NovelToon NovelToon

MANDY

01. Wawancara

Suara keributan langkah kaki dan teriakan orang berlari-lari ketakutan dalam di area kios pakaian pasar Tawangmangu. Kawanan 3 perampok mengacak-acak, melempari pakaian baru ke arah seorang lelaki bertopeng karung beras.

“Woi! mau kemana kau, jangan lari!!” teriak pemilik kios pakaian yang tidak terima jualannya berantakan di tengah jalanan bekas jejak kaki pengunjung.

Para perampok beralih ke area pakan burung, menabrak kandang burung kosong hingga jatuh rusak. Mereka jadi kejaran banyak orang terutama lelaki bertopeng karung beras.

Tidak ada bunyi sirine mobil polisi, yang ada hanya suara terompet sepeda motor yang terdengar dimana-mana memperingatkan para perampok berhenti berlari.

Jalan raya besar berada di depan mata, kawanan perampok itu tengok kanan kiri betapa ramainya kendaraan pagi itu. Ditambah makin banyak pengunjung bermotor yang sengaja berhenti di lampu lalu lintas menatap para preman yang ingin kabur.

“Gubrakk!!”

Tendangan maut dari belakang membuat salah satu preman jatuh tersungkur. Ternyata itu adalah lelaki bertopeng karung beras yang berhadap-hadapan dengan perampok.

Tangannya memegang pisau dapur, dia todongkan benda tajam itu ke leher perampok. “Ampun bang, ampun saya masih punya orang tua di rumah,” kata si perampok gemetaran angkat kedua tangan.

“Aaaaa!!” jerit keras perampok. Lehernya disayat pisau dapur yang membekas di kulitnya membentuk garis panjang berdarah.

“Hahahahaha!” lelaki bertopeng karung beras itu malah tertawa cekikikan seperti badut Pennywise yang suka menakut-nakuti anak-anak.

Bukannya dikasihani, lelaki bertopeng karung beras itu menggores telapak tangan kanan dan paha kaki perampok yang disakitinya.

2 perampok lain menggigil gemetaran seperti disiram air dingin, dia geledah saku jaket dan celananya mengeluarkan perhiasan emas yang dia curi dari toko emas.

Lelaki bertopeng karung beras langsung ambil tuh perhiasan lalu pergi meninggalkan 3 perampok yang menyerah angkat tangan pasrah ditangkap oleh pedagang pasar Tawangmangu.

Suasana pasar kembali normal seperti semula, pengunjung yang awalnya pada diam ditempat melihat siksaan perampok, sekarang bisa keliling pasar dengan aman.

...•••...

“Kring, Kring!” suara lonceng sepeda onthel warna coklat berpadu putih mengangkut kantong besar berisi selusin lembar koran, berhenti di pojok jalan pasar yang ramai pengunjung.

Sasha Devagani, seorang wanita remaja rambut berponi coklat memarkirkan sepeda onthel di depan markas pembersih sampah. Ada mobil truk besar bertuliskan Diskoperindag (Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan).

Dia bawa kamera handycam jalan-jalan di sekitar area truk sambil menoleh kanan kiri. “Kayaknya ini tempat cocok deh buat bahan dokumentasi.” batin Sasha dengan menganggukkan kepalanya.

Sasha menyapa dan melambaikan tangan ke kakek tua yang menggotong keranjang rotan berisi sampah plastik.

“Permisi, boleh saya mewawancarai kakek tentang area tumpukan sampah ini?" tanya Sasha mendekatkan mic ke wajah si kakek.

Kakek tua itu angkat tangan sambil menggelengkan kepalanya, tampak tidak mau diwawancarai oleh Sasha. “Maaf mbak, bukan saya pemimpin disini, tunggu Andy datang dulu ya!” jawab Kakek tua.

Si kakek terburu-buru jalan cepat mengangkat keranjang rotan penuh sampah. Karena disuruh nungguin, Sasha bersandaran di truk besar menunggu orang yang namanya Andy datang.

Sasha melirik ke area trotoar, banyak ibu-ibu muda main handphone mengarahkan kamera depan ke area pakan burung. Sasha mengerutkan keningnya, berpikiran pasti ada yang lagi ramai di pasar Tawangmangu ini.

