Alika begitu semangat setelah acara kelulusan beberapa hari lalu, ia sudah tak sabar untuk menikmati liburannya di negara yang di impikannya itu. Alika berencana akan berada di sana selama tiga bulan, selain untuk liburan ia juga ingin mencari universitas yang cocok.
Sebenarnya Alika sangat ingin mengajak kekasihnya untuk berlibur bersama, selain itu juga mengenalkannya pada Arion, kakak tunggalnya. Sayangnya sang kekasih menolak dengan alasan sibuk. Entah sibuk apa, Alika pun tak tahu.
Hubungan antara Alika dan pacarnya terjalin dari saat kelas X semester kedua, Alika sejujurnya kurang terlalu suka dengan Steve. Bukan karena jelek atau pun miskin, namun ada suatu hal yang Alika rasa tak nyaman saat bersama lelaki itu.
Alika hanya mencoba membuka hati dan berharap jika ia bisa benar- benar jatuh cinta terhadap lelaki itu suatu saat nanti.
Entah kenapa hingga sampai saat ini, setelah lebih dari dua tahun. Ia tak merasa apa pun, ia hanya merasa perlu berlaku sebagai seorang kekasih yang baik di mata Steve. Tentang perasaannya hanya cukup dirinya saja yang tahu.
Itu juga salah satu alasan ingin melanjutkan pendidikan di negeri orang, agar perlahan ia bisa menjauh dari sang pacar.
Arion sedang menempuh pendidikan di Korea dan saat ini sudah memasuki semester akhir. Namun jika nantinya Alika memilih kuliah di sana maka Arion pun akan menempuh S2 di sana juga.
Pagi hari selepas sarapan, Alika berencana akan pergi ke mall untuk membeli beberapa baju. Terlebih baju tebal untuk berjaga- jaga.
Alika berjalan mondar- mandir di dalam kamar, tangannya sibuk menekan tombol panggilan pada Steve. Ia ingin meminta pacarnya untuk menemaninya berbelanja. Setelah lebih dari sepuluh kali menghubungi dan meninggalkan beberapa pesan, tak ada respon sama sekali dari Steve.
Alika melempar asal hp nya, meski pun kesal namun ia tak ingin terlalu ambil pusing.
"Jangan sampai liburan ku kacau gara- gara si Steve" Gumam Alika di sela kesibukannya memilah baju yang akan di pakainya.
Pilihannya jatuh pada dress jeans selutut lengan pendek dipadukan dengan sneakers. Serta sling bag untuk hp dan dompet.
Sekali lagi ia memeriksa hp nya sebelum pergi dari kamarnya.
"Bi, aku pergi dulu ya. Nanti kalau ada yang nyariin bilang aja aku lagi pergi" Pesan Alika pada Bi Surti.
"Iya, non. Hati- hati ya, non. Diantar pak Pri kan?" Tanya Bi Surti.
"Nggak, Bi. Aku naik taksi aja. Lagi pengen" Alika pergi meninggalkan Bi Surti yang tengah beberes di ruang tamu.
"Mau kemana, Non?. Biar saya antar" Tawar pak Pri, sopir pribadi Alika.
"Nggak usah, pak. Aku udah pesan taksi kok. Mari, pak" Tak lupa Alika memberikan senyum untuk para pekerja di rumahnya.
***
Alika berkeliling melihat- lihat barang yang sekiranya cocok menurutnya. Ia sudah lupa jika sedang kesal pada Steve, kala melihat poster Lee min ho yang menjadi idolanya. Ia menggigit pipi bagian dalam nya sebab merasa gemas pada sosok tampan itu. Itu salah satu alasan ia sangat ingin ke Korea.
Usai berbelanja, Alika memilih menonton film saja. Ia tak begitu peduli dengan judulnya, ia asal tunjuk saja yang penting ia nonton untuk mengusir sepi.
Ia mencari bangku yang tertera pada karcis, tempat duduk yang di urutan ketiga dari atas baris ke dua. Teater tiga sudah hampir penuh, ada beberapa seat yang masih kosong di depannya.
Tak lama sepasang laki- laki dan perempuan duduk tepat di depannya. Ia tak begitu menghiraukannya sebab ia masih sibuk dengan minuman di tangannya.
Begitu ia sudah meletakkan cup minumannya di holder ia menyamankan duduknya. Hingga dua orang di depannya membuatnya memicingkan mata.
Meski pun remang namun ia tahu betul siapa dua manusia itu, orang yang sangat di kenalnya.
Film belum mulai, dan itu adalah kesempatan bagi Alika untuk merekam pasangan mesra di depannya yang mulai saling bercumbu mesra.
Setelah mendapat apa yang di butuhkan ia keluar dengan air mata yang berderai, ia sudah tak peduli dengan orang- orang yang menatapnya aneh.
Diusapnya dengan kasar air mata yang terus mengalir.
