang. Morning Mom!" Nick baru saja turun siap dengan stelan jasnya bergabung bersama Mom Marisa dan Caca sambil mengusap dan mengecup pucuk kepala sang putri tercinta.
"Daddy hari ini mengantar Caca ke sekolah kan?" Caca menatap Nick dengan tatapan penuh harap.
"Maafkan Dad Sayang, hari ini Dad ada meeting. Kamu diantar Oma ya." Nick mengusap kepala putrinya memandang wajah cantik Caca yang mirip Aurel mendiang sang istri.
Tampak raut sedih di wajah Caca mendengar jawaban sang Daddy pada dirinya.
"Sayang, nanti Oma yang antar ya, mau kan?" Marisa membujuk cucu tercintanya yang terlihat murung.
"Baik Oma. Dad, Caca kangen Mommy! Minggu ini kita ke makam Mommy ya Dad!" Caca menatap Nich dengan tatapan tidak ingin mendapat penolakan.
"Iya Sayang. Minggu ini kita ke makam Mommy." Nick tersenyum meski hatinya tercekat pilu setiap kerinduan Caca pada Aurel.
"Asik. Caca ketemu Mommy lagi!" Bagi Caca mengunjungi makam Aurel sama dengan ia bertemu Mommynya.
Marisa sedih melihat anak dan cucunya hidup dalam bayang kesedihan kepergian mendiang Aurel.
Dalam hati ingin rasanya melihat Nick menikah lagi dan Caca memiliki seorang Ibu yang berada disisinya dan menyayanginya dengan tulus.
"Sayang, Daddy berangkat dulu ya. Jangan nakal di sekolah. Belajar yang pintar. Oke?" Nick dengan segala kesibukannya tetap selalu meluangkan waktunya bagi putri tercintanya walau sekedar dengan belaian sayang dan perhatian karena ia sendiri banyak larut dalam pekerjaan.
"Daddy jangan lupa makan ya, terus Daddy juga harus istirahat. Nanti kalau Daddy sakit Caca sedih. Caca janji tidak akan nakal dan jadi anak pintar." Caca mencium tangan Nick di balas dengan pelukan hangat dan kecupan di pucuk kepalanya oleh Sang Daddy.
Senyuman putrinya menjadi penyemangat Nick setiap hari.
"Aurel putri kita sudah besar. Cantik sepertimu. Ia pun kini semakin ceriwis." Batin Nick dalam hati.
Setelah berpamitan dengan Caca dan Mom Marisa, Nick berangkat menuju kantornya.
"Pagi Boss!" sapa asisten Nick.
"Hari ini apa saja jadwalku Gusti?" Nick menyandarkan punggungnya mendengarkan penjelasan Gusti asisten pribadinya.
"Boss jam 9 ada meeting dengan klien kita sampai jam 12 siang kemudian," Gusti asisten Nick membacakan jadwal Nick selama seharian yang tentu saja padat merayap layaknya Jalan Sudirman dan Bundaran HI.
Nicholas Bryan. 35 tahun. CEO sebuah TV Swasta. Perusahaan Nick juga memiliki saluran media online terbesar, Masuk dalam Jajaran Konglomerat di Indonesia. Pembawaannya Arogan, Dingin, Jarang Tersenyum dan Tak sekalipun dekat dengan wanita pasca kepergian mendiang istri tercinta 7 tahun silam.
Dengan paras tampan nan rupawan, berdarah blasteran, badan athletis bak model, tinggi 190 cm, kaya raya, tajir melintir, memiliki segudang prestasi dalam bidang media, karir cemerlang dan masuk dalam 10 TOP pengusaha muda berpengaruh yang masuk dalam majalah Forbes membuat siapapun wanita yang menginginkan Nick sebagai pendamping sekaligus istri pria mapan dan rupawan itu.
Tapi itu semua tidak berlaku bagi Nick.
Kepergian Aurelia wanita yang ia sayang, istri tercinta, ibu dari putri kecilnya tak membuat Nick mudah membuka hatinya yang seakan tertutup, tak tersentuh meski banyak wanita cantik, seksi, berasal dari keluarga kaya dan terpandang yang bersedia menjadi istri atau bahkan ada yang rela dengan murahnya menawarkan diri sekedar penghangat ranjang sang hot duda high quality seperti Nick.
