Seorang gadis tengah berlari menyusuri gang sempit yang sepi. Hanya bisa muat untuk dua orang saja. Tidak ada rumah di sekitar. Hanya gedung kosong yang sudah di penuhi oleh lumut dan tanaman liar. Gadis itu berlari tanpa arah, dia tidak tahu lagi harus kemana. Sejauh mata memandang, tidak ada siapapun di sekitar sana.
Samar-samar terdengar langkah kaki mendekat, gadis dengan penampilan tomboy itu bersembunyi di balik dinding gedung yang sudah berlumut. Menghela napas yang sudah terengah-engah dengan keringat bercucuran.
"Kemana dia pergi!" ujar seorang lelaki berbadan kekar.
Dua lelaki lainnya menggeleng. Mereka masing-masing memiliki tato di lengan. Tubuh mereka sangat berisi dan berotot. Tentu saja melawan seorang gadis sangatlah mudah baginya.
"Kita berpencar dan cari dia lalu serahkan pada bos!" ucap lelaki tadi.
Tiga lelaki berpenampilan seperti preman itu pun berpencar mencari gadis tomboy yang sedang bersembunyi.
"Rupanya kau disini, Lea!" Lelaki berbadan kekar itu pun telah menemukannya.
Lea mengumpati kebodohannya yang malah bersembunyi dibalik tembok gedung itu. Sekarang dia tidak bisa lagi lari. Dua teman lelaki itu sudah mengepungnya.
"Lo beraninya sama cewek! Cemen Lo pada!" ucap Lea mengejek.
"Nggak usah banyak bicara lebih baik ikut kami!" Lelaki berambut ikal itu menarik tangan Lea.
Sementara Lea menghempaskan tangan lelaki itu. Perkelahian pun dimulai. Tiga lawan satu bagi Lea sangat mudah karena dia telah menguasai ilmu bela diri yang handal. Namun, meski begitu Lea tetaplah perempuan yang akan kalah tenaganya dengan lelaki.
Salah satu preman itu mengeluarkan sebuah pisau dari sakunya. Lalu menusuk tepat di perut dan dada Lea.
"Bodoh! Kenapa lu malah tusuk dia!" umpat lelaki berambut gondrong yang sudah babak belur akibat serangan Lea.
Tubuh Lea ambruk tapi dia masih sadarkan diri.
"Lo akan terima akibatnya. Gue bakal bunuh bos Lo!" ucap Lea sebelum kehilangan kesadarannya.
"Lea!" teriak seseorang. Membuat ketiga preman itu kalang kabut untuk bersembunyi.
"Lea!" teriakan itu masih bisa Lea dengar. Namun, tubuhnya sudah lemah dan sulit untuk membuka suara.
Aldi, lelaki yang sejak tadi mencari Lea kini mematung menatap nanar tubuh Lea yang sudah bersimbah darah. Kedua kaki Aldi lemas dan tubuhnya gemetar. Dia terlambat menolong Lea.
"Lea," bisiknya yang langsung memeluk tubuh lemah Lea.
"Lea, bangun! Maafin gue karena terlambat nolongin elo!"
***
Lea membuka kedua matanya saat merasakan sesak dalam hatinya. Dia menatap kedua orangtuanya dan juga Aldi yang menangis di samping sebuah makam. Lea merasa bingung dimana dirinya berada?
Ada beberapa tanaman bunga yang menciptakan aroma yang wangi khas bunga. Dia terus berjalan tanpa arah sambil menatap takjub pemandangan indah yang di sajikan. Lea tidak pernah melihat bukit yang indah seperti ini.
"Lea," panggil seseorang.
Lea menoleh, menatap seorang gadis cantik yang lebih muda darinya.
Dia tersenyum padanya, sementara Lea mengernyit. Dia tidak mengenal gadis yang kini ada dihadapannya. Lea memindai wajah gadis itu dan mengingat siapa gerangan. Namun, dia sama sekali tidak mengenalnya.
Gadis dengan dress putih itu mendekat.
"Terima kasih, Lea," ucapnya.
"Lo siapa? Ngapain makasih sama gue? Kita nggak kenal dan gue nggak ngerasa pernah nolongin Lo!" jawab Lea.
"Lihat itu!" Gadis itu menunjuk ke depan. Dimana ada pemandangan yang ada di mimpi Lea.
Dia melihat kedua orangtuanya juga Aldi sedang menangis di atas gundukan tanah yang bertabur bunga. Hati Lea terasa sakit mendengar tangisan yang memilukan itu. Siapa yang telah tiada?
"Mulai saat ini kamu hidup di dalam tubuhku. Pergunakanlah tubuhku dengan baik." Ucapan dari gadis cantik itu membuat Lea menoleh.
"Heh, Lo mabok? Mana bisa gue hidup pakai tubuh elo!" Lea masih tidak mengerti dengan ucapan gadis yang ada disampingnya.
Dia masih bingung sebenarnya apa yang telah terjadi? Siapa yang meninggal? Kenapa ada Aldi juga bersama kedua orangtuanya?
"Aku Raina Grittella, mulai saat ini aku adalah kamu. Jagalah tubuhku sebaik mungkin. Aku percaya jika kamu bisa mengubah hidupku lebih baik. Nanti kepingan ingatan tentang aku dimasa lalu perlahan akan muncul. Terima kasih, Lea karena kamu, aku bisa pergi menemui ibuku."
Gelap, semua mendadak gelap dan gadis itu telah menghilang juga pemandangan bukit itu pun ikut menghilang. Lea merasakan sesak di dadanya hingga peluh bercucuran dikening.
"Tidaaaak!" teriaknya.
Membuat seorang lelaki yang duduk di samping ranjang pesakitan itu terlonjak kaget.
"Rain?" panggil lelaki itu.
