"Kamu jangan berharap lebih dengan pernikahan ini! Aku pastikan pernikahan ini tidak akan bertahan lama!" ucap Tama penuh penekanan serta tatapan teramat tajam.
Deg!
Putri Mentari terhenyak mendengar ucapan pria yang sudah menjadi suaminya seminggu yang lalu. Walaupun perkataan pria di hadapannya begitu dingin. Namun, wanita yang akrab dipanggil Tari itu berusaha tampak biasa saja dalam menanggapinya.
"Ya ampun Pak ... jangan galak-galak napa. Entar makin nambah loh keriputannya."
Tama mengepalkan tangannya kala mendapati jawaban yang terdengar menjengkelkan di telingannya.
"Kamu!!!" geram Tama.
"Ih pak dosen, jangan natap Tari begitu dong, Tari kan jadi malu." Tari memasang wajah tersipu malu.
"Hah! Bocah gila!" Tama menghela napasnya kasar lalu berbalik dan menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar hotel mereka.
Brak!
Tama menutup pintu kamar mandi dengan kasar, menimbulkan suara keras yang mengagetkan Tari.
"Buset dah, udah ngatain aku! Pakek acara banting pintu segala. Ck-ck-ck buat kaget aja tuh om-om. Eh kalau dilihat-lihat, suami aku galak bener deh—mirip sama pit bull. Hi-hi-hi." Tari terkikik geli dengan pemikirannya sendiri mengenai sang suami.
Beberapa menit kemudian, Tama keluar dari kamar mandi dengan pakaian santainya, kaus berwarna putih serta celana bahan di atas lutut.
"Eh udah siap pak dosen mandinya? Sekarang gantian Mentari yang mandi. Hah ... harusnya tadi pak dosen ajak Tari mandi bareng biar hemat air," oceh Tari yang terus berlanjut sampai ia masuk ke dalam kamar mandi—tak peduli dengan suami galaknya yang tidak menanggapi setiap ucapannya.
Tama merebahkan tubuhnya yang terasa lelah. Entahlah, padahal dia tidak melakukan aktifitas berat apapun. Akan tetapi, tubuhnya terasa seperti habis bertempur di medan perang saja. Mungkin lebih tepatnya berperang menahan emosi yang terus-terusan diuji oleh Bocah Gila. Pikir Tama.
Tama kayaknya kamu perlu cermin. Ini nih othor cakep kasih pinjem😪biar sadri 'sadar diri'
Tama yang masih berbaring sambil memejamkan matanya, memilih untuk duduk dan mengambil laptop yang selalu ia bawa ke mana pun dirinya pergi.
Tari keluar dengan handuk putih yang melilit tubuhnya. Dengan santai ia berjalan di depan Tama yang tengah asik dengan laptop di atas pahanya.
"Oh my god! Pak dosen, ini kita lagi honey moon loh. Masa sibuk terus sama laptop-nya sih. Lagian kita di sini cuma seminggu, setelahnya bapak harus ngajar di kampus," protes Tari.
Tama mengangkat kepalanya—menatap Tari dengan tajam dan dingin.
"Kalau bukan karna ayah, ibu dan putriku. Aku tidak sudi menghabiskan waktu dengan wanita seperti kamu!" tegas Tama.
Ya, Tari menikah dengan duda beranak satu. Dan acara bulan madu ini adalah ide ayah dan ibunya Tama.
"Wanita seperti apa? Seperti bidadari maksud bapak?" Tari menaik turunkan alisnya.
Tama mengabaikan jawaban Tari dan kembali menyiapkan bahan ajar yang akan ia sampaikan ke pada mahasiswa/i nya tiga hari lagi setelah kepulangannya dari Bali.
Tari yang tidak ditanggapi pun memutuskan untuk masuk ke dalam ruang khusus mengganti baju.
Setelah selesai, ia mulai bergabung dengan suaminya di atas ranjang. Tari menoleh ke arah suaminya yang tampak tidak perduli akan kehadirannya.
Ia menghela napas panjang, mau menggoda suami galaknya seperti tadi agar suasana sedikit lebih cair. Tapi niat itu diurungkannya karna ia sedang tidak berselera sebab kelelahan akibat berkeliling pantai seharian. Akhirnya Tari memilih merebahkan diri dan ingatannya tentang permintaan sang ayah untuk menikah berputar di kepalanya.