Merasa gabut cuma diam doang, Sasha kepo membaca satu lembar koran. Lama kelamaan tak disadari ada orang yang diam berdiri tegak di depannya.

“Ekhem!!” suara berdehem yang seketika mengagetkan Sasha. Wanita itu menyembunyikan kertas koran lalu melipatnya.

Mata Sasha melotot menatap wajah seorang laki-laki yang pakaiannya basah kuyup. Lelaki ini berambut cepak mekar hitam, kulitnya coklat muda, matanya hitam bulat besar alisnya tebal.

Sasha menelan ludah sekali, dia ulurkan tangan berjabat tangan tanda perkenalan.

“Namaku Sasha, maksudku datang kemari untuk minta wawancara sebagai dokumen bahan berita surat kabar.” kata Sasha matanya masih memandangi wajah si lelaki itu.

Lelaki itu merebut paksa koran di tangan Sasha, dia menggulung lalu melemparnya ke atas truk.

“Aku Andy, aku nggak suka diwawancarai, mendingan kamu pergi cari tempat lain sana!” tegur Andy mengibaskan tangannya.

Baru aja berkenalan, Sasha malah disuruh pergi, dia jadi memaksa mendekatkan mic tepat di bibir Andy.

Andy mengalihkan pandangannya, menoleh kanan kiri ke pedagang, raut wajahnya mengerut. Dia paling tidak suka dipaksa berbicara di depan ruang publik.

Suara langkah kaki kakek tua menghampiri Andy, dia menepuk pundaknya lalu menggantungkan handuk putih di kepala Andy.

“Tadi kamu kemana aja? dicariin tuh sama mbak cantik ini,” tanya si kakek tua menuding jari ke Sasha.

“Aku baru balik dari toko emas, mandi basahan sambil cuci tanganku yang kotor.” jawab Andy tanpa memandang wajah lawan bicaranya.

Andy berdecak kesal, bersedekap menyilangkan tangannya, dia kalungkan handuk putih di lehernya. Sasha menghela nafas, berdiri di tengah kakek tua dan Andy.

“Mas Andy jangan gitu dong, aku butuh waktu sebentar aja buat wawancara, boleh ya, please!” Sasha menggenggam kedua tangannya, matanya berkaca-kaca menoleh ke Andy.

Andy terpaksa mengambil mic dari tangan Sasha, lalu mereka mulai wawancara di area penampungan sampah ini. Merasa sudah baikan, kakek tua pun pergi meninggalkan mereka berdua.

Bercakap-cakap dengan Andy, membuat wajah Sasha senyum-senyum sendiri, entah kenapa lelaki di depannya ini kelihatan cool banget walaupun pakaiannya basah kuyup.

“Jadi, Andy apakah anda benar pemimpin area ini?”

“Pemimpin di area penampungan sampah ini adalah M si Pembunuh, dialah orang yang bertanggung jawab atas kekacauan penjahat di pasar Tawangmangu.”

Sasha mengangkat alisnya, merasa merinding mendengar jawaban Andy barusan, mana mungkin seorang psikopat bisa kerja bebas di pasar Tawangmangu ini.

Sasha mengedipkan matanya lalu menggeser lensa kamera untuk nge-zoom kepala Andy agar suaranya terdengar jelas dalam rekaman.

Diam-diam Sasha memotret wajah Andy dengan handycam, kameranya menyoroti muka Andy yang tengah berbicara. Saat pertanyaan terakhir, Andy malah diam sambil menatap tajam wajah Sasha yang masih senyum sendiri.

Merasa ada keanehan, Andy langsung menjatuhkan mic lalu merampas kameranya Sasha. Dia lihat foto-foto wajahnya yang bermacam ekspresi.

“HEH! kenapa banyak foto wajahku disini, nggak sopan banget,” Andy membentak Sasha sambil geser layar kamera.

“Itu buat bukti wawancara, nanti foto kamu terpampang dalam koran lho!” jawab Sasha sambil garuk kepalanya.

Sudah cukup wawancara hari ini, Sasha buru-buru beresin barangnya di kantong besar lalu menuntun sepeda ke jalanan tanpa berpamitan ke Andy.

