Seorang wanita dewasa memasuki sebuah club malam tempat biasanya ia melepas penat setelah seharian bekerja. Dengan dress merah darah diatas selutut ia menghampiri meja bar dan menyuruh seorang barista menyiapkan minuman yang biasa ia pesan yaitu segelas wine. Matanya memperhatikan sekeliling club yang dipenuhi banyak pasangan saling bercumbu tanpa memperdulikan sekitarnya, ia hanya berdecih.
Meskipun memang ia seringkali pergi ke club malam namun itu hanya sekedar merilekskan diri dengan menenggak minuman alkohol, ia tak berminat sama sekali melakukan hubungan seksual dengan para lelaki bejat yang berada disini.
"Hai Nona, sendirian saja. Boleh aku temani?" Wanita itu menoleh, melihat seorang pria tampan yang kemejanya berwarna abu-abunya terlihat berantakan. Ia memalingkan wajahnya.
"Tidak usah."
"Sombong sekali kau Nona." Wanita itu tak menanggapi hingga laki-laki itu pergi meninggalkannya.
Ia meraih segelas wine yang ia pesan dan langsung menggaknya tanpa ada rasa curiga pun, seorang pria yang sempat menyapanya menyeringai ketika perempuan itu meminum segelas wine yang ternyata sudah dicampur obat perangsang oleh pria itu.
"Lihat saja nona, permainan akan segera dimulai." Pria itu segera menghampiri perempuan yang hampir saja limbung namun langsung ditahannya.
"Malam ini kita akan bersenang-senang." Seringaian itu terlihat begitu menyeramkan.
Belum sempat ia membopong tubuh wanita ber-dress merah darah itu, tiba-tiba saja ada yang menahannya. Nampak seorang pria yang terlihat masih sangat muda, ia berdecih.
"Hei bocah, jangan ganggu kesenanganku."
"Lepaskan dia."
"Apa urusannya denganmu hah!?"
"Dia pacarku, lepaskan!!" Laki-laki itu terlihat sangat marah, tanpa aba-aba ia melayangkan tangannya meninju wajah pria itu.
"Berani-beraninya kau bocah!!" Pria itu ingin membalas namun telat ketika pria muda itu dengan mudahnya mengelak, pria muda itu memelintir tangan si pria dan dengan kekuatan penuh ia menendang perut pria itu hingga mulut dan hidungnya mengeluarkan darah.
"Cepat kau pergi!! atau mau aku tambah hah?!!" Pria itu menatap sengit bocah yang telah berani mengganggunya, dengan jalan yang terseok-seok. Sambil memegangi perutnya ia beranjak pergi meninggalkan wanita yang kini pingsan bersama si bocah itu.
"Tunggu saja pembalasanku." Gumamnya.
Pria muda itu menggendong wanita ber-dress merah darah, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sejujurnya ia bingung mengapa ia bisa menolong wanita yang tak ia kenali ini, ia tadi memang melihat wanita ini sepertinya tidak mau diganggu oleh pria yang ia hajar tadi namun karena merasa tidak tega ia menolongnya.
"Duh mesti gue bawa kemana nih? mana dia masih tak sadarkan diri lagi." Gumam pria muda itu.
Akhirnya ia membawa wanita itu ke mobilnya, pria muda itu mengemudikan mobilnya menuju apartemen miliknya. Ia membopong wanita itu memasuki kamarnya dan membaringkannya dengan hati-hati. Baru saja ia ingin beranjak pergi meninggalkan wanita itu, namun langkahnya terhenti ketika sebuah tangan menahannya.
Ia terhuyung menimpa wanita itu ketika tarikan itu tiba-tiba terjadi dan tanpa aba-aba ia merasakan benda basah nan kenyal ******* bibirnya dengan kasar dan penuh nafsu.
"Aku gak tahan lagi." Wanita itu menanggalkan semua pakaiannya menyisakan bra dan celana dalam berwarna merah darah membuat pria muda itu meneguk ludahnya susah payah.
Ia menggeleng, menghapus semua pikiran kotor itu dan dengan cepat ia beranjak. namun lagi dan lagi tertahan ketika seseorang memeluknya, wanita itu berbisik tepat ditelinganya membuatnya merinding seketika antara takut dan menahan sesuatu yang terasa sesak didalam sana.
"Jangan pergi, aku membutuhkanmu." Lirih wanita itu.
Belum sempat ia menjawab namun bibirnya kembali dibungkam dengam ciuman yang sangat panas dan tergesa-gesa.
