NovelToon NovelToon

Sekretaris Cantik Milik Ceo

Bab 1. Ibu tiri

Pagi itu, Sahira kembali bersiap untuk berangkat bekerja di sebuah toko roti yang tak jauh dari rumahnya.

Ia menemui Fatimeh, ibu tiri yang selama ini merawatnya meski dengan keras dan kerap kali membuat Sahira terkena tekanan batin.

"Bu, Sahira berangkat kerja dulu ya?" pamit Sahira sembari mencium tangan ibunya.

"Oh iya, omong-omong lu masih kerja di toko roti?" tanya Fatimeh yang kini duduk di sofa.

"Eee iya Bu, emang kenapa ya?" tanya Sahira heran.

"Lo gimana sih? Lo kan baru lulus S1, gak coba cari kerjaan lain apa yang lebih bagus gitu? Masa sarjana kerja di toko roti? Sia-sia dong lu kuliah lama-lama kalo gitu," ucap Fatimeh.

"Iya Bu, ibu tenang aja karena aku juga lagi usaha cari kerjaan lain yang lebih bagus kok! Nanti kalo udah ada panggilan, aku pasti kasih tau ibu kok," ucap Sahira.

"Haish, yaudah bagus deh. Dah sana lu kerja yang bener biar dapet uang banyak!" ujar Fatimeh.

"Iya Bu," Sahira mengangguk singkat.

Lalu, gadis itu pun mengeluarkan sebuah amplop dari sakunya dan memberikan itu pada ibunya.

"Ini Bu, uang buat bayar kontrakan bulan ini. Sekarang kan udah tanggal lima, jadi udah jatuh tempo," ucap Sahira.

"Gue juga inget kali, udah taruh aja di meja situ! Nanti biar gue kasih ke yang punya kontrakan kalau dia datang kesini," ucap Fatimeh.

"Iya Bu, jangan sampai lupa ya!" ucap Sahira.

"Bawel banget sih lu! Gue gak bakal lupa kali, udah sana ah berangkat!" kesal Fatimeh.

"Maaf Bu!" lirih Sahira.

Sahira langsung pergi ke luar rumahnya meninggalkan Fatimeh yang masih duduk di sofa sembari menonton tv.

Tanpa disadari olehnya, di depan sudah ada Catherine alias Cat yang merupakan teman satu kerjanya di toko roti.

"Eh Cat, kamu udah nunggu lama ya? Mau berangkat bareng?" ujar Sahira.

"Iya nih Ra, kaki bongsor lama-lama kalo jalan terus ke toko tiap pagi. Makanya gue kesini mau nebeng sama lu, motor aman kan?" ucap Cat.

"Aman kok, yaudah yuk kita berangkat keburu telat!" ucap Sahira.

"Yuk lah!" ucap Cat tampak antusias.

Akhirnya kedua gadis itu pergi ke tempat kerja dengan motor milik Sahira.

Tling

Saat sedang bekerja di toko roti, Sahira mendapat email dari salah satu perusahaan tempat ia menaruh lamaran sebelumnya.

Sahira terperanjat kaget mengetahui jika dirinya lolos dan berhak datang ke perusahaan tersebut untuk mengikuti proses wawancara.

"Hah? Yes Alhamdulillah!" Sahira reflek berteriak yang membuat semua orang disana terkejut.

Sontak satu persatu karyawan di toko itu turut menghampiri Sahira, mereka bingung mengapa tiba-tiba Sahira berteriak seperti tadi.

"Eh Ra, lu kenapa teriak-teriak dah? Dapet door prize?" tanya Ivan.

"Waduh, kalian pada keganggu ya gara-gara gue teriak tadi? Sorry sorry gue gak sengaja!" ucap Sahira menggaruk kepalanya.

"Ya gapapa, tapi emang lu kenapa sih teriak begitu barusan?" tanya Yoshi penasaran.

"Iya Ra, jujur deh gue kepo banget lu ada apa. Gak biasanya lu teriak begitu," timpal Cat.

