...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Prolog....
...“Hallo siang. Aku sedang memandang indah purnama yang sepi. Berharap kamu segera kembali. Bisa berikan sedikit harapan?”...
...“Hallo malam. Aku tidak sanggup memandang bentuk Surya. Tapi langit mengabarkan hari ini sangat cerah. Aku bisa menunggumu di sini”...
Tere menatap gerak daun dari bangunan tua yang sudah puluhan kali direnovasi.
Menyegarkan laman ponsel yang sudah lama tak berbalas. Tere telah menghapusnya sejak lama. Ternyata semua memang sudah selesai begitu saja.
Waktu berputar, sedangkan Tere merasa terhenti dialur gerak yang seolah sama. Rasanya seperti menghilang setelah sempat merasakan hal yang berbeda. Kapan tepatnya saat itu?. Sayangnya Tere memang mudah melupakan sebuah kisah.
Memori telah memudar ketika tahun bergulir dengan cepat. Kenyataan memang membuat cerita lampau tak terlalu sering dikisahkan kembali, atau inilah arti dari ruang waktu dan ruang tempat yang sedang saling tarik-menarik? Ya, rasanya Tere memang sudah merelakan masa lalu yang terlalu jauh melampaui waktunya.
Tere bahkan telah memulai kebiasaan memandang hatinya sendiri. Tere baru menyadari bahwa ia mulai sering mengkhayal hal yang tidak-tidak tentang pelabuhan hati. Khususnya pada pria di hadapannya yang sedang melirik.
"Deadline Re, Deadline!" tukas pria di hadapannya seraya mengintip layar komputer di hadapan Tere meminta hasil pekerjaan Tere.
Tere menoleh setelah menghela nafasnya sesaat. Ia tersenyum kuda mengisyaratkan permohonan penambahan waktu untuk melanjutkan tulisannya.
"Pending rapat bisa kan?" tanya Tere mulai tersenyum.
Pria di hadapan Tere tersenyum lebar.
"Luar biasa! oke! 15 menit masuk surel atau PHK"
"Tega!" tukas Tere.
"Memang" singkat pria itu lalu pergi.
Tere mengubah gurat wajahnya setelah pria dihadapannya tersenyum kecut dan pergi.
Sudah berapa juta kali tepatnya kesempatan menyatakan sebuah rasa tak pernah sampai terpenuhi?!
Tere menghela nafas, lalu berdiri menghampiri Revan.
"Van!" singkat Tere.
Ponsel Tere berdering. Revan melirik.
Tere justru menghela nafasnya melirik Revan.
"Mungkin itu kabar pernikahan yang dibatalkan" singkat Revan.
Tere justru tersenyum lebar, tak menghiraukan ponselnya yang masih bergetar.
"Aku sedang dilarang pergi ya?" tanya Tere.
"Dilarang kenapa?" singkat Revan.
Pintu lift terbuka dan Revan mulai masuk. Tere justru menahan pintu lift.
"Oke, Intinya ada yang akan menyatakaan perasaannya padamu dalam waktu dekat" tukas Tere dengan serius seraya berbisik.
Revan terdiam lalu mulai tersenyum lebar.
"Sudah tau" singkatnya Revan.
"Dari siapa?" Tere justru bertanya dengan spontan.
"Kenapa balik bertanya?" tanya Revan heran.
"Ah, maksudku benarkah?! tanggap Tere terkejut.
Pintu lift terbuka, dan Revan tersenyum lebar seraya berjalan menjauhi Tere.
"Tau darimana Van?!!" panggil Tere lagi.
Revan berbalik lagi seraya berucap dengan cepat, "Besok akhir pekan! Jangan sampai terlambat dan jangan tunggu aku pulang! 15 menit surel selesai!" singkat Revan.
Kenapa pembicaraan mudah teralih dengan maksud yang berbeda lagi? Intinya bukan untuk itu!.
Itulah pengulangan kata yang kerap kali membuat Tere mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi.
Ternyata kerumitannya masih sama. Terkadang Tere menaganggapnya wajar, tapi perasannya mudah berubah di beberapa saat kemudian.
Rasanya seperti ingin memecahkan balon, tapi tanpa harus memikirkan ledakan hebat yang membuat bising.
