Jakarta, 21 januari 20XX
Aku menatap jendela kelasku, dengan tatapan sedih. padahal siang tadi, matahari masih bersinar terang. tapi lihat sekarang, langit membawa awan hitam dan hujan.
Tes .... Tes .... Tes .... Tes
Suara rintikan hujan, membuatku tanpa sadar menatap derasnya hujan yang membasahi bumi ini. Melihat itu semua tanpa sadar aku tertawa miris dan ingatan masa laluku berputar tanpa kusadari.
11 tahun yang lalu
"Halo pelkenalkan nama ku Adinda Kayana Aldali aku anak culung dari tiga belcaudala adik – adik ku ada dipelut mama. yeeee aku cenang sekali punya dua adik kembal cemoga meleka cemua pelempuan bial aku bica main cama meleka." ucap Dinda dengan semangat.
Mendengar cara bicara anaknya yang cadel membuat mama Irene segera mematikan rekaman itu dan tertawa. Melihat ibunya tertawa mengejeknya membuat Dinda kecil merengut dan kesal, bibir mungilnya merengut dengan imutnya. Melihat anaknya sudah seperti itu, membuat mama Irene segera berusaha untuk membujuk agar Adinda bisa kembali tersenyum dan mau melanjutkan rekaman itu.
Dinda yang polos mudah saja dibujuk dengan permen dan coklat. Dengan mulut penuh coklat dan tangan yang kotor, sehingga tanpa sadar Adinda terus mengelap tangan itu dibajunya. Dan itu membuat baju Adinda penuh dengan cokelat, sehingga membuat bajunya yang tadinya bersih jadi kotor. Dengan semangat 45 dia mulai melanjutkan celotehannya.
"Aku udah cekolah loh! Aku tk di altapia aku punya 3 teman mereka baik – baik cemua. Waaaa papa pulang... Papa pulang...." Ucapnya senang sambil merentangkan tangannya minta dipeluk dan segera saja papa Sean mengendong putri tersayangnya. Mama Irene terus merekam kehangatan keluarganya itu sambil tersenyum bahagia. Dia berharap mereka akan selalu seperti ini.
Sampai suatu hari Irene merasakan perubahan sikap suaminya, yang dulu sangat mencintainya sekarang bersikap biasa saja, tidak ada senyuman, tidak ada yang menemaninya saat dia kesakitan, Setiap beberapa hari dari seminggu dia selalu keluar kota belum lagi setiap pulang dia akan mendiamkannya dan selalu pulang larut malam.
Dia juga menemukan noda lipstick di kemeja suaminya, dia tidak pernah merasa menggunakan lipstick itu, belum lagi jika pulang dia selalu marah – marah. Tapi irene selalu tersenyum didepan putri tersayangnya apalagi dia sekarang sedang hamil 2 bulan dia akan mencoba bertahan, sampai dia melahirkan.
3 bulan kemudian selingkuhan suami nya datang kerumah membawa seorang anak kecil berumur 2 tahun lebih tua dari putrinya. Dia membeberkan semuanya.
"Maaf anda siapa ? Kenapa kamu masuk ke rumah orang sembarangan ?" ucap Irene tidak suka dengan kelancangan perempuan itu.
"Wah kau pasti istri kedua dari Sean Atmaja bukan? Wah kau cantik pasti perawatan mu mahal sekali. Pantasan suamiku betah disini selama berminggu–minggu." ucapnya sinis mendengar itu Irene kaget dan marah dengan kebohongan perempuan gila ini.
"Kau jangan asal bicara aku akan membuat hidupmu menderita karena berkata sembarangan." Ucapnya dingin tapi ekspresi nya berubah saat perempuan itu menunjukkan bukti yang nyata melihat itu dia hanya menangis pasrah. Apalagi saat perempuan itu menatapnya meremehkan karena tidak tahan dia menangis dan mengusir perempuan kurang ajar itu dengan kasar.
Saat itu Irene bertambah kaget karena Irene sadar bahwa putri kecilnya mendengar semua itu. melihat putrinya pulang dengan basah kuyub dan telah mendengar semua cerita itu. Dengan air mata yang berlinang dan wajah memerah dia menangis sambil memeluk Irene.
Irene hanya mampu membalas pelukkan itu. putrinya yang masih kecil harus mendengar hal buruk itu.
"Mama.. Dinda benci ayah, ayah jahat. Mama jangan nangis lagi nanti saat mama udah melahilkan kita pelgi dali cini dinda punya tabungan ma. Cetiap mama kacih uang dinda cimpan dicelengan. Atau kita ketempat kakek saja mah, dinda benci papa." Ucapnya sambil menarik mamanya menuju kamarnya dan membuka laci meja belajarnya dan betapa kagetnya ia melihat anaknya menyimpan banyak tabungan disana.
Irene menangis sesunggukan apalagi melihat mata sembab putrinya. "Maafkan mama dinda, telah membuatmu menderita tapi mama janji setelah ini kita akan pergi dari sini, kita akan ketempat kakek." Ucapnya.
Dan dia tertawa sambil menangis saat melihat putrinya jatuh tertidur. Irene mengeratkan pelukannya.
"Dari mana saja kamu sean ? Kenapa baru pulang aku telah menunggu kamu ada yang ingin ku katakan?" Ucap mama irene.