Ia tak ingin lagi menoleh kearah belakang. Sudah cukup sakit dirasakannya, melihat kekasihnya berciuman dengan orang lain
Saat itu juga ia kembali ke rumah dan mengambil barang- barangnya yang sebagian sudah di packing sejak dua hari yang lalu.
"Gila aja, apa kurangnya gue?. Udah dapet spek bidadari gini malah nyari spek setan. Gue yang belum cinta aja sakit ati sama loe Steve. Bisa- bisanya loe selingkuhin gue di saat gue berusaha buat cinta sama loe. Cuma buat si kutil badak. Apa gegara gue nggak mau loe cium?. Untuk aja gue nolak loe jamah gue. Untung juga gue nggak cinta sama loe. Beruntung gue masih waras buat nggak nurutin semua mau loe." Gerutu Alika di sela kesibukannya berkemas.
Ia merebahkan tubuhnya sejenak guna mengatur emosinya, masih terbayang jelas gimana mereka tak tahu malunya melakukan itu.
Andai dirinya tega, sudah pasti ia akan mengirim video itu pada mamanya Steve. Namun ia tak tega sebab tante Maya(mamanya Steve) sudah sangat sayang padanya.
"Bang..!" Alika menghubungi Arion guna mengabarkan keberangkatannya yang sudah ia ubah jadwalnya.
"Apaan?. Gue masih ada kelas nih." Terdengar suara bisikan di ujung sana. Alika menloudspeaker hp nya, ia malas menempelkan benda pipih itu di telinganya.
"Gue berangkat ke sono ntar, penerbangan gue jam tiga" tutur Alika.
"Mwo?. Jangan gila loe. Gue nggak bisa jemput. Gue ntar baru bisa balik besok siang. Kenapa mendadak sih?" Sungut Arion.
"Bodo, cuma mau bilang itu doang. Gampanglah, yang penting alamat yang loe kasih jelas." Alika menutup telponnya secara sepihak.
Alika yang rencananya akan berangkat besok, merubah jadwalnya menjadi hari. Penerbangan pukul tiga sore ini.
"Bi, aku berangkat. Titip rumah, ya" Alika tak ingin berlama- lama. Ia memeluk tubuh paruh baya itu dengan erat.
Kemudian berpamitan pada pak Priyanto, supirnya. Dan pak Dadang, satpam di rumahnya.
Ia ke bandara dengan menaiki taksi.
Saat dalam perjalanan ia mengirim pesan pada Steve.
Alika:
*** Duuuuhhh... Selamat ya kalian, semoga langgeng. Ati- ati sama karma eeh kurma maksudnya.
Nggak bahagia selalu buat mantan dan adik pungut.
[video]
Alika mematikan ponselnya setelah mengirim itu pada group dadakan yang ia buat. Berisi dirinya, Steve dan Emely, adik angkat Steve yang sudah Alika sayang seperti adik sendiri.
Sesekali sang sopir taksi melirik kearah Alika yang sedang menangis melalui spion. Hendak bertanya namun ragu. Tak ingin di sangka terlalu kepo dengan urusan orang. Gadis itu sudah berusaha untuk menahan tangis, namun tetap saja sulit. Sekali pun tak cinta, tapi dua tahun yang di lalui terasa terbuang percuma.
Lelah menangis dan perutnya sangat lapar memaksa Alika menutup mata. Tak terasa ia tertidur selama menuju bandara. Jarak rumah ke bandara memakan waktu satu jam sepuluh menit. Tergantung dengan kelancaran lalu lintas.
Alika memandang ke sekeliling bandara, jujur saja ini adalah penerbangannya yang pertama kali seorang diri. Pernah pergi jauh juga dulu saat kedua orangtuanya masih ada.
Tapi semenjak tujuh tahun yang lalu ia harus menjadi gadis tangguh dan mandiri, sekali pun Arion. Ia tak selalu bisa bergantung padanya.
Sebab kesibukan Arion yang tak kenal istirahat, salah satu alasan juga yang membuatnya mau menerima Steve.
Saat ini Alika sudah berada di ruang tunggu
bandara, masih ada waktu sekitar lima belas menit lagi untuk penerbangan nya.
Itu juga kalau nggak delay. Alika memutuskan membeli sesuatu sebagai pengganjal
perut.
Jujur saja ia sangat lapar, selain karena
belum makan juga tenaganya habis untuk menangis. Ia membeli burger dan satu cup galão .
Kemudian ia kembali ke ruang tunggu seraya mencoba menikmati apa yang ada di
tangannya.
Menyesap
perlahan seraya menutup mata. Merasakan galão yang mengaliri tenggorokan nya. Cukup nikmat di rasakan lidah Alika. Tidak buruk
buat dia yang tak terlalu suka kopi.
Panggilan boarding sudah terdengar,
membuat para penumpang dengan tujuan yang sama dengannya gegas bersiap. Alika duduk di kursi dekat jendela, menatap kearah luar. Seharusnya ini
menjadi saat yang indah, berlibur bersama orang yang terkasih. Saling bersandar
dan mengungkap rasa sayang diantara
keduanya.