Didalam sana ia berperang batin, namun nafsu tetaplah nafsu. Pria mana yang tak akan menolak wanita yang menyerahkan dirinya meskipun dalam keadaan mabuk sekalipun.
Akhirnya semuanya terjadi, kesalahan satu malam berujung sebuah status yang menjadi penyesalan.
Sinar matahari menyembul malu-malu melalui celah gorden sebuah kamar yang terdapat dua insan yang masih terlelap akibat pergulatan beberapa jam lalu. Seorang wanita menguap lebar sambil mengerjapkan matanya berkali-kali mencoba menyesuaikan penglihatannya terhadap sinar mentari yang menyapa.
Ia mengernyit memperhatikan setiap sudut ruangan yang nampak asing baginya, pandangannya beralih kesamping tepatnya kearah seorang pria muda yang masih bergelung nyamannya. Wajahnya terlihat begitu polos dan damai, entah mengapa hatinya merasa tenang melihat wajah polos itu.
Tapi tunggu dulu...
Ia hampir saja memekik saat menyadari bahwa tubuhnya polos tanpa sehelai benangpun yang melekat ditubuhnya, begitupun pria yang ada disampingnya itu. Ia memperhatikan sprei putih yang terdapat noda darah, area intimnya pun terasa sangat perih.
Dengan pelan-pelan ia beranjak memunguti pakaiannya dan memakainya cepat, ia menoleh sekilas melihat pria itu lagi. Dengan cepat ia bergeges keluar dari kamar, ia mencoba membuka pintu apartemen namun sialnya pintu itu menggunakan kode dan sidik jari.
Bagaimana caranya ia bisa keluar jika begini? Ia mencoba mengutak-atik kode pintu ini namun lagi dan lagi sial yang menyapanya karena semua kode yang ia coba salah semua, ia menggeram kesal.
"Mau kemana?" Sebuah suara mengintrupsi kekesalannya.
"Buka pintunya gue mau keluar." Tanpa memandang lawan bicaranya ia berucap.
Pria itu mendekat membuat ia memundurkan langkahnya, pria itu terkekeh melihat tingkah wanita didepannya.
"Jangan takut begitu, bukankah semalam kamu yang bersikap agresif eh?"
"Apa yang lo inginkan dari gue? belumkah lo puas sudah memperkosa gue semalam?" Ucapan wanita itu membuat pria didepannya terkekeh.
"Memperkosa ya? Bukankah kamu yang memintaku menolongmu dari gairahmu yang menggebu-gebu itu, kenapa sekarang kamu malah menyalahkanku bahwa aku memperkosamu? Kucing mana yang tak akan tergiur jika disodorkan sepiring ikan asin. Begitupun juga aku yang akan tergoda waktu kamu membuka bajumu dengan gaya sensual." Wanita itu menutup telinganya, ia enggan mendengarkan ucapan pria didepannya.
"Sudah cukup!!! Lo tidak perlu banyak bicara, buka saja pintunya dan gue akan melupakan kejadian ini." Pria itu semakin mendekat membuat wanita itu memundurkan langkahnya hingga punggungnya terbentur pintu.
"Sayangnya aku tidak akan mungkin melupakan kejadian panas kita beberapa jam yang lalu." pria itu menunjukan smirknya.
"Buka atau gue akan melaporkan lo ke kantor polisi karena telah memperosa gue!!"
"Silahkan saja jika kamu mau disangka orang gila, karena pasti itu akan mempermalukan dirimu sendiri." Wanita itu geram, ia memejamkan matanya sejenak kemudian kembali menatap pria didepannya.
"Oke, apa mau lo?"
"Menikahlah denganku, aku akan bertanggung jawab atas apa yang sudah kuperbuat malam itu." Mata wanita itu membola mendengarnya.
"Untuk apa lo bertanggung jawab? gue sama sekali tidak hamil."
"Tidak ada yang menjamin bahwa kamu nantinya tidak akan hamil karena semalam aku tidak memakai apapun itu, kita bersentuhan secara langsung tanpa pengaman."
"gue tidak perduli akan hal itu, gue tidak mengenal lo. Jadi untuk apa lo bertanggung jawab? Sekarang begini saja, lo bukakan gue pintu ini. Gue akan pergi dan lo tidak perlu bertanggung jawab, urusan selesai. Bagaimana?" Pria itu berdehem pelan, ia mengulurkan tangannya membuat wanita itu mengernyitkan dahinya.
"Fardanu Satya Aji, sudah mengenal bukan? Jadi biarkan aku bertanggung jawab." Wanita itu mendesah kesal, ia mencoba menahan amarah yang akan meledak saat ini juga. Mengapa pria ini sangat keras kepala sekali sih?
