NovelToon NovelToon

Cinta Ibu Pengasuh

Episode 1: Berhutang

Di negara (menyebutkan nama negara) terjadi "Krisis Moneter" yang berdampak pada perekonomian. Banyak perusahaan-perusahaan yang bangkrut dan tutup, sehingga terjadi: PHK dan pengangguran, harga sembako melambung tinggi, demo di sana-sini, dan lain sebagainya. Juga, tidak sedikit penduduknya mengalami penurunan pendapatan secara drastis.

****

Toni sebelumnya bekerja sebagai karyawan biasa di sebuah Usaha Swasta, tetapi karena usaha tempatnya bekerja bangkrut dan tutup terdampak krisis moneter, akhirnya dia di PHK dan menjadi pengangguran. Umurnya 40 tahun dan tinggal di sebuah desa dekat (berbatasan) dengan kota.

Sedangkan istrinya bernama Rina, umur 37 tahun dan hanya seorang IRT (Ibu Rumah Tangga), tetapi sedikit jutek.

Pak Toni dan istrinya memiliki dua orang anak: Andi umur 5 tahun dan Intan umur 3 tahun. Pak Toni, Bu Rina, dan kedua anaknya tinggal di sebuah rumah kontrakan sederhana yang dapat dibayar per bulan.

Kehidupan keluarga Pak Toni kian hari semakin terpuruk semenjak dia di PHK. Selama ini yang diharapkan keluarganya hanya gaji Pak Toni saja walaupun pas-pasan dan terkadang kurang untuk memenuhi kebutuhan di rumah, karena tidak ada lagi usaha sampingan yang dapat diharapkan. Dan, itu juga yang menyebabkan Pak Toni dan istrinya jadi kurang harmonis.

Bukannya tidak berusaha, mungkin rezeki belum berpihak kepada Pak Toni. Setelah di PHK dia selalu berusaha untuk mencari pekerjaan baru, tetapi satu pun tidak ada yang menerima.

1 Bulan Kemudian (****Pasca Pak Toni Di PHK).

Seperti biasa, setelah bangun pagi, Bu Rina langsung ke dapur untuk memasak sarapan. Tetapi dia selalu lebih dulu membuatkan kopi (kadang teh manis) untuk suaminya, baru selanjutnya memasak. Dia melihat: beras, ikan, sayur, dan lain sebagainya tinggal cukup untuk dua hari lagi.

"Hahhhh...." Bu Rina menghela napas.

Tidak lama kemudian, Pak Toni pun bangun. Dia hanya mencuci muka dan gosok gigi, lalu menikmati kopi yang sudah disediakan istrinya (Bu Rina) di ruang depan.

Mengetahui suaminya sudah bangun, Bu Rina langsung menghampiri ke ruang depan di mana suaminya duduk.

"Pa, bagaimana nih! Sudah 1 bulan Papa tidak kerja dan tidak ada lagi apa-apa di rumah. Mau makan apa kita!" kata Bu Rina dengan kedua tangannya mengganjal di pinggang.

"Uang pesangon Papa itu sudah habis rupanya, Ma?" tanya suaminya.

"Pesangon? Berapalah uang pesangon Papa? Papa kira murah-murah belanjaan semenjak krisis ini? Semuanya serba mahal, Pak! Ditambah lagi uang kontrak rumah," jawab Bu Rina dengan suara sedikit tinggi.

"Iya, Papa tahu, Ma. Sabarlah, nanti Papa usahakan," balas suaminya.

"Sabar, sabar dan selalu sabar!" kata Bu Rina lalu pergi menuju dapur.

Suaminya (Pak Toni) kemudian menyandarkan badannya kesandaran kursi dan melipat kedua tangannya di belakang kepalanya sambil menatap ke atas, seolah memikirkan sesuatu.

Tiba-tiba Pak Toni teringat dengan Pak Reno langganan mereka berhutang.

***

Pak Reno adalah seorang penyedia jasa pinjaman (rentexxx), baik, dan tidak sombong. Umurnya sekitar 50-an tahun.

***

"Bagaimana kalau aku meminjam uang kepada pak Reno? Tetapi apakah bapak itu percaya, aku kan sudah di PHK. Aku coba dululah kerumahnya," gumam Pak Toni.