“Sasha!"

Baru naik sepeda onthel, Andy pegang tangannya Sasha. Mereka berdua saling bertatapan muka datar.

“Kapan-kapan datang lagi ya, maaf kalau aku terlalu kasar sama kamu, hati-hati di jalan.” kata Andy suaranya pelan.

Andy menyerahkan kartu namanya ke Sasha, bila ingin survei ke pasar Tawangmangu lagi. Dia mengelus pelan rambut Sasha lalu melambaikan tangannya dengan muka datar.

“Oke, terima kasih!” ucap Sasha wajahnya tersenyum lebar sambil tunjuk jari jempol.

Wanita itu mengayuh sepeda onthel meninggalkan pasar Tawangmangu. Andy membuka pintu truk besar, di dalam ada kakek tua yang bersandar sambil menyeruput segelas teh hangat.

“Ketemu mbak yang namanya Sasha tadi, mengingatkanku sama adik perempuanmu Andy.” kata kakek tua sambil mengaduk sendok teh.

Andy menyandarkan kepalanya ke kursi mobil yang empuk, menghela nafas lega setelah wawancara dengan Sasha tadi. “Anda benar, aku jadi ingin berteman lebih dekat lagi sama Sasha.” jawab Andy tersenyum sendiri memandangi langit biru dari kaca mobil truk.

02. The Punk

Mengayuh sepeda ke kantor gedung redaksi sebesar mall, Sasha menyapa anak-anak loper koran lain yang baru berangkat kerja mengedarkan koran ke pelanggan setia koran JoNews.co. Awali kembali kerja dengan semangat dan tersenyum kepada orang-orang agar tidak dirasa sedang sakit hati atau banyak masalah yang menumpuk dalam otak.

Profesi Sasha sebagai jurnalis ditambah loper koran tidak kenal lelah dan terus semangat demi mencari nafkah bagi dirinya dan keluarga.

Masuk ke area pengetikan artikel, dan percetakan koran yang mana tempatnya sendiri seperti ruangan pelanggan restoran McDonald's. Baru aja duduk di bangku kerja, Sasha dihadang oleh badan CEO JoNews.co berbadan gemuk dan berjenggot tebal bernama Jojo.

“Sasha, apakah koran pelanggan sudah terjual habis?” tanya Jojo sambil melirik ke kantong besar Sasha yang terbuka lebar.

Sasha menelan ludahnya, dia berikan kantong besarnya ke Jojo lalu menutup mata dan telinganya, menahan suara keras apabila sang bos marah besar.

Dan benar saja, Jojo membuang semua koran-koran yang tersisa dan melempar kantong besar tepat ke muka Sasha.

“DARIMANA SAJA KAMU TADI, JAWAB!” teriak marah Jojo matanya melotot.

“Saya baru pulang dari pasar Tawangmangu.” jawab Sasha pelan.

Sasha menundukkan kepalanya tak mau memandang raut wajah Jojo yang marah padanya, dia keluarkan foto-foto dan memori handycam berisi rekaman wawancara dengan Andy

Jojo pun terdiam sejenak, dia rampas memori dan foto-foto hasil potretan Sasha, lalu pergi meninggalkan bangku kerjanya. Disini Sasha benar-benar takut banget bila tidak bawa bukti survei dan wawancaranya.

Entah gimana reaksi Jojo menonton rekaman dalam memori kamera, yang terpenting Sasha sekarang bisa kembali kerja mengetik artikel blog menggunakan komputer spek modern milik kantor.

Di sela jam kerja, Sasha iseng searching google tentang M si Pembunuh yang dikatakan Andy. Ternyata dari sekian banyaknya manusia di bumi, hanya ada 2 situs akun Instagram yang memposting video konteks “M si Pembunuh vs 3 Perampok” dia buka salah satu video tersebut.

Video itu memperlihatkan adegan M si Pembunuh yang menyayat leher perampok, tetapi bagian pisau dapurnya di sensor. Perampok yang disayat lehernya hanya megap-megap minta ampun sambil angkat tangan.

Sasha kepo kolom komentar netizen yang bilang M si Pembunuh ini pahlawan pasar Tawangmangu yang ingin bebas dari serangan kejahatan. Tindakannya dinilai baik dan menolong pedagang yang dirugikan perampok.

