Mata Alika memerah saat melihat senyuman dari saudara tirinya saat mendapatkan kejitan dari mamanya.
Selama ini ia selalu sabar menghadapi ketidak adilan yang terjadi padanya, ia adalah seorang anak kandung, tetapi ibunya lebih menyayangi saudara tirinya.
Kedua putrinya saat ini sedang ulang tahun di hari yang sama. Namun, ibunya tak memberinya satu kado pun. Tapi, berbeda dengan saudara tirinya, Dena. Seudara tirinya itu mendapatkan kejutan yang Alika sendiri terkejut dengan apa yang ibunua berikan pada Putri tirinya itu.
Mobil sport yang selama ini di impikan oleh saudara tirinya itu kini ada di depannya. Bukan hanya Dena, tapi mobil itu adalah impian semua orang termasuk Alika, ia juga memimpikan hal yang sama. Namun, mimpi itu seolah hal yang mustahil baginya.
"Ibu, ini hadiah untukku?" tanyanya yang langsung berlari menghampiri mobil mewah yang baru saja datang itu dan terparkir tepat di depan rumah mereka.
'Ibu, mengapa kamu memanggilku datang ke sini? Apa hanya untuk memamerkan kado yang kau berikan kepada Dena? Sedangkan kau hanya mengucapkan selamat ulang tahun padaku, tanpa memberiku satu kado pun,' batin Alika, setetes air mata jatuh membasahi pipi gadis cantik itu. Ia berusaha menepis rasa sakitnya. Rasa merasa sakit itu semakin menggerogoti tubuhnya, ia mengusap dengan kasar air mata itu dan ingin pergi dari sana. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar ibunya memanggil namanya.
"Alika, tunggu!" ucapnya, Alika pun berbalik dengan berusaha untuk tetap tersenyum, ada harapan jika ibunya memanggilnya mungkin untuk membelikan hadiah intuknya.
"Alika, tolong siapkan makanan di dalam, sebentar lagi teman-teman Dena akan masuk untuk makan. Oh ya, jangan lupa susun juga kado yang tadi di bawah taman Dena agar tak berantakan, jangan sampai ada kado yang hilang," ucap ibu membuat hatiku itu terasa tersayat.
Matanya kembali memanas. Namun, ia langsung berpaling tak ingin memperlihatkan air mata yang kini sudah jatuh kembali menetes dari sudut matanya.
Alika berjalan menjauhi ibunya.
Namun, ia tak melakukan apa yang diminta oleh ibunya. Alika masuk ke kamar dan menguncinya.
Selama 15 tahun ini, Alika tinggal di rumah neneknya. Rumah sederhana dan ibunya tinggal di rumah mewah berlantai dua. Alika memiliki kamar di sana, dia bisa datang kapan pun ia mau, itulah yang dikatakan ibunya. Namun, setiap datang ke rumah ibunya itu, Alika hanya penderitaan dan sakit hati.
Ibunya selalu menyayangi Dena dan membandingkannya mereka. Dena itu anaknya cantik, Dena itu yang pandai mengurus diri dan dia pintar, kamu harus menjadi seperti Dena. Kata-kata itu terus terdengar di telinganya dari ia kecil sampai usianya saat ini sudah menginjak 21 tahun.
Alika menghampiri sebuah kado kecil yang ada di meja riasnya, ia mengambil kado itu dan membukanya, senyum terbit di bibirnya.
"Nenek," liriknya.
Ya, selama ini hanya neneknya yang selalu memberinya kado di setiap ulang tahunnya tepat waktu, Alika merasa terharu saat melihat cincin emas yang ada di dalam kotak kecil yang diberikan oleh neneknya pagi tadi sebelum ia berangkat ke rumah ibunya.
Sebenarnya, Alika tak ingin merayakan ulang tahunnya itu di rumah ibunya. Namun, ibunya terus mendesaknya untuk datang. Tadinya ia berpikir mungkin tahun ini dia kan merayakan ulang tahun sama seperti Dena yang selalu merayakan ulang tahun meriah di setiap tahunnya. Tapi, ternyata dugaannya salah, ia hanya diminta untuk melayani tamu Dena.