"Oh ayolah kenapa lo keras kepala sekali? Lepaskan saja gue dan lo akan terbebas akan semua tanggung jawab itu!"
"Aku tidak mau akan hal itu, justru aku ingin mengikatmu dalam sebuah hubungan pernikahan."
"Sudah cukup bicaramu, saya tidak berniat menikah dengan kamu. Sekarang lepaskan saja saya." Ia mulai jengah dengan kekeras kepalaan pria didepannya.
"Aku akan membiarkanmu pergi setelah kamu menyetujui apa yang aku inginkan."
"Tolong bukakan saja pintu itu, gue tidak mau menikah dengan lo. Mengertilah akan hal itu!!"
"Aku juga tak mau tau, kamu harus menikah denganku." Oke baiklah, sepertinya ia harus bermain drama terlebih dahulu.
"Oke.. oke .. gue mau, sekarang bukakan pintunya." Ia mempunyai rencana bahwa ia tidak akan pernah muncul lagi dihadapan pria ini supaya ia tidak harus menikah dengan pria asing dihadapannya ini.
"Aku antar kamu pulang." what the...hell...
"Tidak perlu, gue bisa pulang sendiri."
"Kamu tidak berniat kabur bukan?" Pria itu memicingkan matanya
"Oke cepatlah."
Mereka keluar dari apartemen dengan jalan bersisian, wanita itu menjaga jarak dari pria disampingnya.
"Ngomong-ngomong aku belum tau namamu, siapa namamu?
"Nada." Singkatnya.
"Nama yang bagus." Nada tak menggubris ucapan pria itu.
Mereka keluar dari lift menuju parkiran apartemen, seketika Nada tercengang kagum ketika pria disampingnya ini mengajaknya masuk ke dalam sebuah mobil mewah. Oke cukup Nada, tak usah terpukau karena kau juga orang kaya.
"Butuh bantuan?" Pria itu bersuara ketika Nada kelihatan kesusahan memakai selt belt nya.
"Tidak per-.." Ucapan Nada terhenti ketika pria disampingnya mendekatkan wajahnya untuk memasangkannya selt belt, sejenak Nada menahan nafasnya karena jarak wajah mereka berdua sangatlah dekat.
cup
Nada mengerjap, barusan tadi itu apa? Pria ini menciumnya tanpa bilang-bilang terlebih dahulu padanya. Belum sempat Nada melayangkan protesannya, pria itu membuka suaranya.
"Mulutmu terbuka lebar jadi aku hanya membantumu menutupnya saja." Ucap pria itu santai.
Brengsek!! Umpat Nada, namun sayangnya itu hanya bisa ia lakukan didalam hatinya saja.
Mereka tiba disebuah rumah mewah milik Nada, Pak Barjo selaku satpam di rumah Nada langsung membukakan pintu gerbang ketika Nada membuka sedikit kaca mobilnya, Nada langsung turun dan memasuki rumahnya tanpa menunggu pria itu yang baru saja keluar dari mobilnya.
"Hei tunggu!!"
"Lebih baik lo pulanglah, gue sedang tidak ingin diganggu."
"O-oke baiklah, tapi ingat perjanjian kita tadi."
"Ya gue tidak akan lupa, sekarang pergilah!!" Usir Nada.
Pria itu menghela nafasnya dan memasuki mobillnya lalu menjalankan kendaraan mewahnya meninggalkan rumah Nada.
Nada memasuki rumahnya sambil mengacak-acak rambutnya kasar, umpatan demi umpatan keluar begitu saja di bibir sexy-nya. Sial sekali hidupnya ini, jika tau ia akan tidur bersama pria gila tadi dan malah mengajaknya menikah lebih baik sekalian ia ditiduri pria berhidung belang yang tak akan mungkin bertanggung jawab akan hilangnya mahkotanya yang selama ini telah ia jaga sebaik-baiknya.
"ARGGGHHH SIAAALLLLL!!!"
"Nada ada apa?" Seorang pria paruh baya muncul menghampiri Nada.
"Oh? Nada hanya kesal Pa, kerjaan Nada akhir-akhir ini lagi banyak. Maaf ya Nada tadi malam harus lembur jadi gak sempet pulang." Bohong Nada, tidak mungkinkan jika dia berkata jujur tentang malam penuh kesalahan itu?
"Iya tidak apa-apa, sekarang sana masuk ke kamarmu dan istirahatlah. Kamu perlu istirahat yang banyak."