Tapi semua tinggal harapan. Nyatanya ia pergi sendiri dan mantannya
berselingkuh dengan adik angkatnya. Seharusnya saat ini ia bersyukur tidak lagi
bersama pria seperti itu. Tapi jujur, tetap saja ada rasa sakit di hati. Ada
ruang kosong di dalam dadanya.
Alika memandang orang- orang di
sekelilingnya, sama sekali tidak ada yang di kenal nya. Benar- benar membuatnya
bosan. Ia membaca novel yang di bawa nya
guna mengurangi sepi.
Pesawat sudah take off beberapa waktu yang lalu. Dan masih ada beberapa
jam lagi untuk tiba di Incheon. Penumpang lain yang berada di sebelah nya sudah
tertidur dari sebelum pesawat berangkat. Novel yang di baca Alika pun telah rampung, namun masih tersisa sekitar
empat jam lagi untuk sampai. Ia benar- benar bosan. Tanpa terasa ia terlelap.
Alika terjaga saat merasa ada yang mengusap kepalanya. Ia mengerjap,
mengumpulkan kepingan kesadaran yang tercerai- berai. Usai benar- benar bangun, ia menuju toilet untuk buang air serta cuci
muka. Ia meminta jalan pada orang disebelah nya agar di beri jalan. “Maaf, bisa tolong kasih jalan?. Saya mau ke toilet” Tanpa menjawab orang
itu menggeser kakinya agar Alika dapat lewat.
“Terima kasih” Alika berjalan ke belakang menuju toilet. Selesai mengeringkan sisa air di wajahnya, ia menatap lekat pada cermin
di depannya.“Alika cantik, Alika baik, Alika sempurna. Jangan khawatir Alika, hanya cowok beg* yang
mau sia- sia in kamu.
Suatu saat pasti akan tergantikan dengan yang setara
dengan mu. Seorang pria yang sempurna, melebihi mantan mu” Ia memberi semangat
pada dirinya sendiri.
***
“Akhirnya sampai juga” Gumam Alika. Ditariknya koper berukuran sedang itu dengan santai. Ia masih mengamati sekitarnya dengan tatapan
kagum. Serasa tak percaya jika saat ini ia telah berada di tempat ini.Ia mengambil kertas yang berisi
alamat apartemen Arion di dalam saku nya.
Namun naas, seseorang tanpa
sengaja menabrak nya dan air yang di bawa orang itu tumpah mengenai kertas itu.“Mianhamnida..” Alika menggeleng tanda tak apa- apa.Orang itu berlalu dengan terburu- buru. Alika memungut kembali kertas yang sudah tak jelas bentuk kan nya itu. Hanya terbaca namanya saja, namun Alika berusaha mengingat nomor nya.
Apalagi sekarang sudah malam , membuat Alika sedikit kesulitan. Alika memasuki salah satu swalayan yang sepertinya 24 jam.
Ia membeli
beberapa bungkus roti dan air mineral. Ia duduk di kursi depan swalayan.
Sedikit merenungi nasib, sekarang sudah mendekati tengah malam. Bateraynya habis, dan ia masih luntang- lantung dengan menyeret koper.
Niatnya berlibur tapi malah hilang.
Alika memukul- mukul pelan betis dan lengannya bergantian, berharap
agar pegal nya berkurang. Sadar jika tak mungkin ia bertahan di luar lebih lama, ia bertanya pada
kasir disana.“Permisi, jika saya ingin pergi ke alamat ini. Bagaimana caranya?” Ia
bertanya dalam bahasa inggris, tentunya.
Kasir itu pun memberi arahan, apa saja dan jalur mana saja yang harus
di ambilnya. Setelah mendengar penjelasan kasir itu, bukannya paham. Alika malah
memijat pelipisnya yang terasa berdenyut. Kasir pria itu pun tersenyum ramah.“Kalau kamu kesulitan mengingat rutenya, kamu bisa menuju kesana” jari
nya menunjuk kearah bandara.
“Disana kamu bisa meminta diantar ketempat tujuan. Namun biayanya lebih
mahal” Alika mengangguk dan berterima kasih. Ia pun keluar dari swalayan menuju tempat yang di tunjuk pemuda itu.
Setelah berada di dalam taksi, Alika dapat bernapas lega.
Begitu sampai, Alika menuju satpam yang berjaga. Ia mengatakan jika
dirinya adalah adik dari Arion Fernandes. Serta menunjukkan tanda pengenal nya. Alika melenggang dengan santai nya menuju lantai 16, tempat Arion
tinggal.
Dan dengan percaya dirinya ia menekan bel no 46. Begitu pintu terbuka,
gegas saja ia memeluk orang di hadapannya. Sedang orang yang di peluk Alika,
diam tak bergerak. Ia merasa tubuhnya kaku, ia sangat terkejut sebab tiba- tiba
ada orang asing yang memeluknya.