Memang selama ini Pak Toni selalu meminjam uang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan membayarnya setelah gajian.

Tanpa menunggu, Pak Toni pun berangkat ke rumah Pak Reno yang jaraknya kira-kira 1 Km dengan menaiki ANGKODES (Angkutan Kota-Desa) tanpa permisi kepada istrinya.

****

"Pa, sarapan, Pa!" panggil Bu Rina dari dapur.

Merasa tidak ada sahutan, Bu Rina menghampiri ke ruang depan.

"Loh, kemana dia? Ya sudahlah, nanti kalau lapar pasti pulang juga," gumam Bu Rina.

"Di, Tan, bangun! Ayo sarapan, Nak," panggil Bu Rina kepada Andi dan Intan yang masih tertidur.

****

Setelah turun dari Angkodes dan memberi ongkos, Pak Toni langsung menuju rumah Pak Reno sekitar 10 meter dari jalan. Pak Toni mengetuk pintu rumah Pak Reno yang kebetulan tertutup, "Tok, tok, tok, tok."

Mengetahui ada yang mengetuk pintu, kemudian Pak Reno membukanya.

"Pak Toni? Silahkan masuk, Pak," ajak Pak Reno. Pak Toni pun masuk.

"Silahkan duduk, Pak," kata Pak Reno kemudian.

"Bu, buatkan kopi untuk Pak Toni," suruh Pak Reno kepada istrinya.

"Ada apa maksud dan tujuan kedatangan Pak Toni, ya," tanya Pak Reno.

"Begini Pak, tolong beri saya pinjaman (menyebutkan nominal). Saya berjanji akan segera membayarnya," kata Pak Toni.

**

Kemudian, istri Pak Reno datang mengantarkan kopi untuk Pak Toni dan meletakkannya di atas meja.

"Silahkan diminum kopinya, Pak." istri Pak Reno menawari lalu meninggalkan Pak Reno dan Pak Toni.

**

"Bukan tidak mau memberi Bapak pinjaman, tetapi Pak Toni juga tahu bahwa saat ini lagi sulit. Banyak juga langganan lainnya yang pada nunggak, dari mana saya untuk memutarkan uang, Pak?" Jelas Pak Reno.

"Tolonglah Pak, sekali ini saja," mohon Pak Toni.

"Maaflah Pak, memang lagi sulit-sulitnya saat ini. Jangan berkecil hati ya, Pak. Oh iya, silahkan diminum dulu kopinya, Pak," kata Pak Reno sambil menawari minum.

"Iya juga memang, saat ini lagi masa sulit," gumam Pak Toni sambil meminum kopinya.

"Yah, jika seperti itu, saya permisi dulu, Pak. Terima kasih atas waktunya, Pak," kata Pak Toni mengakhiri lalu menyalam Pak Reno.

"Silahkan, Pak," kata Pak Reno.

Pak Toni pun beranjak dari tempat duduknya, lalu meninggalkan rumah Pak Reno.

Sambil menunggu Agkodes, tiba-tiba perasaan Pak Toni tidak enak.

"Tidak biasanya seperti ini? Akh, mungkin hanya kebetulan saja," gumam Pak Toni.

BERSAMBUNG..

**Tolong dibantu: Vote, Like, Komen dan Share, ya para reader yang cantik/ganteng dan baik hati. Terima kasih..**🙏🌹

Episode 2: Meninggal Dunia

Selanjutnya..

Sampai di depan rumah, Pak Toni membayar ongkos dan langsung menuju rumah. Dia melihat anak-anaknya tengah bermain di halaman dan istrinya lagi duduk di teras.

"Ma, Bapak sudah pulang!" Intan memanggil mamanya karena melihat Pak Toni.

Tiba di halaman rumah, Intan yang baru berumur 3 tahun itu langsung memeluk kaki bapaknya.

Mengetahui itu, Pak Toni langsung mengangkat Intan lalu menggendongnya.

"Muachhh...." Pak Toni mencium pipi Intan.

"Bapak dari mana?" tanya Intan dengan manja.

"Bapak ada urusan tadi, Nak," jawab Pak Toni.