"Ck.. Jangan banyak bertanya. Aku lelah, habis pulang kerja. Dan kau malah bertanya macam – macam. Kau malah membuatku tambah lelah saja, seharusnya kau itu menyambut suamimu bukan malah bertanya hal tidak penting. Dan aku itu bekerja tidak seperti kamu." Ucapnya tajam sambil berlalu. Mendengar kata – kata tajam suaminya membuat Irene juga marah.
"Aku hanya bertanya Sean tak usah sampai kau berkata seperti itu. Kamu selalu berkata tidak ingin aku berkerja karena gajiku lebih besar dari pada kamu, karena aku tidak ingin keluarga kita hancur. Aku memberikan semua warisan yang aku punya untukmu dan membalik semua namaku menjadi namamu. Itu bukan tanpa alasan, itu karena Adinda. Saat melihat Adinda aku ingin merawatnya sendiri karena itu aku berhenti bekerja. Bagaimana kamu bisa berkata seperti itu padaku? Jujur padaku apa yang sebebarnya terjadi padamu? Kenapa kau berubah?" Ucap Irene sambil menangis terisak.
Mendengar itu membuat Sean sangat marah dan mencengram wajah istrinya dengan kasar.
"Diam kau kita sudah berjanji untuk tidak membahas hal itu, jangan membuatku marah atau aku akan melakukan sesuatu yang membuatmu menyesal, lebih baik kau diam dan tutup mulutmu itu." Ucapnya sambil menghempas wajah Irene dengan kasar.
"Cih.. kau membuatku muak. kamu pikir aku tidak tau kalau kamu berselingkuh hah? " mendengar itu membuat Sean kaget.
"Bagaimana kamu bisa berselingkuh dibelakangku betapa jahatnya kamu pada ku? Memangnya apa kurangku padamu sampai kamu membuat aku dan dinda seperti ini! jika kamu tidak mencintaiku. seharusnya kamu katakan itu! bahwa kamu tidak mencintaiku aku tidak akan menikah dengan mu. Dan kamu tidak akan berbuat dosa dengan berselingkuh seperti ini." Ucapnya.
Mendengar semua ucapan istrinya seolah – olah dia tak pernah mencintainya membuat Sean sangat marah dan dia berkata,
"Siapa bilang di selingkuhanku? Dia yang kunikahi lebih dulu. Saat melihat gadis kaya yang polos dan cantik seperti kau membuatku gelap mata dan akhirnya menikahimu dan untungnya Valen memperbolehkannya. Toh dia juga bisa merasakan kekayaanmu dan mungkin dia datang kesini karena cemburu denganmu." ucapnya tanpa perasaan
Mendengar semua itu membuat mama Irene menangis tersedu–sedu. Tidak menyangka bahwa selama ini suaminya hanya berpura–pura mencintainya. Hanya untuk mengklaim warisannya padahal dia mencintai nya dengan tulus tak pernah ada sedikit pun perasaan ingin menyakiti hati suaminya.
Melihat istrinya menangis seperti itu membuat Sean merasa iba dan hatinya sakit bagaimana pun sebenarnya dia sangat mencintai istrinya. tapi dia punya tanggung jawab lain sehingga dia harus berbohong seperti ini.
Dengan sekuat tenaga dia menahan untuk tidak memeluk istrinya itu. tapi eksresi nya berubah saat mendengar kata–kata istrinya setelah dia tenang. Dia benar–benar tidak menyangka bagaimana mungkin istrinya meminta hal itu padanya.
"Baiklah jika memang kau berkata tidak mencintaiku aku terima itu. toh ini sudah terlanjur, tapi aku akan memberimu pilihan kau harus memilih aku atau perempuan itu? Ayo pilih! Jika kau memilih aku, kita akan kembali seperti semula. Tapi, jika tidak kita akan bercerai." Ucapnya dengan menahan rasa sakit dan takut.
"Bagaimana mungkin aku bisa memilih kalian berdua? aku tidak bisa memilih diantara kalian. Aku tidak bisa. Valen tidak marah jika dia dipoligami asal aku juga menghabiskan waktuku dengannya. Aku juga punya seorang putri dengannya. Aku akan berlaku adil dengan kalian berdua." Ucap Sean panik saat mendengar semua itu dan dia berusaha menyakinkan Irene dengan memeluknya. dia juga takut, takut dengan penolakan yang terlihat jelas dimata Irene.
"Cih kau tidak tau tentangku bukan? aku ikhlas tidak punya apapun, aku ikhlas kau lakukan apapun padaku, aku ikhlas kau ambil warisan yang kau idam–idamkan itu. Tapi aku tidak akan mau melihat anakku bersedih saat melihat papanya pergi dengan wanita yang bukan mamanya. Kau fikir apa perasaan mereka saat itu terjadi. Begini saja aku ikhlas saat kau mengambil warisan itu dan aku akan pergi diam–diam hanya membawa Dinda, dan kedua anakku yang lain." Ucapnya sambil mengusap perutnya.
"Asalkan kau urus surat perceraian kita aku tak akan meminta harta gono gini yang kau takutkan, aku dan mereka akan hilang seperti angin. Aku berjanji. Jadi aku berharap kau mengizinkaannya," Ucapnnya dengan penuh harap.