Bagi Tere, tak ada yang lebih merepotkan jika dibandingkan dengan menahan perasaannya untuk pria seperti Revan. Ia pria yang sangat dekat dengannya setelah dipertemukan dalam regu bela diri saat SMP. Sangat tidak mungkin menyatakan perasaannya secara terus terang pada pria yang belum pernah memiliki kekasih.
Revan tidak pernah menyatakannya dengan mudah, sedangkan Tere terlalu naif menyiratkan begitu banyak makna. Bagi Tere, kebaikan seseorang adalah persamaan yang selalu tampak kembar.
Tapi bagaiamana dengan kalimat penolakan?.
Bagaimana jika prinsip cinta Revan memang sangat aneh?. Pertanyaan terakhir adalah perusak nyali nomor satu.
Tere membuka pintu rumahnya, setelah bekerja tanpa hasil yang jelas soal pengakuan cintanya. Apa besok saja? Hanya kata itu yang kerap kali muncul, dan lagi-lagi masih dengan nyali krupuk yang sama jika semua soal Revan.
"Apa ini?! Tidak bisa-tidak bisa. Kopernya sudah berat" tukas Tere saat mendapati mamah dan adik perempuannya sedang membuka koper Tere dan memasukkan tambahan hadiah yang spesial.
"Memangnya dipanggul?! Harusnya memang aku saja yang bekerja, supaya lebih mudah menutupi pelitnya kakak sendiri" ucap adik Tere.
"Aha! Tepat sekali, kapan kuliahmu selesai kalau begitu?" singkat Tere.
Adik Tere mulai menekuk wajahnya.
"Yasudah di letakkan di koper papah saja. Papah putuskan untuk tetap mengantarmu besok!" tukas papah dengan spontan.
Semua mata menoleh. Mamah segera berjalan mendekati suaminya.
“Bukankah cutinya masih tetap untuk akhir tahun pah? Tere, tolong air hangat untuk papah mandi, dan makanan spesialnya juga disiapkan" singkat mamah tersenyum seraya mulai bersikap manja.
Adik Tere hanya terkekeh melihat kakak dan ibunya yang sedang mencoba menyebunyikan maksud dibaliknya.
Esok pun berganti, dan Revan benar datang lebih awal dari apa yang sebelumnya ia perkirakan. Papah Tere sudah tersenyum membukakan pintu, namun ia justru spontan mengubah gurat wajahnya dan berjalan terburu-buru kembali ke toilet.
Tere tersenyum lebar dan segera berpamitan.
"Paparazi mana yang mengikutimu sampai sini?" tanya Revan seraya terkekeh ditengah kebisingan orang-orang yang berlalu lalang di bandara.
"Aku harap tidak bertemu papah disekitar sini" ucap Tere seraya tersenyum lebar seraya melihat sekeliling bandara, dan menutupi wajahnya dengan topi.
Revan tertawa.
"Bisa saja secara tiba-tiba om akan membeli tiket yang sama dan duduk denganmu sampai kembali lagi ke bandara ini" ucap Revan dengan serius.
Tere menoleh, seraya melotot.
"Benar juga! Aku harus selalu waspada" singkat Tere dengan serius.
Revan tertawa.
"Aku pasti akan menjadi sepertinya juga, jika aku memiliki seorang putri" tukas Revan spontan.
Tere mulai memandang Revan.
"Hmm, harusnya,.. bukankah dimulai dari ibunya. ada kriteria khusus untuk ibunya??" tanya Tere lagi dengan serius.
Revan tersenyum menatap Tere dalam-dalam.
"Belum tau" ucap Revan.
"Yang benar belum tau?!" tanya Tere serius.
"Kenapa memaksa?!" tukas Revan.
"Tidak memaksa!" timpal Tere
Revan tersenyum lebar.
"Telpon aku saat sudah sampai. Aku akan menjemputmu saat pulang" jawab Revan dengan hangat.
Tere melambaikan tangan saat Revan tersenyum melepas sebuah penerbangan yang terasa panjang.
Yah, semuanya pasti akan kembali bermuara pada masalah kebiasaan, dan kembali ragu soal cinta. Sepertinya Revan memang berhasil menyihir setiap perasaan menjadi hal yang sangat membingungkan, ataukah pertarungan hati baru saja dimulai di momen yang sedang memaksa kembali?
Yah.. Setidaknya sesaat setelah berbincang soal penerbangan dan negeri yang lain,.. Ah, akhirnya Tere memang baru saja mengingat kisah lain dari drama yang sudah lama terlupakan.