"Senang akhirnya perusahaan kami bisa bekerjasama dengan pengusaha muda sepertimu Nick!"
"Tuan David terlalu memuji. Semoga kerjasama kita bisa bermanfaat, sukses dan berjalan lancar bagi kita semua."
Nick menjabat tangan Tuan David, pria paruh baya yang terkenal di kalangan dunia bisnis sebagai sosok berpengaruh dan disegani.
"Apakah kamu sudah menikah lagi Nick?"
"Saat ini Saya fokus pada perkembangan perusahaan dan membesarkan putri Saya Tuan David."
Selalu saja Nick memberikan penolakan halus kala orang lain berusaha membicarakan soal pernikahan dan jodoh.
"Tapi apa kamu tidak ada keinginan menikah lagi? Bukankah putrimu juga butuh sosok seorang ibu?"
"Jika ada yang Tuan David kedepannya perlukan bisa langsung menghubungi Saya atau bisa Tuan mengutus asisten Tuan kesini." Nick mengalihkan pembicaraan.
"Baiklah kalau begitu, aku permisi. Oh ya, apakah besok malam kau bisa meluangkan waktu? Aku mengundangmu dan putrimu untuk makan malam bersamaku merayakan kerjasama kita?" Tuan David mengajak Nick.
"Saya usahakan untuk memenuhi undangan Anda Tuan."
"Aku menunggu dan Aku harapkan kedatanganmu bersama putrimu."
"Hati-hati di jalan Tuan."
"Baiklah, aku permisi."
Selepas kepergian rekan bisnisnya Nick berada di dalam ruang kerjanya.
Entah apa yang ada dipikiran Nick, memandangi ruas jalan protokol ibukota yang tampak padat oleh kendaraan lalu lalang dari ketinggian lantai ke 25, dibalik kaca besar dalam ruang kerjanya menjadi kesenangan Nick melepas penat.
"Jadi selama ini kamu mengkhianatiku Mas?" Kanaya dengan mata berkaca-kaca melihat kenyataan pahit di hadapannya seolah runtuh seketika segala kebahagiaan dan cinta yang ia miliki untuk Alvin suaminya terhempas tak berbekas.
"Kamu seharusnya sadar Naya! 7 tahun Kamu menikah dengan Alvin tapi tidak punya anak. Sekarang Alvin sudah punya anak dari Bella! Sebaiknya Kamu tahu diri!" Bentak Ibu mertua Kanaya, Ibunda Alvin, suami Kanaya.
Hati Kanaya begitu pilu saat Ibu mertuanya sendiri justru membenarkan pengkhianatan yang Alvin lakukan dibelakangnya hingga seorang wanita bernama Bella datang ke rumah mereka membawa seorang bagi laki-laki yang tentu saja sudah lama diinginkan oleh Ibu mertuanya.
Mata Kanaya menatap nanar. Seolah bagai mimpi disiang bolong layaknya cerita sinetron yang terkadang ia lihat di televisi.
Dadanya sesak, seakan oksigen enggan melebur dalam sanubarinya yang remuk redam oleh pengkhiatanan suami yang selama ini ia cintai.
Harapan Kanaya musnah. Mimpi-mimpi dan asa Kanaya luluh lantah tak tersisa seiring kenyataan pahit di depan mata.
Berganti sakit dan benci menghujam jantung bagai teriris sembilu, menggoncang pertahanan akan pengabdian seorang istri pada suami yang menjadi imam dalam rumah tangganya selama ini.
"Ceraikan aku Mas saat ini juga!" dengan berat Kanaya mengambil keputusan.
"Baguslah kalau kamu tahu diri Naya! Lagi pula Kamu seharusnya bersyukur selama ini Kami menampungmu di rumah besar dan Alvin menjadikanmu istrinya meski kamu tak bisa hamil dan punya anak! Alvin ceraikan saja Naya!" wajah ketidaksukaan sang Ibu mertua tampak jelas pada Kanaya.
Bagai disambar petir! Seakan palu godam membentur keras kepala Kanaya seketika.