Mendengar semua itu dia akan kehilangan istrinya dan ketiga anaknya membuat Sean gelap mata dan mencari cara agar istrinya tidak bisa pergi dari sisinya.
"Baik aku setuju, tapi..." Ucapnya sambil tersenyum miring. Melihat senyum itu membuat Irene tanpa sadar mundur dan ketakutan dia tidak akan pernah menyangka bahwa sisi gelap dari suaminya akan muncul disaat seperti ini.
"Akan kubiarkan mereka pergi denganmu tapi saat kau melangkah keluar dari sini kau dan anak–anakmu tidak ada lagi hubungan denganku." ucapnya tegas.
Mendengar itu Irene kaget dan tak percaya, "Bagaimana mungkin kau bisa berkata seperti itu? Saat kita berpisah kita bisa menjadi mantan istri atau mantan suami tapi tidak ada mantan anak, kau memang sudah gila aku tidak percaya bisa menikah dengan laki – laki yang berpikir seperti itu. Jangan bilang kau tak pernah benar-benar menyayangi Adinda?" Ucapnya kaget dengan pertanyaannya sendiri, tapi saat melihat senyum miring dari suaminya membuat nya tanpa sadar terjatuh tapi untungnya Sean dengan sigap menangkapnya.
Dia benar – benar merasa lega dia tidak terluka. Saat dia ingin melepaskan tangannya dia tersadar Sean memeluknya terlalu erat.
"Lepaskan aku Sean. apa yang kau lakukan?" Ucapnya panik saat melihat amarah yang terlihat di wajah Sean.
"Ck diam kau mauku beritahu satu rahasia, bahwa kau itu terlalu sayang untuk di lepaskan jujur kau itu sangat cantik dan jika kau tidak ada jangan harap aku akan mengurus anak–anakmu itu. Oh dan satu lagi putri tercintamu itu sebenarnya sedang mendengarkan pertengkaran kita," ucapnya sambil menunjuk sofa yang ada diujung koridor rumah mereka.
Mendengar itu dia hanya menatap tajam Sean dan Irene ingin segera maju kesana untuk memeriksa kebenarannya. Tapi dia keburu ditarik oleh Sean ke kamar mereka.
Dan brakk... Bantingan terdengar kencang sampai ke lorong sofa biru, tempat bersembunyinya gadis kecil yang sedang menangis ketakutan.
"Mama.. Hiks.. Hiks... Dinda takut." Isaknya dengan sedih
Pov Alda
Aku benci hujan disisi lain aku sangat menyukainya karena hujan hanya akan mengingatkanku tentang masa laluku, betapa benci nya aku dengan orang yang telah menjaga dan melindungiku.
Papa yang telah mengkhianati mamaku tapi dia malah menyalahkan aku dan sampai sekarang aku tidak pernah tau keberadaan mama, maksudku mama disembunyikan oleh papa entah dimana. Kenapa semua ini terjadi. Aku ingin marah pada mereka karena membuat hidupku menderita seperti ini dan sampai sekarang aku tidak pernah tau keberadaan mama dimana.
"Hey, lah malah ngelamun nie bocah gue pikir loh udah pulang. Eh malah lo masih disini cie nungguin siapa lo? Pacar? Sejak kapan lo punya pacar? Sayang banget ya Al, lo harus simpan pacar lo baik-baik kalau ada. karena percuma lo kan udah dijodohin sama bokap loh!" Ucapnya sambil merangkul bahuku.
Mendengar itu membuatku menatapnya dengan tajam lalu aku menepis tangannya dengan kasar.
"Jangan bercanda! Siapa yang lo maksud itu? Itu nggak mungkin guekan? " Ucapku tertawa.
"gue nggak perlu candaan lo! Dia pikir dia siapa sampai mau jodohin gue dan lu nggak usah sok akrab deh." Ucapku sambil menatap sinis padanya.
Aku melihat dia tersenyum dia sadar salah bicara padaku, " Ah Al, gue nggak tau apa–apa cuman keluarga kita udah mulai cari calon suami yang cocok untuk loh? Tenang aja yang pasti lo nggak bakal kecewa sama pilihan papa dan kakek. " Ucapnya merasa bersalah melihat wajah ku yang marah atau dia hanya pura–pura merasa bersalah.
Melihat wajahnya yang sok polos membuatku geram. Menjengkelkan sekali punya keluarga munafik.
" Dikira gue bodoh apa, jika dia tau berarti itu benar adanya. Wah benar-benar ya mereka nggak pernah ada hari yang tenang selalu aja buat kesal, dikira gue nggak bisa apa nyari cowok sendiri. Kan ******* itu namanya! " Batinku.
" Al lo nggak lagi berharap kalau kakek bakal ngebiarin lo milih cowok yang lo sukakan? Duh, Kalau lo emang berharap kayak gitu, itu pemikiran bodoh dan nggak logis. Lo itu pewaris dari Aldari group jangan merasa karena lo yang bakal mimpin Aldari group lo ngerasa lepas dari sangkar emas yang dibuat kakek untuk lo. " Ucapnya.
Mendengar itu aku hanya menatapnya datar.