Lea menoleh menatap lelaki tampan bahkan lebih tampan dari Aldi. Siapa dia? Mengapa dia berada di sini?
"Lo siapa?" tanya Lea.
Lelaki itu mengernyit, merasa aneh dengan ucapan gadis yang tidak sadarkan diri selama dua hari.
"Lo lupa sama gue?" tanya lelaki itu.
"Heh lupa gimana? Kenal juga enggak!" ujar Lea. Dia menatap sekeliling, tapi tidak menemukan keberadaan Aldi.
Lea meraba perutnya yang terkena tusukan pisau, tapi tidak ada luka disana.
"Kenapa?" tanya lelaki itu yang merasa heran dengan sikap Lea.
"Lo siapa sih?"
"Gue Rean Kakak Lo, masa Lo lupa?" jelas lelaki bermata elang itu.
Kakak? Jelas-jelas Lea tidak punya kakak. Dia adalah anak tunggal. Bagaimana bisa tiba-tiba ada orang yang mengaku sebagai kakaknya. Lea benar-benar bingung dibuatnya.
"Lo waras? Gue nggak punya kakak! Lagian muka Lo nggak ada mirip-miripnya sama gue apalagi nyokap sama bokap!"
Rean terkejut dengan cara bicara gadis yang tidak lain adiknya itu. Lea tidak tahu saja jika sekarang dia hidup kembali menjadi Rain. Jiwanya telah tertukar. Entah apa yang terjadi saat Lea sadar jika dia kini hidup menjadi Rain.
Rean memilih memanggil dokter untuk memeriksa adik kesayangannya itu.
Tidak lama kemudian seorang lelaki berjas putih datang dan memberikan senyum pada Lea.
"Selamat pagi, Rain? Apa kepalamu pusing? Lalu bagaimana pergelangan tanganmu?" tanya dokter yang kemudian memeriksa pergelangan tangan Lea yang diperban.
Lea mengernyit, dia baru sadar jika pergelangan tangannya telah diperban. Bukankah lukanya berada di perut? Kepalanya juga baru terasa pusing.
"Ini juga dokter ikutan manggil Rain! Saya bukan Rain!" protes Lea.
Dokter dengan name tag dokter Doni itu mengernyit lalu menatap ke arah Rean.
"Bisa kita bicara di luar?" ucapnya.
Rean mengangguk dan mengikuti langkah dokter. Sementara Lea hanya duduk diatas brankar, menatap punggung dua lelaki itu yang telah menghilang di balik pintu.
"Rain? Kayak pernah dengar nama itu!" Lea sedang mengingat-ingat nama yang tidak asing baginya. Dia juga penasaran dengan obrolan Rean dan dokter.
Lea berjalan ke arah pintu dan berdiri di balik pintu itu untuk mendengar obrolan mereka.
"Amnesia?" ucap Rean terkejut.
"Iya, sepertinya ini akibat benturan yang sangat keras di kepalanya. Kamu bisa bantu memulihkan ingatan dia perlahan. Jangan dipaksakan ya. Sementara ini kita pantau apakah amnesianya permanen atau tidak," jelas dokter.
Lea bergegas menuju ranjang pesakitan dan merebahkan diri. Menatap langit-langit rumah sakit. Dia sebenarnya masih bingung dengan ucapan dokter dan siapa Rean. Mana mungkin dia amnesia, sementara dia ingat siapa dirinya saat ini.
"Mereka itu yang amnesia. Mana ada gue lupa siapa gue!" gumam Lea.
Kemudian dia ingat dengan mimpi yang baru saja dialaminya. Melihat kedua orangtuanya menangis disamping gundukan tanah dan dia bertemu dengan seorang gadis bernama ...
"Rain!?" pekik Lea.
Lea buru-buru turun dari ranjang dan bergegas menuju toilet. Namun, saat hendak menuju toilet Rean sudah berada di ambang pintu.
"Lo mau kemana?" tanya Rean.
"Toilet, mau ikut?" ucap Lea ketus.
Rean hanya menggeleng saja. Dia memilih menyiapkan makan siang untuk adiknya. Sementara di kamar mandi Lea menatap pantulan dirinya di cermin. Dia membasuh wajahnya di wastafel. Berharap apa yang dia lihat ini adalah mimpi.
"Ini asli, woi! Dia gadis yang ada di mimpi gue!" kata Lea sambil terus menatap pantulan dirinya.
Lagi dan lagi Lea membasuh wajahnya meski kesulitan karena satu tangannya sedang di infus.
"Heh, gue jadi bocah, anjir! Jadi sekarang gue Rain?"
Lea tidak menyangka jika mimpi itu adalah nyata. Dia sudah meninggal tapi hidup kembali pada tubuh orang lain. Pertukaran jiwa yang selalu Lea percayai di dunia fiksi sebuah novel, kini dia mengalaminya sendiri. Lea tidak tahu harus bagaimana. Dia ingin pergi dan kembali pada tubuhnya, tapi dia tidak tahu bagaimana caranya. Juga tubuh miliknya telah dikubur.
"Mah, Pah, Lea masih hidup tapi jadi orang lain!" gumam Lea meratapi nasibnya.
Apa yang harus dia lakukan? Lea benar-benar dibuat bingung. Lea juga tidak kenal siapa Rain dan bagaimana kehidupannya. Dia pasrah dengan takdir yang telah terjadi, toh mau kembali pun tidak tahu caranya. Ini seperti mimpi.
"Lama banget, berak Lo ya?" tanya Rean yang melihat Lea baru saja keluar dari kamar mandi.
"Kepo!" jawab Lea dengan wajah sinisnya.
Jawaban yang berhasil membuat Kenan melongo, adiknya telah berubah.