"Ini loh guys, gue barusan dapat email dari perusahaan tempat gue taruh lamaran. Gue diterima dan besok gue diminta datang ke kantor buat interview," jelas Sahira.

"Serius lu Ra? Waw luar biasa, lu emang keren banget deh Sahira! Selamat ya atas kerjaan barunya!" ucap Ivan sangat bangga.

"Iya Van, thanks ya!" ucap Sahira tersenyum.

Yoshi, Ivan dan juga Wati semuanya mengucapkan selamat pada Sahira atas diterimanya gadis itu ke pekerjaan barunya.

Berbeda dengan Cat yang justru tampak sedih mendengar kabar tersebut, ya mungkin karena ia merasa akan kehilangan sahabatnya.

Sore hari saat jam pulang kerja, Sahira menghampiri Cat yang sudah keluar lebih dulu dari toko roti itu.

Ia merasa heran melihat tingkah Cat yang sedari tadi hanya diam seperti tengah marah padanya, namun ia tak mengerti apa masalahnya.

"Cat, tunggu dong!" ucap Sahira menahan tangan Cat yang hendak pergi.

"Iya Sahira, lu mau apa? Gue lagi capek banget nih, gak ada waktu buat ngobrol," ketus Cat.

"Lu kenapa sih? Gue ada salah sama lu sampe lu marah sama gue?" heran Sahira.

Cat terdiam memalingkan wajahnya, ia berjalan pelan menjauhi Sahira dan menghela nafasnya sebelum mulai bicara.

"Huh gue tuh sebenarnya sedih Ra, gue gak bisa pisah dari lu," ucap Cat.

"Apa? Emang siapa sih yang mau pisah? Kita bakal tetap sama-sama kok Cat," ucap Sahira.

"Ya tapi lu kan pengen keluar dari toko roti, gue sedih tau dengarnya," ucap Cat terisak.

Sahira tersenyum dan meraih dua tangan Cat untuk digenggam, "Lo kok malah sedih sih? Harusnya lu senang dong sahabat lu ini udah mau maju, masa iya gue harus jadi pegawai toko roti terus?" ucapnya dengan pelan.

"Lagian nih ya, gue kan baru lulus S1. Sayang banget tau kalo gue sia-siain status gue sebagai sarjana," sambungnya.

"Iya sih, lu bener juga Sahira. Gue minta maaf ya udah egois tadi, harusnya emang gue bangga sama lu karena lu bentar lagi bakal jadi karyawan di perusahaan besar," ucap Cat.

"Gapapa Cat, sekarang lu gak sedih lagi kan? Toh kita masih bisa ketemu nanti, rumah kita kan deketan," ucap Sahira.

"Iya, gue gak sedih kok," ucap Cat tersenyum.

Mereka pun berpelukan erat sebelum akhirnya pulang ke rumah masing-masing dengan motor yang dikendarai Sahira.

Sahira kini tiba di rumah, hari memang sudah malam dan ia membawakan makan malam untuk ibu tirinya seperti biasa.

"Assalamualaikum Bu," ucap Sahira sambil melangkah menghampiri Fatimeh di sofa.

"Waalaikumsallam, bawa apaan tuh lu?" sorot mata Fatimeh langsung mengarah pada bingkisan di tangan anaknya.

"Oh, ini makan malam buat ibu. Kita makan sama-sama yuk Bu!" ucap Sahira.

"Yaudah, lu siapin dulu sana gue lagi asik nih nonton sinetronnya!" suruh Fatimeh.

"Eee iya Bu, aku ke belakang dulu ya?" pamit Sahira.

"Hm."

Sahira pun melangkah menuju meja makan, ia menyiapkan makan malam meskipun saat ini ia masih merasa lelah.

Setelah selesai, ia pun kembali ke depan memanggil ibunya untuk segera pergi ke meja makan.

"Bu, makanannya udah siap tuh. Kita makan dulu yuk!" ajak Sahira.

"Lu bawa kesini aja deh! Nanggung banget nih lagi seru-serunya," ujar Fatimeh.