"Iya Pa, oh iya Papa mau kemana?" Nada meneliti penampilan Papanya yang pagi ini begitu rapi.
"Papa akan meeting dengan klien, kamu tunggu di rumah saja. Jangan keluyuran lagi, Papa akan segera kembali."
"Nada gak keluyuran Pa."
"Iya.. Iya.. Ya sudah, Papa pamit dulu.'
Nada memasuki ruang kerjanya dengan wajah kusutnya, Andini salah satu sahabat Nada yang bekerja ditempat yang sama pun bingung melihat wajah kusut sahabatnya. Ia menghampiri meja Nada dan menepuk bahu wanita itu, Nada yang pada dasarnya pikirannya entah melayang kemanapun tersentak kaget.
"L-lo ngagetin gue aja."
"Ya habisnya lo ngelamun gak jelas gitu, emang apa sih yang lo pikirin?" Andini mendudukan dirinya disamping Nada.
"Enggak apa-apa, gue cuma pusing aja mikirin kerjaan yang gak ada kelar-kelarnya." Andini tak percaya dengan ucapan Nada namun ia hanya mengangguk mengiyakan, ia tau kalau Nada pun butuh privasi.
"Nada.." Nada dan Andini menoleh kearah sumber suara, terlihat Erik salah satu temannya yang berada didivisi yang sama dengan mereka.
"Kenapa Rik?"
"Lo dipanggil Pak Wira tuh." Helaan nafas Nada nampak gusar, ia mengangguk tak semangat lalu beranjak untuk memasuki ruangan Pak Wira.
'Tok..Tok..Tok..'
"Masuk!"
Nada mendorong pelan pintu ruangan berwarna coklat itu, ia langsung menghampiri meja yang terdapat seorang pria dewasa dengan wajah tampan dan rahang tegas tengah menatap beberapa berkas ditangannya.
"Bapak manggil saya? Ada apa Pak?" Pak Wira menatap Nada sekilas.
"Laporan yang saya minta kemarin mana?" Tanya Pak Wira tanpa menatap Nada.
Tubuh Nada gelisah seketika, oh ya ampun dia belum menyelesaikan laporan yang diminta Pak Wira. Kenapa ia bisa selupa itu sih? Ini semua gara-gara kejadian tak terduga kemarin hingga ia lupa akan pesan yang Pak Wira kirimkan agar segera menyelesaikan laporan yang atasannya itu minta.
"Belum Pak." Cicit Nada, Pak Wira menaruh berkasnya lalu menatap Nada.
"Belum?" Suara dingin itu menyentak Nada.
"Sudah berapa kali saya ingatkan agar kamu menyelesaikan laporan yang saya minta, apakah kamu tidak mendengarkannya? Sekarang kamu malah bilang belum menyelesaikan laporannya? Kalau memang ada urusan pribadi yang mengganggumu tolong dipending dulu karena disini kita sama-sama bekerja bukan malah sibuk memikirkan segala urusan pribadi di rumah!!"
"Maaf Pak, saya-.."
"Sudahlah silahkan kamu keluar, dan ingat selesaikan laporan kamu hari ini juga. Saya tunggu." Nada mengangguk lesu.
"Baik Pak."
Nada keluar ruangan dengan wajah lesunya, membuat beberapa teman divisinya menatap Nada heran. Ada apa dengan Nada? Tumben sekali wajahnya kusut begitu setelah keluar dari ruangan Pak Wira, apa jangan-jangan dia kena semprot Pak Wira ya? Ah tidak mungkin karena diantara mereka hanya Nada yang tidak pernah kena semprot karena pekerjaan Nada selalu saja benar dan tepat waktu sekali.
"Kenapa tuh muka kusut banget?" Tanya Andini setelah Nada duduk dibangkunya.
"Gue habis kena semprot Pak Wira nih, soalnya gue lupa belum bikin laporan yang dia minta." Lesu Nada.
"Wow seorang Nada lupa bikin laporan? Tumben amat lo." Nada mendengus mendengarnya.
"Maklum aja sih, gue juga cuma manusia biasa yang gak bisa luput dari rasa lupa dan salah."
"Iya juga sih, tapikan tumbenan amat."
"Udah.. Udah.. daripada gue ngeladenin lo mending gue ngerjain laporan yang diminta Pak Wira. Husss sana lo balik ke meja lo aja, gak usah ganggu gue." Usir Nada membuat Andini mendengus dan langsung menuju kubikelnya.