“M si Pembunuh pasti orang-orangan pembersih sampah yang sengaja menyembunyikan wajahnya di depan publik.” tulis komentar tertinggi.

Sasha jadi makin penasaran, dia perlu cari info lebih dalam ke Andy sekaligus eksplorasi pasar Tawangmangu untuk kedua kalinya. Sasha nggak boleh ketinggalan info viral yang dapat menguntungkan berita koran JoNews.co. Daripada dimarahi sama Jojo, mending lanjutin kerjaan sampai selesai biar punya waktu longgar.

Beberapa jam kemudian, Jojo menghampiri Sasha lagi, raut wajah tersenyum ceria, sambil bilang “Yes, Yes, Yes!” seperti dapat kabar gembira.

Jojo mengembalikan foto-foto dan memori handycam Sasha, dia menggoyangkan bahu wanita itu yang masih sibuk kerja.

“Bagus sekali Sasha, mulai sekarang aku mau kamu telusuri lebih dalam berita seputar M si Pembunuh dan tempat penampungan sampah, agar semakin menarik perhatian pelanggan koran kita yang baru.” jelas katanya Jojo.

Sasha senyum-senyum sendiri, mengelus dadanya senang bila memang Jojo suka sama hasil kerjanya. Dia pegang kartu identitas Andy yang sudah lawas. Berarti dia sudah lama bekerja di pasar Tawangmangu.

Andy Bramantyo, umur 21 tahun, status masih jomblo, anak Malang asli dan bekerja sebagai pembersih sampah. Ada gambar pas foto Andy yang masih muda, wajahnya lebih putih dibanding yang Sasha lihat.

Namun ketika kartunya dibalik, ada noda jari berdarah kering. Sasha mengernyitkan keningnya, berpikir mungkin ini noda yang sudah lama tak hilang. Sasha masih berpikir positif kalau Andy memang hanyalah pembersih sampah biasa.

Dia mengemasi barang-barangnya lalu cangklong tasnya keluar dari kantor JoNews.co. Berniat kembali lagi ke pasar Tawangmangu menemui Andy.

...•••...

Andy berlatih tinju, tetapi yang menjadi sasarannya bukan guling samsak, melainkan temannya sendiri yang berbadan gemuk. Bukannya kesakitan, temannya malah senang menyuruh Andy memukul perut sepuasnya.

Andy memukul hanya dengan tangan kosong, tanpa menggunakan sarung tangan, apalagi sarung tinju, anda kira ini latihan tinju beneran, nggak lah.

“Teng! Teng!” lonceng berbunyi waktu makan siang.

Tepat saat itu, perutnya Andy keroncongan, dia merasakan lapar banget sambil bersendawa. Tangannya udah kemerahan dan panas rasanya, itu tandanya disuruh berhenti, si anak gemuk merangkul pundak Andy bergegas menuju warung lalapan langganan.

Begitu sampai di warung anak-anak pembersih sampah disuruh baris tertib oleh gerombolan polisi berambut mohawk pendek. Andy menoleh ke parkiran truk besar, rupanya sepeda motor berlampu merah biru tersusun rapi hingga memperkecil jalan masuk.

Merasa ada yang nggak beres, Andy pun turun tangan menghadap langsung ke atasan polisi yang bermuka cina.

“Ngapain coba tutup jalan orang lapar mau lewat, siapa yang mengirim kalian kemari?” tanya serius Andy matanya mendelik tajam.

Polisi muka cina menunjukkan lencana polisi berlogo tengkorak berambut mohawk yang punya nama julukan yaitu “The Punk”. Andy tampak sama sekali tidak takut sama polisi, apalagi mereka masuk ke wilayahnya.

“Kami minta waktu sebentar aja, apakah benar M si Pembunuh bekerja di tempat penampungan sampah ini?”

“Ngapain kalian cari M si Pembunuh? dia nggak masuk kerja hari ini, mending bapak angkat kaki aja deh!” jawab Andy suaranya ngegas biar si polisi takut sama dia.

