Cahaya rembulan menampilkan pantulan seperti kaca diatas air danau yang gemericik akibat terombang ambing. Sangat cantik, apalagi malam begitu cerah meskipun gelap lebih mendominasi.
tes
tes
tes
Air menetes dari rambut seorang pemuda yang terengah-engah, tubuhnya menggigil dan bergetar hebat. Pemuda tersebut merebahkan tubuhnya ditepi danau dengan pakaian yang basah kuyup.
Ia baru saja menceburkan dirinya kedalam danau yang kedalamannya mencapai 100 meter itu, kalian mungkin berpikir pemuda itu mencoba menyelamatkan seseorang yang tenggelam. Nyata tidak, ia memang sengaja melakukannya.
Pemuda itu melompat kedalam kolam untuk mengakhiri hidupnya, dia mencoba bunuh diri. Surai hitamnya yang basah nampak berkilau saat terkena sinar rembulan, iris matanya terbuka menatap langit yang berwarna sama dengan iris matanya tersebut.
"Kau pikir saya akan membiarkan tindakan bodoh kamu itu, dasar jiwa lemah." gumam pemuda tersebut sambil memejamkan matanya.
Pemuda tersebut mendudukkan tubuhnya, menatap air danau yang bergelombang akibat terkena semilir angin. Sangat indah sampai membuatnya tersenyum, namun entah apa yang dipikirkan olehnya. Senyuman berubah menjadi seperti seringaian.
"Seperti saya harus mencari jiwa untuk tubuh ini, saya tidak mau lenyap hanya karena tubuh lemah ini." ucap pemuda.
Ia berjalan dengan menyeret tubuhnya yang sakit, tapi pemuda tersebut tidak menampilkan wajah kesakitan atau rintisan. Hingga tubuhnya menghilang dalam gelapnya malam.
😊
Sementara di sebuah rumah besar dengan gaya arsitektur barat, seorang pemuda tengah merintih kesakitan. Dihadapan berdiri seorang pria paruh baya yang memegang benda panjang yang terbuat dari kulit dengan ujung besi pengait dan tiga orang pemuda, dua pemuda terlihat lebih tua darinya dan seorang pemuda dalam pelukan pemuda lain yang terlihat seusia dengannya.
"Ini hukuman karena kamu telah membuat kami berpikir baby kami adalah orang yang jahat." ucap pria tersebut.
Pemuda yang sedang meringkuk dengan tubuh penuh luka tidak bergeming, ia terlalu sakit untuk menanggapinya perkataan pria tersebut.
"Dasar tidak tahu malu, seharusnya kami tidak pernah membawamu masuk kedalam rumah dan keluarga kami." pemuda yang terlihat cukup dewasa menatapnya penuh benci sambil memeluk pemuda yang merupakan adiknya.
"Bisa-bisanya anak tidak tahu diri sepertimu bersikap licik seperti itu hanya untuk mengambil perhatian kami." lanjut Gibran sang kepala keluarga.
"Maafin Anzel pah, Anzel tidak bermaksud berbuat seperti itu." lirihnya lemah.
"Maaf kamu bilang, setelah kamu memfitnah anakku dan membuatnya buta seperti ini. Dan jangan lagi memanggilku dengan sebutan papa, karena aku tidak Sudi menjadi papa dari anak pembawa sial sepertimu." geram Gibran mencengkram dagu Anzel dengan kuat.
Pemuda dalam pelukan si sulung memeluk tubuh kakaknya sambil menangis, matanya terbuka tapi hanya kegelapan yang menyelimuti penglihatannya. Dean, bungsu Aditama mengalami kebutaan akibat kerusakan pada retina matanya karena terjatuh dari tangga sekolahnya beberapa Minggu yang lalu.
Peristiwa yang sebenarnya tidak sengaja terjadi jika seandainya mereka tidak mengetahui rencananya untuk memperoleh perhatian Reyhan, hingga semua fakta tentangnya terungkap.
Flashback
Dean berjalan menaiki tangga sambil membawa beberapa botol air mineral dalam gendongannya, ia hendak menuju rooftop tempat Reyhan dan teman-temannya berkumpul di saat jam istirahat.
Saat berada di tangga lantai 2 sekolahnya, pemuda itu berpapasan dengan Anzel yang sedang menuju kantin untuk membeli minuman juga.
"Mau kemana Lo?" ucap dingin Anzel pada Dean.
"Dean mau keatas, mau ngasih minuman buat abang Reyhan sama teman-temannya." ucap Dean sambil mendongakkan keatas karena posisi Anzel berada pada anak tangga diatas Dean.
"Gak perlu, Lo mending balik aja. Bang Reyhan gak bakal mau minum minuman yang Lo bawa." sarkas Anzel.
"Tapi kenapa?" lirih Dean sambil menunduk.
"Karena gw udah buat bang Reyhan dan yang lainnya benci sama Lo, dan sebentar lagi mereka pasti bakal singkirkan Lo."
Anzel berdiri di depan Dean, ia merebut satu botol air mineral lalu menumpahkan isinya di kepalanya hingga rambut dan tubuhnya basah.