“Abaaangg.. Kangeeen.. Abang gimana sih, aku dateng enggak di sambut?.
Aku hampir ilang tahu nggak?. Adek abang tuh cantik, kalau sampe ilang emang
abang mau cari ganti dimana?” Cerocos Alika, namun ia merasa aneh. Kenapa
abangnya diam saja.
Kenapa tidak membalas pelukkannya. Perlahan pelukkan Alika mengendur,
ia mendongak. Melihat siapa orang yang tengah di peluknya. Ia pun membeku,
ternyata ia dengan pede nya memeluk orang yang salah.
“Nuguseyo?” Tanya pria di depan Alika. Alika melepas pelukkan nya dan
mundur dua langkah.“Aaa.. M-maaf, saya salah o-orang. S-saya kira kamu saudara saya”
Terang Alika dalam bahasa Inggris. Selama di Korea, Alika menggunakan bahasa
Inggris. “A- apa A- Arion tinggal disini?” Alika mengatur napasnya, degup
jantungnya yang bertalu membuatnya terbata- bata.
“Arion ssi nen gogisseo sarayo” pria di depannya menunjuk no delapan di
depannya kamarnya. Alika memalingkan wajah kearah telunjuk lelaki itu. “Aaa.. Gamsahamnida” Ucap Alika, gadis itu menunduk menahan malu. Gegas
ia beranjak menuju pintu apartemen Arion.
Ia benar- benar tak ada muka untuk
memandang pria itu. “Abaaangg....”Panggil Alika, tangannya berulang kali mengetuk pintu
berwarna hitam itu. Entah mengetuk atau menggedor.
Rasanya ia ingin menangis,
pertama karena pintu tidak segera di buka. Dan yang kedua, pria itu masih diam
disana. Memperhatikannya yang nampak mengenaskan.
Ia merasa lega kala mendengar pintu di belakangnya terdengar berderit
terbuka lalu tertutup. Alika menyerongkan tubuhnya, melirik sekilas pada pintu
di belakangnya.
Tubuhnya luruh saat sosok itu
tak lagi di sana. Ia lelah, ingin berjumpa dengan kasur empuk yang tengah
melambai dalam angannya. Tenaganya benar- benar tinggal sedikit. Dia terakhir makan nasi saat
sarapan, setelah itu perutnya sama sekali belum bertegur sapa dengan nasi.
Hanya roti dan kopi saat masih di Indonesia, kemudian roti dan air mineral
beberapa jam yang lalu. Belum lagi gegara patah hati, ia memandang nanar pada hpnya yang mati. Ia
sedang malas untuk mencharger. Biarlah ia terlihat mengenaskan saat ini. Ia
sangat tidak peduli dengan tatapan beberapa orang yang lewat tak jauh darinya.
Buat apa peduli pada orang asing yang tak tahu apa yang ia rasakan.
Lelah terus menarik kesadarannya, tak lama ia terlelap.
***
“Apa gadis itu baik- baik saja?. Dia kelihatan sangat lelah” Pria
tetangga apartemen Arion merebahkan diri dengan gelisah. Ia ingin lanjut tidur
namun rasa kantuknya sudah menguap entah kemana.
“Sebaiknya aku lihat saja” Pria yang bernama Kim jisung itu menyibak
selimutnya. Ia ke dapur, melihat apa yang ada di sana. Dia hanya menyimpan
gimbab yang di dapatnya dari sepupunya tadi. “Masih ada empat potong, lumayan lah buat isi perut” Gumamnya, lantas
ia beralih ke kulkas mengambil sebotol jus apel.
Ia membawanya keluar
apartemen. “Bangun” Jisung menepuk pelan tangan Alika. Bukannya terbangun, Alika
hanya menggeliat. Mencari posisi nyaman, memeluk erat sling bagnya.“Bangunlah” Kembali ia menepuk lengan Alika, menarik gadis itu dari
alam mimpinya.
“Oooh...” Alika menggeser duduknya agar sedikit jauh dari Jisung. Gadis itu tidur dalam keadaan duduk.“Ada apa?” tanya Alika ketika kesadarannya kembali. Matanya nampak
merah, menahan kantuk juga lelah.
“Makanlah, maaf aku hanya ada ini” Jisung menyodorkan piring berisi
gimbab beserta botol yang di pegangnya. “Terima kasih, tapi tak perlu repot- repot” Alika menolak meski pun
perutnya ingin. Ia menekan perlahan perutnya yang sedikit sakit. “Tak apa, makanlah. Di luar dingin, kau bisa menunggu di tempatku jika
mau.” Tawar Jisung.
“Lebih baik aku menunggu disini saja” Tolak Alika disela kegiatannya
mengunyah makanan di tangannya.“Baiklah, tunggu disini” Jisung kembali ke dalam. Mengambil beberapa
barang. Tak lama ia kembali membawa banyak barang. Ada karpet, bantal, selimut
dan beberapa barang lainnya.
