Selamat datang di karya kedua Author"-"
Yang sudah mampir, please take the time to like and comment.😊
🍒 Happy reading 🍒
...***...
Sepasang kaki jenjang melangkah keluar dari Airport. Suara sepatu heels nya membuat perhatian semua orang disana tertuju padanya. Ditangan sebelah kirinya tengah menggandeng seorang anak kecil dengan permen lolipop yang menempel dimulutnya seolah dia takut kehilangan permen itu.
Semua orang terkagum melihat ibu dan anak itu. Mereka terlihat sangat keren dan bahkan kebanyakan dari orang disana lebih memusatkan perhatiannya pada anak laki-laki itu. Namun, mereka berdua tidak perduli, karena mereka sudah terbiasa menjadi pusat perhatian.
"Mom, apakah ini tempatnya?" Anak laki-laki kecil itu bertanya dan menengadah melihat Mommynya dengan mata biru cerahnya yang lucu dan membuat Khatleen tidak bisa menahan senyumnya.
"Iya." Khatleen mengangguk sambil melihat ke sekelilingnya. Taksi yang dia pesan secara online ternyata sudah menunggunya. Sopir melambaikan tangan padanya saat melihat keberadaan mereka. Kemudian sopir itu turun dan membantu mengangkat barang bawaan mereka masuk kebagasi mobilnya.
Saat mobil melaju keluar dari bandara, Mata Khatleen membaca papan nama yang mana memiliki tulisan,
...WELCOME BACK TO IBU KOTA...
Ya, dia disambut kembali ke tanah neraka yang telah dia coba tinggalkan sebelum melarikan diri untuk hidupnya.
Dia sama sekali tidak memimpikan untuk kembali kekota ini lagi. Namun, dia terpaksa kembali lagi karena rencana takdir yang sudah tertulis untuknya.
...THREE YEARS AGO...
"Khatleen, apa kamu sudah selesai?" Nadia berteriak padanya dari tempat duduknya. Rambutnya diikat dengan gaya kuncir kuda dan ditangannya ada sekantong keripik kentang. Nadia sedang menonton film dengan sangat serius dan terkadang dia berteriak saat melihat adengan yang memicu adrenalinnya.
"Iya, aku hampir selesai. Aku hanya perlu memperbaiki ini dan itu." Khatleen berkata dan kemudian dia bersenandung.
Dia akan pergi ke suatu tempat yang sangat penting makanya dia sedikit terburu-buru. Dia berdiri didepan sebuah cermin, memandangi dirinya dengan penuh kebahagiaan, dia mengenakan gaun merah dengan rambut ditata disamping sehingga membuatnya terlihat klasik.
Orang-orang percaya bahwa warna merah mampu menarik perhatian semua orang terutama kaum pria. Dia akan mencoba untuk menarik perhatian calon suaminya. Tidak lupa juga Khatleen mengoleskan lipstik merah menggoda dibibir tebalnya.
Kalau saja bukan temannya yang memaksanya untuk memakai riasan, mungkin dia tidak akan mau repot-repot melakukannya. Khatleen mengambil ponselnya, dia ingin menghubungi tunangannya namun sayangnya nomornya tidak dapat dihubungi.
"Aku ingin tahu apa yang salah kali ini. Kuharap dia tidak marah." Khatleen bergumam dan mengenakan sepatu heels hitamnya sebelum meninggalkan ruangan tersebut.
Ketika dia sampai di ruang tamu, Nadia melihat wajah nya dan dia tidak bisa menahan geli.
"Oh oh oh. Kamu terlihat luar biasa, sahabatku." Nadia memujinya.
"Menurutmu? Apa ada kesalahan dalam pakaianku?Bagaimana menurutmu?" Khatleen bertanya dengan penuh semangat. Nadia menggelengkan kepalanya, dia berdiri sambil mengacungkan jempolnya.
"Khatleen, kamu harus tenang. Dia adalah manusia dan dia adalah tunanganmu. Jangan gugup. Lagipula, ini bukan pertama kalinya kamu bertemu dengannya. Tapi, kamu selalu segugup ini, sudahlah. Dialah yang mengundangmu dan kamu harus membuatnya terkesan, jangan takut karena dia bukan monster." Nadia menyemangati temannya yang konyol itu.
"Kau tahu aku sudah lama tidak melihatnya. Kau tahu sendiri aku ini sibuk dan dia juga tidak banyak bicara padaku. Bagaimana jika dia ingin putus denganku atau meminta yang lainnya?" tanya Khatleen pada Nadia.
Nadia menyentil dahi Khatleen dan melingkarkan lengannya dibahu Khatleen lalu menjawab.
"Jangan khawatir. Pergilah ke sana dan jadilah dirimu sendiri, hanya itu yang harus kau lakukan."
"Baiklah, tidak masalah. Aku akan menemuimu nanti."