"'Dengarin gue ya, jadi pewaris tahta tu nggak gampang dan sesuatu yang loh pegang sekarang harus loh pertahanin kecuali kalau loh nolak posisi itu. Gue yakin 100% bakal ada pertumpahan darah diantara keluarga Aldari. Loh itu satu – satunya keturunan dari keluarga inti apalagi ibu lo itu kesayangan kakek. Kakek mungkin udah tua tapi loh tau sendirikan dia kayak gimana bahkan ayah loh yang pengendali keluarga aja segan sama kakek. Dengerin gue ya Al, loh jangan mau kalah sama 2 pecun itu, kalau sama mereka loh kalah apalagi sama gue yang bakal ngincer posisi lo saat ini. Bener nggak? " Ucapnya sambil menyeringai.
" Alah ujung–ujung nya juga lo pasti bahas itu! Yang paling berharap gue nolak, pasti loh lah mana ada yang berani kecuali loh. Bahkan adik–adik lo aja nggak berani. denger ya! Lo pikir gue kalah sama mereka, maaf ya tuan Fattan Celvian Pramesti. Gue nggak akan kalah sama mereka yang udah mama menderita dan karena mereka gue kehilangan adik laki–laki gue. Padahal dia yang harusnya ada diposisi gue. " Ucapku tegas dan menatapnya datar.
" Dan juga lo pikir gue bakal membiarkan gitu, orang lain yang jadi pewaris. Nggak perusahaan itu harus ada ditangan gue atau adik gue. Dan lo beraninya mimpiin jadi pemimpin. Sadar nggak, Lo itu bukan cucu asli dari kakek. " ucapku sinis saat melihat tangan fattan mengepal.
" Lo itu nggak ada didalam kualifikasi dalam keluarga untuk jadi pewaris, lucu aja gitu kalau ngeliat seseorang yang nggak ada hubungan darah sama kakek ingin jadi pewaris. Dan soal gue nggak usah lo urusin mending urus aja masalah lo sendiri. " ucapku sambil tersenyum manis.
" Wah Al saat lo bicara sinis kayak gitu malah bikin lo tambah cantik aja Alda. Apalagi saat lo senyum dingin gitu, cocok banget sama mata dan warna rambut lo yang kontras itu. Bisa Membius orang lain. Jadi gue nggak bisa benci sama lo karena kata–kata lo itu. " ucapnya sambil menarik daguku.
" Kayaknya lo harus ngewarnai lagi deh rambut lo. Nanti kalau ada yang ngeliat warna rambut lo bakal ada yang salah focus. Takutnya lo dijadikan bahan obsesi kan gue takut sepupu yang gue sayang diobsesiin sama orang gila. " Ucapnya sambil berbisik padaku.
Tanpa sadar aku melihat rambutku sendiri dan kaget dengan warna rambutku ini. Aku mencengram rambut itu dengan keras. Aku melihat dia dengan marah. Pantesan anak – anak melihatku dengan aneh pasti karena rambut ini.
" Udah ya gue mau jemput adek gue, bye jangan diwarnain lagi deh tu rambut sayang kan cantik." Ucapnya sambil tersenyum.
"Gak usah berisik mending urus aja urusan lo jangan ikut campur urusan gue. " Ucapku dengan marah. Dia sengaja berkata seperti itu hanya untuk membuat luka hatiku bertambah parah saja.
Dia memang tidak pernah peduli dengan siapapun selain dengan keluarganya dan itu membuatku benci dengannya. Bahkan saat itupun mereka menutup mata terhadap aku dan adikku.
" Aku benci dia. " Batinku sambil menatap punggungnya yang kian menjauh. Aku mencengkram kunci mobil yang ada digenggamanku dengan keras tanpa sadar hujan sudah berhenti dan segera saja aku pergi dari sana.
TET... TET... TET... TET
Aku menekan klakson mobilku dengan kencang karena kesal kenapa mang Ujang itu lama sekali sih membuka gerbang ini. Tak lama setelah itu tiba – tiba gerbang terbuka. Segera saja aku melaju ke pos penjaga.
" Gimana sih mang ujang buka gerbang aja lama banget nggak perlu didorong juga, " ucapku kesal.
" Aduh maaf non, dirumah lagi rame banget sampai nggak denger kalau non udah pulang. " Ucap mang Ujang.
" Rame ? " Tanyaku dengan bingung.
" Rame kenapa mang ? Seingetku lagi nggak ada acara apa-apa, " Tanyaku.
" Nggak tau juga non, tapi katanya itu rekan bisnis bapak. Oh dan ada kakek non juga. " ucapnya
Mendengar itu alis Alda mengkerut. Kenapa kakek kesini jika hanya rekan bisnis papa. Jelas- jelas Aldari group berbeda dengan Atmaja group itu membuatku heran dan bertanya-tanya.
" Oke deh mang, aku masuk dulu. Lain kali jangan lama-lama buka gerbangnya. Nanti aku pecat mang ujang," Ucapku pura – pura marah.
" Waduh ampun deh non, jangan dipecat nanti mang ujang makan apa, " Balas mang Ujang,
" Hehehehehe becanda mang, santai mang." Ucapku sambil tersenyum dan sepersekian detik ekspresiku berubah menjadi datar dan dingin. Aku memarkirkan mobilku begitu saja dan masuk.
Aku mengangkat sebelah alisku saat melihat pemandangan ini ada apa ini, kenapa bisa laki – laki brengsek itu ada disini. Dan bagaimana semua orang bisa berkumpul disini tapi tidak ada yang memberitahu aku.