“Buat apa ini?” Alika terkejut melihat apa yang di bawa Jisung.“Jika kamu memilih menunggu disini, gunakan ini. Udara sangat dingin,
jangan sampai kedinginan” Jisung menggelar karpet dan menata bantal. “Tidurlah lagi, biar aku temani. Tadi aku sudah menghubungi Arion, dia
bilang akan kembali besok pagi ini. Jadi dia minta aku menjaga mu sebelum ia
kembali. Kamu jangan khawatir, aku tidak akan menyentuhmu” Ujar Jisung, memberi
senyum meyakinkan pada Alika.
“Aaa.. Terima kasih, tapi kamu tak perlu melakukan ini” Alika benar-
benar merasa tidak enak, apalagi dia sedikit bau sebab sudah seharian tidak
mandi. Dia ingat betul, terakhir mandi pada saat akan pergi ke mall. “Tapi aku harus, sebab di apartemen paling ujung sana. Ada pria tua
yang sering membuat kerusuhan. Jadi apa kau yakin ingin disini sendirian?”
tanya Jisung. Ia merebahkan tubuhnya.
“Iya kah?. Kalau begitu, tolong temani aku. Tapi tolong sedikit kesana”
Alika bersembunyi di balik selimut. Ia sedikit takut berada di dekat orang
asing. Meski pun penampilannya biasa aja dan terkesan sangat tidak enak di
pandang. Tapi tetap saja ia seorang wanita dan yang di sampingnya seorang
lelaki. Kecuali ia memang tak menarik atau lelaki itu ada kelainan. Alika
menggeser tubuhnya, sangat mepet pada tembok.
“Kenapa jauh sekali?” Jisung menatap heran pada Alika.“Aku bau, belum mandi” cicitnya, Jisung terkekeh dan gemas pada gadis
yang baru ditemuinya. “Aku kim Jisung, boleh kau panggil Leon” Jisung mengulurkan tangannya.“Aku Alika, maaf tangan ku kotor” Alika enggan membalas jabatan tangan
Jisung.“Nggak masalah” Jisung menurunkan tangannya.
Sunyi mendera diantara keduanya. Jisung yang heran sebab Alika yang
terlalu lama diam, mengintip gadis di balik selimut itu. Ia tersenyum mendapati Alika yang terlelap terlihat cantik meski pun
kucel. Jisung kembali merebahkan tubuhnya, tangannya meraih guling yang tak
jauh darinya.
Meletakkan guling itu diantara mereka. Mereka baru saja bertemu dan
berkenalan, dan lagi Alika adalah saudara Arion. Pemuda baik hati yang sering
membantunya. Ia harus turut menjaga gadis itu selama tidak ada Arion.
Jisung yang mulai bosan, membuka hpnya. Mengecek pesan sekiranya ada
hal yang penting. Namun hanya ada pesan yang membuatnya berdecak kesal. Ia
enggan membalas pesan itu, membacanya pun enggan.
Ia meletakkan hp nya,
pikirannya melayang entah kemana sebab pesan- pesan memuakkan itu. Saking kesalnya ia, sampai tak terasa ia pun ikut terlelap bersama
Alika di sisinya.
Entah sudah jam berapa sekarang, Alika mengerjapkan beberapa kali. Ia masih
dalam posisi rebahan menghadap dinding. Ada sesuatu yang aneh dia rasakan,
kepalanya terasa sedikit berat. Selain itu terdengar suara sepatu yang seolah sengaja di ketuk- ketukkan pada
lantai.
Alika mengubah tidurnya menjadi terlentang. Matanya melirik kearah
kepalanya sendiri. Ternyata ada tangan yang mendarat indah di kepalanya dan itu
milik Jisung. Pemuda itu masih terlelap. Alika lantas mengalihkan pandang pada
sumber suara. “Abaaangg...” Suara Alika tertahan.
Ia sangat terkejut. Alika langsung
bangkit mendekati Arion yang tengah menatap tajam padanya. Dengan ragu- ragu ia
memeluknya. Tangan Jisung meraba sisi di sebelahnya, namun ia tak mendapati
keberadaan Alika yang sudah beralih dari tempatnya.
“Alika...” Jisung terduduk saat tak mendapati gadis itu. Ia belum menyadari keadaan sekitar.“Bisa jelasin, Alika?” Sebenarnya Arion tidak semarah itu, ia hanya
mengerjai adiknya.“Heemmm.. Itu bang, eee...” Alika bisa menjelaskan tapi bingung mulai
darimana. “Masuk...!” Arion membuka pintu apartemennya.
“Kamu juga” Arion mengkode Jisung dengan dagunya. Apartemen sederhana,
yang terdiri dari dua kamar. Alika mengikuti langkah sang kakak. Tak lupa di
bawa sertanya barang yang tak seberapa itu.
Meski pun ia akan tinggal sedikit lama, namun ia sengaja membawa baju
sedikit. Sebab perbedaan cuaca yang begitu kentara, yang menjadi pertimbangan
Alika. Jisung duduk setelah di persilakan, sedangkan Arion mengantar Alika
menuju kamar yang akan di tempatinya.