"Apa amnesia itu bisa membuat orang jadi berubah ya?" batin Rean.
"Rain, makan dulu ya, gue suapin." Rean yang hendak menyuapi Lea pun segera di tolak olehnya.
"Gue bukan anak kecil, gue bisa makan sendiri!" Lea pun menyantap makanan itu dengan lahap.
Rean hanya menggeleng saja, heran dengan cara makan adiknya yang berbeda. Seperti orang kelaparan saja, mungkin karena dua hari tidak sadarkan diri membuatnya sangat lapar. Namun, Kenan bersyukur karena adiknya bisa selamat, dia sangat khawatir saat menemukan Rain tidak sadarkan diri di rumah sakit. Mengingat luka di pergelangan tangannya juga kecelakaan yang menimpa dirinya, membuat Rean berjanji akan selalu melindungi adiknya.
"Lo ngapa liatin gue kayak gitu? Gue tahu kalau gue itu cantik, jadi nggak usah segitunya lihatin gue!"
Rean menoyor kepala Rain dan mencubit pipi chubbynya dengan gemas.
"Pede banget sih kalau ngomong!"
Lea hanya mendengus kesal. Dia telah selesai makan dan meminum obatnya. Lalu kedua matanya terus menatap Rean yang dengan telaten membereskan bekas makanannya.
"Bang, gue pengen pulang!"
Rean menoleh, ini kali pertamanya dia mendengar Rain memanggilnya dengan sebutan 'bang' tapi Rean segera menutupi rasa bahagia dan harunya itu dengan raut biasa.
"Kalau infus kamu sudah habis, baru boleh pulang," ujar Rean.
Lea mencebik, menunggu infus habis itu seperti menunggu durian jatuh dari pohonnya. Akan sangat lama dan membosankan.
Dua jam kemudian Lea terbangun dari tidurnya dan merasakan tangannya yang tidak lagi dipasang infus. Rean dengan setia menunggu di sampingnya dan terus memandangi wajah adiknya. Lea yang merasa risih ditatap seperti itu segera memukul Rean dengan bantal.
"Lo kenapa sih lihatin gue begitu?"
Rean tersenyum adiknya sekarang benar-benar berbeda dan lebih asyik.
"Nggak apa-apa. Pulang, yuk. Katanya pengen pulang," ajak Rean.
Lea mengangguk dan beranjak dari ranjang. Mengikat rambut panjangnya asal. Sementara Rean menggendong tas ransel milik Lea.
Disini Lea sudah menjadi Rain, dia pasrah dengan takdir yang telah digariskan. Mau kembali pun Lea tidak tahu caranya. Saat diparkiran Lea terkejut melihat motor gede milik Rean.
Motor sport keluaran terbaru dan hanya beberapa orang saja yang bisa memilikinya. Motor impian Lea selama ini.
"Woah, keren nih motornya, Bang. Punya Lo?" tanya Lea.
Rean memasangkan helm pada Lea. Gadis itu hanya diam saja mendapatkan perlakuan seperti itu, karena sudah terbiasa saat bersama Aldi, sahabatnya.
"Iyalah, masa punya Abang ojek."
"Bang, gue yang bawa!" Lea menyingkirkan tubuh Rean.
Namun, lelaki itu justru terkejut dan langsung mengambil alih kuncinya.
"Lo nggak bisa bawa motor jangan macem-macem deh, Dek!"
"Ck, Lo nyepelein keahlian gue?" Lea merebut kunci motor dari tangan Rean.
Mau tidak mau lelaki itu pun pasrah dan duduk dibelakang Lea. Tidak tahu saja si Rean itu bahwa adiknya kini telah berganti jiwa dengan Lea si gadis tangguh. Meski usia Lea lebih tua dari Rain asli.
"Awas aja kala terjadi sesuatu, Abang nggak mau tanggung jawab." Aura dingin dirasakan oleh Lea, tapi gadis itu tidak perduli.
Lea terus mengendarai motor sport milik Rean. Dia merasa bangga karena impiannya selama ini tercapai. Lea bisa menebak bahwa Rean adalah orang kaya melebihi dirinya. Bisa dibilang sultan.
Rean heran dengan keahlian adiknya yang pandai mengendarai motor, bahkan dia seperti pembalap yang handal saja. Rean benar-benar dibuat tercengang oleh perubahan Rain setelah koma.
"Rain Lo kesambet apa sih saat koma?"
Bersambung ....
Mohon koreksi bila ada typo ya. Aku juga butuh kritik kalian.
"Rain Lo kesambet apa sih saat koma?"
Lea tidak memperdulikan pertanyaan Rean, dia tidak tahu saja Rain asli itu tidak bar-bar seperti sekarang. Bahkan dia paling takut untuk mengendarai motor sendirian. Rean selalu mengajaknya untuk belajar, tapi Rain asli selalu menolak.
"Bang, rumah kita ke mana?" Lea baru sadar dia tidak tahu jalan pulang.
Rean menggelengkan kepala dan menghela napas. Bisa-bisanya si adik tidak bertanya dan itu sudah sangat jauh dari jalan pulang ke rumah.
"Berhenti!" perintah Rean yang langsung dituruti oleh Lea.
Lea menghentikan motor sport milik Rean di pinggir jalan.
"Lo berubah, Rain!" ujar Rean. Sejak tadi dia dibuat terkejut oleh Rain yang sebenarnya adalah Lea.
"Berubah gimana sih, Bang? Nggak ada yang berubah! Gue cuma pengen jadi orang yang lebih baik aja."
Rean memukul kepala Rain yang memakai helm, lalu menggantikan posisi Rain. Gadis itu memeluk Rean dari belakang, jika ada yang melihat maka mereka akan mengira sepasang kekasih bukan adik-kakak.
"Turun!" Rean mengehentikan motornya di basemen.