Rasa sesal menyelimuti dirinya, mengapa ia harus meninggalkan neneknya sendiri di hari bahagianya ini dan datang ke rumah ibunya. Ia ingin pulang saat ini juga, tapi hari sudah malam, ia tak punya kendaraan.
Selama ini Alika selalu meminta ibunya untuk membelikan sepeda motor. Namun, ibunya selalu beralasan jika ia akan memberikan setelah mendapatkan uang dari ayah tirinya.
"Tok- tok -tok," sebuah ketukan di pintu kamarnya menyadarkan Alika dari lamunannya atas ketidak adilan yang didapatkan dari ibunya.
"Iya, Bu. Ada apa?" tanya Alika setelah membuka pintu dan melihat jika ibunya yang ada di balik pintu.
"Nak, kamu kok ada di kamar, ayo turun kita rayakan ulang tahunmu bersama dengan Dena, kuenya sebentar lagi akan dipotong," ucap wanita paruh baya itu yang tak lain adalah ibu kandung Alila, Alika tak menjawab. Namun, ibunya langsung menyerat Alika keluar dari kamar, membuat Alika mau tak mau mengikuti langkah ibunya menuruni anak tangga, walau dengan wajah cemberut.
Benar saja, begitu sampai di bawah, Alika hanya melihat satu kue. Kue yang berukuran besar dan Dena sudah berdiri di depan kue itu dengan pisau yang ukurannya cukup panjang ditangannya.
Lagu nyanyian selamat ulang tahun pun bergema di ruangan itu. Alika sama sekali tak ikut menyanyikan lagu itu, dia memilih asik dengan ponselnya dan mengirim pesan dengan teman-temannya. Namun, sebuah pesan masuk mengalihkan perhatiannya dari pesan yang sedang di tunggunya. Tertulis nama ayah di sana. Alika kembali menghembuskan nafas kasar.
Ayah dan ibunya sama saja, mereka sama-sama larut dalam kebahagiaan rumah tangga baru mereka tanpa memikirkan apakah dia bahagia atau tidak.
Berbeda dengan ibunya yang menikah dengan duda beranak satu dan anaknya seumuran dengan dirinya. Ayahnya menikah dengan seorang gadis dan setahun pernikahan mereka ia melahirkan seorang putra dan juga menjadi putra kesayangan ayahnya.
Berbeda dengan Dena yang selama ini selalu mengabaikannya dan terkadang menghina dirinya, adiknya yang bernama Irsya justru menyayanginya dan itu sedikit mengurangi rasa sesak di hatinya karena perlakuan kedua orang tuanya.
"Selamat ulang tahun, semoga panjang umur, Nak. Besok pagi datanglah ke rumah Ayah, Ayah punya kado untukmu," Tulis Ayah Alika dalam pesannya.
"Baik, Ayah," jawab Alika membalas pasan ayahnya.
Jika ibunya menikah dengan seorang yang lebih kaya dari ayahnya. Ayahnya hanya menikahi gadis desa biasa, membuat perekonomian mereka tetap sama seperti dulu. Ayahnya bekerja sebagai karyawan biasa di sebuah kantor. Setiap tahun ayahnya memberikannya kado walaupun kadang terlambat. Namun, tetap saja kado yang diberikan ayahnya pasti harganya jauh lebih murah dari kado yang biasa diberikan ayahnya untuk adiknya.
"Alika, tolong ambilkan piringnya untuk teman-teman Dena, Nak," ucap Ibu Alika membuat sang anak hanya mengangguk dan memberikan apa yang ibunya minta, melayani teman-teman saudara tirinya dengan wajah yang di tekuk.
Pagi hari Alika mencari ibunya, ia ingin pamitan dan akan menghampiri kediaman ayahnya. Namun, saat mengetuk pintu kamar ibunya, ibunya itu tak ada di sana.
"Bibi, apa Bibi melihat ibu?" tanya Alika pada salah satu pembantu yang ditemuinya.
"Oh, ibu ada di kamar Dena, Non," jawab bibi tersebut.
"Oh, yah udah, Bi. Makasih," ucap Alika dan ia pun berjalan menuju ke kamar Dena. Kamar yang jauh lebih luas dari kamarnya. Namun, ia tak pernah mempermasalahkan hal itu mengingat selama ini Alika hanya sesekali menginap di sana. Jika tak diminta oleh neneknya ia tak akan mau menginap dirumah mewah ini. Rumah neneknya jauh lebih nyaman.