Tubuh Kanaya seakan lemah tanpa tulang meski ia harus tetap berdiri mempertahankan harga dirinya yang saat ini sudah tercabik-cabik oleh sikap dan pengkhianatan Mertua dan Suaminya.
"Naya, terimalah Bella dan Putraku. Bukankah kita bisa hidup bersama tanpa ada perceraian." Alvin yang tidak rela melepas Kanaya karena dilubuk hatinya masih ada cinta untuk Naya.
"Kamu pikir Aku sudi dimadu! Hidup bersama seorang pengkhianat dan perebut suami orang! Ceraikan aku Alvin!" Teriak Naya menatap tajam pada ketiga manusia tanpa perasaan dihadapannya.
Wajah Bella menyorot tajam saat Kanaya menyebut dirinya perebut suami orang.
"Sudah Alvin. Bagus dia meminta cerai! Kita akan mudah jika Kamu sudah berpisah dengannya. Kita akan menikah dan hidup bahagia bersama putra Kita." Suara manja Bella berusaha mempengaruhi Alvin.
"Dasar kau perempuan murahan! Aku tidak akan menceraikanmu Naya!" Bentak Alvin pada Bella dan masih mempertahankan Kanaya.
"Aku akan tetap menggugatmu ke pengadilan dengan delik perselingkuhan." Naya sudah benci melihat kenyataan di hadapan matanya.
"Hei Naya, kau itu memang tidak tahu terima kasih. Yatim piatu sepertimu 7 tahun bisa menjadi istri dan menantu dikeluarga ini seharusnya bersyukur. Kabulkan saja permintaannya Alvin. Mama tidak mau pusing berurusan dengan pengadilan! Bikin malu! Ayo sayang kita ke dalam, kasihan cucuku sepertinya mau istirahat."
Tanpa rasa iba sang Ibu mertua malah memperlakukan bella dan cucunya bak ratu dan raja sementara Kanaya yang selama 7 tahun mengabdi sebagai istri dan menantu pengorbanannya bagai air susu dibalas dengan air tuba hanya karena Kanaya tidak kunjung hamil dan memberikan keturunan kepada Alvin.
Kanaya teringat peristiwa yang begitu menyakitkan baginya. Luka lama yang masih menganga dalam relung hati yang belum pulih.
Memang semua sudah berlalu. Menjadi sebuah cerita pilu yang sendu bagi seorang Kanaya Larasati.
Sesak itu masih terasa menyakitkan bagi Kanaya hingga kini, membuat Kanaya seakan tak percaya akan adanya cinta sejati.
Kanaya Larasati. 30 tahun. Wanita berparas cantik. Berkulit putih. Bermata bulat dengan bulu mata panjang nan lentik. Hidung mancung bangir dengan bibir penuh dan sensual. Alisnya bagaikan semut berbaris beriringan. Kanaya memiliki tubuh yang proporsional. Tidak kurus namun sangat tahu dimana harus padat dan berisi.
Kanaya memang tidak berasal dari keluarga berada selayaknya Alvin sang mantan suami.
Kanaya dibesarkan di panti asuhan, tanpa tahu siapa kedua orang tuanya.
Sejak kecil Kanaya terbiasa hidup sederhana dan mandiri.
Meskipun hidup di panti asuhan Kanaya tetap bersekolah hingga lulus Sarjana.
Pertemuannya dengan Alvin kala itu seolah oase yang berada ditengah padang pasir memberikan secercah harapan menyuguhkan romansa cinta yang mendamba penuh bahagia.
Alvin dengan segala cinta dan keyakinannya mampu meluluhkan hati Kanaya hingga mereka menikah.
Memang Ibunda Alvin tidak setuju oleh keinginan Alvin memperistri Kanaya karena latar belakang Kanaya yang berasal dari panti asuhan.
Namun Alvin meyakinkan bahwa ia mencintai Kanaya dan tak mempermasalahkan akan status dan latar belakang Kanaya.
Mereka pun menikah membuat akhir romansa seindah drama telenovela.
Awal pernikahan layaknya pasangan pengantin baru yang dimabuk cinta seolah dunia hanya milik berdua.
Cobaan itu datang disaat usia pernikahan mereka memasuki tahun ketiga.