The Punk mengetahui jelas aksi M si Pembunuh yang melukai preman kampungan pencuri emas. Dia harus segera ditahan karena jika dibiarkan dapat membahayakan nyawa orang jahat lain. Lebih baik dihukum secara adil dengan ketokan palu di kursi sidang daripada dibunuh di tangan orang psikopat yang gila.

Andy bertepuk tangan dua kali, kemudian temannya yang gendut memberikan sebuah pigura foto cewek dan sebilah pisau dapur. Kerah seragam polisi muka cina ditarik lalu lehernya ditodong dengan pisau dapur tajam di tangan Andy.

Namun di sisi lain, suara lonceng sepeda onthel berbunyi. Andy melirik ke belakang, rupanya Sasha kembali lagi ke pasar Tawangmangu. Andy yang rasanya ingin menghunus leher polisi cina ini terpaksa harus bersabar, dia memberi peringatan ke polisi The Punk.

“M si Pembunuh adalah pahlawan pasar Tawangmangu, jika kalian ingin menangkapnya maka langkahi dulu mayatku.” kata Andy melepaskan kerah baju kemeja polisi muka cina.

Polisi muka cina ini berdecak kesal sambil merapikan kerah bajunya, lalu menyuruh anggota The Punk lainnya pergi meninggalkan pasar.

“Huuuuu! Huuuu!” suara serempak ejekan pembersih sampah lainnya sambil melempari kulit pisang ke arah polisi The Punk.

Waktu jam makan siang terpotong hanya gara-gara komplotan polisi yang mau menangkap seorang pahlawan yang membela kebenaran. M si Pembunuh diapresiasi oleh orang-orang pasar Tawangmangu, berbeda dengan polisi The Punk yang baru muncul batang hidungnya ke pasar hari ini.

Dari dahulu kemana aja bos, sepertinya The Punk ketinggalan zaman soal M si Pembunuh atau jarang patroli ke daerah pasar tradisional. Sudah lupakan saja, yang terpenting Andy dan pembersih sampah lain bisa lahap makan siang dengan tenang tanpa diganggu pihak berwajib.

Andy makan nasi lalapan tahu telur, di depan piringnya terpampang foto cewek remaja tersenyum yang terpajang di pigura warna emas. Gambar cewek itu memakai baju tentara warna abu-abu dan topi fedora hijau tua.

Andy terus memandangi foto itu sambil berbicara sendiri seperti mengobrol bersama orang yang dia sayangi.

“Selamat makan! tahu telurnya pasti enak banget nih, kita makan bareng-bareng yuk!” kata Andy mengeraskan suaranya terdengar satu warung.

Sedangkan teman-temannya menengok ke arah Sasha yang masuk warung lalapan mendekati Andy dari belakang. Wanita ini bingung, dia mengerutkan keningnya berpikiran si Andy ini ngomong sama siapa kok akrab banget.

Sasha memiringkan kepalanya memandang foto cewek yang ditaruh di atas meja depan piring makan Andy. “Wah! udah nggak waras ini orang.” batin Sasha.

Sasha tepuk keras pundak Andy, hingga mengagetkan lelaki itu yang seketika menoleh ke wajahnya yang cemberut.

Kegilaan Andy

Mempercepat makanan yang baru saja disajikan, dia lahap lauk pauk tahu telur dengan cekatan tanpa jeda minum. Sasha memejamkan matanya, nggak tahan dengar kecapan mulut Andy. Pola makannya sama dengan hewan karnivora, mengunyah dan melahap makanan sekaligus.

“Dasar anak gila, nggak sopan banget depan banyak orang.” Sasha memilih pindah di tempat yang kosong, memesan es degan untuk menyegarkan perutnya.

Sasha perhatikan Andy dari jauh, diam-diam merekam lelaki itu yang makan sambil berbicara dengan foto cewek. Rekan pembersih sampah lain cuma diam doang sambil menikmati hidangan, tidak memedulikan suara Andy yang asyik ngomong sendiri sama foto cewek.

“Andy, temenin keliling nanti ya, sambil ngobrol santai, oke!” kata Sasha kepalanya miring nengok Andy.

Andy cuma manggut-manggut doang, dia masih lahap makan sampai piring kaca bening bersih bersinar, dia bersihin sisa bumbu-bumbu saus kacang dengan lidahnya.