"Main-main sama Abang ya, Nak," kata Pak Toni sambil menurunkan Intan lagi.

Kemudian, Pak Toni melanjutkan langkahnya menuju rumah.

"Dari mana, Pa?" tanya istrinya dengan cetus.

"Dari rumah Pak Reno, Ma," jawab Pak Toni dengan wajah lemas lalu duduk di samping istrinya.

"Terus!" kata istrinya.

"Yah, pak Reno tidak punya uang lagi, Ma. Katanya lagi masa sulit dan langganannya pun banyak yang menunggak," balas Pak Toni jujur meniru perkataan pak Reno.

"Lalu bagaimana, Pa?" tanya istrinya lagi.

"Hahhh.., bagaimana kalau pe--perhiasan Mama kita jual? Nanti--" Pak Toni yang sambil menunduk, menghela napas, dan sedikit gugup, tiba-tiba ucapannya terpotong.

"Apaaa! Ingin menjual perhiasanku? Tidak bisa! Apa yang akan Mama pakai nanti kalau bepergian?" bentak istrinya.

"Ma, nanti kita beli lagi kalau Papa sudah dapat kerja. Papa janji," jawab Pak Toni dengan wajah memohon.

"Tidak, Pa! Sedangkan Papa kerja aja kehidupan kita seperti ini, apalagi Papa tidak kerja. Itu kalau Papa dapat kerja. Sudahlah, Pa! Kalau seperti ini terus Mama tidak tahan lagi, lebih baik kita cerai saja!" pekik istrinya.

Mendengar perkataan istrinya seperti itu, Pak Toni bagaikan disambar petir di siang bolong.

"A--apaaa...." Perkataan Pak Toni terpotong dan tiba-tiba memegang dadanya. Penyakit jantung yang dideritanya sebelumnya kumat, lalu terjatuh.

Mengetahui Pak Toni terjatuh, istrinya pun panik.

"Pa, Pa, kenapa, Pa? Tolonggg.., tolonggg...," teriak istrinya. Dia minta tolong kepada siapa saja yang mendengar.

Begitu juga dengan Andi dan Intan yang dari tadi asyik bermain di halaman rumah, begitu mengetahui bapaknya terjatuh dan mamanya minta-minta tolong, mereka pun berlari ke arah di mana bapaknya tergeletak.

"Bapak, Bapak!" pekik Andi dan Intan sambil menangis.

Para tetangga mereka pun sudah berdatangan satu per satu begitu mendengar Bu Rina minta tolong.

"Kenapa?"

"Ada apa?"

"Siapa yang meninggal?"

(Tanya para tetangganya dengan heran)

"Nak, baik-baiklah kepada Mama kalian. Jangan nakal ya, Nak," pesan Pak Toni kepada Andi dan Intan yang sudah berada disampingnya sambil menangis, lalu memberikan sebuah kalung aksesoris kepada Andi yang sering dipakainya.

"Ma, rawat dan besarkanlah mereka. Jangan pernah membentak apalagi memukul mereka dan jangan tinggalkan mereka, berjanjilah," kata Pak Toni kepada istrinya sambil merengek kesakitan dan meraih tangan istrinya lalu menggenggamnya.

"Iya, Pa. Maafkan Mama, Pa," kata istrinya dengan air mata menetes dipipinya.

Pak Toni pun menghembuskan napas terakhir dan meninggal.

Andi dan Intan menangis histeris. Dan para tetangganya juga meneteskan air mata. Betapa tidak, Pak Toni dikenal mereka selama ini adalah orang baik, suka membantu, mudah tersenyum, ramah, dan bergaul.

Para tetangganya beramai-ramai mengangkat jenazah Pak Toni dari teras ke dalam rumah.

Saat itu juga para tetangganya dan perkumpulan (STM, maksudnya) bergotong royong menyediakan tenda teratak untuk para pelayat nantinya.

Tidak hanya tetangga mereka yang datang melayat, tetapi orang-orang yang kenal dengan Pak Toni juga datang.

****

Siang harinya, Pak Reno yang ada urusan dan mau berangkat, baru beberapa meter keluar dari rumah sambil menaiki motor tiba-tiba melihat seseorang yang juga langganannya lewat di jalan.