Kanaya yang tak kunjung hamil membuat sang Ibu mertua mulai bawel dan sering menyindir Kanaya dengan sebutan mandul tak mampu memberikan Alvin keturunan.
Sedih sesungguhnya perasaan Kanaya.
Kanaya tidak diam saja, ia tentu saja berusaha dan melakukan segala upaya. Salah satunya mendatangi dokter kandungan dan alhamdulillah semua kondisi rahim dan sel telurnya dalam keadaan sehat dan normal.
Tapi hal itu tidak cukup membuktikan dan membuat Alvin dan Ibunya puas.
Hingga setahun belakang sebelum kejadian memilukan itu terjadi perubahan sifat Alvin yang sering pulang malam bahkan tak jarang ia tidak pulang kerumah.
Beberapa kali pulang dalam keadaan mabuk bau alkohol.
Sikap Alvin juga mulai berubah. Alvin tak lagi penuh kehangatan, berganti cuek dan kasar.
Kanaya masih sabar dan menegur Alvin baik-baik.
Tapi sang Ibu mertua selalu membela putra kesayangannya dan tetap menyudutkan bahwa semua itu karena kesalahan dan ketidakmampuan Kanaya yang tidak bisa hamil dan punya anak.
"Kalau kamu hamil dan punya anak, Alvin tidak akan mabuk-mabukan. Suamimu itu stress memikirkan kamu yang tak kunjung hamil!" Kata-kata yang selalu terucap dari bibir ibu mertuanya saat Alvin pulang telat, mabuk atau pulang pagi.
Sebelum memutuskan untuk pindah ke Jakarta Kanaya pamit terlebih dahulu dengan ibu panti asuhan tempat ia dibesarkan.
"Jaga dirimu baik-baik ya Nay. Ibu selalu mendoakan semoga Allah senantiasa melindungimu dan memberikan kamu kelak jodoh yang baik. Doa ibu selalu menyertaimu Naya." Ibu panti dengan sabar meski hatinya ikut sedih dengan nasib yang menimpa Kanaya.
"Terima kasih Bu. Naya akan selalu mengingat nasehat ibu. Doakan Naya semoga di tempat yang baru Naya bisa cepat dapat kerja dan mulai hidup baru."
"Aamiin. Ingat Naya, Allah tidak akan memberikan kita cobaan di luar batas kemampuan hambanya. Dan Allah akan selalu bersama orang-orang yang bersabar dan mau berusaha."
"Aamiin."
Di Sebuah kontrakan petak Kanaya memulai hidup barunya.
Dengan uang seadanya yang ia miliki bahkan tak sepeserpun Naya menuntut harta gono gini pada Alvin saat perceraian mereka.
Naya yakin ia akan bisa hidup diatas kakinya sendiri karena Naya yakin Allah selalu bersamanya.
Kanaya melihat sebuah lowongan kerja yang sesuai dengan kualifikasi pendidikannya.
Sebelum menikah dengan Alvin Kanaya pernah bekerja namun saat menikah, Alvin memang melarangnya bekerja dan Kanaya menuruti permintaan suaminya kala itu bagaimanapun istri adalah makmum bagi suami.
"Mudah-mudah ada milik rezekiku disini. Bismillah!"
Kanaya menyiapkan CV untuk ia kirimkan ke tempat yang membuka lowongan pekerjaan.
Hidup sebagai Janda tidaklah mudah. Kanaya harus bisa menghidupi dirinya sendiri.
Cibiran dan pandangan buruk sudah menjadi hal yang Kanaya terima selama berstatus janda.
Kanaya bertahan oleh hinaan dan cemoohan orang atas status janda yang ia sandang.
Semua Kanaya adukan kepada sang pencipta.
Karena Kanaya percaya Allah adalah sebaik-baiknya tempat mengadu dan memohon pertolongan.
"Assalamualaikumwarrahmatullah."
"Assalamualaikumwarrahmatullah."
Kanaya mengucap salam ke kanan dan ke kiri menyelesaikan 4 rokaat shalat tahajudnya kali ini.
Kanya mengangkat kedua tangannya, bersimpuh memohon ampun atas segala dosa dan khilaf yang ia lakukan selama ini mencurahkan segala isi hati, kegalauan dan kepedihan hidup yang ia alami diatas sajadah yang selalu setia menemani.