`
`
`
`
`
Buat yang gak tau pit bull itu apa, othor yang cakep ini mau bagi info. Pit bull adalah nama umum untuk jenis anjing yang diturunkan dari bulldog dan terrier. Pit bull terkenal sebagai ras anjing paling galak di dunia, sulit dilatih, bahkan berbahaya karena bisa menyerang dan melukai. Nah bener-bener mirip Tama sih ini galaknya🙊
Sebelum next ke bab selanjutnya, othor kacan yang super cakep ini mau pantun🐊
Bulan satu malam pertama
Malam pertama di dekat pohon bambu
Eh ngeri bener deh si Tama
Kalau marah mirip sama hantu
Au ah gelap ....
•Flash back•
Tari POV
Semakin hari ayah tampak lemah, sering batuk-batuk, bahkan tubuhnya semakin ringkih. Membuat aku menjadi takut, karena hanya ayah yang aku punya di dunia ini.
"Tari ... sini, Nak." Panggil Pak Wahyu, ayah Tari. yang tengah berbaring di sofa ruang tv.
"Ya, Ayah." Aku menyahut ketika mendengar panggilan dari ayah. Kuletakkan barang-barang untuk keperluan fotokopi milik ayah di atas meja.
"Tari sayang, kan. Sama, Ayah?"
"Ih ... Ayah, pakek nanyak segala. Ya sayang lah, pakek banget ... nget ... nget."
Ayah terkekeh kecil melihat ekspresiku ketika menjawab pertanyaan ayah.
"Ayah juga sayang sekali sama, Tari." Ayah mengelus puncak kepalaku dengan lembut, dan aku dapat merasakan kasih sayang dalam setiap usapan yang ayah berikan padaku.
Tapi entah kenapa perasaanku tidak enak mendengar setiap kata yang ayah keluarkan hari ini.
"Tari tau, Tari kan anak kesayangan, Ayah yang paling cantik, baik hati, pandai menabung di kedai, emm ... apa lagi ya? Ha, Tari juga anak yang rajin."
Ayah tertawa lepas mendengar ocehanku, dan aku ikut tertawa bersama ayah. Bahagia sekali rasanya melihat ayah tertawa seperti ini. Namun, ketika suara tawa itu memudar. Raut ayah pun berubah menjadi sendu.
"Ayah kenapa?"
'Kenapa ayah tampak sedih?' batinku bertanya.
"Tari ...,"
Aku masih diam, menunggu kelanjutan yang akan ayah katakan.
"Ayah takut tidak bisa menjaga kamu, Nak. Ayah semakin tua dan tidak sesehat dulu."
"Ayah bicara apa sih? Tari gak ngerti."
"Kamu anak Ayah satu-satunya. Hanya ada kita, Nak. Sanak saudara kita tidak ada. Bahkan ibumu sudah lama pergi kepangkuan tuhan. Ayah ... takut kalau Ayah pergi kamu tidak memiliki siapa-siapa," ucap ayah.
Pada saat itu bulir bening pun luruh membasahi wajah ayah dan wajahku. Ayah menarik napas panjang sebelum melanjutkan ucapannya.
"Mau kah kamu mengabulkan satu permintaan ayah, Tari?"
Dengan cepat aku mengangguk sambil menangis. Hanya ini yang bisa kulakukan, selama ini aku selalu merepotkan ayah.
Semenjak ibu meninggal ketika aku masih duduk di bangku kelas dua sekolah dasar, ayah lah yang selalu merawatku, hal yang seharusnya dilakukan oleh seorang ibu.
"Ayah ingin kamu menikah dengan anak sahabat, Ayah, apakah kamu bersedia, Nak?"
Deg!!!
Menikah? Bahkan terlintas dipikiranku pun tidak. Namun, lagi aku mengangguk.
Seulas senyum tergambar di wajah ayah. "Dia seorang duda beranak satu, kehidupannya mapan. Ayah sudah bertemu dengan anak sahabat ayah itu, Ayah. Yakin dia mampu menjaga kamu."
Duda? Beranak satu? OMG, apa ini namanya keuntungan? Buy one get one!