"Heh, kita nggak tinggal di rumah?" tanya Lea.
"Hah heh hah heh!" protes Rean yang langsung pergi begitu saja.
Lea mengejar langkah Rean yang cepat itu. Bisa-bisanya dia pergi begitu saja meninggalkan sang adik yang baru saja sadar dari koma.
"Bang, maaf ya. Gue nggak sengaja!"
Sepanjang perjalanan menuju unit apartemen milik Rean, Lea terus membujuk Rean supaya memaafkan dirinya. Namun, lelaki itu diam dan tidak perduli dengan ucapannya. Padahal Lea tidak pernah membujuk seseorang yang sedang ngambek. Selalu diem aja dan nggak peduli. Berhubung dia sedang menjadi orang lain jadi ya mengikuti kata hatinya saja. Lea pikir ini adalah perasaan Rain yang asli, nggak mau kalau Rean marah.
"Dengar, gue ini kakak Lo. Meski Lo kembaran gue tapi Lo harus sopan sama gue!" kata Rean kesal meski begitu Rean benar-benar nggak marah kok.
Lea tertegun mendengar penuturan Rean! Rain dan Rean kembar? Bagaimana bisa mereka kembar.
"Kembar?" gumam Lea.
Rean menoleh ke belakang, dimana Lea masih berdiri di ambang pintu.
"Lo mau masuk apa mau berdiri terus di situ!"
Lea tersadar dari lamunannya dan segera masuk ke apartemen mewah dua lantai milik Rean. Apartemen yang jauh lebih mewah dari miliknya saat hidup menjadi Lea. Itu juga dia dapat dari Aldi, sebab pekerjaan yang dia jalani bukan pekerjaan biasa. Lea harus melakukan itu karena bosan di rumah. Dia memang orang berada tapi tidak sekaya Rean dan Rain. Kedua orang tuanya sibuk bekerja karena memiliki usaha sendiri.
"Wuih keren, Lo orang kaya ya ternyata!"
Rean menggeleng pelan, tingkah adiknya yang amnesia ini benar-benar absurd dimatanya.
"Kita, Rain. Bukan hanya gue!" ralat Rean
Lea hanya nyengir saja. Oke baiklah, Lea harus terbiasa sekarang untuk menjadi adik dari Rean. Meski sebenarnya usia Lea lebih tua dari Rean. Dia juga harus terbiasa dengan tubuh milik Rain. Gadis itu sudah berpesan untuk menggunakan tubuhnya dengan baik. Dia berharap suatu saat bisa kembali ke tubuhnya yang asli. Meski itu kemungkinan yang mustahil. Lea sangat penasaran kenapa Rain menyerah dengan kehidupannya. Padahal jika dilihat tidak terjadi apa-apa. Rain memiliki kakak yang sangat sayang dan perhatian padanya. Rain orang kaya dan tentu saja bergelimang harta.
Apa yang membuat Rain menyerah dan memilih Lea untuk menggantikan perannya?
"Bang, kamar gue dimana ya?" tanya Rain menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Rean yang sedang duduk di sofa pun menunjuk ke arah tangga.
"Ada dua kamar di sana, Lo bisa baca kamar milik Lo yang mana," ujar Rean santai.
Rain bergegas menaiki anak tangga menuju kamarnya. Dia akan mencari informasi mengenai Rain asli dimasa lalu. Sungguh rasa sakit di kepala juga pergelangan tangannya mendadak hilang berganti rasa penasaran yang luar biasa.
"Rain. G" gumam Lea.
Gadis berambut kecokelatan itu pun membuka perlahan pintu bercat cokelat itu. Lagi dan lagi Lea dibuat kagum oleh kamar tersebut. Rapih dan wangi, menandakan kepribadian Rain yang bagus. Rain memang sangat merawat dengan baik barang-barang miliknya.
"Lo cantik dan rapih, tapi kenapa Lo rapuh, Rain?" ujar Lea saat memandangi setiap sudut kamar Rain.
Dia menutup pintu dan merebahkan diri di kasur empuk dengan sprei motif sapi. Banyak boneka sapi yang tertata rapih di rak dekat jendela. Kamar khas anak gadis remaja. Pandangan Lea tertuju pada meja belajar warna putih hitam itu. Rupanya Rain asli sangat menyukai motif sapi. Kamar miliknya di desain seperti warna sapi.
"Gue jadi berasa lagi di kandang sapi!" celetuk Lea seraya tersenyum.
Di atas meja belajar itu ada tas dan buku-buku milik Rain asli. Ada juga laptop dan ponsel. Lea segera menyalakan ponsel milik Rain. Mencari informasi tentang Rain asli.
"Cantik juga gue! Hehe sekarang gue Rain jadi boleh dong memuji diri sendiri!"
Jemarinya berhenti pada sebuah aplikasi berlogo hijau itu. Hanya ada dua pesan dari dua nomor yang berbeda. Kenan dan Ella.
Rupanya Rain yang mengirim pesan untuk Kenan. Pesan sebagai bentuk perhatiannya pada Kenan, tapi lelaki itu hanya menjawab 'oke dan ya' saja. Lea heran kenapa Rain tetap saja memberi lelaki itu perhatian. Padahal lelaki bernama Kenan ini tidak perduli padanya.
Lea membuka pesan dari Ella.
Lo masih berani deketin Kenan, gue nggak akan segan-segan bongkar kebusukan lo! Dasar wanita murahan!
Lo lihat aja, gue bakal sebarin foto-foto Lo ke Kenan. Biar dia tahu seberapa busuknya Lo!
Foto? Apa yang telah terjadi antara Ella dan Rain? Apa ini penyebab Rain asli menyerah? Lea bergegas ke bawah dan menemui Rean untuk menanyakan tentang Ella.