Air mata tak henti mengalir, membasahi pipi Kanaya, segala gundah dan risau hatinya tiada bersisa ia utarakan dihadapan sang penguasa langit dan bumi.
Setiap malam kala ia tidak berhalangan sajadah dan mukena putih itu yang menjadi saksi tetes demi tetes airmata pilu yang membasahi wajah cantik nan bercahaya meski menyimpan kesedihan dan luka yang teramat dalam.
"Allâhumma rabbana lakal hamdu. Anta qayyimus samâwâti wal ardhi wa man fî hinna. Wa lakal hamdu anta malikus samâwâti wal ardhi wa man fî hinna. Wa lakal hamdu anta nûrus samâwâti wal ardhi wa man fî hinna. Wa lakal hamdu antal haq. Wa wa‘dukal haq. Wa liqâ’uka haq. Wa qauluka haq. Wal jannatu haq. Wan nâru haq. Wan nabiyyûna haq. Wa Muhammadun shallallâhu alaihi wasallama haq. Was sâ‘atu haq."
"Allâhumma laka aslamtu. Wa bika âmantu. Wa alaika tawakkaltu. Wa ilaika anabtu. Wa bika khâshamtu. Wa ilaika hâkamtu. Fagfirlî mâ qaddamtu, wa mâ akhkhartu, wa mâ asrartu, wa mâ a‘lantu, wa mâ anta a‘lamu bihi minnî. Antal muqaddimu wa antal mu’akhkhiru. Lâ ilâha illâ anta. Wa lâ haula, wa lâ quwwata illâ billâh."
Artinya, “Ya Allah, Tuhan kami, segala puji bagi-Mu, Engkau penegak langit, bumi, dan makhluk di dalamnya. Segala puji bagi-Mu, Engkau penguasa langit, bumi, dan makhluk di dalamnya. Segala puji bagi-Mu, Engkau cahaya langit, bumi, dan makhluk di dalamnya. Segala puji bagi-Mu, Engkau Maha Benar. Janji-Mu benar. Pertemuan dengan-Mu kelak itu benar. Firman-Mu benar adanya. Surga itu nyata. Neraka pun demikian. Para nabi itu benar. Demikian pula Nabi Muhammad SAW itu benar. Hari Kiamat itu benar.
Ya Tuhanku, hanya kepada-Mu aku berserah. Hanya kepada-Mu juga aku beriman. Kepada-Mu aku pasrah. Hanya kepada-Mu aku kembali. Karena-Mu aku rela bertikai. Hanya pada-Mu dasar putusanku. Karenanya ampuni dosaku yang telah lalu dan yang terkemudian, dosa yang kusembunyikan dan yang kunyatakan, dan dosa lain yang lebih Kau ketahui ketimbang aku. Engkau Yang Maha Terdahulu dan Engkau Yang Maha Terkemudian. Tiada Tuhan selain Engkau. Tiada daya upaya dan kekuatan selain pertolongan Allah.”
Kanaya bersujud selepas membaca doa meresapi segala perasaan yang bercampur menjadi satu tak mampu terlukis hanya tersimpan dalam kalbu.
Dalam sujud Kanaya lepaskan segala benci, amarah, kesal dan dendam pada masa lalunya yang menyakitkan.
"Sayang nanti pulangnya Oma jemput ya. Sekolah yang pinter." Oma Marisa berpesan sambil mengulurkan tangannya dan disambut oleh sang cucu tercinta untuk salim.
"Iya Omaku yang cantik dan baik hati. Caca akan selalu mendengarkan nasehat Oma. Assalamualaikum Oma." Caca mencium tangan Oma Marisa dan melambaikan tangan kala memasuki gerbang sekolahnya.
"Aurel, putrimu tumbuh menjadi anak yang cantik dan pintar sepertimu." batin Oma Marisa seolah berbicara pada mendiang menantunya Aurelia.
Caca adalah anak yang sangat cerdas dan ceria.
Kepribadiannya sangat mirip dengan Aurelia sang Mommy.
Caca yang supel dan memiliki kepedulian terhadap teman dan sesama membuat Caca disukai oleh teman-temannya.