Dean terkejut melihat tindakan Anzel yang kemudian tersenyum kepadanya.
"Kenapa Anzel menumpahkan air di badan Anzel sendiri?" tanya Dean yang masih terkejut.
"Buat fitnah Lo, dan gw bakal buat Abang Reyhan semakin benci sama Lo." ucap Anzel santai.
Senyuman di wajah Anzel menghilang, tubuhnya membatu saat melihat sosok di belakang menatapnya nyalang.
"Jadi selama ini kamu cuma pura-pura disakiti oleh Dean?" ucap Reyhan.
Anzel menggeleng ribut kepalanya, tatapan Reyhan begitu di penuhi kekecewaan dan kemarahan.
"Anzel bisa jelasin kok bang?"
Anzel menghampiri tubuh abang angkatnya, di belakang Reyhan juga ada teman-temannya yang menatap kecewa kepadanya.
"Gw gak nyangka kamu bisa berbuat licik seperti ini An, padahal selama ini kita tulus sayang sama lo." ucap Devan, teman Reyhan.
"Maafin kita ya Dean, selama ini kita dibutakan oleh akting saudara angkat yang gak tau diri itu." ucap Aslan.
Reyhan maju mendekati tubuh Anzel, tangannya terangkat. Rasa panas menjalar di pipi kiri Anzel saat tamparan keras dilayangkan oleh Reyhan.
Anzel memegang pipinya, matanya berkaca-kaca. Begitu sakit dan panas, karena darah keluar dari sudut bibirnya.
"Berani-beraninya kamu menipuku dan keluargaku." Reyhan mencengkram kuat dagu Anzel.
Ringisan keluar dari mulutnya setelah beberapa bulan Anzel tidak pernah merasakan sakit ditubuhnya, semenjak ia menjadi anak angkat keluarga Aditama. Hidupnya jauh dari siksaan dan rasa sakit dihatinya akibat hinaan dan makian orang yang sudah menculiknya dan mengurungnya selama hampir 15 tahun itu.
"Adek terpaksa bang, adek cuma mau perhatian dari kalian semua karena selama ini Anzel tidak pernah merasakan semua hal itu." tangisnya pecah saat mengingat kembali penyiksaan yang dialaminya.
"Cih, kamu pikir aku akan di percaya semua kata-katamu lagi. Jangan panggil aku dengan sebutan abang lagi, karena aku tidak sudi menjadi keluarga dari penipu seperti kamu." ucap Reyhan sambil berlalu.
"Maafin abang ya dek, karena sudah menyakiti kamu dan tidak percaya denganmu." kata Reyhan.
Anzel melihat Reyhan memegang pundak Dean, menatap lembut adik kandungnya. Hatinya sakit, sangat sakit. Ia memang merasa sudah melakukan hal yang salah, tapi apa dia juga tidak boleh egois untuk memperoleh sesuatu yang tidak pernah ia dapatkan di hidupnya.
Semua teman-teman Reyhan juga mulai meninggalkannya saat melihat Reyhan membawa tubuh Dean, Anzel merasa sangat iri. Egonya menguasai benaknya, Anzel tiba-tiba berlari kearah Dean dan mendorong tubuhnya dengan kuat. Dean kehilangan keseimbangan, tubuhnya jatuh tersungkur menggelinding di anak tangga.
Semua orang melihat terkejut, apalagi Reyhan yang tidak bisa menyelamatkan adiknya. Darah merembes keluar dari kepala Dean, semua orang menatap terkejut dan tajam pada Anzel yang masih mengatur nafasnya.
Tubuh Anzel bergetar, lemas hingga terduduk di antara anak tangga. Melihat kerumunan murid disekolah tersebut yang panik melihat keadaan Dean, ia seperti tidak percaya dengan apa yang telah dilakukannya.
Tidak ada yang memperdulikan keberadaannya, kakak angkatnya bersama dengan teman-temannya lebih memperdulikan Dean yang nyatanya terluka karenanya.
Reyhan mengepalkan kedua tangannya, amarahnya kembali saat mendengar tangisan adik kandungnya.
"Ampuni Anzel pa, Anzel janji akan jadi anak yang baik. Anzel janji gak akan berbuat jahat lagi sama Dean." Anzel menangis, ia merasa takut melihat kemarahan keluarga angkatnya yang mulai menyiksanya sejak Dean masuk rumah sakit.
Anzel berniat meminta maaf pada bungsu Aditama dan meminta kesempatan kedua pada keluarga angkatnya itu, Anzel merasa sangat menyesal saat mendengar kabar adik angkatnya mengalami kebutaan karena ulahnya.
"Ampun kamu bilang, setelah kamu membuat adikku buta. Dasar anak pembawa sial seharusnya kita tidak pernah membawanya masuk kedalam rumah ini." Reyhan menatap nyalang.
Anzel memundurkan tubuhnya saat melihat Reyhan mendekatinya, sinyal bahaya berbunyi. Firasatnya sangat tidak mengenakkan, karena ia merasa malam ini akan jadi malam terakhirnya hidup di dunia ini.