"Abang!" teriak Rain seraya berjalan menuruni anak tangga.
Rean sedang sibuk dengan ponselnya pun mendesah kesal. Ruangan yang tidak jauh saja Rain sudah berteriak-teriak seperti di hutan.
"Lo bisa nggak sih, manggil tanpa teriak-teriak!"
"Nggak bisa!" Rain duduk di sebelah Rean. Menatap lekat lelaki yang mengaku kembarannya itu.
Ditangan Rain sudah ada cermin kecil yang dia temukan di dekat meja belajar. Lalu dia menatap pantulan dirinya, Lea masih tidak percaya dengan semua ini. Wajah Rain asli sangat cantik dengan rambut panjang berwarna kecoklatan. Mata bulat dengan manik mata berwarna kecokelatan dan bulu mata lentik. Hidung mancung dan bibir berwarna merah Cherry. Sungguh indah bak bidadari.
Lalu Lea mengalihkan pandangan ke arah Rean. Lelaki itu diam memperhatikan tingkah aneh adiknya. Biasanya dia akan terus berada di kamar dan tidak akan keluar jika tidak ada keperluan.
"Lo yakin kita kembar?" Pertanyaan yang konyol membuat Rean menoyor kepala Rain.
"Ih, apaan sih, Bang. Gue nanya emang kita asli kembar apa Lo pura-pura bilang kita kembar gara-gara amnesia! Lo bohongin gue? Muka kita nggak mirip sama sekali!"
Rean mengambil cermin yang dipegang oleh Rain. Lalu meletakkannya di meja. "Kita kembar fraternal, lebih tepatnya tidak identik. Jika tidak dilihat secara seksama memang tidak ada kemiripan. Mana mungkin gue bohongin elo, makanya Lo cepet pulih biar percaya!" jelas Rean.
"Terus kenapa kita tinggal di sini?" Banyak pertanyaan yang ingin Lea tanyakan. Dia sangat tidak sabar untuk mencari informasi mengenai Rain asli.
Rean menghela napas panjang, dia sebenarnya merasa senang karena Rain amnesia. Itu artinya tidak ada kenangan buruk dalam ingatannya. Jika dia menjawab pertanyaan Rain, Rean tidak yakin jika Rain akan bersedih atau justru malah sembuh dari amnesia.
"Bokap mana mau kita tinggal di rumahnya. Udah Lo tenang aja, Rain. Gue yang bakal jamin hidup Lo, gue punya banyak tabungan dan kita bisa hidup tanpa uang dari bokap. Pemberian mama sangat berharga dan bisa untuk masa depan kita!" ujar Rean.
Rain terdiam, kehidupan Rain asli sangatlah rumit seperti di novel saja.
"Bang, nama Lo itu Rean ya?" Rain mengalihkan topik dia paham dengan suasana hati Rean. Sebenarnya ingin menambah pertanyaan tapi, itu pasti akan membuat Rean semakin sedih jika menjelaskan semuanya.
Biarlah apa yang terjadi itu akan Lea cari tahu sendiri, mungkin nanti akan bertanya lagi jika suasana hati Rean sudah membaik.
"Iya, gue Reandra Gabriel Klopper. Kalau Lo Raina Grittella Klopper. Mama kita bernama Kimberley Griena Rose. Kalau bokap Damian Klopper."
Rain mengangguk, "Ella itu siapa?" tanya Rain yang penasaran tentang Ella.
"Dia itu anak baru di kelas kita, Lo benci banget sama dia. Gue heran deh sama Lo." Rean mengubah posisi duduknya menjadi sedikit miring.
"Sebenarnya kenapa sih Lo benci banget sama Ella. Gara-gara dia deket sama Kenan? Rain, biarin deh mereka mau pacaran apa enggak, Lo nggak usah perduli. Toh nanti Kenan nikahnya sama elo!" jelas Rean.
Rean tidak ingin adiknya ini selalu ada masalah dengan Ella. Apalagi Rain selalu mendapatkan hukuman di sekolah.
"Mana gue tahu, Bang. Gue lupa semuanya malah Lo nanya gitu!" Rain melipat kedua tangannya. Dia benar-benar gemas dengan Ella dan juga Rain asli yang ribut hanya karena cowok. Lea juga mengurungkan niatnya untuk memperlihatkan pesan ancaman Ella.
"Oh, iya gue lupa!" Rean menepuk keningnya.
Rain hanya memutar kedua bola matanya malas. Dia akan mencari tahu penyebab Rain asli bunuh diri. Dia tidak akan melepaskan siapapun yang telah menyakiti Rain asli. Lea yang ada di dalam tubuh Rain sangat bersemangat membalaskan dendam dan mengubah takdir Rain. Dia berharap jika usahanya telah selesai maka dia bisa kembali ke tubuhnya.
"Istirahat gih, kita besok udah sekolah." Rean bangkit dari duduknya karena harus pergi sekarang juga.
"Ck, jadi kita masih sekolah? Males banget harus kembali lagi ke masa putih abu-abu," celetuk Rain tidak sadar dengan ucapannya itu.
"Kembali lagi? Apa maksudnya?"
Rain hanya bisa nyengir, dia lupa bahwa sekarang ini kehidupannya berbeda. Berada di tubuh remaja yang berusia 15 tahun!
Lea, kamu harus ingat itu! Berada di dalam tubuh gadis lima belas tahun! batin Lea.
"Ng-nggak ada maksud apa-apa. Gue ke kamar dulu!" Rain berlari ke kamarnya. Dia tidak ingin memperpanjang masalah itu.
***
Keesokan harinya, Rain telah bersiap dengan seragam sekolah. Menatap dirinya di pantulan cermin. Rain masih saja terkagum melihat bayangan dirinya saat ini. Bagaimana bisa dia terpental jauh entah dimana dan hidup pada tubuh gadis yang sempurna ini.