" Kenapa lo ada disini? Dan kenapa kalian berkumpul disini, " Ucapku keras sambil menatapnya dengan tajam.
Dan dia hanya menyilangkan kakinya didepan mataku. Seakan-akan dia tidak tau. Melihat itu membuatku kesal dan jengkel.
" Dinda kamu udah pulang, daritadi semua orang menunggu kamu. Seharusnya kamu pulang lebih cepat jangan suka keluyuran sebelum pulang, untung kamu pulang lebih cepat. " Ucapnya dengan suara lembut dan penuh senyuman.
Tanpa sadar mataku beralih kearah suara itu. dan tanpa sadar aku menatapnya dengan jijik.
" Emang siapa lo berani ngatur hidup gue, denger ya nggak ada yang bisa ngatur hidup gue seterah gue mau ngelakuin apapun. Dan ini hidup gue nggak usah sok jadi malaikat nggak guna. Nggak mempan sama gue. hidup-hidup gue kok lo yang ngatur. Lebih baik urus-urusan lo sendiri, " Ucapku tajam sambil memandangnya dengan jijik.
Aku hanya menatap dia dengan pandangan mengejek kenapa perempuan ini selalu sok baik dan selalu membuatku jengkel. Apalagi melihat wajah polos dan lugunya. Membuat aku ingin mencakar wajah itu saja.
Mendengar ucapanku dan pandangan meremehkanku membuat dia menunduk dan matanya mulai berkaca – kaca dan sudahku duga dia akan memulai drama dikeluarga ini.
" Dinda kamu itu ya. pulang–pulang selalu bikin ribut, Nggak ada sopan santunnya, pokoknya hari ini kamu jangan buat keributan dengan pertengkaran yang nggak berguna itu. Sebelum papa bertindak karena sikap kamu yang semakin lama semakin kurang ajar, " ucap papa sambil menatapku dengan tajam.
Melihat itu membuatku benar - benar tidak suka perempuan itu tidak selemah yang mereka pikirkan. Ibunya saja seperti itu bagaimana bisa anaknya lemah dan tidak berguna. Tapi itu malah membuatku semakin marah karena sikap papa yang selalu membela anak perempuan dari ******* itu.
" Ini urusan gue sama dia nggak ada urusannya dengan anda wahai tuan Sean, udahlah mau gue kurang ajar pun nggak bakal ada yang peduli. Mending lo urus anak - anak lo dari ******* itu bikin muak aja liat tampang dramanya, " Ucapku menantang.
Sepertinya aku memang salah membangkitkan amarah papa, aku melihat wajah papa sudah merah tapi ini udah kepalang tanggung. Aku sudah tidak bisa lagi kembali jadi adinda.
Anak perempuan manis dan penurut. Dia sudah mati dan tidak akan pernah kembali. Aku hanya bisa menjadi gadis yang angkuh, sombong, dan kurang ajar. Itulah yang harus aku lakukan berubah menjadi manusia egois dan itu untuk melindungi adikku sendiri.
Tapi aku juga takut, saat melihat mata hitam pekat papa yang menatapku dengan sorot membunuh tanpa sadar aku meneguk air ludahku sendiri. Aku takut tapi itu tidak membuat raut wajahku berubah.
Mungkin itu karena aku selalu diberikan tatapan seperti itu sejak kecil. Sampai aku sudah merasa terbiasa tapi tetap saja aura papa benar-benar membuat bulu kudukku berdiri.
Papa itu, nggak kalah menakutkan dari kakek, aku nggak bakal bisa memilih siapa yang paling buruk. Mereka sama - sama buruk, bagaimana pun dia itu benar - benar mengerikan seperti saat ini dia masih saja tersenyum dingin padaku padahal aku sudah membuat papa malu didepan koleganya.
" Dinda jangan bertingkah sekarang. kamu Nggak tau apa kalau kita lagi kedatangan tamu, cepat papa mau kenalin kamu sama mereka. dan jangan membuat keributan atau papa akan membuatmu menyesal, " ucap papa sean sambil menarikku dengan keras, dan itu menyakitkan.
Merasakan cengkraman itu semakin keras dan menyakitiku tanpa sadar aku menepis tangan papa yang berusaha menarikku.
" Nggak usah pegang – pegang. emangnya aku peduli sama rekan kerja papa, aku nggak peduli. toh, nggak ada yang ngasih tau aku soal acara ini. Jadi nikmatin sendiri Aku nggak peduli. " Ucapku ketus tanpa sadar aku memegang tanganku yang ditarik papa.
" Wah Dinda setelah sekian lama gue nggak ngeliat lo, dan lo sekarang nggak banyak berubah ya Din. Makin kurang ajar aja. " ucapnya dingin sambil menatapku dengan datar dan dia tidak lupa menekan nama depanku.
Mendengar itu tanpa sadar aku menatapnya dengan benci. Dari sekian manusia dia adalah salah satu manusia yang harus Alda jauhi. Rasanya mengerikan melihat cowok itu Dan aku sangat ingin memakinya. Tapi makian itu harusku telan saat suara tua itu terdengar.