"Iya Bu, sebentar ya?" lirih Sahira.

Sahira hanya bisa menurut dan pasrah, tidak mungkin juga ia melawan ibunya itu.

"Ini Bu makan malamnya," ucap Sahira menyodorkan piring berisi makanan kepada ibunya disana.

"Makasih, lu gak makan juga?" tanya Fatimeh.

"Aku kebetulan udah makan di luar bareng Cat tadi Bu, ini buat ibu aja," jawab Sahira.

"Ya bagus deh," ucap Fatimeh singkat.

Fatimeh langsung melahap makanan itu dengan cepat, menandakan sedari tadi ia menahan lapar.

"Oh ya bu, uang kontrakannya udah dikasih ke yang punya?" tanya Sahira.

Tiba-tiba Fatimeh berhenti makan dan langsung menatap sinis ke arah putrinya, membuat jantung Sahira berdegup kencang.

"Lu kira gue pikun apa? Gue udah kasih lah duitnya tadi, gak percayaan amat!" ketus Fatimeh.

"Bu-bukan gitu Bu, aku kan cuma nanya," ucap Sahira membela diri.

"Pertanyaan lu itu bikin gue kesel, udah udah jangan ganggu gue yang lagi makan!" sentak Fatimeh.

"I-i-iya Bu," lirih Sahira.

Sahira pun memutuskan pergi ke kamarnya untuk membersihkan diri karena tidak ingin mengganggu ibunya lagi.

"Huft, kayaknya aku kasih tahu soal interview ke ibu besok aja deh," batin Sahira.

...~Bersambung~...

...JANGAN LUPA LIKE+KOMEN YA GES YA!!!...

Bab 2. Trauma

Hari sudah pagi, Sahira pun telah rapih bersiap untuk pergi ke kantor melakukan interview sesuai informasi yang ia dapatkan melalui email.

Ia menemui ibunya yang tengah membersihkan meja di ruang tamu, ia pamit lalu mencium tangan Fatimeh dengan lembut.

"Bu, aku berangkat dulu ya?" pamit Sahira.

"Loh loh, lu tumben berangkatnya jam segini. Bukannya toko roti buka jam sepuluh?" heran Fatimeh.

"Aku kan udah izin libur Bu, jadi hari ini aku gak kerja dulu," ucap Sahira.

"Apa? Terus lu mau ngapain kalo gak kerja? Eh inget ya, hidup itu keras dan butuh duit, jadi lu jangan males jadi orang!" ujar Fatimeh.

"Sabar dulu Bu, aku emang libur dari toko roti, tapi hari ini aku ada interview di perusahaan buat kerjaan baru," ucap Sahira.

Fatimeh langsung berubah ekspresi, ia tampak kaget mendengar ucapan putrinya barusan.

"Wah serius lu?" tanya Fatimeh memastikan.

"Iya Bu, Alhamdulillah kemarin ada email masuk terus bilang kalau aku lolos tahap pertama. Makanya hari ini aku diminta datang ke kantor buat interview," jawab Sahira.

"Ohh, yaudah bagus deh kalo gitu. Sana lu cepetan berangkat sebelum telat! Gue doain semoga lu keterima!" ucap Fatimeh dengan semangat.

"Aamiin, makasih banyak ya Bu doanya! Kalo gitu aku pamit dulu?" ucap Sahira sambil mencium tangan sang ibu.

"Iya iya, hati-hati lu!" ucap Fatimeh.

Sahira tersenyum mendengarnya, ia senang saat Fatimeh bersikap lembut padanya seperti sekarang.

"Assalamualaikum," ucap Sahira sembari melangkah menuju pintu.

"Waalaikumsallam," jawab Fatimeh sambil tersenyum.

Sahira pun pergi ke kantor tempat ia akan interview dengan motornya.

Sesampainya di kantor itu, Sahira cukup terbelalak melihat bagaimana besarnya kantor tersebut yang membuatnya agak pesimis.