"Ganteng gak, Yah?" sahutku menjawab dengan candaan pada ayah.
"Hahaha, anak ayah ada-ada saja. Tentu calon suami mu tampan, anak Ayah kan Cantik--pastinya ayah carikan yang tampan."
"Ada roti sobeknya gak, Yah?" Aku menaik turunkan alis sembari tersenyum.
"Roti sobek?" tanya ayah yang tidak mengerti.
"Ya ampun, masa Ayah gak tau sih. Itu loh, Yah. Otot-otot diperut. Hahahahaha ...,"
"Hais kamu ini. Sudah sana beres-beres, buka fotokopi nya nanti kesiangan."
"Hahahaha ... siap kapten," jawabku dengan tangan membentuk hormat.
•Flashback off•
"Aku pasti bisa mendapatkan cinta suamiku, semangat Tari!!!" Aku memberi semangat dalam hati, sembari mengangkat dan mengepalkan tanganku.
Pak Tama menoleh ke arahku karena gerakan yang kubuat mengagetkan dirinya.
"Dasar bocah gila!"
"Ih ... Pak, gak boleh gitu sama istri. Tau gak, kata orang ... Kalau kita mengatai orang yang gak baik itu cepat banget menularnya."
Tama tak menghiraukan ucapanku, ia menutup laptopnya dan ikut berbaring. Tapi, membelakangi diriku, seakan malas menatap wanita yang sudah resmi menjadi istrinya.
"Pak, besok temeni Tari cari oleh-oleh yuk! Tadi Tari lihat ada kalung cantik banget, pasti cocok banget buat, Aruna."
"Kamu tidak usah mencari perhatian di depan anak saya!"
"Tapi, kan. Tari istri Bapak. Jadi, anak Bapak ya anak Tari juga dong." Aku menjawab Tama sambil memanyunkan bibirku.
"Istri sementara!" Tegas Tama.
"Iyain aja deh biar, Bapak seneng, takut kalau diladenin, Bapak makin nambah tua. Hahaha...,"
Tama merasa geram dengan segala tingkahku, namun dengan sekuat tenaga ia menahan untuk tidak meladeni ucapan yang aku katakan.
Lama kami terdiam satu sama lain, hingga akhirnya aku dan Tama tertidur.
Aku bangun dari posisi berbaring, dan mengintip wajah Tama yang membelakangi diriku.
"Ganteng, tinggi, tapi sayang ... galak bener, semoga Tari bisa dapetin hati pak dosen. Aamiin." Aku melanjutkan tidur kembali, dan kali ini aku benar-benar tertidur.
`
`
`
Ada yang tau umurnya Tama berapa? Ayo ditebak😽 othor bakal gift pulsa 10k untuk satu orang yang berhasil menebak dengan benar❤
Tari terbangun dari tidurnya, ia melihat ke samping. Sisi itu tampak kosong.
"Kemana pak Tama pergi?" tanya Tari pada dirinya sendiri.
Tari mencari suaminya di dalam kamar mandi. Namun, di tempat itu pun tidak ada. Ia mencari keseluruh sudut ruangan, dan hasilnya pun tetap sama.
"Suami gak ada akhlak! Aku sumpahi klepek-klepek sama aku!"
Tari yang tak kunjung menemukan keberadaan suaminya, memutuskan untuk mandi karna ia akan berkeliling untuk mencari oleh-oleh.
Kini Tari sudah rapi, dress sabrina di atas lutut berwarna soft pink melekat sempurna di tubuhnya yang pendek nan ramping, namun Tari memiliki pipi yang chubby di samping bentuk tubuhnya yang kurus itu.
"Tas udah, handphone udah, emm ... apa lagi ya? Kayaknya udah lengkap deh. Waktunya berangkat!!!" teriak Tari dengan semangat yang membara, karena hari ini dia akan berbelanja untuk anak sambung, ayah, serta dua sahabatnya.
Tari keluar dari hotel tempatnya menginap. Saat dirinya memasuki elevator, ia tidak sengaja menabrak seseorang.
Bruk!
"Aduh, keningku!" Tari mengusap dahinya yang terasa sakit. "Kalau jalan itu lihat-lihat dong! Gimana sih, lihat nih! Jidat aku terzolimi," protes Tari tanpa melihat siapa orang yang dia tabrak.