"Selamat tinggal." Nadia melambaikan tangannya dan Khatleen pergi meninggalkan rumah.
"Serial ini semakin membosankan dari yang kukira." Nadia bergumam dan kemudian menjatuhkan pantatnya disofa.
...***...
Khatleen melihat sekali lagi alamat yang dikirim oleh tunangannya. Sepertinya ini sebuah hotel. Dan hotel ini bukan sembarang hotel, hotel ini adalah hotel yang terkenal dikotanya.
Khatleen mengalihkan pandangannya keluar jendela mobil, disana banyak sekali toko-toko dan orang-orang yang berlalu lalang. Khatleen berpikir bahwa dia harus tiba tepat waktu. Jadi, Khatleen menambah kecepatan mobilnya.
Setelah lima belas menit perjalanan, akhirnya dia tiba disebuah hotel mewah. Sebelum Khatleen keluar dari mobil, dia berkaca sebentar untuk memastikan penampilan nya. 'Cantik'. Setidaknya kata itu mampu membuatnya lebih percaya diri, meski dia dibandingkan dengan wanita diluar sana, dia bukanlah apa-apa.
Khatleen keluar dari mobilnya dengan tas hitam ditangannya. Diarea parkir sudah banyak berjejer mobil-mobil bermerek. Khatleen tidak mau menghabiskan waktunya untuk mengagumi kemewahan tersebut. Dia pun bergegas masuk menuju receptionist.
"Hello." Khatleen menyapa wanita receptionist.
"Hi, welcome Miss. Can I help you?"
"My name is Khatleen. Tunangan saya sudah memesan kamar di sini..."
"Bisakah saya minta fotonya?" Resepsionist itu bertanya dan Khatleen pun menyerahkan apa yang dimintanya.
"Oh, Miss Khatleen. Benar dia sudah memesan kamar, ini kunci kamar Anda."
Khatleen mengambil kunci itu sambil tersenyum dan meninggalkan area resepsionis. Saat sampai di kamar hotel, dia melihat nomor 24 dan masuk tanpa berpikir panjang, tetapi satu hal yang tidak dapat dijelaskan olehnya; kenapa pintunya sudah terbuka? Mungkin tunangannya sudah tiba sebelum dia datang dan ruangan itu sangat gelap sehingga Khatleen berpikir mungkin saja listrik padam.
Khatleen meraba-raba dinding, akhirnya dia menemukan saklar lampu. Namun, setelah ditekannya, saklar tersebut tidak berfungsi sehingga dia memilih duduk ditepi tempat tidur. Kemudian Khatleen merogoh ponselnya dan menekan nomor tunangannya, tetapi lagi dan lagi tidak dapat dihubungi.
Saat menunggu di kamar tersebut, tiba-tiba pintu terbuka dan terdengar langkah kaki seseorang masuk. Khatleen berdiri dengan cepat, dia tidak dapat melihat siapa itu namun jantungnya berdegub dengan kencang.
"Miles, apakah itu kamu?" Khatleen bertanya dengan lemah lembut.
"Hmm." Khatleen mendapat jawaban yang dia pikir berasal dari tunangannya.
"Oh. Aku sudah berusaha mencari tombolnya..."
Sebelum dia menyelesaikan ucapannya, Khatleen tiba-tiba ditarik ke pelukan pria itu yang dia yakini sebagai tunangannya sendiri dan dia dicium dengan ganas. Ponsel ditangannya jatuh tertelungkup diatas kasur sehingga membuat redup cahaya dari ponsel tersebut.
Khatleen didorong paksa ke tempat tidur tetapi dia sama sekali tidak memberontak karena dia pikir dia akan memberikan apa yang calon suaminya inginkan. Termasuk memberikan kehormatannya. Mungkin ini adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya.
...BACK TO THE PRESENT...
"Madam, Kita sudah sampai." Suara sopir itu menyadarkan Khatleen dari lamunannya.
Dia dengan cepat berkedip dan keluar dari negeri kenangannya.
"Oh, begitu. Terima kasih. Daemon, sini, biarkan aku memegang tanganmu." Khatleen berkata dan membawa bocah laki-laki itu keluar dari mobil.
Sopir taksi itu pergi ke bagasi dan membawakan barang bawaan mereka sebelum dia pergi.
"Kenapa kamu tidak membayarnya, Mom?"tanya Daemon.
"Karena aku sudah membayarnya lewat aplikasi. Jadi, tinggal tunjukkan buktinya saja dan selesai." Khatleen menjawabnya kemudian dia menarik tangan anaknya untuk masuk ke sebuah rumah yang sedikit sederhana.
Rumah itu terletak ditengah-tengah rumah lainnya. Selain itu lingkungannya juga terlihat sangat alami dan sangat menenangkan jiwa.
Saat sampai didepan pintu, Khatleen dikejutkan dengan kedatangan seorang wanita gemuk.