Reyhan yang telah di kuasai amarahnya mulai menendang tubuh Anzel yang sudah penuh luka akibat siksaan Gibran dan Rezka selama Dean di rumah sakit. Reyhan menarik kerah baju Anzel yang sudah di penuhi darah hingga posisinya berdiri, Reyhan melempar tubuh kecil Anzel hingga kepalanya membentur tepi meja belajarnya.
Anzel terbatuk-batuk, ia memegang keningnya yang sudah dibasahi oleh darahnya. Tubuhnya benar-benar sakit, namun Anzel tidak ingin melawan. Pemuda itu juga sudah tidak ingin mengucapkan permohonan maaf dan ampun pada keluarga angkatnya itu. Ia sudah pasrah, Anzel merasa dimanapun ia berada hanya rasa sakit dan penyiksaan yang ia dapatkan.
Anzel mencoba berdiri bangkit sekuat tenaganya saat melihat pisau lipat miliknya yang tergeletak di atas meja belajarnya. Gibran dan anak-anaknya terkejut saat melihat Anzel mengambil pisau tersebut, Reyhan yang ingin mendekati Anzel mendadak berhenti saat pemuda itu mengarah pisaunya.
"Berhenti di sana bang," ucap Anzel sambil menodongkan pisau pada Reyhan.
"Anzel tahu kalau Anzel salah, Anzel sungguh menyesal sudah membuat Dean buta. Tapi tolong dengarkan ucapan Anzel dulu, Anzel minta maaf sama Dean karena sudah mengambil kasih sayang yang seharusnya menjadi hak kamu. Anzel hanya ingin hidup seperti remaja lain, yang mendapat kasih sayang dari keluarganya. Anzel memang salah dan Anzel juga menyesal, jadi tolong maafkan Anzel." ucap Anzel yang masih menodongkan pisaunya sementara salah satu tangannya ia gunakan untuk menghapus air mata di pipinya.
"Makasih ya pah, bang Rezka dan bang Reyhan karena sudah menyayangi Anzel dengan tulus. Dan untuk dek, Anzel benar-benar minta maaf. Anzel menyesal jadi tolong jangan benci Anzel."lanjut Anzel.
Sementara Gibran hanya menatap aneh pada anak angkatnya itu, tangan Anzel nampak bergetar. Rezka tetap memeluk tubuh Dean yang terus menggelengkan kepalanya, Reyhan tidak membuang kesempatan langsung mendekati tubuh anak yang sudah membuat adiknya buta itu.
"Stop bang di situ bang." pekik Anzel yang sudah menempelkan mata pisau di lehernya sendiri.
"Anzel kenapa bang, kalian jangan siksa Anzel lagi Dean udah maafin dia bang." lirih Dean dalam pelukan Rezka.
Perasaannya tidak enak, apalagi setelah mendengar penuturan Anzel yang menyesal dan meminta maaf kepadanya.
"Tolongin maafin Anzel ya, dan terimakasih untuk semua kasih sayang yang sudah kalian berikan. Dan jika seandainya bisa, Anzel mau memberikan mata ini untuk kamu Dean. Sebagai penebus dosa Anzel sama kalian."
Sreet
Anzel menggoreskan pisau dilehernya, darah mengucur deras. Tubuhnya kecilnya roboh, pisau yang dipegang terjatuh. Reyhan langsung menghampiri tubuh Anzel, pemuda itu menatap wajah pemuda yang menjadi adik angkatnya selama 6 bulan ini.
"Ma,,af,,in,, a,,dek,, bang,, to,,long,,ja,,ngan,,ben,,ci,,an,,zel." ucap Anzel terbata sebelum tangannya jatuh terkulai dan kegelapan merenggut cahaya dimatanya.
Flashback end
Gelap, itulah hal terakhir yang ia lihat. Suasana hening tercipta akibat kesendiriannya, Anzel memahami itu. Kesepian dan kehampaan yang menyelimuti relung hati mungkin akan sulit untuk di hidupkan kembali.
Anzel sudah memilih takdir hidupnya, 6 bulan menikmati kasih sayang dari keluarga angkat nyatanya cukup membuatnya merasa puas dengan hidupnya yang begitu singkat dan menyedihkan.
Pernah hidup terkurung di dalam ruangan tanpa sirkulasi udara yang baik, membuatnya sering merasa sesak. Belum lagi pukulan yang dilayangkan di tubuhnya dan jatah makan yang tidak teratur membuat tubuhnya tidak tumbuh dengan baik, tinggi badannya lebih pendek dari pemuda seusianya dengan kondisi kurus hingga tulang yang hanya di selimuti kulitnya terlihat cukup jelas.
Tetapi, berkat perawatan dan makanan cukup gizi yang di berikan keluarga Aditama padanya, tubuh Anzel sedikit lebih berisi dengan pipi yang semakin chubby.
Anzel cukup bersyukur dengan hidupnya saat itu, walaupun keegoisannya yang ingin menguasai seluruh perhatian keluarganya angkatnya diambil dengan cara yang salah.
Pada akhirnya, semua yang dilakukan dengan niatan buruk pasti akan berbalik buruk pada kita. Seperti halnya dengan Anzel yang harus kembali merasakan sakit di tubuhnya sebelum akhirnya ia memutuskan untuk mengakhiri semuanya.