Apakah akan ada jawaban yang lain dari masa lalu yang sudah lama hilang? Itu mustahil. Apakah mereka bisa setuju mengikuti alur kisah dari orang yang berbeda? Tere tidak yakin..
****
Malam datang menyambut Tere dengan suhu musim seminya yang hangat. Melelehkan salju yang telah lama menutupi kota. Tere hanya penasaran dengan ketidak-mungkinan sebuah kisah. Telah berlalu banyak kemungkinan yang ternyata memang tidak masuk akal. Itu hanya candaan kosong yang awalnya tampak berharga.
“Aku selalu terobsesi menjadi peran utama dalam setiap kisah seseorang. Termasuk siapapun yang hadir meski hanya sesaat berjumpa. Kamu ingin membuka kesempatan atau tidak, itu pilihan yang pernah ku buat untukmu”.
Tere kembali memandang malam yang terasa berbeda.
“Tidak mungkin. Kertas putih yang sudah terisi dengan pena memang tak bisa lagi dibersihkan selain hanya dirobek. Jika telah usang dan tak bermakna, paling juga sudah tak ingin dibaca. Sama sekali tidak mementingkan isi jika bukan soal hal yang pasti” tukas Tere mengomentari buku yang semalaman ia baca selama perjalanan.
Ia tak bisa tidur karena ruang waktu terasa cepat berlalu, rotasi bumi yang jauh dari ruang tempatnya juga hanya memainkan waktu kehidupannya sendiri.
Tere kini berada di negeri yang dulu pernah ia singgahi. Saat ini sudah hampir menjadi 10 tahun sejak pertukaran pelajar saat SMA. Tere memang tidak pernah berkunjung kembali dan tak pernah memiliki alasan untuk datang sebelum ini.
Sepertinya rencana takdir mulai mencoba mengambil perannya. Sungguh tak pernah ia duga sebelumnya bahwa keluarga yang pernah menjadi tuan rumahnya dulu mengundang Tere datang.
Cucu perempuan keluarga itu menikah.
Seorang wanita tersenyum lebar, dan baru saja senyuman itu memaksa senyuman lain dari ruang ilusi menyeruak masuk membongkar masa singkat yang pernah terjadi.
Tere tersenyum lebar, lalu melotot
"Seenaknya!!" tukas Tere dengan heran melihat wanita pirang yang sedang mengangkat tinggi papan nama dengan foto Tere.
"Ajang pencarian Jodoh" singkat wanita di hadapan Tere dengan serius.
"Foto 10 tahun yang lalu?! haha yang benar saja" ucap Tere mulai terkekeh..
"Kalau cocok dengan yang lalu, boleh juga" singkat wanita pirang itu.
"Syukurlah masih terdengar gila" singkat Tere.
"Gila karena cinta" singkat wanita itu.
Tere menggeleng.
Wanita itu terkekeh.
"Ngomong-ngomong.. Berapa lama kamu mengambil cuti?" ucap wanita pirang itu saat ia mulai menyalakan mesin mobilnya.
"Hanya bisa satu pekan" jawab Tere dengan lemas.
"Sangat sebentar untuk uang yang telah di keluarkan" tanggap wanita disisinya seraya tersenyum lebar.
"Terima kasih sudah membuatku menyesal datang" singkat Tere.
"Kamu tidak akan menyesal, karena aku juga mengundang Darryl untuk datang" singkat wanita itu dengan tenang.
"Lelucon!" tukas Tere spontan.
"Tidak" tanggap wanita itu.
"Biarlah. Lagipula aku yakin dia juga sudah lupa" ucap Tere.
"Memang. Pria lokal biasanya tidak terlalu suka membuka lagi drama cinta yang sudah berlalu. Percintaan saat remaja mana ada yang bisa dianggap serius?" ucap wanita itu dengan senyum lebarnya.
"Yah. Baguslah" tukas Tere seraya tersenyum getir.
"Lagipula dia juga masih tetap suka bermain-main dengan wanita. Aku mulai penasaran dengan karma yang akan terjadi padanya" timpal wanita itu lagi.
"Itu doa yang jahat, Cecile!" singkat Tere.
Cecile terkekeh.
"Bagaiamana hubunganmu dengan Revan?" tanya Cecile mengalihkan pembicaraan.