Gadis ini sepertinya blasteran, melihat Rean yang juga memiliki manik mata yang sama, hanya saja rambutnya hitam tidak kecoklatan seperti dirinya. Rain juga penasaran bagaimana rupa kedua orangtuanya Rain.
"Oke, kita mulai kehidupan ini, Rain! Gue janji bakal mengubah kehidupan elo, meskipun gue belum tahu apa yang membuat elo menyerah!" gumam Rain saat bercermin. Rain juga memastikan tampilannya sudah rapih dan tidak terlalu mencolok.
Saat hendak mengetuk pintu kamar Rain, Rean dikejutkan oleh Rain yang telah lebih dulu membuka pintu.
Rean menatap adiknya itu dari ujung rambut hingga ujung kaki. Dia benar-benar tidak percaya ini.
"Apa ini, Rain? Lo berubah?"
Rain heran, apanya yang berubah? Bukankah sejak kemarin memang dirinya seperti ini?
"Maksud Abang gimana sih? Apanya yang berubah?"
Rean mendorong tubuh Rain untuk masuk ke dalam kamar. Menuju cermin besar di tempat meja rias.
"Ini, penampilan Lo sebelum amnesia bukan seperti ini! Lo yakin bakal ke sekolah dengan panampilam seperti ini?" Raut wajah Rean sangat khawatir.
Semakin kesini Lea yang berada di tubuh Rain di buat bingung. Penampilannya tidak ada yang salah. Dia juga memoles make up tipis di wajah Rain. Terkesan natural malah, dasarnya kulit Rain yang bersih jadi tidak perlu make up berlebihan. Juga karena Lea yang tomboy tidak tahu penggunaan make up.
"Lo kayak anak tomboy, woi! Lo kelihatan cantik. Gue suka Lo tampil apa adanya dan pede. Gue mau Lo pertahankan seperti ini," ucap Rean yang kini tersenyum. Raut wajah yang khawatir itu telah berganti binar bahagia.
"Memangnya gue dulu gimana?" tanya Rain yang masih menatap dirinya dan Rean di pantulan cermin.
"Lo malu kalau tampil apa adanya. Lo selalu pakai Wig ini. Lo bilang kalau penampilan Lo yang nerd orang jadi ilfil dan nggak akan ada yang deketin. Kacamata tebal dan juga wajah sedikit kusam. Lo selalu seperti itu kalau sekolah. Sekarang dengan penampilan Lo yang seperti ini gue bangga. Akhirnya Lo berani jadi diri Lo sendiri. Lo selalu malu dengan rambut Lo yang mirip Mama."
Rain tersenyum dan tanpa sengaja memeluk Rean dengan erat.
"Terima kasih, Abang."
"Sama-sama, tetap seperti ini ya?"
Rain mengangguk. Penampilan yang sederhana tapi telah membuat Rean bangga. Juga menunjukkan sisi tomboy Lea saat dulu. Lea itu memang gadis tomboy, selain pandai bela diri saat masa putih abu-abu dia sangat ditakuti oleh murid-murid lain. Dia juga anak motor dan selalu ikut balap motor dengan menyembunyikan identitasnya.
"Sekarang kita sarapan, gue udah masakin buat Lo!" Rean menarik lengan Rain.
"Lo bisa masak?" tanya Rain ragu.
Rean tidak menjawab, dia menuju ruang makan yang juga menjadi ruang televisi itu. Di meja kecil itu sudah tersaji dua piring nasi goreng dan juga dua gelas susu.
" Besok biar gue yang masak."
Rean mengangguk, dia akan lihat seberapa bisa Rain ke dapur. Mungkin berakhir dengan membuat dapur seperti terkena gempa bumi, atau masakan yang tidak bisa dimakan. Selalu seperti itu dan akhirnya Rain menyerah. Namun, Rean tidak tahu saja bahwa saat ini Rain telah menjadi gadis yang kuat dan serba bisa. Keahlian Rain akan membuat Rean terkejut nantinya.
"Lo kenapa sih, Bang? Lihatin gue kayak gitu! Jangan-jangan Lo naksir ya sama gue?"
Rean menoyor kepala Rain. "Bosen yang ada gue sama Lo! Selera gue bukan cewek kayak Lo!"
Rain tertawa renyah, seperti ini saja membuat hatinya bahagia. Selama ini Lea selalu hidup sendiri. Kedua orangtuanya sibuk dengan pekerjaan, hanya dengan Aldi saja dia bisa tertawa lepas. Selebihnya sikap Lea akan dingin pada yang lainnya.
Kira-kira di sekolah nanti Lea bisa bersikap dingin juga nggak ya? Sejak kemarin dia bersikap seperti Tom and Jerry ketika bersama Rean.
Usai sarapan, Rain membawa piring dan gelas ke wastafel. Dia juga mencucinya. Rean melongo melihat kejadian ini. Piring dan gelas berakhir bersih dan tertata rapih di rak piring, tidak seperti Rain yang dulu, dia akan memecahkan semuanya. Sikap Rain yang dulu itu teledor dan penakut.
Bahkan saat ini Rain tidak memakai roknya. Dia memakai celana jeans dan atasan putih juga dasinya saja. Almamater sekolah dan juga roknya pun ada di dalam tas. Jadi hal ini juga tadi yang membuat Rean terkejut.
Rain ke atas untuk mengambil tas dan jaketnya. Saat menuruni anak tangga, Rean lagi-lagi dibuat terkejut.
"Lo beneran mau berangkat bareng sama gue?" tanya Rean. Jika dulu Rain memilih naik angkutan umum. Dia tidak mau berangkat bersamanya.