Anzel ingin segera pergi dengan damai, walaupun salah satu keinginannya untuk mengetahui siapa keluarga kandungannya harus pupus disaat hidupnya berakhir.
"Sebentar lagi kau akan bangun, aku titipkan tubuh ini padamu. Jaga baik-baik, lakukan apapun yang ingin kau lakukan asalkan tidak membahayakan tubuh ini." ucap sosok yang semakin transparan di dekat Anzel.
Tubuhnya tertidur dengan damai di sebuah ruang yang di selimuti warna putih di sepanjang mata memandang.
Sosok itu duduk berjongkok diatas kepala Anzel, ia meletakkan jarinya pada kening pemuda yang tengah tertidur itu.
"Maaf karena saya tidak bisa memberikan semua ingatan tubuh yang sebentar lagi akan menjadi tubuhmu, meskipun begitu jadilah orang yang selalu optimis dalam menghadapi segala kesulitan. Jangan bergantung pada orang lain, jadilah kuat dan mandiri. Hiduplah dengan pilihan yang kamu pilih, maaf karena saya juga akan menghapus sebagian ingatan dan perasaanmu di masa lalu, saya tidak ingin kau mudah menyerah. Saya ingin kau menjaga tubuhmu sekarang dengan baik, dan saat kau bangun nanti lupakan semua tentang kehidupan menyedihkan Anzel dan nama kau sekarang adalah Mikadeo, hanya Mikadeo." ucap sosok yang hampir menghilang itu, wajahnya nampak tersenyum dengan lembut.
Mata sayu itu akhirnya terbuka, menampilkan manik berwarna biru kelam yang sedang menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam matanya.
"Ini dimana, bukannya Anzel sudah mati." ucapnya sambil memegang lehernya. Tidak ada luka, padahal ia sangat ingat jika dirinya memotong nadi di lehernya, tapi kenapa ia melakukan tindakan yang menyakiti tubuhnya.
Otaknya masih memproses informasi yang masuk kedalam otaknya, rasa sakit tiba-tiba menghantam kepalanya. Pemuda itu meringis sambil memegang kepalanya, darah segar juga keluar dari hidungnya.
"Apa dia jiwa dari tubuh Anzel sekarang, kenapa dia bisa meninggal." lirihnya yang masih memegang kepalanya.
"Jadi mulai sekarang Anzel harus hidup sebagai Mikadeo, ternyata ada yang hidupnya lebih menyedihkan dari Anzel. Baiklah, Anzel akan memenuhi pesan terakhirmu untuk hidup tanpa bergantung dengan orang lain. Anzel, ah tidak Mika akan menjadi anak yang kuat. Kamu tenang saja ya Mika yang asli, Anzel akan menjaga tubuh dan kesempatan yang kamu berikan dengan sebaik mungkin." ucap Anzel yang mulai sekarang kita panggil Mika sambil menampilkan raut wajah optimisnya.
Hingga sebuah kehidupan kembali dijalani oleh Anzel yang sekarang hidup di tubuh Mikadeo Aileen, cucu angkat dari Renata Aileen.
Sudah dua bulan sejak Anzel menempati tubuh Mika, ia sudah terbiasa melakukan semua rutinitapemuda tersebut dari pagi sampai malam. Semua pekerjaan paruh waktu di kerjakan nya dengan baik, Anzel merasa lega karena tubuhnya yang sekarang cukup kuat untuk melakukan semua aktivitas yang sangat baru untuk dijalaninya.a
Pagi hari ia awali dengan pekerjaan rumah seperti mencuci baju, mencuci piring dan membersihkan rumah. Setelah itu Mika berangkat ke toko ibu Nia untuk mengantarkan kue buatannya ke pasar, selesai dengan itu Mika berangkat kesekolah sampai jam 3 sore. Sepulang sekolah Mika langsung pergi ke distro milik Bintang untuk bekerja sebagai pegawai dan membuat desain sampai pukul 10 malam.
Mika melakukannya hampir setiap hari, kecuali hari Minggu atau libur sekolah ia akan mengambil shift penuh di distro milik Bintang.
Sebelum jiwa Anzel memasuki tubuh Mika, pemuda itu bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran. Ia di pecat karena kesalahan yang di buat-buat oleh saudara sepupunya, Georgio Okta Aileen. Cucu kandung dari nenek angkatnya Renata Aileen, pemuda itu sangat membencinya karena sudah mengambil perhatian sang nenek. Gio dan ayahnya, Wiratama Aileen selalu membuatnya menderita dimanapun mereka bertemu.
Karena alasan itu lah, Mika yang sekarang berusaha sebisa mungkin untuk menghindari dua orang tersebut. Sekarang Mika memiliki pekerjaan baru yang sesuai dengan hobinya menggambar, setiap akhir bulan Mika di minta untuk menggambar desain gambar untuk pakaian yang akan di pajang di distro milik bosnya.
Tentu saja dengan bayaran yang lumayan, cukup untuknya membayar kost-an dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mika juga mulai memiliki tabungan yang bisa ia gunakan saat situasi mendesak, semua hal di persiapkan dengan baik karena Mika harus mandiri.