"Wah besar banget nih kantor! Aku mungkin bisa jadi kaya setelah kerja disini," ucap Sahira.

Tin tin tin...

Sahira dibuat kaget saat tiba-tiba suara klakson mobil terdengar dari belakangnya, ia menoleh dan terlihat sebuah mobil ada disana.

"Eh eh, neng awas neng!" teriak seorang satpam menghampirinya.

"I-i-iya pak," Sahira menurut dan menyingkir dari jalan membiarkan mobil itu lewat.

Tapi tanpa diduga, mobil itu malah berhenti tepat di dekatnya dan kacanya terbuka memperlihatkan sosok lelaki berkacamata di dalam sana.

"Pak, gimana sih? Kok bisa ada orang berdiri di tengah jalan dibiarin gitu aja?" tegur nya.

"Maaf pak, saya tadi gak lihat. Lain kali saya akan lebih waspada lagi pak," ucap satpam itu.

Si pemilik mobil menggeleng pelan dan melajukan mobilnya menuju tempat parkir, sedangkan si satpam kini menatap Sahira dengan kesal.

"Neng, jangan berdiri di tengah jalan dong! Lihat kan saya jadi ditegur sama pak bos!" ujar si satpam.

"Ma-maaf pak, saya tadi gak lihat kalau mau ada mobil lewat!" gugup Sahira.

"Emangnya kamu ngapain kesini? Ada keperluan apa?" tanya si satpam.

"Eee saya dipanggil buat interview, katanya harus datang jam delapan pagi," jawab Sahira.

"Oalah, yasudah kamu masuk aja! Motornya diparkir di tempat parkir khusus motor, di sebelah sana tuh!" ucap si satpam.

"Oh iya iya, makasih ya pak!" ucap Sahira.

"Sama-sama neng," ucap satpam itu.

Sahira pun pergi memarkir motornya sesuai arahan sang satpam dan lalu masuk ke lobi kantor yang terlihat mewah itu.

Kini gadis itu berada di dalam gedung kantor yang sangat megah dan luas, ia sampai terperangah melihat seisi ruangan di sekitarnya.

Lalu, seorang wanita datang menghampirinya dan bertanya mengenai keperluan Sahira datang ke kantor tersebut.

"Misi mbak," tegur wanita itu.

"Eh iya," Sahira terkejut dan reflek menoleh.

"Mbaknya ada keperluan apa ya?" tanya si wanita.

"Eee saya kesini mau interview, saya harus kemana ya?" ucap Sahira.

"Ohh, pasti mbak calon sekretaris baru yang dicari pak Alan ya?" ucap si wanita.

"Ah iya, betul mbak itu saya," jawab Sahira.

"Yasudah, mbaknya bisa langsung naik ke lantai enam. Disana ruangan pribadi pak Alan," ucap si wanita menunjuk ke lift.

Seketika Sahira merasa gugup melihat lift di depan sana yang cukup mengganggu pikirannya.

"Harus pake lift ya mbak? Gak ada tangga gitu?" tanya Sahira dengan tubuh gemetar.

"Untuk umum kebetulan tidak ada mbak, kecuali jika ada keperluan darurat, maka bisa menggunakan tangga darurat di sebelah sana," jawab wanita itu.

"Tapi, itu juga gak bisa sembarangan digunakan. Memangnya kenapa ya mbak?" sambungnya.

"Gapapa kok, yaudah terimakasih ya mbak! Kalo gitu saya mau ke atas dulu ketemu sama pak Alan," ucap Sahira pamit.

"Iya silahkan mbak, tapi pak Alan nya belum datang. Mungkin mbak bisa menunggu dulu di ruangannya," ucap wanita itu.

"Oh iya iya, permisi mbak!" Sahira pun melangkah mendekati lift dengan sedikit gugup.

Perlahan ia menekan tombol lift menunggu pintu terbuka sambil berharap-harap cemas.

Ting

Lift terbuka, seorang lelaki di sampingnya tadi langsung melangkah begitu saja memasuki lift tersebut.