Tere tak banyak berucap hal yang menyenangkan. Namun jika ada yang menyebut nama "Revan", semua itu dengan sekejap memembuat sudut pandang harapan pelaubuhan hatinya berubah lagi menjadi abu-abu.
"Peluang besar untuk kembali pada Darrylku" singkat Cecile setelah terkekeh.
"Darrylmu atau Harryku?" singkat Tere sengaja mengalihkan topik menjadi hal yang lain
"Yang benar?! Kau mau menikahinya dan bergantian denganku?!" tanya Cecile spontan.
"Apa kau sehat? Ucapan gila" ucap Tere.
"Mau bertaruh kau akan tergila-gila?" tanya Cecile lagi.
Cecile terkekeh.
Setelah tiga puluh menit mengemudi dari bandara, akhirnya Tere sampai pada kenangan masa lalu. Tak pernah menyangka saat ini bisa terjadi lagi seperti sedang mengedipkan pandang mata saja.
Suasananya masih sama.
"Wah lihatlah siapa yang lebih dulu sampai" tukas Cecile seraya tersenyum lebar setelah melihat mobil yang terparkir di halaman depan rumahnya.
Maksudmu? tanggap Tere
"Darrylku" tukas Cecile tersenyum lebar.
"Kamu mengatakan padanya kalau aku datang hari ini?!" tukas Tere terkejut.
"Iya" tanggap Cecile.
"Kenapa?!" tukas Tere lagi.
"Sebagai pembalasan masa lalu untukmu dan Darryl. Si brengsek Darryl juga yang membuatku menikah dengan Harrymu" tukas Cecile serius.
"Dia itu memang licik dan dulu aku sangat bodoh." ucap Tere dengan serius.
Cecile sontak tertawa.
"Kamu juga masih bodoh. Contohnya urusanmu dengan Revan" tukas Cecile lagi.
"Kenapa jadi membahasnya?!" tukas Tere dengan spontan.
"Sudah lihat saja nanti. Ayo masuk" ucap Cecile seraya membuka sabuk pengaman yang sedang digunakannya.
Tere masuk dengan perasaan paling membingungkan dalam hidupnya. Seketika mengingat akhir dari masa lalu yang ternyata memang.. ah entahlah...
Darryl spontan melotot melihat wajah yang tak asing.
Tere melirik kearah Cecile yang tersenyum kecil. Ternyata Cecile telah membuat permainan kecil untuk Tere dan Darryl.
Kakek Cecile yang masih terlihat bugar menyambut Tere dengan senyuman yang hangat. Tere menoleh saat pria berambut coklat yang kini duduk disisi kakek mulai menoleh menyapa seenaknya.
"Apa kabar kekasih?" tanya Darryl spontan seraya tersenyum lebar.
"Jauh lebih baik setelah melupakanmu!" tukas Tere spontan.
Darryl terkekeh dan dia mulai berdiri. Tere mulai tidak habis fikir dengan ucapan santai Darryl yang tak memiliki beban.
"Kakek, sepertinya tujuan Cecile mengundangku sudah terpenuhi. Aku izin pulang" tukas Darryl seraya tersenyum lebar.
"Penuhi juga undanganku untuk besok!" tukas Cecile seraya tersenyum lebar.
"Memangnya ada apa?" ucap Darryl spontan.
Cecile tersenyum getir, seraya melirik sinis saat Darryl berniat melangkah pergi.
Ternyata, Bel rumah justru berbunyi sesaat sebelum Darryl keluar.
Tere menoleh.
"Halo sayang. Selamat datang" ucap Darryl dengan senyum memikat.
Waktu bahkan sudah berganti, namun sifatnya masih tetap sama. Lima gadis di hadapannya terdiam sesaat.
Cecile justru segera berlari menuju Darryl.
"Harusnya suamiku yang ini. Aku yakin jiwa mereka tertukar" tukas Cecile spontan seraya menyambut kelima tamu istimewanya.
"Masih ada kesempatan memutar haluan kan?" tukas salah satu dari mereka.
Darryl melirik kearah Cecile.
"Bukan dengannya, maksudnya salah satu dari kami sayaang" tukas salah satu, yang lain mulai tersenyum merona.
Darryl terkekeh.
"Tentu saja. Kita lihat bagaiamana caraku memilih salah satu dari kalian" singkat Darryl lagi menggoda.
Cecile menatap sebal dan Tere hanya mengerutkan dahi.
