"Apa ini? Semua ini tidak boleh terjadi!" teriak Aldalin, wajahnya merah padam menahan amarah. Matanya melotot tajam, menatap tajam foto sepasang suami-istri yang sangat dibenci selama ini.
Aldalin melempar ponselnya dengan kasar ke lantai, membuat benda itu terbanting dan layarnya retak. Ia menggeram, rahangnya mengeras, dan tangannya mengepal erat.
Aldalin berjalan menuju kamar Jasmine, langkahnya berat dan penuh amarah. Ia ingin melakukan hal seperti biasanya ketika sedang kesal, menghukum Jasmine atas kesalahan yang tidak pernah dilakukannya.
Ceklek!
Jasmine terkejut, matanya membulat saat melihat pintu kamarnya tiba-tiba saja terbuka. Ternyata sang ayah angkat yang membuka pintu dan masuk ke dalam, wajahnya dipenuhi amarah yang mengerikan.
"Ada apa, Ayah?" tanya Jasmine, suaranya gemetar. Ia menatap wajah sang ayah angkat dengan hati-hati, berusaha membaca apa yang sedang terjadi.
Aldalin tidak mengatakan apapun, ia langsung menarik tangan Jasmine dengan kasar, membuat gadis itu tersentak dan terhuyung. Wajahnya dipenuhi ketakutan, matanya berkaca-kaca.
"Ayah, lepaskan Jasmine!" teriak Jasmine, suaranya bergetar.
Seisi rumah langsung berhamburan untuk melihat apa yang sedang terjadi. Para pelayan dan pekerja rumah tangga terdiam, wajah mereka dipenuhi kekhawatiran.
Aldalin tidak menjawab ucapan Jasmine, ia terus membawa gadis itu ke halaman belakang yang terdapat kolam renang di sana. Wajahnya dingin dan tanpa ekspresi, matanya menatap tajam ke depan, seolah-olah Jasmine hanyalah sebuah benda mati.
Aldalin hempaskan tubuh Jasmine masuk ke kolam renang, sehingga gadis itu berteriak keras sebab dirinya tidak bisa berenang. Air kolam memercik ke mana-mana, dan wajah Jasmine dipenuhi ketakutan.
"Ayah!" teriak Jasmine, suaranya bergetar.
Jasmine mencoba untuk menyelamatkan dirinya, tapi tidak berhasil. Ia menggapai-gapai air, wajahnya pucat pasi, matanya dipenuhi kepanikan.
"Ayah, tolong!" teriak Jasmine lagi, suaranya nyaris tidak terdengar.
Aldalin sama sekali menghiraukan teriakan dari Jasmine. Ia berdiri di tepi kolam, wajahnya dingin dan tanpa ekspresi, seolah-olah tidak peduli dengan nasib Jasmine.
'Aku, tidak bisa diam saja! Aku harus menyelamatkan Kak Jasmine, karena dia sama sekali tidak bisa berenang,' batin Samudra, wajahnya dipenuhi keprihatinan.
Samudra berlari dengan sekuat tenaganya melompat masuk ke dalam kolam renang. Aldalin sangat terkejut melihat putranya itu melompat masuk ke dalam kolam, wajahnya dipenuhi amarah dan ketidakpercayaan.
"Sam, untuk apa? Kamu menyelamatkannya!" teriak Aldalin, suaranya bergetar.
Selama ini, jika Aldalin menghukum putrinya tidak ada satu orang pun yang berani menolong Jasmine, termasuk Samudra. Namun kali ini, putranya itu berani melawan, wajahnya dipenuhi tekad dan keberanian.
"Biarkan saja! Jangan pedulikan dia!" teriak Aldalin lagi, wajahnya memerah menahan amarah.
Samudra tidak mendengarkan ucapan sang ayah angkat kali ini, karena ia sudah tidak sanggup melihat kakaknya selalu dihukum. Wajahnya dipenuhi kepedulian dan kasih sayang kepada kakaknya.
Samudra membawa tubuh Jasmine naik ke atas, lalu ia memberikan nafas buatan karena kakaknya itu pingsan akibat terlalu banyak menelan air. Wajahnya dipenuhi kepanikan dan kesungguhan.
"Maafkan Sam."