Namun, Sahira hanya diam menatap pintu lift dan tak berani masuk ke dalam karena trauma masa kecil yang pernah ia alami.

"Hey! Kamu mau masuk atau disitu aja? Saya tekan nih tombolnya," tegur si pria.

"Eh iya, saya masuk kok," ucap Sahira.

Akhirnya gadis itu melangkah maju dan masuk ke dalam lift dengan perlahan-lahan, tingkahnya berhasil membuat pria di sebelahnya geleng-geleng heran.

Saat pintu tertutup dan lift itu mulai berjalan naik, Sahira sontak kaget lalu berteriak panik dan reflek memeluk pria di sampingnya dengan erat.

"Aaaaa aaaaaa..." teriak Sahira sambil menutupi telinganya.

"Ish, kamu apa-apaan sih? Lepasin saya gak? Jangan kurang ajar ya kamu!" ujar si pria berusaha melepaskan pelukan itu, tetapi gagal.

Sahira yang ketakutan sudah tak bisa berpikir jernih, ia mengeratkan pelukannya seolah tidak mau melepasnya.

"Lepasin saya! Kamu benar-benar keterlaluan!" ucap si pria makin emosi.

Tak lama, akhirnya pintu lift terbuka dan Sahira bisa merasa sedikit tenang karena tidak ada lagi goyangan dari lift.

"Kamu masih mau peluk saya kayak gini?" tanya si pria agak emosi.

Sahira sontak melepaskan tangannya dari tubuh pria tersebut dan menjauh.

"Maaf pak, saya gak sengaja!" ucap Sahira.

Pria itu menggeleng, lalu pergi meninggalkan Sahira begitu saja sembari mengusap bagian tubuhnya yang dipegang Sahira.

Sementara Sahira juga melangkah perlahan keluar dari lift tersebut, ia masih terus menetralkan nafasnya setelah kejadian tadi.

"Huh aku benar-benar gak nyangka semuanya bisa jadi kayak gini, malu banget sumpah!" ujar Sahira.

Ia bersandar sejenak pada dinding sambil mengusap dada dan memejamkan mata, trauma yang ia alami beberapa tahun lalu memang sangat sulit dihilangkan sampai sekarang.

"Ayo Sahira, you can do it!" ucapnya penuh yakin.

...~Bersambung~...

...JANGAN LUPA LIKE+KOMEN YA GES YA!!!...

Bab 3. Ditolak

TOK TOK TOK...

Sahira langsung mengetuk pintu begitu sampai di depan ruangan calon bosnya.

Ia masih berharap-harap cemas, ia sangat ingin mendapatkan pekerjaan itu dan tidak mau jika sampai terlewatkan begitu saja.

"Ya masuk!"

Mendengar suara itu, Sahira pun semakin gugup dan deg-degan. Ia menyentuh gagang pintu perlahan sembari memejamkan mata.

Ceklek

Sahira membuka pintu dengan hati-hati, jantungnya berdegup cukup kencang saat melihat sosok lelaki tengah duduk di kursi sambil memainkan laptop.

"Ngapain disitu aja? Ayo sini masuk!" ucap si pria tanpa beralih dari layar laptopnya.

"I-i-iya pak," gugup Sahira.

Akhirnya gadis itu mulai melangkah masuk secara perlahan-lahan, ia menutup pintu dengan hati-hati dan menghampiri calon bosnya disana.

"Permisi pak, saya Sahira dan saya datang kesini untuk melakukan interview. Sebelumnya saya menaruh lamaran ke email perusahaan, terus saya dapat balasan kalau saya bisa lanjut ke wawancara," ucap Sahira pelan.

"Duduk!" perintah pria itu dengan suara lirih dan dingin.

Jantung Sahira makin berdetak tak karuan, ia menarik kursi dan duduk di hadapan pria tersebut sembari menelan ludahnya.

"Tadi nama kamu siapa?" tanya pria itu lagi.

"Nih orang budeg apa gimana sih?" batin Sahira.

"Eee saya Sahira pak," jawab Sahira pada si pria.