"Hello." Khatleen melambaikan tangannya.
"Kamu pasti Khatleen, kan?" Wanita itu bertanya sambil memperhatikan penampilan Khatleen dari atas sampai bawah.
"Iya, benar." Khatleen menjawabnya.
"Bagus. Aku disini untuk menyambut mu karena sebelumnya Nadia sudah memberitahu ku perihal kedatangan mu kesini. Ini kuncinya." Wanita itu menyodorkan kunci dari apartemen itu.
"Terima kasih, Madam." Kata Khatleen sambil tersenyum mengambil kunci itu.
"Apakah anak kecil ini putramu? Wah, dia terlihat sangat imut dan tampan. Dia mengingatkanku pada seseorang yang pernah kulihat saat itu, tapi, siapa namamu, Nak?" tanya wanita gendut itu sambil membungkuk mensejajarkan tinggi badannya.
"My name is Daemon Farekhsi Demico. You can call me Daemon. Dan aku bukan anak kecil." Daemon menjawab dan kemudian dia cemberut tanda dia tidak setuju dengan panggilan wanita gendut itu. Wanita gendut itu tertawa riang kemudian dia mengusap kepala Daemon lembut.
"Baiklah, semoga kalian betah disini."
"Terima kasih, Madam."
"Sama-sama, sayangku. Jika kamu butuh sesuatu atau jika ada masalah seperti yang tercantum dalam kontrak, hubungi saja aku, rumahku tidak jauh dari sini kamu bisa berjalan kaki dari sini. Coba lihat disana." Wanita itu menarik Khatleen dan menunjuk ke sebuah rumah yang desainnya mirip dengan miliknya yang memang tidak jauh sama sekali.
"Baiklah Madam. Tidak masalah. Kami akan masuk sekarang. Terima kasih." Khatleen menghargai wanita itu dan dia pun buru-buru membawa putranya masuk kedalam rumah.
Dia sudah sangat lelah, maka dari itu dia tidak bisa berlama-lama lagi untuk mendengar kan ocehan dari wanita itu.
Desain interior rumah itu sangat fantastis.
Meski ruang tamunya tidak begitu luas namun, masih cukup nyaman dipandang mata. Dapurnya hanya berjarak sepuluh langkah dari ruang tamu dan dibuat saling berhadapan dengan ruang tamu. Didapur juga terdapat meja makan dan beberapa alat dapur lainnya.
Lalu ada lorong pendek yang disamping kiri dan kanannya memiliki dua atau tiga kamar. Yang satu miliknya, dan yang satu lagi kamar Daemon. Dan kamar satunya akan dijadikan gudang.
Warnanya tidak terlalu gelap dan juga tidak terlalu ringan, Nadia sangat pandai memilih warna sehingga dia bisa tampil dengan warna yang serasi dan 'Wow' kapan saja.
"Mom, aku ingin melihat kamarku." Daemon menyenggol tubuh Khatleen dan langsung menarik tangan Mommynya masuk ke kamarnya. Ketika mereka membuka pintu, Daemon menjerit dan berlari ke koleksi mainannya. Khatleen bertanya-tanya apakah putranya masih menyadari bahwa ada barang lain yang lebih baik dari koleksi mainannya di kamar itu.
"Lihat Mom, mainan Captain America favoritku." Daemon menunjukkannya pada Mommynya dengan sangat bahagia.
"Yah, kamu harus berterima kasih kepada Nadia karena telah membelikan semua ini untukmu. Beristirahatlah, Nak. Kita akan pergi dan mengunjunginya nanti malam."
Khatleen menyuruh putranya untuk beristirahat dan dia pun pergi mengemasi barang-barang mereka. Dia tidak punya waktu untuk membongkar semuanya.
Dia hanya mengemasi barang-barang yang sekiranya mereka butuhkan. Seperti bahan makanan dan beberapa makanan ringan lainnya.
"Daemon, kalau kamu belum tidur kemarilah. Ada makan makanan ringan disini." Khatleen berteriak memanggil anaknya. Dan putra kecilnya berlari keluar. Mereka memiliki selera yang sama dan sama-sama menyukai Makanan ringan. Kalau seandainya Daemon tidak mau menurutinya, Khatleen cukup menyogoknya dengan makanan ringan.
Sambil mereka menikmati makanan itu, mereka sekalian beristirahat diatas kasur santai ruang tamu.
Setiap Khatleen memejamkan matanya, dia akan teringat kembali pada malam itu.
Setelah tiga tahun dia meninggalkan kota ini, tapi sekarang dia kembali lagi kekota ini.
'Apa yang akan terjadi selanjutnya?'
'Langkah apa yang harus dia ambil dalam hidupnya?'
Sambil terus berpikir, Khatleen tiba-tiba merasakan sentuhan tangan lembut dari buah hatinya. Putranya meringkuk dalam pelukannya, yang membuat semua bebannya hilang begitu saja.