Setelah Samudra memberikan nafas buatan, Jasmine terbangun dan memuntahkan semua air yang di minumnya tadi. Wajahnya pucat pasi, matanya masih dipenuhi ketakutan.
Kemudian Jasmine melirik ke arah sang ayah angkat yang terlihat sangat tidak peduli padanya. Wajahnya dipenuhi kesedihan dan kekecewaan.
"Apa yang ibumu lakukan! Aku juga melakukannya padamu!" bentak Aldalin, wajahnya dipenuhi amarah dan dendam.
Jasmine langsung meneteskan air matanya, saat sang ayah angkat berkata akan melakukan apa yang ibunya berbuat. Wajahnya dipenuhi kesedihan dan keputusasaan.
"Salahku apa, Ayah?" tanya Jasmine dengan air mata yang sudah mengalir deras, suaranya bergetar.
Samudra langsung menyelimuti seluruh tubuh Jasmine menggunakan handuk. Wajahnya dipenuhi kepedulian dan rasa sayang kepada kakaknya.
"Salahmu? Kehidupanmu itu adalah salahmu!" seru Aldalin, wajahnya dipenuhi amarah dan kebencian.
Aldalin ingin pergi dari sana, tapi langkanya terhenti saat Samudra berteriak. Wajah Samudra dipenuhi amarah dan keberanian.
"Lalu! Sam ini apa? Bukankah kami satu ibu satu Ayah!" teriak Samudra untuk pertama kalinya kepada sang ayah angkat.
Aldalin langsung membalikkan badannya, saat mendengar ucapan dari Samudra kemudian tersenyum simpul. Wajahnya dipenuhi kekecewaan dan amarah.
"Berani kamu melawan sekarang! Kamu anak ayah sedangkan dia, anak ibu ja-lang kalian itu!" Aldalin langsung berlalu pergi dari sana, wajahnya dipenuhi kebencian dan kekejaman.
Jasmine menangis tersedu-sedu sambil memeluk dirinya sendiri. Wajahnya dipenuhi kesedihan dan keputusasaan. Kemudian datanglah para pelayan yang sejak tadi hanya melihat.
"Non, apakah? Non baik-baik saja?" tanya Bi Sinta sambil memegang tangan Jasmine, wajahnya dipenuhi keprihatinan.
Jasmine hanya diam tidak menjawab ucapan dari Bi Sinta. Wajahnya kosong, matanya kosong menatap ke depan.
"Maafkan kami, sebab tidak bisa membantu Non," tambah Bi Sinta, wajahnya dipenuhi rasa bersalah.
Jasmine tidak berkata apa-apa. Ia hanya menatap ke arah samping dengan pandangan kosong. Wajahnya dipenuhi kesedihan dan keputusasaan.
"Sam bawa masuk ke dalam. Ya? Pasti air malam sangat dingin?" tanya Samudra dengan sangat lembut, wajahnya dipenuhi kepedulian dan kasih sayang.
Jasmine hanya diam dan merasa sangat sakit hati, terasa nyeri mengingat kembali kejadian tadi saat sang ayah angkat menghukumnya. Wajahnya dipenuhi kesedihan dan rasa sakit.
'Kenapa? Aku yang selalu dihukum atas perbuatan ibu? Aku ingin ibu menjelaskan semuanya padaku kenapa ayah sangat membenci ku,' batin Jasmine, wajahnya dipenuhi kesedihan dan kekecewaan.
"Den, bawa saja Non Jasmin masuk ke dalam," pinta Bi Sinta, wajahnya dipenuhi keprihatinan.
Samudra langsung mengendong tubuh Jasmine masuk ke dalam. Wajahnya dipenuhi kepedulian dan kasih sayang.
"Kasian sekali dia, kenapa? Kesalahan Bu Tasya harus dilampiaskan kepada Jasmine," ucap Bi Sinta dengan lirih, wajahnya dipenuhi kesedihan dan rasa iba.
Dia tidak sanggup harus melihat setiap hari Tuannya menghukum Jasmine, walaupun gadis itu tidak membuat kesalahan apapun.
"Entahlah, sebaiknya kita doakan agar, Tuan Aldalin bisa menyayangi Jasmine," sambung Pak Kumar yang baru saja sampai, wajahnya dipenuhi harapan.