"Ayo para wanita, masuk! Jangan biarkan dua orang itu menghalangi kalian masuk ke rumah ini" tegas Kakek Cecile.
Kakek Cecile mulai memandang Tere seraya tersenyum seperti melihat dua anak nakal yang sedang berulah.
Malam ini, Cecile memang mengundang teman-temannya untuk datang sebelum acara pernikahan besok pagi. Tak sulit bagi Tere untuk cepat akrab dengan lima wanita yang baru datang. Setidaknya ada topik khusus yang mulai menarik untuk kembali dibicarakan.
"Kalian berlima sudah tahu banyak soal hubunganku. Bagaimana jika kita mendengar kisah sang pemain ulung seperti Darryl dengan mantan kekasih aslinya yang berasal dari negeri dongeng?!" tukas Cecile spontan.
"Tidak. Itu masa lalu terbodoh yang pernah ada" tanggap Tere spontan.
"Ayolah Tere!!!" tukas yang lain.
Tere menggeleng.
“Masa lalu bahkan sudah menuliskan untukmu Darryl yang hidup dalam ruang waktu yang sangat berbeda! Itulah yang dinamakan sebuah keajaiban!" tukas salah satu dari yang lain.
"Mantan kekasih seperti Darryl. Yah,. Aku bahkan mulai berharap bisa di lahirkan dari belahan bumi yang berbeda untuk memiliki kesempatan yang sama denganmu" tukas wanita yang lain.
"Jika bisa, akal sehatku akan ku abaikan jika semua soal Darryl. Aku akan memberikan segalanya selagi masih memiliki kesempatan" sambung gadis yang lain.
"Koreksi soal mantan kekasih. Saat bertemu lagi, aku justru baru ingat, kalau kami masih memiliki hubungan itu" tukas Tere seraya mengoleskan masker di wajahnya.
"Itu lebih tidak masuk akal!" tukas Cecile lagi.
"Itu benar. Suatu waktu ketika aku terbangun, tiba-tiba aku sadar bahwa saat itu kami merasa mulai bosan dengan balasan pesan yang semakin tidak jelas. Perbedaan ruang waktu adalah penyebab lupa. Percakapan berakhir dan tidak pernah berkomunikasi lagi. Jika kembali di pikirkan, ternyata hubungan seperti itu memang hanya untuk permainan anak-anak saja." tukas Tere lagi.
Tere terdiam dan tidak melanjutkan ucapan apapun. Tere memang tidak terlalu ingat detail kisah yang sudah usang itu.
"Setelah lama tidak bertemu, apa tadi kamu merasa terpesona dengannya??!" tukas Cecile lagi.
Ponsel Tere spontan berdering.
"Hmm. Ku akui ya.. Tentu" singkat Tere.
"sudah ku duga" singkat Cecile.
"Yap, sesuai dugaanku dia jauh lebih tampan dan masih super terampil memikat wanita, bahkan lebih profesionala. Aku mulai menyesali masa laluku" sambung Tere.
Cecile melotot lalu terkekeh.
Ponsel Tere berdering, Revan mengirimkan pesan akan menelpon.
"Ups." singkat Tere mulai berdiri dan berjalan keluar.
"Ku beri tahu ya, Tere itu mudah buta karena cinta. Ada pria lokal yang Intinya jangan coba-coba membandingkannya dengan Darrylku" tukas Cecile spontan.
Tere justru kembali membuka pintu kamar Cecile lagi.
"Yap. Itulah kenyataannya sekarang" tanggap Tere seraya tersenyum lebar.
"Sedangkan perbandingannya seperti berlian dengan batu di pinggir sungai. Kalian sudah tau bagaimana bersinarnya Darrylku itu" tukas Cecile terkekeh.
Tere menyipitkan kedua matanya. "Justru lihatlah mana yang lebih berguna" protes Tere.
"Batu pinggiran sungai ada banyak, sedangkan berlian..." celetuk Cecile lagi
"Bukankah dia bisa dimiliki semua orang sekarang? Apa esensi berlian dengan dirinya?" tanya Tere, mulai tersenyum lebar.
"Tau darimana dia bisa dimiliki sembarang orang?" celetuk Cecil, Tere mengerutkan keningnya.
Cecile justru terkekeh setelah Tere menutup pintu kamar Cecile dari luar. Tere menatap langit kamar dan mulai tersenyum lebar memikirkan sikap Cecile yang ternyata masih sama.