Namun tentu saja tak lengkap rasanya jika di sekolah tidak ada pengganggu itulah yang dirasakan oleh Caca terhadap teman sekelasnya yang bernama Arsenio.
"Jadi minggu depan kita akan ada lomba memasak, bagi siswa yang mau ikut harus membawa partner memasak bersama dengan orang tuanya ya." Jelas Bu guru kelas Caca memberitahukan.
Caca sejatinya sedih karena ia sadar tak memiliki Ibu untuk menemaninya ikut lomba masak.
"Ca Kamu ikut kan lomba masak?" tanya Chaterine teman kelas Caca.
"Aku kan tidak punya Mommy Chate," Caca menunduk sedih padahal ingin sekali ia ikut lomba memasak seperti Chaterine dan teman-temannya yang lain.
"Kan ada Oma Ca, yuk ikut ya Ca." Rayu Chaterine.
"Caca kasian deh ga bisa ikut lomba masak, soalnya Caca kan ga punya Mommy!" Ledek Arsenio yang memang sehari-hari senang menggoda Caca membuat Caca kesal.
Tapi bagi Caca candaan Arsenio kali ini terasa menyakitkan di hatinya, hingga Caca melakukan sesuatu yang membuat teman-teman dan Arsenio sendiri terkejut.
Bruk!
"AOWWWW! SAKIT! KENAPA KAMU TIMPUK AKU PAKAI SEPATU!" Arsenio memegangi kepalanya yang sakit karena ditimpuk Caca menggunakan sepatu miliknya dan sukses mendarat lancar di dahi Arsenio hingga benjol.
Tentu saja pertengkaran Caca dan Arsenio sampai terdengar Bu Guru.
Kini kedua siswa tersebut berada di dalam ruang guru.
Caca yang masih kesal masih tak mau meminta maaf pada Arsen yang menurut Caca kata-kata Arsen meledeknya dan Caca sakit hati.
Sementara Arsen kesal karena sehari-hari meledek Caca tapi tak sampai ditimpuk hingga benjol seperti hari ini.
Caca, Arsen, wali kalian akan datang sebentar lagi.
Ibu harap kalian bisa saling berdamai dan bermaafan.
Tak ada respon ataupun kata-kata yang keluar dari mulut keduanya seolah kedua bocah yang belum genap 10 tahun itu enggan bermaafan.
"Selamat siang Saya Marisa, Oma dari Caca. Ada apa ya Bu Guru." Oma Marisa melihat Caca yang duduk dengan wajah merengut dan terlihat galak tak seperti bayangannya sang cucu sedang menangis.
"Permisi, Saya Kartika, Oma dari Arsenio. Arsen kamu kenapa sampai benjol begitu?" Oma Kartika segera mendekati cucunya dengan dahi benjol.
"Ibu-Ibu, maksud Saya Oma-Oma, tenang dulu. Saya akan menjelaskan kronologi yang sebenarnya seperti apa. Jadi Clarisa atau Caca dengan Arsenio tadi terlibat pertengkaran yang awalnya dimulai dari ledekan Arsenio pada Caca." Bu Guru menjelaskan urutan kejadian pertengkaran Caca dengan Arsenio.
"Saya ga terima, cucu Saya sampai benjol begini. Bagaimana sih Bu Guru! Masa dibiarkan muridnya anarkis begitu!" Ucap sewot Oma Kartika sambil melirik Oma Marisa.
"Cucu Saya tidak akan begitu kalau cucu situ tidak meledek ya!" Oma Marisa terpancing amarah cucunya dibilang anarkis.
"Oma-Oma tolong tenang ya. Intinya Baik Caca dan Arsen keduanya berbuat salah. Saya sebagai wali kelas Caca dan Arsen meminta Oma-Oma juga Caca dan Arsen untuk bisa saling memaafkan."
Meski kesal, Caca yang tidak mau masalah menjadi berlarut dan sampai Daddy nya tahu memilih meminta maaf pada Arsen terlebih dahulu.
"Oma Caca akan minta maaf. Oma jangan ribut lagi dengan Omanya Arsen." Bisik Caca.
"Bener? Pasti ada syarat nya nih?" duga Oma Marisa.