Alika mengetuk pintunya beberapa kali," Ibu, ini Alika, Alika mau pamit, Bu," sahut Alika yang sudah tahu jika di dalam ada ibunya.
Pintu terbuka dan terlihat ibu di sana, mereka sepertinya sedang membuka kado yang kemarin Dena dapatkan dari temannya.
"Bu, Alika mau pulang. Alika pamit ya, Bu. Ayah meminta Alika untuk datang ke rumah Ayah," ucap Alika membuat ibunya hanya mengangguk.
"Ya udah, hati-hati di jalan ya, Nak," ucap Ibunya, hanya mengucapkan itu dan ia kembali masuk ke dalam menghampiri anak tirinya, terlihat ibu sedang membantu Dena membuka kado yang begitu banyak di sana. Alika hanya menghembuskan nafas kasar kemudian berlalu dari rumah itu, tak lupa ia memesan ojek online untuk mengantarnya ke rumah ayahnya.
Alika selama ini bekerja membantu neneknya yang memiliki warung bakso. Warungnya hanya warung pinggir jalan. Namun, cukup ramai. Mereka bisa mendapatkan uang bersih paling banyak 500.000 tiap harinya. Nenek Alika selalu memberikan Alika sebesar 200.000. tiap harinya. Namun, terkadang jika warung mereka sepi 100.000 pun mereka tak dapatkan.
Nenek yang pandai mengatur keuangan membuat mereka tak kekurangan apapun. Walau mereka hidup dalam kesederhanaan mereka bisa hidup bahagia, nenek selalu membahagiakan Alika dan membelikan apa saja yang Alika inginkan.
Ayah dan ibu Alika bercerai saat usia Alika masih 5 tahun dan sejak saat itu ayah dan ibunya menitipkan Alika di rumah neneknya, sementara mereka mencari pekerjaan masing-masing hingga mereka bertemu dengan jodoh mereka setahun setelah perceraian mereka.
Bukannya membawa Alika ikut bersama dengan mereka, kedua orang tuanya malah lebih fokus pada keluarga barunya. Nenek adalah ibu dari ibu Alika yang selama ini merawat cucunya itu.
Ibu Dewi sudah menjadi istri dari pria kaya dan tak kekurangan apapun bahkan uang belanjanya bisa dibilang lebih dari cukup. Namun, Tak sekalipun ibu Dewi mengirimkan uang kepada ibunya apalagi pada Alika. Bahkan, ia hanya menjenguk ibunya sesekali saja itupun saat ibunya meminta, entah ia malu mengunjungi mereka atau memang tak punya waktu.
Jika ayahnya sudah kembali memiliki seorang anak dari pernikahan keduanya, ibu Dewi tak memiliki anak dari suaminya. Suaminya tak ingin punya anak lagi, ia beralasan jika Dena sudah cukup untuk mereka, tak usah menambah anak lagi dan dengan patuhnya Dewi mengiyakan apa yang dikatakan oleh suaminya.
Suaminya mengatakan jika ia tak ingin kasih sayang yang diberikan kepada Dena akan terbagi dengan adiknya nanti.
Dena yang merupakan anak kesayangan dari suaminya membuat ia juga menjadikan Dena anak kesayangannya.
Rasa cintanya pada keluarga barunya membuat ia melupakan jika ia sebelumnya memiliki seorang anak bernama Alika.
Alika menempuh perjalanan sekitar 1 jam hingga ia sampai di rumah ayahnya. Dengan uang yang dimiliki Alika, ia memberikan ongkos ojek online dan ia pun melangkah masuk ke rumah ayahnya, rumah sederhana. Namun, terlihat sangat nyaman.
"Assalamualaikum," ucap Alika begitu sampai di depan pintu rumah ayahnya.
"Waalaikumsalam," jawab Nansi istri Ayah Alika atau ibu tirinya.
"Alika, Ayo masuk, Nak," ucapnya.
Nansi mempersilahkan Alika untuk duduk dan Alika pun hanya tersenyum dan duduk di sofa yang ada di ruang tamu. Ia memang selama ini selalu ramah pada anak tirinya itu. Ibu Nensi bergegas masuk dan membuatkan minuman dan membawakan cemilan untuk mereka makan berdua.