Sasha menampar pelan wajahnya, berpikiran nih si Andy kenapa jadi gila begini sih, siapa cewek yang di foto pigura emas itu? hari ke dua ketemu sama Andy, rasanya mulai kelihatan sifat asli lelaki tersebut. Sasha jadi makin penasaran.

“Itu foto siapa yang kamu ajak ngomong?” tanya Sasha to the point.

Andy menelan sejenak sisa makanan dalam mulutnya, lalu berikan foto pigura emas ke Sasha. “Dia adik perempuanku yang selalu ada di hatiku.” jawabnya memegang dada kanan.

Ketika mau memotret foto pigura itu, Andy langsung merampas dari tangan Sasha, dia peluk dan menyembunyikan di dalam baju kemeja. Sasha melongo, memangnya kenapa sih kok nggak boleh di foto doang.

“Aku tidak mau foto adikku tersebar luas di seluruh penjuru dunia, apalagi dilihat sama polisi.”

“Lah, emangnya kenapa? kan biar orang-orang tahu adik perempuanmu yang cantik itu.”

Andy jadi makin sebal, dia pergi cabut aja dari warung lalapan meninggalkan Sasha. Bodo amat sama wanita itu yang mau eksplorasi penampungan sampah, foto-foto, atau ngobrol sama pembersih sampah lain, terserah.

Usai mengisi perut, Andy lanjut angkut semua keranjang, tong sampah, kantong kresek ke dalam truk besar untuk dikirim ke tempat pengelola. Memilah sampah plastik, botol, dan barang bekas yang rusak.

Andy melakukannya sendiri, selagi rekan pembersih sampah lain sedang makan, Andy berharap upahnya lebih besar dibanding kemarin.

“Ini sungguh melelahkan, tetapi demi uang aku rela nekat bekerja lebih banyak.” kata Andy berbicara sendiri.

Bayangkan bila harus mengangkut dua tong sampah dengan dua tangan, rasanya berat sekali. Mengusap keringat dengan handuk kecil, Andy puas banget dengan kinerja maksimal. Tinggal menunggu rekan lainnya untuk antar truk besar.

Dari jauh ada seorang mandor pakai helm proyek bedah rumah menghampiri Andy yang tidur terlentang lesehan, dia rentangkan kedua tangan sambil menghembuskan nafas lega.

“Andy bangunlah, ini gaji bonus hasil kerja kerasmu hari ini, kau benar-benar bisa diandalkan.” kata si mandor sambil melempar segepok amplop coklat tebal ke muka Andy.

Bau amplop itu benar-benar wangi, Andy langsung berdiri mengintip berapa banyak upah yang ia dapatkan. Raut wajahnya tersenyum lebar betapa senangnya dapat gajian.

“Maturnuwun pak Ben!” ucap Andy berterima kasih ke mandor dengan logat bahasa Jawa.

“Sami-sami mas Andy.” jawab Ben menganggukkan kepalanya.

Andy mencium amplop coklat berisi uang dengan kecupan manis. Dia pun undur diri istirahat ke rumah kayu. Giliran Ben yang berjaga-jaga di dalam truk besar menunggu yang lain datang.

...•••...

Raut wajah Sasha tampak murung, dia bersepeda lurus keliling sekitar pasar Tawangmangu. Pedagang pasar didampingi oleh rekan tercinta, baik itu istrinya, anaknya atau kerabat kerja.

Sedangkan Sasha sendirian, gini amat rasanya jadi jurnalis dan loper koran. Harus keliling survei sana sini buat ide artikel biar nggak dikatain berita hoax sama pelanggan.

Tengok kanan kiri, rata-rata pengunjung pasar datang berduaan bahkan bertiga boncengan sepeda motor. Sasha sempat memotret area tempat pasar yang cocok dimasukkan berita.

Orang-orang sekitarnya pada tutup mata tidak mau kelihatan kamera handycam milik Sasha. Setelah foto-foto, Sasha iseng scroll album foto dalam kameranya. Foto pertamanya adalah sesi foto bareng Andy. Wanita ini tatap wajah Andy yang tersenyum kecil, pipinya tembem kayak minta dicubit.