" Dinda duduk disini ada yang ingin kakek bicarakan padamu, " Perintahnya dan itu membuatku hanya bisa menahan nafas saat melihat siapa saja yang ada diruang tamu.
" Sialan, " batinku.
Aku benar - benar membenci situasi mengerikan ini rasanya ingin sekali aku memaki mereka semua tapi, bukannya kata-kata makian yang aku keluarkan hanya kata-kata ini yang dapat membuatku aman untuk sementara waktu,
" Okey kek aku akan kesana, tapi biarkan aku berganti pakaian terlebih dahulu. " ucapku dengan dingin sambil berlalu darisana tanpa peduli lagi ucapan mereka.
Aku menatap mataku dicermin dengan dingin aku mengenggam rambutku dengan keras, bagaimana mungkin aku bisa memiliki mata dan rambut yang begitu mirip dengan mama.
Sedangkan Keira kenapa tidak ada satupun wajahnya yang mirip dengan mama. Seandainya dia lebih mirip mama pasti kakek akan mau membawa Keira ke mansion utama keluarga.
Aku menatap dress yang kukenakan. Dress berwarna hitam dibagian bahunya yang terbuka, Dress yang cantik dengan make up. yang tipis setelah merasa cukup dengan make up tipis.
Aku segera keluar dari kamarku. Saat aku melewati kamar keira aku mendengar suara anak kecil menangis. Segera saja aku membuka pintu itu dan betapa kagetnya aku melihat kondisi Keira yang menangis.
Dalam hatiku, " Kenapa keira menangis ? Apa ada yang terjadi tanpa aku sadari pada Keira?" batinku. Tanpa menuggu lama segera saja aku memeluknya sambil berusaha menenangkan Keira.
***
Jangan lupa like and comment ya!!
Pov Alda
Aku hanya bisa memeluk kiera dengan lembut saat melihat dia menangis, tanpa sadar aku mengeratkan pelukanku padanya, kenapa dia begitu sedih? Apa yang menyebabkannya menangis dengan terisak seperti ini? Aku sangat menyayangi kiara. Tapi, setelah aku pikir–pikir sudah lama aku tidak memperhatikan kiera. Aku terlalu sibuk dengan duniaku sendiri, tanpa sadar aku melupakan adikku sendiri. Anak kecil berumur 6 tahun yang hanya bisa menangis jika dia merasa ada sesuatu yang salah.
"Ara kenapa kok sedih gitu? Ada yang jahat sama kiera? Jangan nangis ya kiera kan anak pintar, nanti kakak yang balas mereka yang jahat sama ara bahkan mereka harus merasakan 10 kali lipat dari apa yang dibuat mereka sama Kiera," Ucapku dengan kejam sambil memeluknya.
Mendengar itu Kiera menatapku dengan terisak - isak dia berkata, "Ara nggak pernah nakal kak Al, Ara bingung sama papa yang selalu marah kalau ngeliat Ara. Papa selalu lebih membela Keila daripada Ara padahal keila yang nakal tapi Ara yang selalu dimarahi. Emangnya Ara nakal ya kak." Ceritanya sambil menangis.
Mendengar itu aku menatap dingin keira, "Keira nggak nakal kok, kakak tau Keira anak yang baik dan pintar gimana bisa nakal. Emangnya keila ngapain Keira?" Tanyaku sambil mengelus rambut keira agar dia tenang.
Sepertinya itu berhasil karena dia berhenti menangis, "Tadi setelah kakak pulang dari sekolah, Keira cuma duduk disofa paling pojok karena Keira takut sama tatapan kakek dan papa. Keira hanya duduk disana. Keira nggak ngelakuin apapun biar papa nggak marah, disana bener–bener bikin Keira takut. Keira nggak tau kenapa tapi Keira ngerasa nggak nyaman dan pengen kembali ke kamar aja," Ucapnya sambil menahan isakkan.
Mendengar itu tanpa sadar aku menahan napas jangankan Keira bahkan akupun merasa disana benar – benar penuh dengan aura intimidasi. Mengerikan melihat semua monster berkumpul dalam satu ruangan tidak ada yang lebih mengerikan dari itu.
"Terus kenapa Keira bisa nangis?" Tanyaku.
"itu tadi sewaktu kakak kekamar, keila dengan sengaja numpahin jus ke dress keira, dress Keira jadi kotor dan lengket padahal ini pemberian papa. Karena kita kedatangan tamu papa berikan dress ini tapi kini jadi kotor dan lengket. Keira marah dong karena papa jarang ngasih Keira hadiah. Keira dorong dia tapi Keira malah dimarahi sama papa karena nakal udah dorong
Keila padahal Keira hanya membalas kenakalan Keila. Kakek juga bilang kalau keira jangan bikin malu dan ngusir Keira dari sana Keira takut dan langsung kekamar," Ucapnya sambil menangis.
Mendengar itu aku hanya bisa menatap sedih kearah adikku, bagaimana mungkin mereka melakukan hal menjijikan itu terhadap Keira. Dia hanya anak kecil yang terlalu polos dan lugu sampai dia tidak tau harus berbuat apa di mansion ini. Dan jelas-jelas keila yang terlebih dahulu memulai pertengkaran tapi kenapa hanya adikku yang disalahkan.