"Selamat ulang tahun ya, semoga kamu panjang umur dan selalu bahagia," ucap Nansi dengan tulus
"Iya, Bu. Terima kasih," ucap Alika walau Nansi adalah ibu tirinya, tapi sekarang ia bahkan lebih nyaman saat mengobrol dengan Nansi daripada ibu kandungnya.
"Ayah dimana, Bu?" tanya Alika.
"Ayah ke kantor, nanti sore mungkin baru balik," ucap ibu tirinya.
"Oh iya, aku lupa," jawab Alika tersenyum canggung. Bisa-bisanya dia melupakan jika hari ini adalah hari kerja, sudah pasti ayahnya sedang bekerja.
Tak lama kemudian adiknya keluar dari kamar, adik dari satu Ayah yang sama.
Terlihat adiknya itu membawa sebuah kado berukuran kecil, "Selamat ulang tahun ya, Kak," ucapnya memberikan kado itu kepada Alika. Alika dengan senyum mengambil kado itu dan langsung membukanya, ternyata kado Itu adalah sebuah tas untuk ponsel.
"Terima kasih ya, Kakak memang lagi butuh tas," ucap Alika membuat adiknya pun tersenyum.
"Eh? Kamu nggak sekolah?" tanya Alika menatap pada Adik laki-lakinya itu.
"Enggak, Kak. Sekolah lagi direnovasi selama 3 hari."
"Oh," ucap Alika memasukkan ponselnya pada tas yang diberikan pada adiknya. Walaupun tak tial tahun adiknya itu memberinya kado dan hanya kado sederhana, tapi ia merasa senang menerimanya.
Hadiah sederhana seperti itu sudah membuatnya bahagia, setidaknya adiknya memberikan hadiah daripada ibunya tak memberikannya hadiah apapun.
Saat akan makan siang, ayahnya datang. Ia sengaja pulang saat jam istirahat makan siang, tadi istrinya sudah mengatakan jika Alika sudah datang.
Mereka pun makan siang bersama, kehangatan keluarga terjadi di rumah itu. Alika makan dengan lahap, setelah mereka makan, ayah pun memberikan kado selamat ulang tahun untuk putrinya yang sangat jarang ditemuinya itu.
"Maaf, Ayah hanya bisa memberikan ini," ucap Ayah, dimana Ayah memberikan sebuah ponsel dengan harga sekitar 3 juta rupiah.
"Terima kasih ya, Ayah," Alika langsung bergegas mengambil kado tersebut. Ia memang sangat membutuhkan ponsel, karena ponselnya sudah sangat lama tak diganti.
"Terima kasih ya, Ayah," ucap Alika sekali lagi dan langsung membuka ponsel itu, melihat-lihat fitur yang ada di dalamnya.
Adiknya mengambil ponsel itu dan mereka langsung selfie bersama. Hari ini Alika begitu bahagia berada di rumah ayahnya, ia tak menyangka ayahnya akan memberikannya ponsel.
"Ya udah, Ayah berangkat dulu ya," ucap ayah sebelum berangkat kembali ke kantor. Alika menelpon neneknya mengatakan jika ia akan menginap di rumah ayahnya malam ini dan neneknya hanya mengatakan iya untuk izin yang diminta oleh Alika.
Malam hari mereka kembali bercengkrama di ruang tengah, Alika yang sangat akrab dengan adiknya terus saja saling mengganggu dan saling mengejek jika Alika memiliki ponsel baru
Tak lama kemudian ayah mereka menghampiri keduanya dan membawa sebuah paper bag.
"Oh ya, Irsya. Ini Ayah juga sudah membeli ini untukmu," ucapnya memberikan paper bag itu kepada Irsya.
Rasa kehangatan, keharuan, kasih sayang yang ia rasakan Alika hari ini tiba-tiba buyar saat melihat apa yang diberikan ayahnya pada adiknya. Irsya mendapatkan laptop baru seharga 7 juta, padahal ini bukan lah hari ulang tahunnya. Sekalipun Alika tak pernah dibelikan barang yang dimintanya jika bukan di hari ulang tahun. Lagi-lagi rasa iri kembali menyelimuti hati gadis cantik itu, senyum yang sejak tadi terlihat di bibirnya kini kembali menghilang.