Cecile memang selalu seperti itu. Ia tak pernah sekalipun membiarkan siapapun mengalahkan Darrylnya dari setiap kompetisi hati.
Ponsel Tere berdering lagi dan Tere spontan terkekeh mendengar suara Revan yang merasa sepi. Tere menutup matanya seraya tersenyum sendirian. Semoga doa lekas terkabul serta memberinya peluang besar untuk bersama dengan pujaan hatinya setelah ini.
Hari yang terasa melelahkan memang tak sulit membuat kedua matanya cepat terlelap.
- Pagi yang cerah menjadi terasa cepat menyapanya juga.-
Tere segera bersiap, sedangkan acara baru akan dilaksanakan beberapa jam lagi.
Tere menikmati fajar pagi seraya menghirup udara musim semi yang pasti sedang beraroma wangi.
Tidak ada yang berubah dari lingkungan tua yang masih terawat seperti dulu. Oh, termasuk batang pohon yang masih berdiri kokoh di tempatnya. Tere mulai melihat langit dari bawah dedaunan yang rindang.
...Waktu memutar kembali melayangkan diri. Tere membiarkan angin menerpa dirinya. Tere masih ingat saat ia pernah memandang langit dari rindang pohon yang sama....
...Saat itu Tere menoleh....
..."Darryl” ucap seorang remaja lokal yang memiliki senyum menakjubkan seperti seorang pramugara yang menemani Tere melewati langit menuju belahan bumi yang berbeda....
...Tidak-tidak. Senyumnya juga sama seperti saat seorang staf yang bekerja di kantor kedutaan menunjukkan ruangan pak kedutaan dari negeranya. Ah, mungkin juga seperti milik pemandu perjalanan yang mengantarnya berkeliling kota sebelum sampai di rumah sementara yang telah ditetapkan. Ya, ternyata memang tidak sulit mendapatkan senyuman seperti itu di belahan bumi ini....
...Saat itu Tere hanya diam terkesima tanpa membalas jabatan tangan yang diberikan Darryl. Darryl mengerutkan dahi. Kali ini Darryl tidak sedang memasang trik apapun ditangannya. Kali ini hanya jabat tangan perkenalan yang serius....
...“Tere tidak bisa berjabat tangan dengan pria seusianya. Itu pesan ibu dan ayahnya” tukas seorang gadis langsing yang sudah dikenal Tere selama satu pekan sejak kedatangannya pertama kali di kota baru ini....
...Darryl tertawa "wanita asing yang terdengar konyol"....
...Cecile spontan memukul kepalanya spontan. Darryl meringis....
..."Argh! Sakit!?!" tukas Darryl dengan kesal....
...Tere tersenyum lebar....
...”Jangan menyebalkan! Aku sudah bilang dia datang dari jauh!” tukas Cecile seraya melotot....
...Tere melirik heran lalu melotot. Darryl memegang batang pohon yang kokoh berdiri. Ia mengecup pohon itu di hadapan Tere. Cecile terdiam memandang Darryl dengan serius....
..."Anggap saja pohon ini teman. Maka itulah kebisaan wajar saat bertemu teman dekat. Belajarlah mulai sekarang untuk menjadi penduduk lokal!" tukas Darryl seraya mengedipkan satu matanya pada Tere....
...Tere berjalan mendekat dan mulai ikut memandang pohon itu seraya mepuk-nepuk batangnya....
..."Jangan sampai tertipu lagi. Aku mengkhawatirkanmu setelah merasakan kecupan pertama dari orang lokal konyol seperti dia" tanggap Tere seraya melirik Darryl....
...Darryl terkekeh. Cecile memandang Tere lebih heran....
..."Siapa bilang yang pertama? Dia sudah sering mendapatkan kecupan dari teman-temanku. Pohon ini primadona. Satu-satunya anggota perempuan dalam perkumpulan para pria" tukas Darryl....
..."Siapa namanya?" tanya Tere....
..."Kenapa tidak tanya sendiri?" tukas Darryl....
..."Dia masih menangis. Suaranya menjadi tidak jelas" tukas Tere....
..."Terryl. Sebenarnya kemarin namanya bukan itu" tukas Darryl dengan yakin....
...Tere mulai tertawa, Darryl ikut terkekeh....
..."Kalian berdua sudah gila! Aku harap hal ini tidak menular padaku. Sudahlah pergi lagi saja sana!". tanggap Cecile pada Darryl seraya memutar kedua bola matanya....