'Bagaimana selanjutnya?'
'Bagaimana jika DIA ada disini?'
'Khatleen bahkan tidak mengenal DIA!'
"Tenang saja, Khatleen. Kamu tidak akan lama berada disini. jangan khawatirkan tentang itu. Beristirahatlah dan kamu akan baik-baik saja." Khatleen mencoba menguatkan dirinya sendiri dan mulai tidur.
To be continued........
Selamat datang di karya kedua Author"-"
Yang sudah mampir, please take the time to like and comment.😊
🍒 Happy reading 🍒
...***...
"Ini akan menjadi pertemuan terakhir kita. Kamu dipecat." Suara bariton seseorang terdengar dari belakang, dan semua orang yang berada diruang konferensi pun bergegas berdiri dan langsung membubarkan diri keluar ketakutan dari ruangan tersebut. Siapa lagi kalau bukan bos mereka, Dominic Knight Winston.
'Dominic Knight Winston' nama yang ditakuti oleh kebanyakan orang di perusahaan. Dia adalah anak tengah dari keluarganya dan putra kedua dari keluarga Winston.
Keluarga Winston dikenal terlibat dalam bisnis yang berbeda selama itu memberi mereka keuntungan yang mereka inginkan maka tidak akan menjadi masalah. Mereka dikenal sebagai DEMON KING.
Puncak tertinggi kepemimpinan pada DEMON GROUP OF INDUSTRIES yakni diketua oleh Dominic Knight Winston. Seorang pria yang berpengalaman dalam bisnis dan sangat terkenal dalam dunia bawah. Semua orang memujinya tapi tak sedikit juga banyak yang mengira kekayaannya berasal dari hal kotor. Namun, hal itu tidak berpengaruh bagi keluarga Winston.
Meski Dominic Knight Winston menjabat sebagai seorang pemimpin, tetap saja yang menangani semuanya adalah putra pertama dari keluarga Winston yakni Lucian Winston. Dia tetap menjalani tugas sebagai anak pertama.
Semenjak kejadian tiga tahun yang lalu, sekarang Dominic menjadi sosok yang dingin dan pendiam. Berita insiden itu menyebar keseluruh pelosok negeri dan merupakan insiden yang sangat memalukan bagi keluarga Winston. Bagaimana tidak, seorang putra dari keluarga Winston ditipu oleh seorang wanita yang notabene nya adalah kekasihnya sendiri. Hal itu membuat hubungan ayah dan anak itu semakin renggang karena Wesley sangat membenci putra keduanya.
Saat insiden itu, Dominic memohon agar tidak membalas perbuatan wanita itu dan sebagai gantinya dia akan bekerja menuruti perintah dari ayahnya. Sejak saat itulah, sikap dan perilakunya berubah 180 derajat.
"Apa kamu sudah mendapatkan semua informasi yang ku minta?" Dominic bertanya dengan dingin saat mereka berjalan melewati gedung-gedung tinggi menuju kantornya. Asistennya, Kai, memperbaiki kacamatanya dan berdehem.
"Belum, Sir."
"Belum? Apa maksudmu? Apa kamu tahu sudah berapa lama ini tertunda? Sudah tiga tahun penuh dan kamu masih belum bisa menemukan apapun tentang dia?" Dominic berteriak padanya membuat Kai mundur beberapa langkah.
Sebelum mendekatinya lagi, Kai sengaja diam sambil menunggu bosnya masuk kedalam ruangan kerjanya dan memastikan bosnya duduk dengan nyaman. Kemudian Kai berinisiatif untuk membawakannya segelas air lalu kemudian dia meletakkan gelas tersebut dihadapan Dominic.
"Aku bisa mendengar teriakanmu dari jauh, jangan terlalu menekan pemuda itu. Kamu hanya mencari hantu yang tak tahu keberadaannya." Kata seseorang dan Dominic memutar matanya malas.
Samuel Connor yang merupakan sahabat Dominic. Pria yang terkenal dengan sifat manjanya karena merupakan anak terakhir dari keluarga Connor.
Keluarga Connor dikenal karena satu hal di seluruh Negara A yaitu proses pengiriman produk; baik impor maupun ekspor. Ini adalah bisnis keluarga namun anak-anak nya diberikan izin untuk memilih apapun profesi yang mereka inginkan kecuali anak laki-laki pertama.
"Samuel, apa yang kamu lakukan di sini?" Dominic menghela nafas, dia akan menghadapi teman manjanya ini.
"Aku datang untuk mengunjungi temanku yang sudah lama hilang." Samuel menjawab dengan polosnya.
Dominic melirik Kai, "Kamu boleh pergi."
"Thank you Sir." Kai segera melarikan diri.