"Semoga saja, kasihan dari kecil Non Jasmine selalu diperlakukan tidak baik oleh ayahnya sendiri," sahut Bik Sinta, wajahnya dipenuhi keprihatinan.
Merekapun pun bergegas pergi dari sana untuk melanjutkan kembali pekerjaan masing-masing.
Samudra membawa Jasmine ke dalam kamarnya, kemudian ia memberikan baju ganti untuk kakaknya itu. Wajahnya dipenuhi kepedulian dan kasih sayang.
Jasmine menerima baju dari Samudra, kemudian ia langsung berjalan masuk ke dalam kamar mandi untuk berganti baju. Wajahnya dipenuhi kesedihan dan keputusasaan.
Setelah selesai ia langsung ke luar dan duduk di sofa. Samudra datang membawakan air hangat untuknya, ia pun langsung menerima air itu. Wajahnya dipenuhi kelegaan.
"Kak Jasmine, Sam sudah tidak tahan lagi akan perlakuan ayah kepadamu," ucap Samudra, wajahnya dipenuhi kepedulian dan rasa sayang.
"Sam, bukankah kamu di sini baik-baik saja? Lalu untuk apa? Mengkhawatirkan aku ini. Tidak usah cemas, aku sudah terbiasa seperti ini dari kecil," sahut Jasmine, wajahnya dipenuhi kesedihan dan keputusasaan.
"Sam, tidak bisa melihat Kak Jasmine selalu saja dihukum oleh ayah, karena kesalahan ibu. Kita pergi dari sini dan jangan kembali lagi," usul Samudra, wajahnya dipenuhi tekad dan keberanian.
Dia sangat menyayangi kakaknya itu, sehingga Samudra tidak mau jika Jasmine terus-menerus dihukum.
"Sam, jika kita pergi maka lima menit kemudian ayah sudah berhasil menangkap kita," jawab Jasmine, wajahnya dipenuhi keputusasaan dan rasa takut.
Kemudian ia menatap ke arah Samudra yang ada di hadapannya. Wajahnya dipenuhi harapan dan rasa percaya.
"Sam, sudah tidak tahan lagi dan Sam akan mencari keberadaan ibu, agar Kak Jasmine terbebas dari ayah," ucap Samudra, wajahnya dipenuhi tekad dan keyakinan.
Dia sangat bersungguh-sungguh mencari keberadaan ibu mereka, agar kakaknya bisa bebas dari hukuman sang ayah angkat.
Jasmine hanya diam saja karena dia tidak mau membuat adiknya itu khawatir lagi, sehingga dia menuruti keinginan Samudra. Wajahnya dipenuhi keputusasaan dan rasa takut.
Aldalin duduk di ruangan kerjanya sambil menghisap rokok, dan juga meminum Bir dengan jumlah banyak. Wajahnya dipenuhi amarah dan dendam.
"Tasya, jika kau menyakitiku! Aku juga melakukan itu pada anakmu. Saat aku melihat wajahnya pasti aku teringat bajingan itu!"
Aldalin melemparkan gelas kosong ke lantai sehingga gelas tersebut pecah seribu, kemudian ia kembali meminum Bir langsung dari botolnya. Wajahnya dipenuhi amarah dan kebencian.
"Tasya, aku pasti membuat anakmu, merasakan apa yang aku rasakan saat bersamamu!" teriak Aldalin, wajahnya dipenuhi dendam dan amarah.
Dia melemparkan semua barang-barang yang ada di hadapannya, sehingga semuanya pecah dan berserakan. Wajahnya dipenuhi amarah dan kekejaman.
Jasmine tidur di sofa kamar Samudra, karena dia ketiduran saat mendengarkan cerita dari sang adik. Wajahnya dipenuhi kelegaan dan rasa tenang.
"Sam berjanji, akan mencari keberadaan ibu agar kakak tidak lagi dihukum oleh ayah," janji Samudra pada Jasmine yang sudah terlelap, wajahnya dipenuhi tekad dan kasih sayang.
Samudra perlahan membopong tubuh Jasmine menuju tempat tidurnya, kemudian meletakan tubuh gadis itu dengan sangat perlahan. Agar sang empunya tidak terbangun. Wajahnya dipenuhi kepedulian dan kasih sayang.
Bersambung.