"Eh, Pak (menyebutkan namannya), mau kemana?" tanya Pak Reno.

"Baru dapat kabar, katanya pak Toni meninggal, Pak," jawab seseorang itu. Pak Reno pun sontak terkejut.

"Meninggal kenapa? Padahal baru tadi pagi dari rumah mau meminjam uang," gumam Pak Reno. Lalu dia masuk sebentar ke rumah untuk mengganti pakaiannya.

"Bu, Bu, Bapak pergi dulu ke rumah pak Toni, ya. Katanya pak Toni meninggal." Pak Reno berpamitan kepada istrinya.

Istrinya yang sedang menonton di ruang TV langsung beranjak ketika mendengar perkataan suaminya.

"Meninggal kenapa, Pak? Kan, baru tadi pagi dari rumah!" kata istrinya seolah tidak percaya.

"Tidak tahu Bu, pikiranku juga begitu tadi," jawab Pak Reno.

"Ya sudah, hati-hati ya, Pak," kata istrinya.

Pak Reno pun keluar dan menghampiri seseorang itu yang sudah beberapa meter lewat dari rumahnya.

"Mari Pak, saya bonceng. Saya juga mau ke sana," ajak Pak Reno setelah bersama dengan seseorang itu. Seseorang itu pun naik dan duduk di belakang, kemudian Pak Reno melajukan motornya.

Tidak berapa lama, Pak Reno dan yang diboncengnya pun tiba di rumah Pak Toni. Belum terlihat begitu banyak orang yang melayat.

Pak Reno masuk dan langsung menyalam Bu Rina dan anak-anaknya, lalu duduk di antara para pelayat lainnya.

"Pak, Pak Toni meninggal kenapa, ya?" tanya Pak Reno dengan berbisik kepada pelayat disampingnya.

"Serangan jantung, Pak," jawab pelayat itu.

"Ooo...." gumam Pak Reno.

Beberapa jam melayat, Pak Reno beranjak dari tempat duduknya ingin pulang, karena masih ada lagi urusannya. Dia pamit dan menyalam Bu Rina lagi sambil memberikan sebuah amplop yang sudah dipersiapkan dari rumah.

"Terima kasih, Pak," kata Bu Rina.

Pak Reno pun keluar dan langsung menghidupkan motornya, lalu melajukannya.

-----

Beberapa hari kemudian (layaknya hari orang meninggal dikebumikan), Bu Rina, kedua anaknya, dan para tetangga, juga pelayat lainnya melakukan prosesi pemakaman di sebuah TPU. Itulah akhir dari hidup Pak Toni.

-----

BERSAMBUNG..

**Tolong dibantu "Vote, Like, Komen dan Share" ya para reader yang ganteng/cantik dan baik hati, agar AUTHOR lebih semangat lagi untuk menulis. Terima kasih..**🙏🌹

Episode 3: Penyesalan

Setelah kepergian suaminya (Pak Toni), Bu Rina-lah yang menjadi tulang punggung keluarganya. Dia menjadi ibu sekaligus menjadi bapak bagi kedua anaknya Andi dan Intan.

Pagi itu hari Minggu, Bu Rina sudah menyapu halaman setelah selesai memasak. Selesai menyapu, dia duduk di teras dengan sapu lidi masih ditangannya. Dia memikirkan masa depan kedua anaknya tanpa seorang suami.

Tetapi dia bingung harus melakukan apa, keahliannya hanya seorang IRT selama ini dan tidak punya kegiatan sampingan selain: memasak, mencuci, menyapu, dan mengurus anak.

"Sebentar lagi Andi sudah bisa masuk sekolah," gumam Bu Rina.

Di tengah kesendiriannya, dia menatap cincin yang melingkar dijarinya dan kalung dilehernya.

"Hmm.., andai saja kuturuti kemarin perkataan suamiku ingin menjual perhiasan ini, mungkin dia tidak meninggal," batin Bu Rina.

Bu Asni yang tengah menjemur pakaian tiba-tiba melihat Bu Rina duduk sendiri seperti termenung.

"Hrmm.., hrmm.., ngapain termenung, Rin?" tanya Bu Asni sedikit berdehem.