“Apa aku harus kerjasama bareng Andy ya?” tanya Sasha sambil garuk kepalanya yang nggak gatal.

Sasha perlu surat tanda bisnis kerjasama dengan Andy, tetapi harus membuatnya terlebih dahulu. Melihat sikap gila Andy, membuat Sasha punya ide untuk memanfaatkannya menangkap penjahat demi kantor JoNews.co.

Dengan niat yang baik-baik, Sasha membelokkan sepedanya ke penampungan sampah lagi. Mencoba ketemu sekali lagi dengan Andy, barangkali akalnya kembali normal.

Ketika parkir sepeda di samping truk besar, Andy sudah tidak ada, hanya ada Ben yang melayani surat tanda tangan penerima barang bekas dari tukang becak.

Sasha berpikir tumben hari ini ramai orang-orang berdatangan bawa barang bekas serta sampah, tidak seperti hari yang lalu. Sasha pegang mic dan kamera, menghampiri Ben yang masih tengah sibuk ngurus surat bon para tukang becak yang antri panjang.

“Permisi, Andy-nya mana yang bang?” tanya Sasha.

“Andy lagi istirahat, kalo mau ketemu monggo silahkan ke rumah kayu,” jawab Ben sambil menuding jari ke arah rumah kayu.

Dengan bola matanya yang masih fresh, Sasha bisa melihat ujung atap rumah kayu di samping area parkiran. Sebelum itu dia mau memotret para tukang becak serta barang-barang bekas dan sampah. Dalam otaknya muncul ide judul artikel koran yang akan dia buat saat jam kerja nanti.

Beres dengan dokumentasi, Sasha sudah stay di depan rumah kayu yang bentuknya mirip gazebo. Namun atapnya berbentuk tumpengan yang cukup besar. Kalau dipandang dari segi atap, pasti dalam ruangannya juga lumayan luas.

Sasha membuka korden selimut bekas, dia intip sedang ngapain Andy di dalam rumah kayu. Ternyata Andy lagi tidur nyenyak lesehan tanpa karpet atau keset welcome. Hehe, mana mungkin ada pembersih sampah tidur.

Sasha membuka pintu pelan-pelan meski bunyinya kedengaran sedikit. Sasha berjalan menjinjit mendekati Andy. Tampak jelas foto pigura emas yang dibawa Andy, sekarang berada di samping kepalanya yang basah keringat.

“Kasihan banget baru usai kerja langsung tidur, padahal aku pengen bicara sama kamu.” kata Sasha kepalanya menatap wajah Andy.

Tipikal orang gila macam Andy ini kalo dibangunin waktu lagi enak tidur, pasti bakalan marah. Sasha menyobek secarik kertas catatan kecil, menuliskan surat untuk Andy bila nanti dia bangun. Dia taruh catatan itu ke bawah foto pigura emas kemudian keluar dari rumah kayu.

Mungkin hari ini Sasha sudah mencari bahan artikel koran yang akan segera diterbitkan oleh JoNews.co. Jojo bakalan senang dan nggak akan memarahi Sasha lagi.

Namun saat mengayuh sepeda onthel keluar pagar pasar Tawangmangu. Sasha menemukan polisi The Punk yang sedang kumpul bareng para pengamen jalanan di tiang lampu lalu lintas.

Dia amati terus gerakan tangan dan mimik wajah polisi The Punk yang berkacamata sambil pegang tongkat neon merah. Gerak tangannya menggorok lehernya sendiri seraya ingin membunuh seseorang.

Sasha memotret mereka semua secara sembunyi. Sempurna, hasil fotonya tepat sekali ketika polisi The Punk menunjuk arah jalan para pengamen ke pasar Tawangmangu. Sepertinya ada rencana jahat yang akan dilaksanakan.

Sesudah itu Sasha cepat buru-buru mengayuh sepedanya laju cepat menyebrang jalan melewati polisi The Punk yang meniup peluit ke kendaraan di jalan besar.

Dalam benak pikiran Sasha, dia merasa curiga sama polisi The Punk yang mengatur kendaraan di tiang lampu lintas. Di lain hari dia harus cari tahu tentang identitas polisi The Punk.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!