Samuel menarik kursi mendekat ke arah Dominic yang sudah mulai mengerjakan pekerjaannya. Samuel mengeluarkan dua tangkai permen lolipop, dia mengulurkan satu tangkai permen lolipop ke arah Dominic tetapi Dominic hanya menatapnya dan mendengus kesal.
"Apa dimata mu aku terlihat seperti anak berusia lima tahun?" Dominic bertanya.
"Bilang saja kalau kamu tidak mau." Samuel merajuk dia membuka plastik permen itu dengan kasar dan memasukkannya kedalam mulutnya.
"Kamu tahu sendiri kalau Kai tidak dapat menemukan wanita misterius mu itu. Kamu tidak boleh menyalahkan dia terus. Bagaimana bisa seseorang membantumu mencarinya kalau kamu sendiri saja tidak mengetahui nya. Kai itu bukan penyihir."
"Aku juga tidak tahu alasan mu mengapa kamu begitu bertekad untuk menemukan wanita itu. Aku yakin dia sudah pindah dari negara ini atau bahkan dia sudah melahirkan lima orang anak." Samuel berkata asal sambil menghisap permen lolipopnya. Sementara Dominic yang mendengarnya langsung melototkan matanya kemudian dia pun memalingkan wajahnya.
Setelah dipikir-pikir apa yang dikatakan Samuel ada benarnya.
Bagaimana jika wanita itu tidak perduli padanya? atau bahkan sama sekali tidak memikirkan dirinya?
...THREE YEARS AGO...
"King, kami tidak dapat menemukan apapun tentang dia." Seorang pria datang memberitahu Dominic dengan gugup. Mendengar laporan dari anak buahnya, Dominic melempar gelas didepannya dengan sangat frustrasi.
"Haaaaaa." Dia berteriak dan memukul meja dengan keras.
Apa yang sudah dia lakukan dulu?
Apa ini karmanya?
Mengapa takdir mempermainkannya dengan begitu kejam?
"Jalankan pemeriksaan latar belakang atau apa pun itu." Dominic memberikan perintah dengan dada naik turun.
"King, kami sudah melakukan semuanya tapi sepertinya Nona.....maksud saya mantan kekasih anda tidak seperti yang kita lihat." Jawab pria kedua.
"Dan apa artinya itu?" Dominic bertanya perlahan seolah mengharapkan ada bom otomatis lain yang akan siap meledak diotaknya.
"Sepertinya dia penyamar yang handal King. Saat dia bersama Anda dia akan memakai wajah yang berbeda. Begitu juga sebaliknya, sehingga kami tidak bisa mengenali wajahnya dalam kehidupan nyata. Sepertinya dia ahli dalam hal ini." Pria kedua menjelaskan kecurigaannya dan kemudian kembali menatap komputernya.
Darah Dominic mendidih. Dia meraih kunci mobilnya dan berlari keluar ruangan itu tanpa mengindahkan panggilan dari anak buahnya. Dia masuk ke mobilnya dan meluncur dalam keadaan marah.
Dominic sudah mencari mantan kekasih nya selama sebulan ini dan sekarang dia sudah ditipu olehnya. Sakit, tentu saja rasa itu yang dia rasakan saat ini. Semua alasan yang diberikan pada keluarganya ternyata hanya omong kosong faktanya sekarang kekasihnya pergi secara tiba-tiba tanpa ada kabar apapun darinya.
Pikirannya belum sepenuhnya tenang. Sesekali Dominic membenturkan kepalanya pada stir mobil dan kemudian dia akan mengerang kesal.
Mobilnya berhenti disebuah hotel mewah. Tak tunggu lama, Dominic pun masuk menuju meja resepsionist.
"Selamat datang..."
"Kunci!" Dominic langsung memotong perkataan wanita itu, dan mengulurkan tangannya meminta kunci.
Wanita receptionist itu pun dengan cepat memberikan kuncinya saat dia melihat aura berbeda diwajah Dominic. Setelah mendapatkan kunci, Dominic bergegas pergi menaiki tangga.
"Ada apa dengan King malam ini?" Wanita itu berbicara berbisik sambil melihat kepergian Dominic.
Setelah sampai dikamar, Dominic masuk dan langsung membuka pakaiannya. Dia membersihkan dirinya dan kemudian dia pergi keluar meninggalkan kamarnya dalam keadaan tidak terkunci.
Hotel ini dilengkapi dengan ruang khusus Club bagi penginap. Disini, Dominic cukup banyak minum sehingga dia mabuk hingga pingsan. Dia hampir tidak bisa berpikir jernih lagi untungnya disana tidak ada yang menyaksikan kegilaannya.
Mantan kekasihnya adalah orang yang sangat dia percayai. Semuanya akan Dominic lakukan deminya. Namun, sekarang semuanya sirna. Jerih payahnya selama ini telah diambil darinya dengan sengaja. Hanya sedikit yang tersisa.