Begitu masuk, langsung saja gadis itu
mengambil baju ganti, handuk beserta perlengkapan mandinya. Badannya sudah
sangat lengket. Membuatnya tidak merasa nyaman. Sementara itu, diruang tamu. Jisung dan Arion tengah mengobrol tentang
banyak hal.
“Makasih udah jagain adik ku. Maaf udah bikin kamu repot. Harus nya
hari ini dia baru berangkat. Dia itu sedikit manja dan menyusahkan” Keluh Arion
diselingi kekehan. Ia menyodorkan minuman kaleng pada Jisung.
“Nggak masalah, aku seneng bisa bantu kamu. Dia datang ketempat ku,
sepertinya salah nomor. Dan tiba- tiba meluk aku. Mungkin mengira kalau aku
adalah kamu” Jisung tersenyum mengingat itu.
“Anak itu benar- benar ceroboh. Untung saja itu kamu, coba kalau orang
lain. Entah apa jadinya” Arion memijat pangkal hidungnya. Terasa berdenyut
mengingat adiknya yang keras kepala. Alika adalah gadis yang ceroboh dan keras
kepala.
Sebenarnya ia melarang Alika datang sendirian, ia khawatir jika adiknya
kenapa- kenapa. Sebab hanya Alika satu- satunya yang dia punya. Kedua orangtua sudah
meninggal, begitu pula kakek dan nenek dari mama- papanya. Ada juga om dan
tante serta keponakan yang tak mau mengakui mereka berdua.
Alika dan Arion akan
saling mendukung dan menguatkan. Sebab tidak ada yang bisa diandalkan lagi. “Bagaimana kuliah kamu?” tanya Jisung.“Ya begitulah, kemarin ada tugas di desa. Dan tugas itu cukup penting
nilainya untukku. Makanya kemarin aku tidak bisa menjemputnya di bandara.
Tapi bagaimana bisa ia salah nomor, padahal sudah aku kasih tahu” Keluh Arion. “Abang, aku lapar” Keluh Alika. Ia keluar kamar dengan celana pendek
dan kaos lengan panjang kedodoran.
“Adeeekk.. Ganti. Nggak malu apa ada tamu?” Sungut Arion kesal dengan
penampilan adiknya pagi ini.“Nggak mau ah, bang. Udah pewe ini” Bibir Alika mengerucut lucu. “Ganti nggak?. Kalau nggak nurut, pulang aja sono” Tegas Arion. Biar
pun gadis itu cukup menyebalkan, tapi ia sangat menyayanginya.
Apa lagi, Alika baru datang. Jadi harus selalu waspada. “Iyaaa.. Iyaaa.. Bawel deh abang” Alika menghentakkan kaki. Ia merasa
kesal dengan tingkah lebay Arion.“Tak usah pusing dengan tingkahnya. Kamu harus terbiasa, sepertinya aku
akan lebih sering ngerepotin kamu buat mengasuh bayi besar itu” Arion meneguk
kopi kemasan di depannya.
Ia tidak pernah menyetok minuman beralkohol di apartemennya, sekali pun
untuk alasan menghangatkan tubuh. Ia selalu menyetok jahe sebagai gantinya.
Alika juga sebagai salah satu alasan ia menjauhi alkohol.
“Kerjaan kamu gimana?” tanya Arion.“Biasa saja, tidak ada yang istimewa. Hanya saja sekarang aku sedang
ingin membuat usaha yang lain. Aku tidak nyaman terlalu lama disana” Jisung
menyampaikan uneg- unegnya. “Apa kurangnya?. Jabatan mu sudah tinggi, dan lagi gajimu banyak.
Banyak orang yang ingin seperti mu” Arion menaikkan kedua kakinya diatas sofa.
Menekuknya dengan santai.
“Ya seharusnya begitu, dan itu benar jika orang lain yang melihatnya.
Tapi itu tak benar jika aku yang memandangnya.” Jisung tersenyum getir.
Tak ada yang tahu betapa sulit ia menjalani
hidup seorang Kim Jisung. “Abang.. Laper” Alika merengek, dengan kaki yang di hentak- hentakkan
ia mendekati Arion.
Duduk bersandar dengan manja padanya.Rambut panjangnya masih ia gerai, setengah basah mengenai Arion.
Membuatnya gedeg pada sang adik.“Kalau rambut basah jangan nempel- nempel. Di keringin dulu pake handuk atau hairdryer lah
deh. Aku kan jadi ikutan basah” Arion
mendorong Alika yang terus saja menempel seperti lintah.
“Ntar juga kering, bang. Lagian juga abang, adeknya dateng bukan di
sambut di beliin makan atau di bikinin minum. Ini malah dimarah mulu dari tadi.
Tau gini mending pulang. Jadi nyesel kesini” Jisung yang tidak paham dengan
percakapan adik- kakak itu. Hanya menyaksikan saja.