Mika memang memiliki ingatan tentang nenek angkatnya dan keluarganya dulu, alasan anak dan cucu nenek Renata membencinya bukan hanya masalah perhatian tapi karena Mika dianggap sebagai pembawa sial yang membuat neneknya meninggal dalam kecelakaan mobil bersamanya. Mika selamat dan hanya mengalami luka ringan, berbeda dengan Renata yang mengalami luka yang sangat parah sampai merenggut nyawanya.
Mika bertekad untuk melupakan semua kenangan buruk milik tubuhnya, dan akan menjalani hidupnya sebaik mungkin.
Namun hidup damainya mungkin tidak akan berlangsung lama, karena tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi pada Mika yang sekarang.
Mika juga bertanya-tanya tentang suara yang di dengarnya saat berada dalam mimpinya sebelum ia membuka mata dan menyadari masuk kedalam raga orang lain.
Suara yang meminta untuk menjadi kuat dan tidak tergantung pada orang lain, suara yang membuatnya tenang dan menghilangkan rasa takut dalam hatinya. Jika seandainya bisa bertemu dan melihatnya, Mika ingin berterima kasih atas kesempatan kedua yang di berikan olehnya.
Hidup adalah pilihannya sekarang, menjalani masa remaja sendirian memang tidak pernah terbayangkan olehnya. Namun ia harus bisa membuktikan hidupnya bisa bahagia tanpa keluarga di sisinya, karena keberadaan orang lain disampingnya selalu membuatnya sedih dan tersiksa.
"Yosh, dah siap waktunya berangkat sekolah. Semoga hari ini Zeon dkk gak ganggu gw." ujar Mika saat memandangi wajahnya sekarang pada cermin besar di kamar kost nya.
Dalam ingatan milik Mika asli, sosok Zeon adalah pemuda yang selalu membullinya saat berada di sekolah. Pemuda tersebut memiliki dua orang yang selalu setia bersamanya yaitu Davino Saputra dan Sehan Arendra.
Setelah menempuh perjalanan dengan menggunakan sepeda kesayangannya, Mika melangkahkan kakinya masuk kedalam gedung sekolah negeri tersebut. Sekolah dengan fasilitas lengkap tidak terlalu mewah namun cukup bagus untuk di gunakan. Mika adalah murid beasiswa disana, usianya yang baru menginjak 14 tahun namun sudah masuk jenjang SMA karena ia mengambil jalur akselerasi.
Selama dua bulan menempati tubuhnya sekarang, Mika merasa cukup jengah karena selalu mendapat bullying dari kakak kelas sekaligus anak dari kepala sekolahnya. Namun ia memilih tidak melawan atau bersikap lemah, Mika akan memasang wajah datar saat berhadapan dengan Zeon dkk.
Yang Mika ingat, Zeon selalu membullinya karena merasa senang saat melihat ia menangis. Karena itu Mika memutuskan untuk tidak lemah saat di siksa oleh mereka.
Mika tengah memandang langit diluar jendela dekat bangku dikelasnya sambil mendengarkan musik lewat earphone yang dikenakan dikedua telinganya.
Brakk..
Seorang pemuda menggebrak meja dihadapan Mika, atensinya teralih pada sosok pemuda yang berdiri depan mejanya.
Mika menghela nafasnya, baru saja ia menikmati waktu tenangnya saat jam istirahat sekarang jadi rusak seketika.
"Apa." kata Mika dingin sambil menatap Alanka Zeon Adiyaksa.
"Ada apa dengan tatapan Lo itu, Lo mau nantangin Zeon." ucap Davino Saputra atau biasa dipanggil Davin sahabat Zeon yang sudah berdiri disamping Mika.
"Ck, gw cuma nanya. Lagian mau ngapain Lo pada datang rame-rame, gangguin waktu gw aja." sarkas Mika, sungguh ia merasa kesal karena waktu berharganya sudah diganggu membuat moodnya turun drastis.
"Gw pengen main sama lo." Zeon mencengkram kuat rahang Mika, membuatnya meringis pelan.
"Tapi gw gak punya waktu buat main sama lo." jawab Mika melepas paksa cengkraman Zeon.
Zeon sangat terkejut dengan reaksi Mika, ia merasa Mika sudah berubah karena biasanya ia akan langsung menangis saat Zeon membullinya. Tapi kini Mika menatapnya dengan berani, terkadang Mika juga seperti menghindarinya.
"Mending kita seret aja yuk."ajak Sehan pada kedua temannya.
Sehan dan Davin hendak membawa paksa Mika, lagi-lagi tanpa disangka Mika memberontak.
"Udah berani Lo ya,,, awwss." Davin belum selesai berbicara saat Mika menendang perutnya hingga terpelanting menabrak beberapa meja.
Selesai menendang Davin, Mika kini sudah siap melayangkan pukulannya kearah Sehan.
Bugh,,
Bugh,,
Dua pukul melayang kewajah Sehan membuat nasibnya tidak berbeda jauh dengan Davin, kini Mika menatap kearah Zeon yang tampak terkejut dengan apa yang dilakukan Mika.