Bagaimana dengan keluarganya? terutama ayahnya jika beliau mengetahui hal ini?
Mungkin ini adalah salah satu lelucon yang paling kejam yang pernah terjadi dalam hidupnya. Dalam keadaan mabuk, Dominic mengeluarkan ponselnya, dia berusaha sekali lagi untuk menghubungi mantan kekasihnya berharap akan ada jawaban dari setiap panggilannya. Namun, nihil, hanya suara operator yang selalu terdengar olehnya.
Dominic terkekeh... lalu mengejek... lalu menertawakan dirinya sendiri sebelum dia menemukan jalan kembali ke kamarnya.
"Kamu sudah mati, Dominic." Dia berkata mengejek dirinya sendiri.
Saat masuk ke kamarnya, Dominic melihat cahaya senter dan kemudian dia mendengar suara merdu.
"Miles, apakah itu kamu?"
Dominic tidak dapat mengatasi apa yang dia lihat atau dengar, tanpa sadar dia menjawab.
"Hmm."
"Oh. Aku sudah berusaha mencari tombolnya..."
Dominic langsung meraih orang itu, yang menyebabkan tabrakan di antara mereka. Tubuhnya yang hangat mampu membangunkan sesuatu dalam dirinya. Dominic mendorongnya ke tempat tidur, ditengah gelapnya kamar.
Cukup mengejutkan baginya ternyata wanita tersebut bersedia bekerja sama dengannya tanpa adanya penolakan. Karena pengaruh dari alkohol, Dominic kehilangan rasionalitasnya dan yang dia inginkan hanyalah menikmati momen ini tanpa adanya gangguan.
...BACK TO THE PRESENT...
"Hei." Samuel menjentikkan jari didepannya.
"Apa kamu tidak mendengarkanku sama sekali?" Samuel bertanya.
Dominic berkedip dan menghela nafas. Dia berdiri dan mulai berkemas.
"Kamu mau kemana?" Samuel bertanya lagi.
"Rumah."
"Boleh aku ikut?"
Dominic membawa tas kerjanya, kemudian dia melihat temannya dengan alis yang terangkat.
"Kalau aku mengatakan tidak, apa kamu akan tetap tinggal?"
"Tentu saja tidak," Samuel menjawab dengan senyum ceria dan ikut dengan temannya.
Sepanjang jalan menuju parkir, Samuel terus saja berceloteh tentang jumlah gadis yang mengantri karena melihat wajah tampannya.
"Percayalah padaku, semua gadis yang mendekati mu itu buta." Dominic menyela ucapannya dan pergi lebih dulu. Sementara Samuel menekuk wajahnya cemberut.
"Dasar pria iri dengki! Pantas saja kamu masih lajang di usiamu ini!"
"Aku mendengarnya." Dominic setengah berteriak dan Samuel pun berlari mengejarnya.
To be continued........
Selamat datang di karya kedua Author"-"
Yang sudah mampir, please take the time to like and comment.😊
🍒 Happy reading 🍒
...***...
"Nadia, kamu saja yang datang kesini, bagaimana? maafkan aku Nad, tapi aku sangat lelah." kata Khatleen melalui telepon sambil menggoreng telur yang telah dia campur tadi.
"Sebaiknya kau mulai menyiapkan sesuatu yang layak dimakan dan enak atau..." Ancam Nadia.
"Atau kamu akan mengulitiku hidup-hidup, percayalah, aku telah mendengar itu berkali-kali darimu. Cepatlah kesini." Khatleen berkata dan mengakhiri pembicaraannya.
Khatleen memang berniat untuk mengunjungi temannya malam ini, namun dia berubah pikiran. Dia terlalu malas untuk keluar rumah, apalagi dia baru saja tiba dikota ini.
Khatleen tahu Nadia tidak akan keberatan melakukan nya asal disediakan makanan yang enak untuknya.
"Mom, aku sangat lapar," kata Daemon sambil berjalan menghampirinya, tangannya yang mungil mencengkeram perutnya yang rata. Dia baru saja bangun dari tidur siang.
Khatleen menatapnya dan tersenyum.
"Ha, begitu rupanya, anakku yang tampan ini sudah lapar, ya? sebentar lagi makan malam akan siap sayang. Kamu pergilah kemeja makan dulu, bersikap baik lah karena Aunty Nadia akan datang malam ini. Nanti akan ada bonus ayam goreng untukmu."
Mendengar hal itu, Daemon pun berjingkrak senang. Dia melompat dan tersenyum bahagia. Kemudian dia pergi kemeja makan sesuai perintah Mommy nya. Khatleen yang melihat tingkah polos anaknya hanya bisa tersenyum kemudian dia kembali fokus pada masakannya.
Khatleen sudah terbiasa mengerjakan semuanya. Tidak ada yang membantunya, dia melakukan semuanya sendiri, meski tidak mudah, tapi Khatleen berusaha selalu ada untuk putranya.