"Ayah, aku ke kamar dulu ya, aku ngantuk," ucap Alika kemudian ia pun berjalan menuju ke kamarnya. Setetes air mata kembali menetes di sudut matanya, ia merasa mengapa ia memiliki kedua orang tua. Namun, terasa tak memiliki orang tua. Mengapa orang tuanya lebih menyayangi keluarga barunya daripada dirinya. Apakah dia adalah anak yang hina karena terlahir dari hubungan mereka yang sudah berakhir.
Alika tak mau hidup seperti ini, Alika ingin hidup bahagia bersama orang tuanya, ibu kandung dan juga ayah kandungnya. Akankah ada kebahagiaan untuk Alika?
Pagi hari Alika tak mau tinggal lagi di rumah itu, ia bergegas pamitan pada ayahnya dan juga ibu tirinya.
"Loh, Nak. Kamu sudah mau pulang sekarang? Kenapa nggak nginep sehari lagi?" ucap Nensi mempertahankan agar Alika masih menginap di rumah mereka.
"Aku pulang dulu ya, Bu. Kasihan nenek jika harus membuka warung bakso sendiri, nanti jika ada waktu Alika datang lagi," ucap Alika pada ibu tirinya, mencoba untuk tersenyum walau di hatinya masih ada rasa kesal.
Ingin rasanya ia meninggalkan ponsel pemberian ayahnya. Namun, karena saat ini dia sangat membutuhkannya, ia tetap mengambilnya.
Alika kemudian keluar menghampiri ayahnya yang sedang memakai sepatu, terlihat ayahnya sudah memakai kemeja lengkap, sepertinya ayahnya itu sudah siap akan ke kantor.
"Yah! Alika pamit ya, Ayah. Alika mau pulang ke rumah nenek," ucap Alika juga menghampiri ayahnya, walau ada rasa kesal di hatinya. Tapi, ayahnya tetaplah ayahnya yang harus ia hormati.
"Iya, Nak. Hati-hati, kapan-kapan jika kamu tak lagi sibuk di rumah nenekmu datanglah ke sini menghampiri Ayah," ucapnya, kemudian ia pun berlalu keluar dari rumah.
Di dekat rumah ayahnya ada halte bis, Alika akan naik bis pulang ke rumah neneknya. Selain untuk menghemat ongkos, dia juga ingin istirahat di bis, ia bisa tiduran saat dalam perjalanan.
Semalam ia tak bisa tidur karena merasa sakit di dadanya akibat perlakuan ayahnya yamh terlihat jelas membedakan mereka.
Alika baru melangkah ingin keluar dari teras rumah. Namun, ponselnya berdering, ia pun melihat ponselnya, itu adalah pesan dari nenek yang mengatakan jika sekarang nenek sudah berada di warung bakso. Jika Alika mau pulang, langsung ke warung bakso saja.
Alika hanya menjawab "Iya."
"Irsya, ini uang belanjamu hari ini," ucap ayah saat Irsya baru akan keluar dari pintu.
Alika menghentikan langkahnya dan berbalik mendengar panggilan ayahnya dan mendengar uang jajan, ia melihat Irsya terseyum mengambil pemberian ayah mereka itu. Ia diberi 2 lembar uang 100.000. Alika kembali menghela nafas dan menghembuskannya, jelas-jelas ia juga tadi berpamitan ingin pulang. Namun, tak ada selembar pun diberikan padanya dan jelas-jelas ia tahu jika ia harus pulang dengan menggunakan kendaraan. Ingin rasanya ia protes dan mengatakam kenapa ia tak di berilan uang juga, tapi semua itu hanya bisa ia telan.
"Sudahlah, kenapa aku harus merasa sedih. Itu kan sudah biasa aku alami," ucap Alika melangkahkan kakinya menuju ke arah halte bis. Namun, belum juga sampai Irsya menghentikan langkah Alika dengan menghalangi jalannya sembari menyodorkan Helam yang di ambilnya dari jok belakang motornya.
"Dek, itu motor siapa?" tanya Alika pada adiknya yang memberikan helm padanya.