Rain juga tidak mau jika orang lain tahu jika dirinya kembar. Hanya saja teman-teman Rean sudah tahu kalau mereka ini kembar. Karena, teman-teman Rean sering main ke apartemen.
"Gue udah siap! Emang kenapa kalau gue bareng sama elo?" tanya Rain heran. Memang biasanya bagaimana sih!
"Lo mirip anak motor kalau penampilan Lo begini!"
Hoodie warna hitam itu Rain gunakan saat ini. Beruntung Rain asli memiliki stok hoodie yang banyak jadi Rain yang sekarang tidak perlu bingung. Lea dulu lebih suka pakai hoodie, karena itu sangat nyaman.
"Gue yang bawa, Lo tinggal kasih arah ntar!" Rain keluar terlebih dahulu.
Rean menggeleng lemah, dia juga bangga dan bahagia melihat perubahan Rain saat ini. Entah darimana Rain belajar motor, tapi melihat keahliannya kemarin Rean tidak ragu dan takut lagi jika Rain yang membawa motornya.
"Belok ke kiri terus Lo lurus aja nanti kita sampai. Ada gerbang sekolah dengan tulisan SMA Pelita Bangsa," ujar Rean saat di bonceng oleh Rain.
Semua mata tertuju pada pemandangan yang tidak biasa pagi ini. Seorang Rean di bonceng entah oleh siapa. Rean memang tidak pernah memperbolehkan siapapun menaiki motornya dan bahkan memboncengkan seseorang. Apalagi seorang cewek. Mereka terus mengira-ngira. Siapa lelaki yang bersama Rean itu?
Namun, saat berhenti di parkiran dan membuka helm, mereka terkejut karena yang bersama Rean adalah seorang gadis. Keempat teman Rean juga dibuat terkejut. Mereka terus memperhatikan Rean dan gadis itu di parkiran.
"Bang, anterin gue ke toilet ya. Gue mau ganti celana nih. Habis itu anterin ke kelas juga," ucap Rain.
Rean mengangguk meski tanpa seulas senyuman. Dalam hati Rean dia bahagia karena sang adik telah mau bersamanya di sekolah. Rean di sekolah itu tidak pernah memperlihatkan senyuman. Dia adalah murid populer dan menjadi incaran para murid perempuan. Saat ini murid perempuan yang melihat Rean bersama seorang gadis pun seperti cacing kepanasan.
"Itu yang sama Rean siapa sih?" tanya Reno, teman Rean yang sejak tadi memperhatikan gerak-gerik mereka berdua.
Kenan mengedikkan bahu, sementara Lando nampak sedang berpikir.
"Itu Rain bukan sih?" sahut Sandy yang membuat ketiga temannya menoleh.
"Lo yakin dia Rain?" tanya Kenan.
Teman-teman Rean belum pernah melihat penampilan asli Rain. Meski sering main di apartemen, Rain selalu berpenampilan nerd.
Kenan, Lando, Reno dan Sandy pun saling pandang. Mereka pun segera mengikuti Rean yang termasuk anggota inti Aksara.
Bersambung ....
"Dia adik Lo?" bisik Kenan ditelinga Rean.
Rean yang sedang bersandar di tembok pun mengangguk pelan.
"Apa ini pengaruh amnesianya?"
Rean mengangkat kedua bahu sebagai jawaban. Meski begitu Kenan sudah paham. Lando, Reno dan Sandy saling pandang karena melihat interaksi kedua bosnya itu yang benar-benar aneh. Meskipun sering melihat, tetap saja mereka tidak mengerti cara mereka berinteraksi. Kedua lelaki itu memiliki watak yang hampir sama. Dingin dan cuek.
Rain keluar dari kamar mandi. Sudah memakai seragam lengkap dengan almamaternya. Dia terkejut karena ada banyak lelaki yang bersama Rean. Rain dan Kenan saling pandang, tapi Rain tidak tahu jika itu Kenan. Rain mengernyit bingung tapi Kenan malah kagum sama penampilan Rain yang sekarang meskipun tetap bersikap dingin.
"Bang!" Rain memukul lengan Rean.
Lelaki itu mengaduh sakit, "Bisa nggak sih jangan main pukul?" keluh Rean yang memegangi lengannya.
Rain memutar kedua bola matanya, "Drama! Udah anterin gue ke kelas!" ucapnya ketus.
Ketiga sahabat Rean dibuat melongo oleh perbincangan Rain, mereka juga terkejut karena Kenan hanya dilewati saja oleh Rain. Benar-benar perubahan yang luar biasa, bukan? Biasanya Rain akan gugup jika ada Kenan dan wajahnya merona. Bahkan mau bicara pun seperti orang gagu.
"Sini Abang genggam." Rean menyelipkan jemarinya di sela-sela jemari Rain.
Biasanya gadis itu akan menolak, kali ini dia diam saja. Rain juga cuek dengan tatapan para murid lain di sepanjang koridor sekolah. Mereka saling berbisik-bisik membicarakan Rain.
"Dia anak baru ya? Cantik banget!"
"Aaah, Rean langsung dapet gebetan anak baru."
"Bisa jadi saudara Rean!"
"Gue kalah saing nih!"
"Mereka mirip ya, kayaknya itu cewek anak baru deh!"
"Galau berjamaah ini!"
"So sweet banget!"
Rain yang mendengar bisikan mereka sengaja melepas genggaman tangan Rean. Kini Rain melingkarkan tangannya di lengan Rean. Lelaki itu diam saja, tapi dalam hatinya dia merasa senang karena perubahan yang Rain tunjukkan. Rean juga berniat untuk memanas-manasi Kenan. Rean yakin jika Rain lupa wajah Kenan. Rean juga bahagia karena bisa dekat dengan Rain tanpa perlu sandiwara lagi. Dulu Rain asli tidak mau mengenal Rean. Jika Rain mengalami kesulitan dan Rean ingin membantu pasti Rain langsung menghindar. Rain malas berurusan dengan fans fanatik Rean.