..."Memang ingin pergi! Tapi kuingatkan lain kali jangan menarik-narikku dari perkumpulan para pria untuk hal yang tidak penting!” tukas Darryl....
..."Ini sangat penting, dan jangan bermain-main dengan yang ini, dan sering-seringlah pulang ke rumah yang ini! Lihatlah sikapmu sekarang! Dasar orang kota payah!" tukas Cecile dengan serius seraya menunjuk rumah Darryl....
...Darryl tersenyum lebar. Tere melirik....
..."Ide bagus! Aku mau dia yang menjadi pemain ketiga dalam dramaku" tukas Darryl dengan spontan pada Tere....
...Cecile mulai melotot kesal, dan Tere mulai melirik....
..."Aku suka drama pementasan" singkat Tere....
...Darryl tertawa....
..."Baiklah langsung di terima!" singkat Darryl....
..."Sayang sekali aku jadi tidak ingin bergabung karena tawaran. Aku lebih suka bersaing dalam seleksi masuk" tukas Tere dengan tenang....
..."Bagus Tere. Lain kali memang tidak perlu di tanggapi. Kamu tidak akan mengerti" tukas Cecile dengan serius....
..."Pemain ketiga adalah seleksi untuk menjadi pemeran utama, maka selesaikan ceritanya dengan baik" tukas Darryl....
..."Siapa pemeran utamanya?" tukas Tere seraya berjalan mundur....
...Darryl terkekeh, dan ia berjalan kearah Cecile. Tere memandang heran....
...Tere melotot. Darryl tersenyum lebar....
...Darryl memegang kedua sisi wajah Cecile. "Mungkin saja drama selesai saat ini" singkat Darryl....
...Cecile mulai memejamkan kedua matanya....
...Darryl terkekeh. Cecile menatap sebal....
..."Tere. Kamu mendapatkan peranmu" tukas Darryl dengan tenang....
"Hey kekasih lama!" tukas Darryl spontan seraya turun dari mobilnya. Ia memarkirkan mobilnya depan rumah lamanya. Suaranya memecah nostalgia singkat Tere tentang pohon Terryl.
"Jangan seenaknya memanggil!" singkat Tere.
Darryl terkekeh.
"Kamu sedang mencoba berkomunikasi lagi dengan Terryl?!" tukas Darryl seraya terkekeh.
Tere tersenyum lebar. "Iya! memikirkan kejahatanmu juga" singkat Tere.
Darryl tersenyum lebar.
Saat itu, bahkan sampai saat ini, Darryl masih menanyakan pertanyaan yang sama pada dirinya sendiri.
Darryl pernah menatap langit yang penuh dengan awan. Menatap sesaat, dan menutup kedua matanya di saat yang lain. Darryl mulai memikirkan banyak hal yang menggangunya dibeberapa waktu sejak kedatangan Tere. Rasanya memang akan saling berkaitan dengan hal yang rasanya tidak masuk akal.
Apa sebenarnya isi dari rahasia langit mempertemukan dua orang dari ruang waktu dan ruang tempat yang berbeda?
Garis takdir? Itu terlalu puitis. Darryl terkekeh sendirian saat itu.
Tapi saat ini Darryl tidak sedang memilih sebuah senyuman.
"Terimakasih sudah memikirkan kejahatanku lagi! Jangan sampai jatuh cinta ya? Aku tidur dulu, nanti kita bertemu lagi ya.” tukas Darryl seraya berjalan memasuki rumah lamanya.
"Bukankah sekarang sudah pagi, dan acaranya juga pagi ini?" tukas Tere.
"Ya, dunia mudah berubah" singkat Darryl.
"Maksudmu?" tukas Tere.
"Biasanya semua saling berkaitan" singkat Darryl.
Tere memandang heran. Tere justru sama sekali tidak berniat menemuinya lagi.
Darryl tak mengatakan apapun dan masuk kedalam rumahnya. Mengapa Tere justru kembali lagi di saat seperti ini?. Darryl tak sebaiknya memikirkan apapun tetang semua hal yang hanya menjadi sepintas jalan cerita. Tapi apa maksudnya jika sampai dua kali terjadi di saat seperti ini?.
Darryl masih berbaring dengan kedua mata yang terbuka.