"Ya, motor aku lah, Kak. Ini baru dibelikan ayah, seminggu yang lalu," ucap Irsya membanggakan motornya pada kakaknya. Seperti biasa, Alika hanya menghela nafas mendengarnya. Sudah hampir 5 tahun ia meminta dibelikan motor pada ayah ataupun ibunya. Namun, mereka sama-sama tak ada yang memberikan motor dan sama-sama menggunakan alasan belum punya uang. Namun, apa ini. Adiknya dari ayahnya dibelikan motor sedangkan saudara tiri nya yang dari ibu kandungnya dibelikan mobil.
'Oh alangkah indahnya hidupku,' batin Alika ingin rasanya ia menjerit meneriakkan rasa kesalnya.
Alika kembali mengatur nafas agar tak terpancing emosi.
"Ya sudah, ngapain kamu di sini, sana berangkat sekolah," ucap Alika yang melihat adiknya sudah memakai seragam sekolah.
"Biar aku antar Kakak sampai halte bus dulu, kan lumayan dari pada hanya jalan kaki, ini masih jauh lo," katanya, sebenarnya Alika sangat malas untuk naik motor adiknya, melihat itu saja sudah membuatnya sakit hati. Namun, mengingat halte bus masih ada sekitar 200 meter, ia pun naik walau dengan wajah yang kaku.
"Memangnya ayah selalu memberimu uang 200.000 per harinya untuk jajan ya. Dek?" tanya Alika saat Irsya mulai memboncengnya menuju ke halte bus.
"Yang benar saja, Kak. Pasti hidupku sangat enak jika dikasih uang jajan 200.000 per harinya," jawabnya bernada Santai
"Lalu tadi aku lihat ayah memberimu uang Rp200.000 sebelum berangkat ke sekolah, itu untuk apa?" tanya Alika Untaik
"Ya, itu uang beli bensin dan uang jajanku selama beberapa hari, aku biasa minta jika sudah habis lagi," jawabnya dengan enteng.
Alika sebenarnya merasa sangat iri dan kesal pada adiknya itu karena menjadi kesayangan ayahnya. Namun, ia tak bisa menyalahkan Irsya, ia sangat baik padanya berbeda dengan Dena, saudara tiri dari ibunya. Mungkin karena memang mereka beda ayah dan ibu berbeda dengan Irsya yang satu ayah.
Irsya menghentikan motornya begitu mereka sampai di halte bus.
"Terima kasih," ucapan Alika memberikan kembali helm yang tadi dipakainya adik dan hanya mengangguk.
"Aku pergi dulu ya, Kak. Aku sudah terlambat," ucapnya kemudian melanjutkan motor barunya itu meninggalkan Alika yang hanya menatapnya dengan pandangan ke asalnya.
Baru saja ia turun dari motor Irsya di halte, bus yang ditunggu semua orang pun datang. Ia pun bergegas naik berdasak-desakan dengan penumpang lainnya.
Saat dalam perjalanan Alika tak sengaja melihat mobil baru Dena yang berhenti di lampu merah. Ia terus memperhatikan Dena dari dalam, rasa kesal kembali muncul di hatinya. Namun, ia berusaha untuk menahannya.
Alika bisa melihat jika Dena melihatnya. Alika tersenyum untuk menyapa saudara tirinya itu dari dalam bus. Namun, Dena seolah tak mengenalinya dan memalingkan wajahnya dari Alika. Nafas kembali terdengar dari mulut Alika. Seketika ia menyesal telah menyapanya walau hanya dengan senyuman.
Begitu sampai di pertigaan yang mengarah ke warung bakso neneknya, Alika pun turun dari bus. Ia berjalan menuju ke warung bakso neneknya, masih ada sekitar 300 meter, Alika berjalan pelan. Namun, tiba-tiba sebuah mobil melaju kencang ke arahnya. Itu adalah mobil Dena yang terlihat memamerkannya dan dengan sengaja ia menginjak genangan air yang tepat berada di sampingnya, membuat baju Alika menjadi basah. Alika tahu jelas jika semua itu pasti hal yang disengaja.
"Lihat saja nanti, akan kubalas kau!" teriak Alika. Namun, teriakan dan ancaman itu sama sekali tak dihiraukan oleh Dena dan terdengar suara tertawa saat mereka melewati Alika tadi.
Dari dalam mobilnya, Alika bisa mendengar jika bukan hanya Dena yang ada dalam sana.