"Lo masih pengen main sama gw sekarang." Zeon memundurkan langkahnya saat Mika berjalan kearahnya.
Sungguh mood Mika saat ini sedang buruk, dan Zeon datang membuat moodnya semakin buruk juga.
"Maju selangkah lagi, gw bakal keluarin Lo dari sekolah ini." ancam Zeon yang mulai ketakutan dengan tatapan nyalang dari Mika.
"Cih,, dasar anak orang kaya, bisa-bisanya Lo bersembunyi dibalik kekuasaan orang tua Lo." Mika menghentikan langkahnya saat berada dekat dengan Zeon.
"Asal Lo tahu, gw gak takut sama ancaman Lo." bisik Mika ditelinga Zeon, membuat Zeon membelalakkan matanya.
Mika kemudian berlalu, ia berjalan keluar kelasnya meninggalkan Zeon yang diam mematung.
Zeon hanya bisa menatap punggung Mika saat pemuda tersebut pergi meninggalkan kelas, ia benar-benar tidak percaya dengan apa yang baru saja Mika lakukan.
Mika sudah berubah, pemuda lemah yang selalu ia kerjai sekarang menatapnya tajam. Mika bahkan memukul kedua temannya, Zeon frustasi karena kehilangan mainan yang bisa menyenangkan hatinya.
Saat ini Mika sedang berada dikamar mandi sekolah, ia membasuh wajahnya guna menyegarkan pikirannya. Ia tersenyum saat menatap kearah cermin dihadapannya, mengingat kembali ekspresi Zeon saat dikelasnya.
"Lo pikir gw bakal diem aja, tunggu aja pembalasan dari gw Zeon karena Mika yang dulu sudah mati." monolog Mika saat menatap wajah dicermin lalu menampilkan senyum sinisnya.
Aliran waktu berlalu dengan begitu cepat, siang telah berganti malam. Mika mengayuh sepedanya perlahan, tubuhnya terasa sangat lelah setelah bekerja melayani pelanggan distro milik bosnya.
Mika duduk sebentar di sebuah kursi yang ada di pinggir jalan raya, hanya sedikit kendaraan yang berlalu lalang karena jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Hampir tengah malam, namun tidak membuat Mika bergegas pulang.
Hembusan angin malam menyapu wajahnya, begitu sejuk dan menenangkan. Mika menyukai suasana hening yang tercipta saat langit begitu gelap dan kelam, ia kembali mengingat kehidupan lamanya yang selalu di temani oleh kesendirian.
Moodnya masih belum membaik setelah kejadian di sekolahnya, mungkin Zeon akan melakukan pembalasan kepadanya jadi Mika harus bersiap dengan rencana jahat yang akan Zeon dkk lakukan kepadanya besok.
Bertekad untuk menghadapi semuanya masalahnya, Mika tidak akan menghindar apalagi bersembunyi dari Zeon dan kawan-kawannya.
Mika juga harus menjadi lebih kuat, karena ia harus melanjutkan hidup keduanya sebaiknya mungkin. Melakukan semua hal yang tidak pernah ia lakukan dulu, sambil memegang teguh prinsipnya untuk tidak pernah hidup bergantung pada orang lain.
Setelah memejamkan matanya selama beberapa saat, Mika akhirnya bangun dari duduknya lalu menuntut sepedanya menuju tempat tinggalnya. Mika tinggal sendiri, menyewa kamar kost dengan uang hasil bekerja di beberapa tempat. Dan selama dua bulan ini,Anzel yang melanjutkan kehidupan Mika memang melakukan semua hal semampu yang ia bisa.
Mika sampai di halaman sebuah bangunan petak bertingkat tempat kamar kostnya berada. Mika memarkirkan sepeda, lalu berjalan kearah tangga menuju lantai 2 bangunan tersebut. Namun langkahnya terhenti saat melihat sesuatu yang mencurigakan berada di bawah tangga yang tengah ia pijak.
Terlihat tubuh yang hampir sama besarnya dengan dirinya, sambil menahan rasa takut Mika berjalan turun lalu menghampiri sosok tersebut.
Seorang pemuda dengan wajah yang sangat pucat duduk sambil memeluk lututnya, nafasnya juga terlihat parau namun tidak membuat Mika langsung menolong. Mika seperti ragu saat menghampiri pemuda yang sepertinya sudah dalam keadaan pingsan itu.
"Duh,, tolongin gak ya. Kalau di bawa kerumah sakit harus keluar duit dong, ogah banget gw." monolog Mika yang berdiri sambil mengigit jari telunjuknya.
"Tapi kalau gak ditolongin bisa wafat tuh bocah." ucapnya bingung.
Setelah perdebatan didalam pikirannya, akhirnya Mika memutuskan untuk menolong pemuda tersebut. Ia mengangkat tubuh pemuda yang sudah tidak sadarkan diri dalam gendongan punggungnya, lalu mulai berjalan menaiki satu persatu anak tangga menuju kamar kostnya.
"Sumpah berat banget sih badan Lo, padahal kelihatannya lebih kecil dari gw. Kebanyakan dosa kayaknya."