...Sebenarnya setelah pertemuan pertama dengan Tere dulu, Darryl segera berlari ke belakang rumah mengintip melalui celah pagar kayu setelah menekan bel berulang kali. Ia memikirkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi dan yang seharusnya terjadi....
...Darryl kembali kerumahnya seraya berlari dan dengan sergap mengambil sepedanya. Mengayuh lebih cepat dan berhenti di toko listrik yang belum pernah dikunjunginya sendirian. Memilih berulang kali dan banyak bertanya tentang hal yang ada diluar jangkauan penjaga toko. Darryl tak mendapatkan jawaban yang jelas....
...Darryl keluar setelah membeli....
...Darryl kembali dan tersenyum kuda melihat kakek Cecile yang sedang duduk membaca koran di pelataran rumahnya....
...”Halo kakek!" tukas Darryl seraya tersenyum lebar....
...”Apa yang akan kamu lakukan dirumahku saat sore hari seperti ini?” tanya kakek dengan spontan....
...“Tentu saja membantu pekerjaanmu” tukas Darryl dengan serius....
...Kakek hanya menggeleng tak menggubris karena ia terbiasa melihat tingkah yang sudah tidak asing. Ia tetap menyeruput kopi hangatnya dan menikmati setiap aromanya....
...Darryl segera masuk menuruni tangga menuju lantai dasar mencari perkakas, dan membawanya keatas. Ia kembali ke bawah dan mengangkat lagi tangga alumunimum yang ringan. Kakek Cecile tidak tertarik untuk menanyakan apapun lagi tentang apa yang akan dilakukan remaja ini. Sudah hafal rasanya dengan semua kelakukan anak nakal ini selama menjadi tetangganya dari seberang jalan....
...“Apa yang sedang kamu lakukan?!" tukas Nenek Cecile setelah Darryl membongkar bel rumahnya....
...“Sudah tidak berbunyi nek. Aku jadi sulit datang ke sini tukas Darryl....
...“Bel ini masih baru! Kakek, kenapa di diamkan seperti ini?!" protes nenek Cecile dengan kesal. Kakek Cecile hanya mengangkat bahunya....
..."Soalnya dari tadi sepertinya Cecile tidak mendegarku. Jadi mungkin saja rusak" singkat Darryll....
...”Cecile?!" panggil nenek dengan serius....
...Cecile segera turun, namun Tere berlari melihat keadaan dari lantai dua....
...“Kenapa meminta Darryl yang membongkar ini?! tukas Nenek Cecile dengan serius....
...Cecile melirik lebih sebal....
...“Aku tadi sengaja mencabut listrik bel supaya dia tidak masuk dan mengganggu” singkat Cecile....
...“Yaampun! Kalian berdua! Mana mamah papahmu?!" tukas nenek dengan serius pada Darryl. Nenek Cecile menepuk dahinya. "Ku telpon saja mereka biar tau ulah anak ini!"...
...Darryl mulai mendongakkan kepalanya keatas melirik Tere....
...Tere spontan melotot sebal seraya menunjukkan kuda-kuda bela dirinya....
...Keputusan Darryl ternyata tak perlu diubah....
...Cecile tersenyum lebar, dan ia mulai terkekeh sendirian....
Ia mulai mengambil ponselnya dan menelpon Darryl. Darryl melirik melihat ponselnya.
"Ada apa?! Sudah mendengarnya tadi kan? Aku benar-benar ingin tidur!" tukas Darryl dengan spontan.
Cecile mengerutkan dahinya. Bagaimana Darryl tau ia tak sengaja melihat percakapan singkat Tere dengan Darryl? Perasaan Cecile masih sama, tapi apakah semua ini masih bisa seenaknya seperti dulu? Entahlah.
"Aku punya firasat" tukas Cecile dengan spontan.
"Kamu mulai seperti ini lagi. Sudah dulu. Sampai nanti" ucap Darryl seraya menutup ponselnya.
"Jangan tidur" pinta Cecile.
"Jika tidak tidur, maka emosiku akan meledak-ledak melihat akad nikahmu" tukas Darryl.
"Aku bisa kabur" tukas Cecile.
"Sayangnya aku tau itu tidak bisa terjadi. Tolong jangan membahasnya lagi" tukas Darryl.
"Kamu yang menyinggungnya" singkat Cecile.
"Yasudah anggap saja percakapan ini tidak akan terjadi lagi" jawab Darryl.
"Aku mencintaimu" singkat Cecile
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!