Perasaan Alika benar-benar hancur hari ini, ia membutuhkan ketenangan diri.
Alika mengambil ponsel dan mengirim pesan kepada neneknya, mengabarkan jika hari ini dia tak bisa membantu nenek menjaga warung bakso.
"Iya, tak apa-apa, pagi tadi Nenek sengaja memanggil Bi Ati untuk membantu nenek di warung bakso. Nenek berpikir jika tadi kamu masih menginap di rumah ayahmu," jawab nenek dalam pesannya.
"Enggak, Nek. Sore nanti aku pasti pulang dan membantu nenek," jawab Alika kemudian ia pun berjalan-jalan sekedar menghilangkan rasa kesalnya dan menenangkan dadanya masih terasa sesak.
Namun, saat melewati sebuah kafe, ia melihat disana ada Dena bersama teman-temannya.
Dena terlihat sedang mengobrol dengan seorang pria dan terlihat jelas jika pria itu terus mengabaikannya. Bahkan saat akan pergi Dena terlihat menahan tangan pria itu. Namun, pria itu menepis tangannya.
Alika memicing melihat semua itu, ia kemudian mengambil salah satu kursi yang tak jauh dari mereka, tak lupa ia juga memakai masker dan menaikkan topi jaket hoodienya.
"Sayang, kamu itu kenapa sih? Aku memang salah, selama ini terlalu sibuk dan tak mengangkat panggilanmu. Tapi, bukan berarti aku tak mencintaimu, aku sibuk dengan teman-temanku, percayalah aku tak pernah selingkuh darimu, kamu satu-satunya orang yang aku cintai," ucap Dena manja.
Alika mendengar semua yang Dena ucapkan pada pria itu. Bisa Alika tebak jika pria itu pasti kekasihnya.
"Sudahlah, jika memang kamu malas menjalin hubungan denganku, kita akhiri saja hubungan ini," ucap pria itu kembali ingin melangkah pergi, tapi Dena kembali menghentikannya.
"Kenzie, aku mohon!! Ini tak seperti yang kau pikirkan. Baiklah aku akan merubah segalanya, beri aku satu kesempatan lagi, aku takkan pernah mengabaikan teleponmu, aku akan selalu ada saat kau membutuhkanku," ucap Dena bernada memohon..
"Baiklah. Aku memaafkanmu kali ini. Kalau begitu, aku pergi dulu, aku sedang adalah pekerjaan," ucap pria tersebut kemudian Alika melihat jika mereka kembali berbaikam.
Alika meresa kecewa, tadinya ia ingin melihat mereka bertengkar sampai mereka putus.
Pria itu pun meninggalkan Dena. Begitu pria itu sudah keluar dari cafe, senyum terbit di bibir Dena dan saat pria itu sudah masuk ke dalam mobil dan meninggalkan parkiran cafe tersebut, ketiga temannya begitu juga dengan Dena langsung tertawa terbahak-bahak.
"Kalian lihat kan, hanya merayu begitu saja, dia kembali memaafkanku," ucap Dena membuat teman-temannya mengacungkan jempol padanya.
"Ya udah, malam ini kita jalan kemana pun yang kalian inginkan."
"Kamu yang teraktir lagi dong," ucap salah satu dari mereka.
"Boleh, tenang aja ibu memberiku uang satu juta saat ulang tahunku kemarin, kita akan habiskan itu bersama-sama," ucap Dena membuat ketiga temannya langsung bersorak.
"Kalau kamu tak mencintai Kenzie, kenapa kamu masih menahannya?" tanya salah satu lagi dari mereka.
"Siapa bilang aku tak mencintainya, aku sangat mencintainya, tapi aku masih ingin bersenang-senang dengan kalian, nanti lah jika aku sudah puas dengan kalian aku akan serius bersama dengannya. Apa kalian tahu, Kenzie bahkan pernah mengajakku untuk menikah. Namun, aku meminta waktu, jadi tenang saja dia pasti tak akan berpaling dariku dan menunggu sampai aku siap untuk menjadi istrinya," ucap Dena dengan pedenya.
'Baiklah kita lihat, apakah jika aku menggoda kekasih kamu itu, kamu masih bisa tertawa seperti hari ini, aku pastikan calon suamimu itu akan menjadi suamiku,' batin Alika.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!