Setelah dua puluh menit kemudian, bel pun berbunyi.
...TING...
...TONG...
...TING...
...TONG...
Suara bel yang ditekan berulang kali membuat penghuni rumah merasa kesal, sudah dapat dipastikan itu adalah ulah Nadia. Tidak ada yang berniat membukakan pintu untuknya. Baik Khatleen maupun Daemon mengira kalau Nadia akan masuk tanpa perintah.
"Aku sangat berharap kamu tidak akan mendobrak pintu itu," teriak Khatleen dari dalam dan pergi membukakan pintu untuk temannya.
"Khatleen!!" Nadia berteriak bahagia dan melompat kepelukannya.
Khatleen sedikit terhuyung karena pelukan tiba-tiba dari Nadia. Detik berikutnya dia kembali menormalkan dirinya.
"I really miss you," kata Nadia.
"Dan aku tidak bisa bernapas karena pelukan mu." Khatleen mengerang kesal.
"Ups, Sorry." Nadia tersenyum malu-malu.
Penampilan Nadia jauh berbeda dari penampilannya tiga tahun yang lalu. Nadia bahkan lebih tinggi dari Khatleen.
Khatleen dan Nadia adalah sahabat sejak mereka SD. Mereka memiliki kepribadian yang sama dan selera yang sama namun tetap memiliki perbedaan dari keduanya. Nadia tipe wanita ceria dan menyenangkan sementara Khatleen sedikit lebih pendiam, tapi mereka sangat cocok satu sama lain.
"Setidaknya, lepaskan aku dulu." gumam Khatleen dengan napas kasar dan Nadia melakukan apa yang Khatleen katakan dengan senyum konyolnya.
Nadia memakai baju rajut tipis berwarna cream dengan celana jeans berwarna hitam. Rambutnya sudah dipotong pendek berwarna kecoklatan. Nadia bilang, dia tidak bisa bekerja dengan rambut panjang karena akan mengganggu pekerjaannya. Mau pendek atau panjang, Nadia tetap tampil memukau.
Daemon berlari dan berteriak saat dia melihat kedatangan Nadia.
"Aunty Nad!!"
"Daemon!!" Nadia menjawab tak kalah senang dari Daemon.
Khatleen berjongkok merentangkan kedua tangannya lebar-lebar dan memeluk Daemon dengan erat. Setelah itu, Nadia mengangkat Daemon keudara dan Daemon tertawa dengan riangnya.
Khatleen tersenyum hangat melihat kedekatan mereka. Kemudian mereka pun masuk berjalan menuju ruang makan.
"Jadi, Bagaimana? apa kamu menyukai rumah ini?" Nadia bertanya saat mereka sudah siap untuk makan malam.
"Aku menyukainya. Terima kasih banyak sahabatku." Jawab Khatleen dengan senyum cerianya.
"You're welcome. Daemon, sekarang kamu sudah besar ya." Nadia memuji Daemon. Dan bocah itu tertawa manis mendengarnya. Daemon melirik Mommy nya berharap Mommy nya akan berhenti menganggapnya sebagai anak kecil.
"Jangan buat dia besar kepala. Dia tetap anak kecil yang berumur tiga tahun." Khatleen melirik putranya kemudian dia meminum segelas air diatas meja.
Daemon mengerutkan keningnya, sesuai dengan apa yang dikipikirkannya. Tapi, dia tidak ambil pusing dan tetap fokus pada makanannya. Nadia melirik Daemon dan kemudian dia melihat Khatleen yang mengedipkan sebelah matanya. Tanpa bicara mereka sudah mengerti setuasinya.
Mereka bertiga dengan asyik mengobrol ringan sampai selesai makan.
"Daemon, pergilah main kekamarmu. Aunty dan Mommy ingin bicara sesuatu." Kata Nadia mengusap kepala bocah itu. Dan tanpa ragu Daemon mengangguk dan pergi kekamarnya.
Nadia mendekati Khatleen yang sedang mencuci piring.
"Jadi, Bagaimana selanjutnya?" Tanya Nadia memulai pembicaraan.
"Belum tahu Nad. Aku baru tiba disini, seperti nya untuk beberapa hari ini aku akan membereskan rumah dulu. Tapi, aku sudah melakukan riset sebelumnya. Hanya saja aku belum menemukan sekolah yang cocok untuk Daemon. Dan aku juga sudah mencari lowongan diberbagai perusahaan yang membutuhkan sekretaris." Ucap Khatleen. Jujur dia tidak ingin anaknya keseringan berada dirumah. Dia ingin anaknya bergaul sesuai usianya.
"Hmm, rencana yang bagus. Tapi, Khatleen, apa kamu yakin akan baik-baik saja berada di Ibu Kota? Kamu bisa memikirkan nya kembali, belum terlambat untuk pindah ke Lexington." Nadia bertanya dengan cemas.