***

Bu Asni adalah tetangga samping sebelah kiri Bu Rina, umurnya sekitar 55-an tahun.

***

"Eh, Bu Asni. Sedang apa, Bu?" tanya Bu Rina.

Lalu Bu Asni menghampiri dan duduk di samping Bu Rina.

"Lagi jemur pakaian tadi, ini baru selesai. Kenapa termenung, Rin?" tanya Bu Asni setelah memberitahu kegiatannya.

"Tidak apa-apa, Bu. Aku hanya memikirkan bagaimana aku menjalani kehidupan ini dan membesarkan kedua anakku tanpa seorang suami, Bu," jawab Bu Rina.

"Itulah, dari kemarin aku sudah bilang kepadamu, jangan boros-boros terhadap gaji suami dan hargai suami. Yang berumah tangga ini harus saling mendukung, saling melengkapi, dan itu ibarat 'Sandal Jepit', jika satu tiada maka yang satunya lagi tiada arti. Ini tidak, setiap suamimu gajian, beli itu dan beli ini. Selalu menyalahkan suami, kasihan suami yang sudah capek-capek bekerja. Aku berkata seperti itu bukan karena iri, tetapi karena aku sudah lebih dulu berumah tangga," jelas Bu Asni.

"Iya Bu, aku sangat menyesal. Oh iya Bu, aku buatkan teh manis dulu untuk Ibu, ya," kata Bu Rina ingin mengalihkan pembicaraan.

"Jangan repot-repot Rin, ini aku mau menyapu rumah lagi. Ya sudahlah, tidak ada lagi yang perlu disesali. Sabarlah ya, Rin," kata Bu Asni sambil mengusap-usap bahu Bu Rina.

"Terima kasih, Bu," jawab Bu Rina. Setelah itu, Bu Asni pun pulang dan Bu Rina masuk ke rumah.

-----

Itulah memang hidup, penuh dengan liku-liku. Begitu juga dengan manusia, ada sifat: egois, pemarah, baik, humoris, pendendam, dan lain sebagainya. Juga, ada nasib: sial, bagus, susah, dan senang.

Perkataan "Ibu Asni" ada benarnya, bahwa yang berumah tangga atau suami-istri itu ibarat SANDAL JEPIT. Tetapi, ibarat itu bukan hanya bagi yang berumah tangga atau suami-istri saja, juga bagi yang berpacaran.

-----

Bu Rina kemudian membangunkan kedua anaknya yang masih tertidur.

"Di, Tan, bangun Nak, ayo sarapan!" ajak Bu Rina.

Andi dan Intan pun bangun dan langsung menuju kamar mandi untuk cuci muka. Setelah itu, baru mereka sarapan.

Saat sarapan, Bu Rina berkata, "Nanti kita jalan-jalan ya, Nak."

Memang, orangtuanya selalu mengajak Andi dan Intan jalan-jalan kepermainan anak-anak sekali seminggu atau setiap hari Minggu.

"Kemana kita jalan-jalan, Ma?" tanya Andi.

"Ada dehhh...," jawab Bu Rina.

"Aku terpaksa menjual perhiasan ini, agar ada biaya kami ke depan. Dan aku sudah seharusnya mencari pekerjaan untuk menghidupi kedua anakku, pekerjaan apa pun itu," batin Bu Rina.

Selesai sarapan, mereka bergegas. Andi dan Intan berganti pakaian, sedangkan Bu Rina mandi.

Tidak berapa lama, mereka bersiap-siap di pinggir jalan menunggu Angkodes.

Angkodes pun datang dan berhenti di depan mereka, lalu berangkat ke kota tepatnya "Pusat Pasar" untuk mencari toko perhiasan dan sekaligus berbelanja.

***

Kota adalah pusat permukiman yang selalu ramai dan kegiatan/bisnis seperti: perkantoran, pendidikan, dan perdagangan, juga identik dengan para penjual suara jalanan (pengamen).

Tetapi, kota yang tidak jauh dari tempat tinggal Pak Toni dan Bu Rina ini agak sedikit berubah dari sebelumnya semenjak terjadi krisis moneter. Ada beberapa ruko tutup dan kaca-kaca dinding depannya berpecahan.

***

BERSAMBUNG..

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!