Pria itu menutup layar laptopnya, beralih menatap Sahira dan langsung terkejut saat mengetahui wajah gadis yang duduk di depannya itu.

Begitupun dengan Sahira, ia tak menyangka bahwa pria yang tadi ia temui di lift sekarang ini berada di hadapannya.

"Kamu yang tadi di lift kan?" tanya pria itu.

"I-i-iya betul pak," jawab Sahira menunduk.

"Terus kamu mau apa lagi disini? Untuk apa kamu masih tetap duduk disitu?" ujar si pria.

"Ma-maksud bapak?" Sahira benar-benar tak mengerti dengan ucapan pria itu.

"Hadeh, kamu pikir saya akan mempekerjakan kamu setelah sikap kurang ajar kamu ke saya tadi? Sana kamu keluar, saya gak mungkin terima kamu sebagai sekretaris saya!" tegas pria itu.

Sahira melotot tak percaya, belum dimulai sesi wawancara tetapi ia sudah dianggap gagal hanya karena tragedi lift tadi.

"Ta-tapi pak, saya kan belum mulai wawancara. Masa saya udah dipecat?" protes Sahira.

"Saya gak perlu wawancara kamu lagi, karena saya paling malas dengan wanita yang bersikap kurang ajar seperti kamu," ketus si pria.

Ekspresi Sahira langsung berubah kesal, seolah tak suka dengan sikap pria tersebut.

"Bapak jangan gitu dong! Saya—"

"Jangan membantah! Kamu keluar atau saya telpon security sekarang!" sela pria itu.

"Tapi pak, saya butuh pekerjaan ini pak. Saya mohon kasih saya kesempatan ya!" rengek Sahira.

"Kamu paham bahasa Indonesia kan? Sekali tidak bisa ya tidak bisa Sahira," ucap pria itu.

Sahira pun bangkit dari tempat duduknya dengan ekspresi marah, ia langsung berbalik dan melangkah keluar dari ruangan itu.

Sahira berjalan dengan kesal akibat gagal mengikuti tes wawancara untuk menjadi sekretaris di perusahaan tersebut.

Ia pun keluar dari kantor itu dan terus menggerutu sendiri sambil membayangkan kalau ia akan memukul wajah mengesalkan pria tadi.

"Ish, awas aja ya tuh cowok! Kalo gue dah sukses jadi bos nanti, gue bakal bikin dia bertekuk lutut di hadapan gue! Gue yakin dia pasti nyesel karena udah tolak gue cuma karena alasan gak jelas!" geram Sahira memukul angin.

Saat di depan gedung tersebut, Sahira kembali bertemu sang security yang sebelumnya pernah ia temui dan menegurnya.

"Eh neng, udah keluar lagi aja. Gimana hasilnya neng? Diterima?" tegur si satpam.

"Ya seperti yang bapak lihat, wajah aku murung kan? Pasti bapak udah tau jawabannya," ucap Sahira.

"Ohh, ditolak ya neng? Yang sabar aja neng, kerjaan masih banyak kok," ucap satpam itu.

Sahira memutar bola matanya, kemudian lanjut berjalan tanpa melihat-lihat ke kanan ataupun kiri sehingga tak sadar ada mobil yang melintas.

Tiiinnn

"Neng, awas neng!" teriak satpam memperingati.

"Aaaaaa.." Sahira berteriak keras dan reflek menutupi kepalanya, ia lalu terjatuh karena kehilangan keseimbangan.

Bruuukkk

Mobil yang nyaris menabraknya itu berhenti, sang pemilik turun dari mobilnya dan menghampiri Sahira yang masih terduduk di aspal.

"Hey, kamu gapapa?" tanya pria itu khawatir.

Sahira mendongak, mengarahkan pandangan ke wajah si pria yang terlihat sangat tampan.

"I-i-iya, saya gapapa. Maaf ya tadi saya gak lihat-lihat jalannya!" ucap Sahira.