Di pagi hari ini, Jasmine sudah bangun lebih dari biasanya ia langsung bergegas pergi dari kamar Samudra.
Jasmine berjalan masuk ke dalam kamarnya, mengambil baju dan mambawa masuk ke dalam kamar mandi.
Setelah selesai berganti baju, ia berjalan menuju dapur untuk membuatkan sarapan sang ayah. Di karenakan ayahnya sama sekali tidak mau makan sarapan dari pelayanan.
Yang mengharuskan Jasmine bangun di pagi hari, untuk menyiapkan sarapan sang ayah.
Setelah selesai memasak sarapan, ia meletakan makanan ke nampan dan membawanya ke dalam kamar sang ayah.
Tok.
Tok.
Jasmine mengetuk-ngetuk pintu kamar ayahnya. Namun, sang empunya tidak menjawab atau membukakan pintu untuknya sehingga ia bergegas masuk ke dalam.
"Permisi ayah," ucap Jasmine pelan.
Jasmine masuk ke dalam kamar ayahnya dan seperti biasa meletakan makanan yang ia bawa di meja.
'Sepertinya, ayah ada di dalam kamar mandi? Aku harus cepat-cepat membersikan kamar ini, sebelum ayah keluar,' batin Jasmine.
Jasmine cepat-cepat membereskan tempat tidur ayahnya, setelah selesai mengganti seprai sang ayah ia juga membersihkan debu dengan robot vacuum.
"Selesai, sebaiknya aku pergi sebelum ayah keluar dari kamar mandi," ucap Jasmine.
Jasmine hendak keluar dari kamar sang ayah belum sempat ia membuka pintu, sang ayah sudah keluar terlebih dahulu dari kamar mandi.
'Ya ampun, ayah sudah melihatku di sini? Apa yang harus aku lakukan? Keluar atau tetap di sini?' batin Jasmine sambil berfikir.
Jasmine memberanikan dirinya untuk berbalik badan lalu ia tersenyum kepada sang ayah.
"Pagi Ayah, apa? Jasmine boleh pergi?" sapa Jasmine sekaligus juga bertanya kepada sang ayah ia boleh pergi atau tidak.
Aldalin mengibaskan tangannya, Jasmine cepat-cepat keluar dari kamar sang ayah karena sudah mendapat izin.
Jasmine membawa seprai ke tempat cuci, kemudian mencuci sampai selesai. Setelah itu ia langsung bergegas pergi menuju kamarnya.
Jasmine merapikan penampilannya lalu mengambil beberapa buku dan memasukan buku kedalam tas. Kemudian ia bergegas pergi untuk segera berangkat menuju kampus.
Saat berada di depan gerbang rumah, ia membuka tas dan melihat jika uangnya hanya tersisa lima puluh ribu. Jasmine menghela nafasnya dalam-dalam karena ia harus berpuasa lagi hari ini.
'Sepertinya aku harus berpuasa lagi? Sampai mendapatkan pinjaman dari bos ku. Karena aku sudah tidak memiliki uang untuk makan dan biaya pergi bekerja,' batin Jasmine.
Jasmine berjalan sedikit jauh dari rumah untuk mencari ojek, agar bisa segera sampai di tempatnya bekerja.
Walaupun Jasmine anak konglomerat, dirinya tetap saja harus bekerja. Karena sang ayah sama sekali tidak memberikan uang jajan.
Jasmine juga tidak diperbolehkan untuk makan di rumah sang ayah, sehingga ia harus mencari nafkah sendiri.
Setelah sampai di restoran tempatnya bekerja, ia berjalan masuk ke dalam ruangan bos untuk meminta kerja tambahan.
"Jadi, kamu tidak masuk kuliah?" tanya Nathan yang menatap wajah sedih Jasmine.
"Tidak, untuk apa saya kuliah jika saya tidak memiliki biaya. Lebih baik saya bekerja saja." Jasmine menjawab sambil menundukkan wajahnya.
Nathan sangat kasihan melihat kehidupan Jasmine, ia berfikir jika gadis itu adalah anak yatim-piatu karena sama sekali tidak tahu jika Jasmine anak Aldalin sang konglomerat.
"Baiklah, kamu bekerja sampai malam gaji kerja siang kamu saya bayar saat malam hari," ucap Nathan.