"Maaf ya, saya tidak sengaja," ucap seorang pria berjas hitam.
Tari mendongak, melihat orang di depannya. "Eh, i-iya gak papa." Tari terkesima melihat ketampanan pria di hadapannya.
'Ganteng, tinggi, gayanya keren kayak CEO di novel-novel yang aku baca. Aish ... inget Tari, kamu udah punya Pak Tama yang gak kalah ganteng. Ya ... walau pun yang ini nampak lebih muda.' ucap tari dalam hati.
"Kamu mau ke lantai berapa?" tanya pria di depannya.
"Saya mau ke lantai satu ... emm Om, eh Pak."
"Hahaha ... apa saya kelihatan setua itu?"
Tari menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Sedikit ...."
Pria yang kini berada di samping Tari itu tampak tersenyum mendengar jawaban yang Tari berikan.
"Saya masih 28 tahun. Sepertinya dipanggil Kakak masih pantas?"
Ting ....
"Eh udah sampai, kalau gitu saya duluan ya, Kak." Tari buru-buru keluar dari elevator itu tanpa menoleh ke belakang.
"Huh selamat ... selamat." Tari mengusap dadanya yang terasa sesak karna berjalan dengan tergesah-gesah.
"Selamat dari apa?"
Tari membalik badannya, "Eh buset!!!" teriak Tari karna terkejut.
Dan sedetik kemudian, Tari langsung lari dengan sekencang mungkin. Beruntung dia menggunakan flat shoes, jadi tidak menyulitkannya saat ini untuk berlari.
Sementara itu, pria berjas hitam nan tampan itu tampak tersenyum, "Gadis yang menarik."
Dirasa sudah aman, Tari pun berhenti. "Hah ...hah, itu kak ganteng kok tadi ngikutin ya? Buat takut aja. Jangan-jangan dia mau culik aku ... terus jual organ tubuh ku. Hiiiii ngeri, untung aja aku langsung ngacir. Zaman sekarang penculik tampilannya keren-keren--harus waspada!" oceh Tari dengan napas ngos-ngosan karna habis berlari.
Tari berjalan di pinggiran pantai, raut wajah cemberut begitu tergambar jelas. Karna hati yang diliputi rasa kesal ia menendang-nendang pasir dengan kaki t e l a n j a n g karena sepatu yang tadinya Tari kenakan kini ia jinjing.
"Ih sial banget sih! Dompet pakek acara ketinggalan lagi. Mana haus ... mau balik, tapi takut ada Penculik ganteng, mungkin aja dia masih di situ kan. Pak Tama mana sih? Ada istri cantik, muda begini kok ditinggal. Apa gak takut aku digondol orang?" Tari mengoceh sendiri sepanjang jalan, sampai-sampai beberapa orang memperhatikannya.
Sadar akan dirinya yang mulai menjadi pusat perhatian orang-orang, Tari memutuskan untuk diam dan duduk di tepi pantai. Membiarkan deburan air menerpa kakinya.
"Hu ... Segarnya." Tari memejamkan mata, merasakan semilir angin dan air pantai yang begitu menenangkan.
Sejenak ia menikmati suasana tenang yang disajikan oleh alam. Namun, saat ingatannya kembali ke pada sang suami yang hari ini tak nampak batang hidungnya. Tari pun kembali mengoceh.
"Bakal masuk kecatatan sejarah ini. Seorang istri cantik dan imut ditelantarkan oleh suaminya saat sedang honey moon."
Karna pemandangan yang disuguhkan oleh alam begitu indah, Tari sampai tidak sadar bahwa hari mulai sore.
"Astaga!!! Udah pukul empat sore? Aduh gimana ini ... mau balik, tapi takut. Apa orang tadi masih ada di sana? Tadi dia juga berada di lantai yang sama. Apa jangan-jangan dia nginap di hotel itu juga?" Tari dilanda dilema yang tak kunjung selesai.
`
`
`
Udah Tari pulang aja sono. Gak usah takut, othor jamin yang tadi itu gak jahat. Paling cuman dikarungin aja hahaha ....
Bersambung ....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!