Alika kembali ke kamar, mengambil barang- barangnya dan membawanya
pergi tanpa mengganti daster yang di pakainya. “Mau kemana?” Arion gegas menahan Alika yang hendak pergi. Baru saja
datang, dia sudah mau pergi lagi.“Pulang lah, ngapain juga disini kalau nggak di harepin. Nggak usah
nahan- nahan. Dan nggak usah nyari aku. Anggep aja nggak pernah punya adik” Air
mata Alika luruh.
Lelah hati karena Steve dan lelah fisik sebab perjalanan jauh belum lah
reda, sampai di tujuan malah abangnya ngomel terus membuat Alika semakin kesal
saja. “Kok jadi gini sih?. Biasanya kamu nggak baperan loh. Ada masalah?” Arion
memeluk sambil mengusap lembut kepala Alika.
Gadis itu bukannya bercerita malah
semakin terisak. Semua kesesakan yang di rasa ia tuang dalam bentuk air mata.
Ia tak mampu berkata- kata.
“Maaf, bukannya Abang mau marah sama kamu. Tapi kamu kan baru datang,
jagalah sikap selama di sini. Ini negara orang, bukan tempat kita. Kalau di
rumah kamu bisa sesuka mu, tapi kalau disini jangan. Bukan apa- apa, disni cuma
abang yang jagain kamu. Jadi lebih berhati- hati ya kalau disini. Abang nggak bisa 24 jam sama kamu. Paham?” Alika mengangguk dalam
dekapan Arion.
“Udah jangan nangis, malu sama Jisung. Kamu udah kenal dia kan?” Alika
mengerjap, lalu melepas pelukan Arion. Dia lupa jika orang itu masih ada di
sana. Alika membalikkan badan agar mata sembabnya tak dilihat Jisung.
Ia merutuki diri, untuk pagi ini saja dia sudah berapa kali mempermalukan diri di
depan pria itu. “Maaf Arion, aku pulang dulu kalau begitu.” Jisung beranjak hendak
kembali ke apartemennya sendiri.
“Kamu ikut saja, aku dan Alika ingin pergi makan di luar. Ia
mengeluhkan lapar sejak tadi” Ajak Arion. Jisung mengangguk menyetujui.“Biar aku kemas dulu barang yang di luar” Jisung keluar di susul Alika.“Terima kasih atas bantuan mu, biar aku yang bawa barang- barangnya”
Alika menunjuk tumpukan barang yang tadi di pakai.
“Ooohh... Terima kasih” Ucap Jisung.“Tak masalah” jawab Alika. Alika mengikuti Jisung memasuki apartemen pria itu. Ia menyimpan barang
yang di bawanya pada sofa yang di tunjuk oleh Jisung. Sementara Jisung masuk ke
dalam kamar guna mengambil beberapa barang.
Alika ingin keluar namun sungkan
pada Jisung. Hingga ia pun memutuskan menunggu pria itu untuk keluar bersama. Selagi
menunggu, ia menikmati tata ruang yang sangat memanjakan mata. Tak banyak
barang, bahkan foto pun tak ada.
Hanya beberapa barang sebagai hiasan. Sofa hitam,
rak buku, dan action figure. Tak lama mereka keluar bersama menuju loby, sebab Arion sudah menunggu
di bawah. Arion mengatakan akan mengajak Jisung dan Alika makan di cafe yang
tak jauh dari tempat tinggal mereka.
“Pilih sendiri” Arion menyodorkan buku menu pada Alika. Sedangkan Jisung
sudah menentukan menu pilihannya, sebab keduanya sering datang ke sana. “Yang ini aja, bang” Alika menunjuk pada salah satu menu.“Kalian tunggu sebentar” Arion berlalu menuju kasir.
Jisung dan Alika duduk berhadapan, membuat Jisung dapat dengan leluasa menatap gadis di
depannya. Alika sadar jika terus di tatap Jisung, bukan ge-er. Tapi terlihat jelas
dari pantulan kaca di sebelah mereka. Alika menatap kearah jalanan.
Memperhatikan orang yang lalu lalang.
Kota tempatnya berpijak saat ini memang
selalu hidup. Saat ia dalam perjalanan semalam pun masih banyak orang yang
berada di luar. “Waaahh...” Mata Alika berbinar menatap semangkuk bibimbab. Ia benar-
benar merindukan nasi.
Meski pun dini hari tadi ia sudah makan gimbab namun
ternyata masih kurang. “Kamu kelaparan banget dek?” Tanya Arion, ia heran dengan tingkah
adiknya. Padahal kalau lapar juga tinggal makan, uang yang di pegangnya pasti
masih banyak. “He’em” Alika mengangguk. Mulutnya masih penuh dengan nasi. Ia tak
peduli dengan tatapan dua pria disekitarnya itu.
“Aku terakhir makan nasi waktu sarapan di rumah” Ungkap Alika dan
berhasil membuat Arion tercengang. “Kok bisa?. Kamu kan bawa uang, kalau laper tinggal beli dek. Jangan
kayak nggak punya duit” Arion berdecak malas menatap adiknya.