Khatleen mematikan keran air kemudian dia menaruh satu piring terakhir ke rak piring. Setelah itu dia melihat kearah Nadia dan menghela nafas sebelum dia membilas tangannya.
Setelah selesai membilas tangannya, Khatleen bersandar didinding meja wastafel, dia meletakkan kedua tangannya disana sambil menatap lurus ke depan.
"Sampai kapan kita akan membahas masalah ini?" Khatleen menoleh dan bertanya pada Nadia.
"Sampai ketakutan mu itu berakhir. Kathleen, aku tidak bisa membiarkan mu begitu saja, ini ibu kota. Tempat dimana hidup mu hancur bertahun-tahun yang lalu. Bagaimana jika kamu bertemu dengan salah satu keluargamu? Bagaimana kamu akan menghadapi mereka? Kamu belum siap untuk menghadapi mereka karena mereka hanya akan mengingatkanmu pada masa lalu..."
"Tapi aku tidak bisa menahan diri. Aku tidak bisa menghentikan takdir. Cepat atau lambat, aku harus menghadapi mereka dan apa yang bisa aku lakukan? Mau kemana pun aku bersembunyi, ujung-ujungnya aku juga akan bertemu mereka. Masa lalu tetaplah masa lalu, aku hanya bisa belajar agar diriku tidak terpengaruh lagi olehnya. Meski sulit, tapi aku harus menghadapinya."
"Apa kamu mau tahu, ada satu hal yang membuat ku terus maju dan melepaskan semua ketakutan pada diriku, yaitu cinta yang kumiliki untuk putraku, dia layak mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Dan hanya tempat ini pilihan terbaik untuknya. Aku ingin membuatnya bahagia. Apapun akan aku lakukan, aku sanggup menjadi ibu dan juga ayah untuk nya." Tambah Khatleen menjelaskan panjang lebar.
"Bagaimana jika dia menanyakan ayahnya, apa yang akan kamu katakan?"
Pertanyaan ini adalah salah satu dari banyak pertanyaan yang paling Khatleen takuti. Dia tidak tahu apa-apa tentang siapa ayah biologis putranya, dia bahkan tidak tahu seperti apa tampangnya. Satu-satunya ingatan yang dia miliki tentang DIA adalah aroma tubuhnya yang begitu menyengat dilubang hidungnya malam itu.
Nah, siapa yang harus disalahkan dalam situasi seperti itu? Dirinya sendiri atau orang asing itu? Bukan orang asing itu, semuanya adalah salahnya. Kesalahannya karena memasuki ruangan yang salah, kesalahannya karena tidak menolak bercinta dengannya dan kesalahannya karena tidak memeriksa dengan benar meskipun memiliki dorongan bahwa aroma tubuhnya berbeda dari aroma tubuh Miles. Semuanya adalah salahnya, tetapi sekarang pertanyaan yang tertunda adalah, Jawaban apa yang akan dia berikan kepada Daemon jika dia menanyakan siapa ayahnya?
Khatleen memandang Nadia dengan ragu-ragu sebelum mengalihkan pandangannya dia menjawab.
"Jawabanku sederhana, DIA sudah mati."
DIA sudah mati untuk Khatleen dan Daemon.
...THREE YEARS AGO...
Khatleen bangun keesokan paginya dengan tubuh pegal dan lelah. Mata cokelat mudanya berkibar terbuka dan dia mengedipkannya berulang kali sambil mencoba bangkit dari tempat tidur.
Setelah berhasil duduk, dia melihat sekeliling ruangan itu dengan mata menyipit tetapi dia tidak menemukan apa pun.
"Miles." Khatleen memanggil nama itu dan melihat kearah sisi tempat tidurnya yang kosong.
"AW" Khatleen meringis sambil mencoba berdiri. Bagian bawah perutnya terasa sakit dan kemudian dia menoleh kearah sprei yang terdapat noda darah disana. Khatleen yakin dia sudah memberikan keperawanannya kepada Miles tadi malam jadi dia tersenyum mengingat malam panas mereka.
Khatleen pikir setelah memberikan kehormatannya akan memperkuat hubungan mereka tetapi mengapa Miles meninggalkannya begitu saja tanpa bicara padanya? Apa dia sibuk atau apa? Setidaknya, Miles bisa membangunkannya.
Khatleen tidak memiliki kesempatan untuk berbicara dengan Miles tadi malam dan juga untuk meminta maaf atas kelalaiannya dalam hubungan mereka.
Khatleen meraih ponselnya dan kembali menekan nomornya. Ternyata tetap sama, nomor Miles tidak dapat dihubungi. Akhirnya, Khatleen berniat mengunjungi Miles kekediaman nya.
Namun siapa sangka kunjungannya disambut dengan kejutan yang menjawab semua pertanyaannya.
To be continued...........
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!