Mika menurunkan tubuh pemuda tersebut diatas kasur lipat miliknya, lalu mengambil baskom berisi air dan handuk kecil. Tangan kecilnya mulai mengelap wajah pemuda yang ditolongnya, ia juga sudah mengganti pakaiannya yang basah karena keringat.
Demam, pikir Mika yang saat memeriksa tubuhnya. Lantas mengompres dahi pemuda tersebut dengan telaten, setelah itu menempelkan plester kompres demam yang ada di kotak p3k dikamarnya.
Selesai membersihkan dirinya, Mika duduk di meja belajarnya. Ia harus tetap belajar meskipun sudah lewat tengah malam, karena Mika tidak boleh bermalas-malasan. Ia adalah murid beasiswa, jadi Mika harus pandai dalam semua bidang pelajaran disekolahnya walaupun ia baru terlihat serius setelah jiwa Anzel yang menempati tubuhnya sekarang.
"Euughhh...."
Mendengar suara lenguhan Mika langsung menghampiri pemuda yang ditolongnya, sepertinya ia menunjukkan tanda-tanda akan sadar.
"Lo udah bangun, syukur deh gw kira Lo bakal mati." ucap Mika lega.
Pemuda tersebut menatap Mika secara intens, namun tiba-tiba raut wajahnya berubah. Bibirnya melengkung kebawah dengan bola mata yang sudah berkaca-kaca seperti hendak menangis.
"Lo kenapa..."
"Uwaa,, hiks,, hiks.." tangis pemuda tersebut pecah tiba-tiba membuat Mika langsung panik.
"Lo kenapa nangis, cup cup cup." Mika yang panik langsung memeluk pemuda tersebut lalu mengusap lembut punggungnya.
Berhasil, pemuda tersebut perlahan mulai menghentikan tangisnya membuat Mika bernafas lega.
"Gw bukan orang jahat, sekarang Lo kasih tahu siapa nama Lo dan kenapa bisa pingsan di bawah tangga kost-an gw?" tanya Mika saat melepas pelukannya.
"Hiks, nama,, aku Jean. Jean kabur dari rumah, terus sembunyi di bawah tangga. Tiba-tiba aja kepala Jean pusing dan Jean gak tau apa-apa lagi." ucapnya sambil sesenggukan.
"Kabur Lo bilang, astaga cari masalah gw." Mika mengusap kasar wajahnya.
"Lo mau kasih tau gw alasan Lo kabur dari rumah." lanjut Mika menatap Jean yang mengangguk pelan.
"Jean gak suka Daddy, mommy dan Abang karena selalu larang Jean buat ngelakuin hal yang Jean suka. Jean gak boleh ini itu, gak boleh makan makanan kesukaan Jean, gak boleh main keluar, Jean selalu dikurung dirumah." mata sendu Jean kembali berkaca-kaca.
"Emangnya Lo pengen ngelakuin apa dan makan apa gitu?." tanya Mika penasaran.
"Jean pengen bebas main kemana aja tanpa di jaga sama bodyguard dan Jean pengen ngerasain makan mie pedas, tapi semuanya gak boleh." ucap Jean kesal tapi terlihat lucu dimana Mika.
"Ya pasti gak boleh lah, Lo pengen makan begitu sih. Hahahaha.." tawa Mika pecah saat mendengar penuturan polos Jean.
Mika langsung menghentikan tawanya saat melihat Jean sepertinya akan menangis lagi.
"Mau dengar nasihat gw gak." kata Mika dengan lembut dibalas anggukan oleh Jean.
"Keluarga Lo itu cuma terlalu sayang sama lo, makanya mereka khawatir banget sama lo. Mereka larang Lo ini itu karena mereka takut Lo kenapa-kenapa, Lo harusnya ngerti kenapa keluarga Lo itu overprotektif sama lo." tutur Mika yang membuat Jean seketika menatapnya.
"Lo seharusnya bersyukur punya mereka yang perhatian sama lo, karena belum tentu setiap orang punya keluarga yang sayang seperti keluarga Lo." lanjut Mika.
"Tapi Jean kesel sama mereka." ucap Jean yang mengerucutkan bibirnya.
"Iya deh, mending sekarang kita makan dulu. Gw buatin nasi goreng mau, Lo pasti laper kan?" ucap Mika yang mendapat anggukan kecil dan Jean.
Skip
Acara makan mereka berdua terasa hening, hingga mereka selesai. Mika membersihkan peralatan makannya, sedangkan Jean hanya menatap sekeliling ruangan yang tidak begitu besar baginya.
"Besok gw anterin Lo pulang ya."ucap Mika yang membaringkan tubuhnya dekat jean diatas kasur lipat miliknya.
"Tapi ..." lirih Jean yang terkejut dengan ucapan Mika.
"Gak ada tapi-tapian, keluarga Lo pasti sekarang lagi khawatir sambil nyariin Lo." Mika memiringkan tubuhnya hingga membelakangi tubuh Jean.
Mika sebenarnya ingin segera mengantarkan Jean pulang kerumahnya, ia tidak ingin mendapatkan masalah apalagi Jean bilang jika ia kabur dari rumah.
"Nama kamu siapa?" tanya Jean yang akhirnya ikut berbaring disamping Mika.