Alika hanya nyengir saja melihat kekesalan abangnya. Dan Arion pun menjelaskan pada Jisung tentang Alika yang belum makan.
Membuatnya menatap iba.“Makan pelan- pelan, kalau kurang pesan lagi. Biar nanti di bayar
kakakmu” Jisung mendekat pada Alika, mengusap kepalanya yang tengah menunduk
menikmati makanannya.
“Ck, ini gimana konsepnya. Aku abangnya, dia yang nawarin tapi aku yang
bayar” Arion menggaruk pelipisnya. Mau heran tapi Jisung. Arion dan Jisung
memang cukup dekat meski pun tak terlalu intim.
Mereka sering berbagi cerita, jalan bersama, dan berbagi makanan. Namun tidak melewati apa yang bukan
wilayahnya. Alika mendongak, ia tertegun namun menikmati usapan lembut Jisung di
kepalanya. Terasa bagai seorang adik yang di lindungi dua kakaknya.
Beda usia Alika dan Arion adalah empat tahun. Arion dan jisung dua tahun lebih tua
jisung. “Kamu lucu” ucap Jisung.“Terima kasih” Alika tersipu mendengar itu. Arion hanya mendengus.“Jangan genit, ingat Steve” Arion melirik sekilas pada Alika yang
tengah menikmati makanannya.
Alika yang mendengar nama Steve langsung menghentikan makannya, ia
sedikit melempar sendoknya ke dalam mangkuk. Air matanya berderai, membuat
Arion melotot terkejut. “Eeeh kenapa nih?. Kenapa nangis sih?” Arion mendekap Alika, agar suara
tangisnya tidak mengganggu pengunjung yang lain.
“Ada apa?. Cerita ke abang” Arion mengusap punggung adiknya. Jisung bertanya pada Arion melalui tatapan mata saat mereka tak sengaja
bertatapan. Arion menggeleng tanda tidak tahu. Kemudian ia fokus menenangkan
Alika yang masih tersedu di dadanya.
“Mau lanjut makan apa pulang?. Atau mau jalan- jalan?” tawar Arion. “Udah nggak mood makan tapi masih laper” Adu Alika. Ia menyembunyikan wajahnya di balik jaket yang di pakai Arion.
Sekaligus menikmati aroma parfum yang lama ia rindukan. “Mau di bungkusin atau mau coba jajanan Korea?” tawar Arion lagi.“Mau jalan- jalan” cicit Alika dan di setujui oleh Arion. “Jisung, apa kau sibuk?” Jisung mengalihkan pandangan dari Alika pada Arion.
Ia menggeleng.“Hari ini aku santai” Jawabnya.“Ikut jalan- jalan. Okey?. Aku tidak yakin membawa Alika sendirian,
sebab dia terlalu bawel. Mungkin kalau ada kamu, dia bisa sedikit jinak” Arion
terkekeh begitu pula Jisung.
“Boleh. Mau naik mobil atau transportasi umum?” Tanya Jisung.“Sepertinya lebih nyaman kalau pakai transportasi umum. Sekalian biar
Alika belajar” Terang Arion yang diangguki Jisung. Mereka bertiga berjalan menuju ke stasiun bawah tanah. Arion, Alika dan
Jisung menunggu kedatangan kereta yang akan membawa mereka.
Tiba- tiba sebuah pesan masuk di hp Arion. Raut wajahnya berubah setelah mendapat pesan tersebut. “Kenapa, bang?”tanya Alika khawatir.“Temen abang ngabarin kalau mereka otw ke apartemen. Tugas kemarin
belum selesai terus besok harus di kumpul” Arion menjelaskan masalahnya.
“Yaudah kita balik aja.” Saran Alika, Arion nampak berpikir.“Ada apa?” Kini Jisung bertanya. Arion pun menjawab secara singkat saja.“Kalau Alika mau biar aku temani saja dia. Lagi pula aku tidak ada
kegiatan” Tawar Jisung. “Gimana, dek?” tanya Arion setelah menyampaikan tawaran dari Jisung.“Kalau orangnya ok , sih. Ayo aja” Alika mengangguk.
Ia berdiri di samping Jisung, menunggu kereta datang. Mereka berpisah saat kereta datang, dan
Arion kembali ke apartemen. “Tapi jangan telepon aku, aku nggak bawa hp. Hp ku baterai nya habis
dan jangan di charger. Biarin mati aja, tapi aku nggak bawa dompet” Alika
menengadahkan tangan meminta uang pada Arion sebelum Arion pergi.
Tangan Alika di turunkan oleh Jisung.“Jangan khawatir. Ayok” Jisung menarik tangan Alika memasuki kereta. Arion pun tenang sebab yang membawa adalah Jisung. Soal uang nanti bisa
di ganti saat di apartemen. Sebab biasanya juga begitu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!