Jasmine langsung mengangkat wajah dan tersenyum kepada bosnya karena sudah berbaik hati.
"Terimakasih Bos, kalau begitu saya permisi bekerja dulu," sahut Jasmine dengan sangat bahagia, gadis itu pun langsung bergegas pergi dari ruangan bosnya untuk segera bekerja.
*
*
Aldalin sudah menyelesaikan sarapan kemudian ia duduk sambil memakai sepatu.
Ponselnya berdering, dan ia langsung menjawab karena panggilan dari rekan bisnis.
[Halo, apa ada masalah?]
[Halo Pak Al, saya ingin bertemu dengan Anda di Nathan restoran.]
[Baik, siang ini saya akan datang.]
Tut ... Tut.
Panggil terputus, Aldalin langsung bergegas pergi dari kamarnya. Saat di luar ia bertemu dengan anak tersayangnya dan langsung berpelukan.
"Apa? uang yang ayah berikan sudah habis?" tanya Aldalin sambil melepaskan pelukannya.
"Ayah, jangan memberikan aku uang lagi, karena aku akan mencari sendiri seperti kak Jasmine," jawab Samudra membuat Aldalin menaikan sebelah alisnya.
"Tidak ada! Yang bisa merubah keputusan ayah!" Aldalin bergegas pergi meninggalkan anaknya.
Samudra menatap kepergian sang ayah, kemudian ia melihat ponselnya berdering ternyata notifikasi pesan masuk.
Terlihat ayahnya mengirimkan uang lagi dengan jumlah yang sangat banyak.
'Sepertinya aku beli rumah saja, karena sewaktu-waktu kami pergi dari ayah. Dia tidak menemukan kami lagi, aku akan membawa kak Jasmine ke luar negeri,' batin Samudra.
Samudra bergegas pergi menuju kampus dengan mengendarai motor matic miliknya, karena ia lebih suka jika tampil apa adanya.
Setelah sampai ia langsung disambut hangat oleh wanita-wanita cantik dan centil dimatanya.
"Sam, kami datang!" jerit manja ketiga wanita yang berlari menghampiri Samudra.
"Meraka lagi." Samudra menghela nafasnya dalam-dalam.
Samudra hendak pergi. Namun, tangannya ditarik oleh salah satu wanita itu.
"Sayang, mau kemana?" tanya Icah dengan sangat centil dan juga mengedipkan sebelah matanya.
"Cah, apa? Matamu itu ke lilipan, jika benar aku akan membantumu?" tanya Samudra dan Icah langsung tersenyum.
"Tentu saja boleh," sahut Icah dengan senang hati dan kedua sahabatnya bersorak-sorak girang.
"Aku juga mau," sambung Rina sambil berlompatan seperti seekor katak.
"Aku juga," tambah Jaswa yang tersenyum genit pada Samudra.
"Tutup matamu dulu, aku akan meniupnya," ucap Samudra.
Icah langsung menutup kedua matanya, begitu juga dengan kedua sahabat yang refleks ikut menutup mata.
Samudra tersenyum kemudian ia cepat-cepat kabur dari ketiga ulat bulu kampus itu.
"Samudra!" teriak ketiga ulat bulu tersebut.
Samudra berlari kemudian ia mencari-cari kebenaran kakaknya tetapi, sama sekali tidak melihat di manapun sehingga ia langsung melacak ponsel Jasmine.
"Kenapa, dia ada di restoran sepagi ini?" tanya Samudra pada dirinya sendiri.
Samudra berniat setelah ia kuliah akan menghampiri kakaknya yang bekerja di restoran itu.
*
*
Siang ini, Aldalin sudah berada di restoran yang di sebutkan oleh rekan bisnisnya, saat ini sudah duduk di bangku VIP sambil menunggu kedatangan rekan bisnis itu.
"Permisi Pak, mau pesan apa?" tanya Jasmine.
Aldalin langsung menoleh, karena ia mendengar suara yang sangat familiar ditelinganya.
"Jasmine!"
Jasmine langsung menatap wajah laki-laki yang ada di hadapannya, ia langsung menelan ludah dalam-dalam.
Jasmine sangat takut mendapatkan hukuman dari sang ayah, karena berada di restoran yang di kunjungi oleh ayahnya itu.
'Kenapa? Aku selalu bertemu dengan ayah?' batin Jasmine sambil bertanya.