"Mikadeo, tapi panggil aja Mika atau Deo. Udah larut banget, mending kita tidur. Besok pagi-pagi banget gw anterin Lo pulang." ucap Mika yang sepertinya langsung tertidur dengan pulas.
Mungkin karena lelah setelah menjalani semua aktivitasnya, sedang Jean masih membuka matanya. Ia sudah tidak mengantuk, tapi karena kepalanya masih terasa sakit akhirnya Jean memejamkan matanya.
Jean tidak tahu, penghuni mansion tempat tinggal tengah panik karena hilangnya anak bungsu kesayangan mereka, Jean seharusnya masih menjalani hukumannya karena sudah membuat marah Daddy dan kedua abangnya.
"Dasar tidak berguna, menemukan seorang bocah saja kalian tidak sanggup." ucapnya marah pada beberapa anak buahnya.
"Kamu dimana baby, pasti kamu kelaparan dan kedinginan di luar sana, hiks." Istri dari tuan mereka mulai menangis, tidak dipungkiri rasa khawatir begitu mereka rasakan tatkala anak yang dijaga bak intan permata itu pergi meninggalkan rumah tanpa seijin mereka.
"Tenanglah sayang, kita pasti akan menemukan baby." ucap Axio Lavande, Daddy dari Jeandra Khairan Lavande pada sang istri Diana Lavande/ Monette.
"Kenapa kalian masih berdiri disini, cepat pergi dan temukan anakku atau aku buat nyawa kalian melayang jika kalian tidak bisa membawa anakku pulang dalam keadaan selamat." teriak Axio sambil memeluk tubuh istrinya, tangannya menunjuk pada anak buahnya dengan tatapan mengancam.
Beberapa pria dengan setelah baju hitam itu segera pergi, mereka harus segera menemukan bungsu keluarga itu jika masih ingin tetap hidup.
Axio membawa istrinya untuk duduk, ia masih merangkul tubuh Diana. Wanita itu jelas sangat mengkhawatirkan keadaan anak bungsunya, sedangkan kedua anaknya yang lain hanya bisa pasrah sambil mendoakan keselamatan Jean, baby mereka.
😪
Haripun mulai berganti, langit masih nampak gelap hanya sedikit sinar yang menghiasi langit. Sang fajar masih dalam peraduannya saat seorang remaja mengayuh sepedanya sambil membawa remaja lain pada kursi belakang sepedanya.
Mereka adalah Mika yang sedang melajukan sepedanya menuju tempat tinggalnya Jean. Hari ini ia tidak pergi kepasar karena ingin mengantarkan Jean pulang, walaupun anak tersebut sempat menolak. Mika hanya ingin segera terlepas dari masalah yang akan di timbulkan jika tetap bersama dengannya.
Jalan masih berkabut saat Mika mengayuh sepedanya sambil membawa Jean di kursi belakang sepedanya, Jean terlihat sangat senang saat melewati jalan yang masih sepi dari lalu lalang kendaraan.
"Lo bisa gak sih jangan gerak-gerak begitu, nanti kita jatuh loh." ucap Mika pada Jean yang sedari tadi tidak henti-hentinya bergerak diatas sepeda.
"Jean seneng banget bang, ini pertama kalinya Jean naik sepeda." kata Jean yang melepas pegangan tangannya pada Mika lalu merentangkan kedua tangannya.
Mika sedikit kehilangan keseimbangan saat Jean merentangkan tangannya, sekuat tenaga Mika menahan laju sepedanya agar tidak terjatuh.
"Iya gw tahu lo lagi seneng, tapi sekarang cepet pegangan, atau gw turunin Lo disini sekarang juga." ancam Mika.
Jean menuruti perintah Mika dan kembali memegang pinggang Mika, tentu saja sambil merengut kesal.
Hingga mereka tiba disebuah rumah yang terlihat sangat besar dengan pintu gerbang yang menjulang tinggi, Mika menghentikan laju sepedanya tepat di depan gerbang.
"Sudah sampai, ini tempat tinggal Jean bang." Jean turun dari kursi belakang sepeda lalu berdiri tepat dipintu gerbang.
"Jangan panggil gw abang, gw gak setua itu buat jadi abang lo. Wih, gede juga rumah Lo." ucapnya kesal, tapi matanya membulat karena terkesima melihat tempat tinggal bocah didepannya.
"Ini bukan rumah bang tapi mansion, bang Mika ayo masuk bareng Jean, biar Jean kenalin sama keluarga Jean."ucap Jean antusias.
"Gak usah deh kayaknya, gw anter Lo sampai sini aja ya soalnya gw harus langsung pulang, gw kan harus berangkat sekolah." ucap Mika.
"Oh, ya udah. Abang hati-hati kalo gitu."
"Aish, harus berapa kali gw bilang jangan panggil gw abang. Ya udah mending Lo masuk ya, jangan kabur-kabur lagi. Kalau gitu gw pulang dulu." kata Mika lalu mengayuh sepedanya menjauh dari mansion Jean.
Jean terlihat sedikit kecewa dengan penolakan dari Mika, tanpa mereka sadari sepasang mata menatap tidak suka.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!