"Jadi karena papa melihat dress kiara kotor, papa menyuruh Kiera keatas dan nggak menyuruh kiera turun lagi. tapi Keira juga pengen kayak Keila yang selalu diajak kemana pun sama papa, Yang di manjai sama papa. Nggak kayak Keira yang selalu dimarahin dan dibenci sama papa." Ucapnya sedih.
Mendengar itu membuat aku benar–benar naik pitam, dan tanpa sadar mencengkram bahu keira dengan kencang. "Keira nggak perlu khawatir, kan ada kakak kita turun bersama. Ayo kamu mandi sebentar dan kakak bakal pilih dress yang nggak kalah cantik dari dress yang papa berikan." Ucapku sambil menghapus air matanya.
"Jadi lebih baik kamu mandi terlebih dahulu," Ucapku sambil tersenyum hangat pada keira. Tapi setelah aku melihat keira menghilang ekspresiku berubah dingin. Tanpa kata aku kembali kekamarku dan membuka lemari bajuku aku menatap kotak pink yang ada disana dan membuka isinya, sambil menghembuskan napas kesal aku mengambil dress yang ingin aku berikan kepada keira sebagai hadiah ulang tahunnya.
"harusnya ini untuk hadiah nanti," Batinku kesal.
Tanpa menunggu lama aku segera kembali ke kamar Kiera dan aku melihat kiera keluar dari pintu kamar mandi dengan handuk yang melilit tubuh kecilnya, melihat itu tanpa sadar aku tertawa senang. dia imut sekali, "Sini kakak bantuin Keira ganti baju, Keira cantik banget sih mirip mama. " Ucapku sambil menekan pipinya yang halus dan lembut.
"Kak bukannya kita sudah terlalu lama meninggalkan ruang tamu. Nanti Kiera takut kita dimarahi, " Ucap Keira sambil menatapku dengan mata hazelnya yang cantik.
Mendengar itu aku hanya tersenyum pada keira, "Keira nggak usah takut yang harus keira lakukan hanya jangan bertindak lemah didepan siapapun. Okey setelah ini selesai ayo kita kebawah," Ucapku menatapnya sambil mengepang rambut Keira dan mengikatnya dengan pita merah.
""Kenapa dikepang kak?" Tanya keira.
"Agar mengingatkan seseorang terhadap sesuatu, ingat pesan kakak ya jangan tersenyum dan berhenti menunduk, tidak ada gunanya kamu terlihat lemah." Ucapku sambil mengandengnya keluar dari kamar.
Aku merasakan tangan Kiera yang mendingin mungkin dia gugup, aku mengenggam tangannya dengan lembut agar dia tidak perlu khawatir terhadap apapun. Karena aku akan melakukan apapun untuknya. bahkan jikapun aku harus menukar jiwaku dengan iblis sekalipun. Dia akan kulindungi bagaimanapun caranya.
Aku menuruni tangga dengan anggun tidak ada lagi tatapan keras kepala. Aku melihat papa yang melihat Keira dengan tatapan dingin, aku bahkan melihat tatapan kakek yang berubah mungkin dia merasa tidak senang dengan kehadiran Kiera atau karena hal lain aku tersenyum sinis melihat itu.
Tapi sepertinya ekspresi itu hanya sebuah ilusi karena Ekspresi kakek langsung kembali seperti semula.
Aku hanya tersenyum melihat itu semua, aku hanya terus menatap mereka dengan dingin, "Maafkan kami terlambat," Ucapku dingin.
"Ya tidak apa – apa tante ngerasa itu wajar pasti kamu ingin tampil cantik jadi kamu dandannya lama," Ucap tante Fina mendengar itu aku tersenyum sinis tapi senyumku hilang saat Andrian menatapku dengan tajam. Sepertinya dia sadar aku meremehkan ibunya.
Segera saja aku memalingkan wajahku kearah lain asal bisa menghindar dari tatapan andrian. ya laki-laki yang ingin aku hindari itu dia, dia cowok yang pengen aku lihat baik itu disekolah maupun dimanapun. Andrian salah satu cowok berkuasa dismaku kami tidak pernah bertegur sapa. Karena suatu hal dan aku tidak akan pernah berharap dia akan datang kesini. Dan entah kenapa perasaanku tidak enak.
Dia itu mengerikan dan aku sudah pernah melihat dia dan teman-temannya melakukan hal yang paling mengerikan jadi aku tidak akan pernah ingin berhubungan lagi terhadap cowok itu. dia tidak akan segan-segan melakukan hal gila jika diperlukan.
"Hari ini ada yang ingin papa katakan! " Ucap papa sambil menatap kami tapi lebih tepatnya papa menatapku dengan tajam. Aku mengangkat sebelah alisku saat melihat papa yang menatapku seperti itu. Ada apa? Kenapa papa melihatku seperti itu?
"Entah kenapa gue nggak bakal pernah senang sama apapun yang bakal diumumin apalagi jika itu berhubungan sama gue atau kiera?" batinku cemas.
"Papa sebagai kepala keluarga telah berdiskusi dengan abimanyu sahabat sekaligus relasi bisnis papa, serta telah berdiskusi juga dengan kakek sebagai perwakilan dari aldari group kami akan menjodohkan salah satu anak kami untuk kepentingan bisnis," Ucap papa dan aku merasa seperti ada bom yang dijatuhkan dikepalaku.