"Jangan sampai Daddy tahu ya Oma kalau Caca berantem sama Arsen." Pinta Caca dengan wajah merajuk.
Melihat Caca dan Oma Marisa kasak kusuk, membuat Oma Kartika dan Arsen tak mau kalah.
"Oma, jangan sampai Papa dan Mama tahu ya aku berantem. Nanti mereka marahin aku." Bisik Arsen.
"Tapi kamu benjol Arsen. Terus bilang apa sama Papa dan Mamamu?" Oma Kartika tak mau disalahkan.
"Ya aku akan bilang kalau kepentok atau apalah. Yang pasti Oma harus silence ya jangan sampai Papa dan Mama tahu! Aku ga mau mereka bertengkar Oma." Pinta Arsen memohon pada Oma Kartika.
Oma Katika menyetujui saran Arsen dan mengikuti rencana cucu semata wayangnya.
"Bagaimana Oma-Oma, Arsen, Caca?" Bu Guru bertanya.
"Caca salah Bu Guru. Arsen, maafin Caca, karena Caca timpuk Arsen sampai dahi Arsen benjol. Sekali lagi maafkan Caca ya." Caca mengulurkan tangannya mengajak Arsen bersalaman.
"Aku juga minta maaf Caca, Kata-kata Arsen membuat Caca marah." Arsen menyambut uluran tangan Caca keduanya salin berjabat tangan.
"Nah Caca dan Arsen sudah saling memaafkan. Lain kali tidak boleh ya berkata kasar atau menyakiti hati orang lain, apalagi teman kita sendiri. Janji ya?" Bu Guru memberikan pengertian kepada kedua siswanya.
"Oma-Oma Saya rasa sudah selesai ya persoalan Caca dan Arsen."
Kedua Oma pun saling bersalaman meski terlihat Oma Kartika masih tidak suka dengan Oma Marisa.
Caca berada dalam mobil bersama Oma Marisa.
Caca yang kali ini tidak banyak bicara membuat Marisa harus ekstra membujuk cucu tersayangnya agar kembali ceria.
"Cantiknya Oma, kenapa murung begitu?" Oma Marisa merasakan ada sesuatu yang disembunyikan Caca.
"Caca cuma pingin seperti temen-temen Caca yang lain punya Mommy." Wajah teduh Caca membuat hati Oma Marisa teriris pilu.
"Kan ada Oma Sayang. Caca mau ikut lomba masak? Oma temenin ya?" bujuk Oma Marisa.
Caca tidak memberikan respon apapun.
Caca teringat kata-kata ledekan Arsen, ingat saat teman-temannya yang setiap pagi diantar Ibunya masing-masing, termasuk mengikuti lomba masak teman-teman Caca akan didampingi para ibu mereka.
"Oma, jangan bilang sama Daddy ya soal tadi. Caca ga mau Daddy sedih. Janji ya Oma?" Caca mengajak Oma Marisa mengaitkan jari kelingking mereka berdua.
"Oma janji Sayang." Oma Marisa mengikuti Caca mengaitkan jari kelingking keduanya meski hatinya sedih mendengar penuturan curahan hati Caca.
Keduanya kembali tersenyum.
"Nah gitu dong. Cucu Oma kalau senyum begini, cantik sekali!"
Oma Marisa memeluk Caca dan mengusap kepalanya menahan airmata yang akan jatuh sebisa mungkin tersenyum di hadapan cucu tersayangnya.
"Siapa dulu Omanya!" Caca mengacungkan jempol untuk Oma Marisa.
"Iya dong!" Oma Marisa mengajak Caca bertos.
"Oma, Caca mau mampir ke Sour Sally ya, mau beli ice cream." Caca ingin memakan sesuatu yang manis dan segar mendinginkan hatinya.
"Oke. Let's Go!" dengan Gaya bak anak jaman now Oma Marisa bersemangat.
"Tapi sebelum itu kita mampir ke kantor Daddy ya. Caca ingin ajak Daddy sekalian."
"Iya. Kita ajak Daddy kamu."
"Makasi Oma."
Keduanya menuju kantor Nick tak lupa Oma Marisa mengirim chat pada putranya memberitahu ia dan Caca akan ke kantor takut Nick sedang berada di luar kantor atau sedang sibuk.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!