"Bukan kok, saya yang salah tadi gak fokus nyetirnya. Kamu beneran gapapa? Gak ada yang lecet?" ucap pria itu.

"Gak ada kok pak, saya baik-baik aja. Makasih ya udah mau bantu!" ucap Sahira.

"Sama-sama, yaudah saya bantu berdiri!" ucap pria itu sembari mengulurkan tangan ke arah Sahira.

Sahira meraih tangan pria itu, lalu bangkit dan berdiri tegak sembari membersihkan pakaiannya yang sedikit kotor.

"Sekali lagi makasih ya pak!" ucap Sahira.

"No problem, kamu beneran gak mau diperiksa dulu ke klinik gitu? Kali aja ada yang luka atau kerasa nyeri kan?" ucap pria itu.

"Gausah, saya mau pulang aja. Saya beneran kok gak ada masalah," tolak Sahira.

"Ohh, terus kamu ini abis ngapain disini? Kamu bukan karyawan sini ya?" tanya pria itu.

"Eee bukan pak, saya justru baru mau kerja disini. Eh tapi ternyata saya malah langsung ditolak gitu aja sama pak Alan tanpa alasan jelas," jawab Sahira.

"Hah? Kenapa bisa begitu?" tanya pria itu terkejut bukan.

"Ya jadi gini pak, saya—"

"Kamu ceritanya di cafe aja, yuk kita ke cafe di dekat sini sekalian minum-minum!" sela pria itu.

"Ta-tapi pak—"

"Udah gapapa, saya Saka dan kamu gak perlu panggil saya pak kayak gitu, saya ini masih muda loh!" ucap pria itu memotong ucapan Sahira.

"Saka?" Sahira mengernyit heran.

"Ya, itu nama saya. Kalau kamu siapa?" ujar Saka.

"Saya Sahira pak," ucap Sahira spontan.

"Hadeh, pak lagi. Yaudah gapapa, yuk kita kesana!" ucap Saka mengajak Sahira.

Saka langsung menggandeng tangan Sahira dan membawa gadis itu ke mobil, mereka lalu pergi menuju cafe terdekat dari kantor tersebut.

Sesampainya di cafe, Sahira langsung menceritakan semua yang ia alami tadi kepada Saka.

Gadis itu bercerita dengan detail dengan ekspresi marah serta kesalnya.

"Nah, jadi gitu pak ceritanya. Kesel banget kan? Coba deh bayangin kamu jadi saya, pasti kamu juga bakal kesel juga kayak saya!" ujar Sahira.

Saka tersenyum, matanya tak bisa lepas dari wajah Sahira yang terlihat menggemaskan saat ini.

"Aneh ya pak? Rambutan kok dicampur sama teh," ujar Sahira sembari mengangkat gelas berisi minuman lychee tea yang ia pesan tadi.

Saka sampai harus menahan tawanya melihat tindakan aneh Sahira.

"Itu leci bukan rambutan, namanya aja lychee tea. Emang kamu belum pernah minum itu sebelumnya?" kekeh Saka.

"Hehe, jokes pak biar saya gak tegang," elak Sahira.

Saka menggeleng disertai tawa kecilnya, baru kali ini ia seperti itu saat berhadapan dengan wanita.

"Kamu tenang aja ya! Saya usahakan bantu kamu supaya bisa keterima kerja disana, karena saya tahu kamu berbakat. Biar saya coba bicara sama si Alan nanti," ucap Saka.

Sahira sontak terkejut ketika Saka menyebut bosnya hanya dengan nama tanpa tambahan pak.

"Kenapa kamu kaget gitu? Saya ini Saka Alfian, saya kakak dari Alan Dwinanda alias orang yang bertanggung jawab pada perusahaan ini," ucap Saka.

"Apa??" Sahira terbelalak lebar.

Perasaan Sahira kini semakin tidak enak, ia merasa bersalah karena sudah menjelek-jelekkan Alan di depan kakaknya sendiri.

...~Bersambung~...

...JANGAN LUPA LIKE+KOMEN YA GES YA!!!...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!