"Itu tidak mungkin aku bukan ? nggak, please kumohon siapapun boleh tapi big no jika itu andrian," Batinku.
"Dan kami sudah memutuskan yang akan bertunangan adalah Andrian Fairuz Bima Prasaja dengan salah satu putri papa yaitu Adinda Kayana Aldari," Ucap papa sambil menatap responku.
"Tidak aku tidak akan pernah mau dijodohkan dengan dia. Please papa siapapun boleh tapi tidak dia aku lebih baik mati daripada harus dijodohi dengan dia," Ucapku sambil memandangnya dengan marah.
Seketika aku merasa duniaku berhenti berputar dan bagaimana mungkin aku dijodohkan dengan andrian. "Itu tidak akan pernah terjadi tidak akan pernah." Batinku.
Melihat penolakanku yang keras membuat om Abimanyu tidak senang, oh aku juga sadar aku keterlaluan tapi tetap saja aku lebih baik mati daripada dijodohi dengan pria itu.
"Wah , saya merasa sangat tersinggung atas ucapan penolakanmu itu dinda, terhadap putra sulungku ini, jelas dia tampan dan juga cerdas bahkan kamu kalah bukan terhadap prestasi sekolah putraku, dia juga calon pewaris dari perusahaanku, apa yang membuatmu menolak putraku seperti itu." ucap om abimanyu dengan datar sambil menatapku dengan dingin.
Mendengar ucapannya membuat aku tanpa sadar menahan napas, aku sadar dia memang benar di SMA Aldari semua akan memilih andrian sebagai cowok paling tampan, keren, keturunan borjuis, dan cowok yang bakal jadi pacarable tapi aku tetap nggak bakal pernah mau berhubungan lagi sama cowok gila kayak gitu.
"Maafkan aku ya om abimanyu jika perkataanku buat om marah tapi seperti yang aku katakan aku tidak akan pernah mau dijodohkan sama putra-putra om," Ucapku sambil memandang kakak beradik itu. kennan hanya menatapku dengan senyuman iblis sepertinya dia tau maksudku.
"Papa." panggil andrian sambil menatapku dengan senyuman meremehkan seperti apapun usahaku itu akan percuma bahwa dia tau aku akan tetap bertunangan dengannya.
"iya rian?" Ucap om Abimanyu,
"Bisakah aku berbicara dengan dinda sebentar," Tanyanya,
Mendengar itu aku segera membalas, "Aku nggak mau berbicara apapun sama lo, jadi lebih baik lo dijodohin aja sama adira dia pasti seneng deh dijodohin sama lo. dia kan suka sama lo dan kalian sama-sama cocok, ngertikan maksud gue cocok." Ucapku tersenyum iblis sambil menatap Andrian.
Mendengar kata-kataku membuat wajah Adrian sepertinya dia marah, ya aku tau itu adalah sesuatu yang tidak boleh diusik oleh siapapun dan aku malah mengusiknya didepan andrian plus aku melihat keenan menatapku tidak kalah dingin dan sepertinya dia ingin membunuhku sekarang juga.
"Aku sepertinya telah membangunkan macan tidur," Batinku.
"Apa maksudmu jika aku menyukai andrian dan juga apa maksudmu aku dan Adrian cocok," Ucapku dengan alis terangkat padanya dan melirik mamanya.
Mendengar kata-kataku dia menatapku dengan dingin dan berucap, "Sayangnya tidak bisa, kami ingin mempersatukan 3 perusahaan besar bukan 2 perusahaan jika kamu lupa adira tidak menyandang nama aldari," Ucapnya tersenyum.
Mendengar semua itu kepalaku benar–benar sakit bagaimana bisa seperti itu tapi tetap saja aku benar–benar tidak ingin berhubungan lagi dengannya,
"Jangan bercanda kau tau dengan pasti kenapa aku tidak mau. Aku tidak akan pernah sudi berhubungan lagi denganmu, aku merasa diriku ini menjijikan jika aku berhubungan denganmu," Ucapku dengan menatapnya jijik.
Mendengar ucapanku papa menyela, "Jaga bicaramu Adinda," Mendengar itu aku hanya menatap tidak suka, "BERHENTI, MEMANGGILKU DINDA KALIAN SEMUA MENJENGKELKAN, MEMBUATKU MUAK, " Teriakku kesal.
"Kamu tidak berhak menghina putraku seperti itu, jika kmu tidak suka kami bisa mencari perempuan yang lebih baik dan cantik darimu," Ucap tante Fani mendengar itu membuat aku gelap mata.
Dan tanpa sadar aku berkata, "Seharusnya tante nggak perlu bicara. andrian memang pantas mendapatkan hal ini karena dia terlahir dari rahim perempu.." Ucapanku berhenti karena bentakan Andrian.
"TUTUP MULUTMU DINDA SEBELUM AKU YANG AKAN MEMBERIMU PELAJARAN," Bentak Andrian padaku tanpa sadar aku menutup mulutku sendiri.
"Sialan, dia benar–benar mengerikan," Batinku saat dia membentakku. Aku juga melihat tatapan tidak senang dari semua orang sepertinya aku sudah keterlaluan.
"Astaga apa yang harus aku lakukan," Ucapku lirih tanpa sadar aku merasa bersalah pada tante Fina tapi aku menahannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!