Bersambung.
Belum sempat Jasmine menjawab, rekan bisnis Aldalin datang sehingga gadis itu aman untuk kali ini.
"Maaf, Tuan ingin pesan apa?" tanya Jasmine.
Aldalin hanya diam sambil menatap wajah Jasmine, ia tidak menjawab sehingga Robert yang menjawab.
"Ini, dan di samakan saja!" jawab Robert.
"Baik, mohon di tunggu pesanannya segera sampai." Jasmine langsung bergegas pergi dari sana.
'Untuk apa, dia bekerja di sini? Aku akan membuatnya tidak bisa bekerja di mana pun,' batin Aldalin.
Lima menit kemudian, akhirnya Jasmine membawakan pesanan mereka, ia hendak meletakkan makanan di meja tetapi kakinya di jegal oleh Aldalin. Sehingga makanan yang di bawa tumpah mengenai berkas-berkas di meja.
Jasmine membulatkan mata, kemudian ia ingin membantu membereskan berkas-berkas yang rusak. Namun, Aldalin melarangnya.
"Jangan mendekat! Kau bisa memperburuk keadaan!" bentak Aldalin sehingga Jasmine hanya diam saja.
"Panggilkan! Pemilik restoran ini!" teriak Robert yang sudah naik pitam, karena berkas-berkas penting miliknya habis basah dan hancur.
"Tu-tuan, maafkan saya tidak sengaja," ucap Jasmine terbata-bata, sambil melirik ke arah Robert.
"Kita panggil bos dia! Karena aku yakin dia sengaja melakukannya," sambung Aldalin yang mencoba untuk memperkeruh suasana.
"Ti-dak, saya tidak sengaja melakukannya tadi," ucap Jasmine terbata-bata karena merasa sangat takut saat ini.
"Tidak! Sekarang juga kita temui bosmu, karena kau uang lima ratus miliyar ku lenyap!" bentak Robert, membuat Jasmine gemetar mendengar nominal uang tersebut dan ia langsung menangis.
Nathan memang sangat kasihan akan kehidupan Jasmine tapi, kali ini ia tidak bisa memaafkan perbuatan gadis itu sehingga harus memecatnya.
"Saya memecat mu, karena saya juga harus ganti rugi karena ulah mu!" ucap Nathan.
Jasmine menatap wajah Aldalin dengan tatapan sedihnya.
'Kali ini, aku sangat kecewa pada ayah. Aku terima semua perlakuannya padaku, aku benar-benar sakit atas apa yang dia tuduhkan,' batin Jasmine.
"Sekali lagi saya minta maaf, dan saya permisi dulu." Jasmine bergegas pergi dari sana, dengan air mata yang berjatuhan dengan sangat deras.
Robert dan Aldalin bergegas pergi dari sana karena mereka sudah mendapat ganti rugi dari Nathan. Aldalin tersenyum puas melihat kehancuran Jasmine tadi.
'Ini baru permulaan, kita lihat saja nanti,' batin Aldalin.
*
*
Jasmine berjalan sambil membawa tas dan buku yang ada di tangannya, kemudian duduk di halte bus sambil menangis tersedu.
"Apa salahku? Kenapa selalu aku saja yang di perlakukan seperti ini pada ayah?" tanya Jasmine sambil mengisi nasibnya.
Yang sangat pahit dan kelam seperti saat ini sehingga ia berfikir akan mengakhiri hidupnya.
"Sepertinya, aku harus mengakhiri saja kehidupan ku ini," ucap Jasmine sambil menatap ke arah jalanan, yang sangat ramai mobil berlalu lalang.
Perlahan Jasmine melangkahkan kaki menuju jalanan. Namun, ketika sedikit lagi ia berada di tengah, tiba-tiba tangannya ditarik oleh seseorang. Hal itu membuat dirinya jatuh ke atas trotoar bersama orang tersebut.
"Apa, yang kamu lakukan?" tanya Sairin sambil menatap wajah Jasmine yang sangat putus asah.
"Rin, kenapa? Kamu menyelamatkan aku! Seharusnya biar saja aku mati karena untuk apa aku hidup lagi!" teriak Jasmine.
Jasmine mengisi kehidupannya, saat ia mengingat kembali kejadian di restoran tadi.