Nada mengetik laporannya sesekali memijit kepalanya yang pusing, sebenarnya ia merasa kurang enak badan namun ia harus memaksakan mengerjakan laporan yang diminta Pak Wira agar atasannya itu tak lagi memarahinya.
"Huuuuh, akhirnya..." Nada tersenyum puas melihat laporan yang telah ia ketik, tinggal diprint terus ia akan memberikannya kepada Pak Wira.
'Tok..Tok..Tok..'
"Masuk."
"Pak ini laporan yang Bapak minta." Nada menyerahkan laporan yang beberapa jam ia kerjakan, Pak Wira menerima laporan itu dan menatap wajah Nada yang terlihat sedikit pucat.
"Kamu sakit?" Nada mengerjap.
"Oh? Eh saya gak apa-apa kok Pak, saya cuma merasa kurang enak badan aja hari ini."
"Ya sudah, kamu boleh keluar. Tapi kalau badan kamu semakin kurang sehat lebih baik kamu izin saja, saya tidak mau karyawan saya kenapa-napa." Nada mengangguk, tumben sekali Pak Wira memperhatikan karyawannya.
"Ya sudah kalau begitu saya permisi Pak." Belum sempat Nada memegang kenop pintu, Pak Wira kembali bersuara.
"Ehm Nada.."
"Iya Pak?"
"Malam ini kamu ada acara?" Meskipun bingung Nada tetap menjawab dengan gelengan kepalanya.
"Gak ada, ada apa ya Pak?"
"Nanti malam bisa temani saya?" Nada mengernyit.
"Kemana ya Pak?"
"Ke pernikahan teman saya."
"Kenapa harus saya ya Pak?" Tanya Nada bingung.
"Kamu tidak mau menemani saya?"
"Bukan gitu Pak, saya mau kok hanya-.."
"Ya sudah kamu boleh keluar, nanti saya jemput kamu jam 7 malam." Potong Pak Wira cepat.
"Baik Pak." Nada beranjak keluar.
Sebenarnya ia merasa heran kenapa tiba-tiba Pak Wira mengajaknya menemani pria itu ke pernikahan salah satu teman pria itu, namun ia sebagai karyawan hanya bisa apa jika tidak menuruti. Walaupun sebenarnya jika mereka diluar mereka bukan lagi sebagai atasan dan bawahan, namun ia juga harus menghormatinya meskipun diluar jam kantor.
Jujur saja sebenarnya Nada memiliki perasaan kepada Pak Wira, siapa coba yang tak akan menyukai seorang pria tampan dengan tubuh atletis dan juga pria itu menjabat sebagai bagian penting dalam perusahaan. Mengingat usia pria itu baru menginjak usia 30 tahun ditambah status lajangnya. Mungkin semua wanita lain akan dengan terang-terangan menyerahkan tubuhnya kepada pria itu kecuali Nada tentunya, karena Nada hanya bisa menyukai atasannya itu dalam diam. Waktu Pak Wira tiba-tiba menanyakan apakah malam ini dia ada acara atau tidak Nada rasanya sangat senang, ditambah ia tau bahwa pria itu akan mengajaknya datang ke acara pernikahan salah satu temannya. Rasanya Nada ingin jingrak-jingkrak kesenangan saja saking senangnya.
Nada keluar dari ruangan Pak Wira dengan senyum yang mengembang, membuat Andini yang melihat ekpresi Nada dibuat heran. Tadi saja wajahnya kusut, tapi lihatlah sekarang wajah sahabatnya itu sangat cerah secerah sinar mentari.
"Kayaknya lagi seneng nih ya? Ada apa sih? Dapet bonus dari bos?" Nada menghampiri Andini dan mendudukan dirinya disamping wanita itu.
"Lo tau gak kalau nanti malem Pak Wira ngajakin gue ke pernikahan temannya coba, mimpi apa gue semalem? Ini tuh lebih wow daripada dapet bonus." Mata Andini melebar.
"Hah!? Serius lo!!?" Tanpa sadar Andini berteriak membuat semua yang berada diruangan itu menatap Nada dan Andini heran.
"Jangan kenceng-kenceng bisa kali, gue ngomongnya berbisik lo malah teriak ngalahin toa di masjid."
"sorry, habisnya gue kaget." Ringis Andini.
"Seneng banget deh gue."
"Gue ikut seneng dengernya, lo udah seneng sama doi sejak lama dan baru sekarang si doi ngajakin lo jalan."
"Bukan jalan, tapi nemenin dia."
"Iya.. Iya, sama aja sih. Good luck ya, semoga dia cepet nembak lo. Gue tunggu pajak makannya." Nada mengangguk ceria.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!