"Jasmine, kamu sadar seharusnya terima kehidupanmu saat ini, karena kehidupanku lebih kelam. Saat diri ini dijual oleh ibuku sendiri," ucap Sairin dengan lirih.
Jasmine tersenyum saat mendengar ucapan Sairin, bukan dia bahagia atas menderita sahabatnya itu. Yang membuatnya tersenyum kata-kata Sairin.
"Aku ingin bertemu dengan ibumu, aku ingin kehidupanku lebih hancur dari yang sekarang ini," ucap Jasmine dengan lirih.
"Jangan! Jika kamu sudah masuk ke dalam dunia malam jangan harap kamu bisa kembali seperti saat ini," sahut Sairin.
Jasmine sudah tidak peduli lagi akan kehidupannya, karena ia merasa sangat sedih dan hancur sehingga tidak bisa berfikir jernih.
Sairin tidak bisa berbuat apa-apa, lalu menuruti keinginan sang sahabat untuk menemui ibunya di rumah.
Setelah sampai mereka langsung masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa bersama dengan ibunya Sairin.
"Kamu serius?" tanya ibunya Sairin yang mendengar jika Jasmine akan menjual diri dan juga masih virgin.
"Saya serius, Tante bisa secepatnya mencari konglomerat yang akan membeli diri saya ini," jawab Jasmine.
"Baiklah, sekarang kamu pulang jika sudah ada tante kabarin kamu," sahut ibunya Sairin. Jasmine langsung bergegas pergi dari rumah Sairin.
Saat Jasmine sampai di rumah, ia melihat jika sang ayah tengah berbicara dengan seseorang dari telepon kemudian ia memperlambat gerakannya.
"Malam ini saja, ada barang baru mana mungkin aku tidak bisa. Siapkan saja dia di hotel biasa dan jangan lupa untuk tidak menyalakan lampu," ucap Aldalin.
Jasmine tidak tahu dengan siapa ayahnya itu berbicara, sehingga ia tidak mengerti apa yang di bicarakan oleh sang ayah.
'Aku sudah tidak peduli lagi saat ini, karena kehidupan ku hanya menyakiti hati ayah saja, bahkan. Lebih baik lagi jika aku mati,' batin Jasmine.
Jasmine masuk ke dalam kamarnya, dan menidurkan tubuh di atas tikar usang lalu ia menerima pesan masuk dari ponsel.
[Malam ini, di hotel kamar 111 datanglah ada yang menunggu mu dia seorang konglomerat di kota kita ini.]
Jasmine menghela napas panjang setelah membaca pesan dari ibunya Sairin. Sesunggunya, ia juga masih ragu-ragu akan keputusannya itu.
"Aku akan terus melakukannya, setelah itu pasti ayah akan mengusirku dari mansion ini," ucap Jasmine lirih.
Jasmine terkejut saat pintu kamar tiba-tiba terbuka, sehingga ia membuka kedua matanya kembali.
"Kak Jasmine, aku tadi mencari mu di restoran biasa dan katanya kamu sudah tidak bekerja lagi?" tanya Samudra.
Setelah bertanya Samudra menatap wajah Jasmine, terlihat jika mata kakaknya itu bengkak dan memerah terlihat jelas jika habis menangis.
"Ada masalah? Katakan padaku kak?" tanya Samudra.
"Tidak ada, hanya masalah sepele saja dan sebentar lagi juga akan selesai," jawab Jasmine bohong.
Mana mungkin Jasmine bercerita jika dirinya sedih dan kecewa akan sikap ayah mereka, karena ia tahu betul Samudra itu seperti apa.
"Benar, jika ada masalah yang terpenting beritahu Sam, jika kakak butuh uang katakan saja padaku dan langsung memberikan semuanya," ucap Samudra sambil tersenyum manis kepada Jasmine.
"Tentu saja, mana mungkin kakak tidak bercerita padamu," sahut Jasmine.
Samudra langsung bergegas pergi dari kamar Jasmine, karena dia sudah mendapatkan apa yang ia ingin tanyakan.
'Sepertinya, ini adalah rencana yang sangat bagus, agar aku bisa pergi dari rumah ini. Jika ayah tahu aku menjual diri. Aku yakin dia akan mengusir ku dari sini,' batin Jasmine.
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!