"Ini kelas Lo, Rain. Lo duduk di sini dan gue di belakang Lo!" jelas Rean saat sampai di kelas mereka.
Rean, Rain, Lando dan Reno memang satu kelas. Sementara Kenan dan Sandy berbeda kelas. Kenan tidak ikut masuk ke dalam kelas Rain. Dia memilih langsung masuk ke kelas bersama Sandy. Sandy mengikuti Kenan karena dia melihat perubahan mimik wajah Kenan. Aura berbeda itu bisa Sandy rasakan, entah karena perubahan sikap Rain pada Kenan atau kedekatan Rean dengan Rain. Mereka ini kan kembar, jadi untuk apa Kenan cemburu?
Cemburu? Ah, seorang Kenan cemburu dengan Rean? Selama ini Rain selalu perhatian pada Kenan. Lelaki itu bersikap dingin, meski Rean tahu itu tapi dia diam saja.
"Lo baik-baik aja, Ken?" tanya Sandy yang duduk dihadapan Kenan.
"Kenapa?" tanya Kenan.
Sandy malah dibuat bingung. Dia bertanya malah Kenan balik bertanya.
"Lo dari tadi diem aja." Ah, Sandy lupa kalau memang Kenan ini kan irit bicara.
"Maksud gue, Lo kenapa sejak ketemu Rain sikap Lo berubah!" Mendapat lirikan Kenan Sandy langsung pergi dari tempat duduknya. Dia kembali ke kursi miliknya yang berada di belakang Kenan.
"Salah ngomong gue!" gumam Sandy.
Sementara di kelas Rean, semua murid heboh dengan perubahan Rain yang benar-benar mengejutkan.
"Lo Rain bukan sih?" tanya Mia, teman sebangku Rain.
"Lo siapa?" Rain balik bertanya.
Mia menepuk jidatnya, bisa-bisanya Rain lupa dengannya. Mia tidak tahu saja kalau yang dihadapannya ini bukan Rain asli. Dia adalah Lea yang menggantikan jiwa Rain asli. Mia juga tidak tahu jika Rain baru keluar dari rumah sakit dan dinyatakan amnesia.
Rean terus memperhatikan interaksi Rain dan Mia. Membuat Mia salah tingkah. Di dalam kelas tidak ada yang tahu jika Rain dan Rean ini kembar.
"Gue Mia, temen sebangku sekaligus sahabat Lo. Masa Lo lupa sih? Seminggu nggak masuk sekolah sekarang Lo beda! Jangan-jangan Lo amnesia ya?"
"Ekhm ... Ekhm ...!" Rean berdehem, membuat Mia menoleh.
"Hay, ganteng. Dari tadi lihatin Rain terus, jangan-jangan naksir ya?" ucap Mia.
Rean hanya melirik saja dan memilih bermain ponselnya.
"Cie dicuekin!" ledek Rain, membuat Mia jengkel.
Saat hendak membalas ledekan Rain, tiba-tiba guru datang. Seketika kelas menjadi hening. Mata pelajaran pertama adalah bahasa Indonesia dan guru bernama Bu Santi yang terkenal killer. Bu Santi menurunkan kacamata tebal yang dia kenakan. Lalu memasangkan kembali, untuk memastikan siapa yang duduk di sebelah Mia.
"Kamu yang duduk di sebelah Mia, kamu anak baru?" tanya Bu Santi.
Rain menggeleng, "Saya Rain, Bu."
Bu Santi mengernyit, lalu duduk di kursinya. Membuka buku paket dan menatap ke seluruh murid-murid.
"Kerjakan halaman 78, jika sudah selesai kumpulkan kepada ketua kelas seperti biasa!" titah Bu Santi tegas.
Bu Santi bangkit dari duduknya dan kembali menatap tajam Rain.
"Rain, ikut saya!" Tegas sekali Bu Santi berbicara.
Rain beranjak dari duduknya, mengikuti langkah Bu Santi dengan santai. Dia tidak pernah takut dengan guru model apapun. Rain atau Lea itu dulunya selalu menghadapi guru dengan santai.
Di kantor guru sangat sepi, hanya ada Rain dan Bu Santi. Wanita dengan rambut pendek itu pun duduk di kursinya. Sementara Rain berdiri dihadapannya. Mereka hanya terhalang meja saja.
"Jadi benar kamu mengalami kecelakaan?" tanya Bu Santi.
"Ya. Satu minggu yang lalu."
"Kenapa penampilan kamu berubah? Di sini bukan ajang pencarian bakat! Melainkan ajang mencari ilmu, nilai kamu saja selalu jelek jadi jangan pernah cari masalah lagi di sekolah ini, Rain!"
Nilai Rain selalu jelek? Lea terus menerka-nerka, sebenarnya bagaimana sosok Rain asli dulunya. Dia pikir otak Rain asli benar-benar pintar.
"Oke," jawab Rain santai.
Bu Santi hanya menggeleng saja, dia cukup terkejut dengan sikap Rain yang dirasa berubah. Biasanya dia tidak pernah berani menatapnya. Kini Rain yang ada dihadapannya itu berani menjawab dan menatapnya dengan santai tanpa ada rasa takut sedikitpun.
"Beberapa kali kamu membolos di saat pelajaran Ibu, lihat nilai kamu selalu kosong! Sekarang kerjakan tugas kamu yang tertinggal. Ibu beri waktu sampai pelajaran Ibu selesai! Kerjakan di perpustakaan!" Bu Santi menunjukkan daftar nilai milik Rain. Di sana memang benar, nilai Rain banyak yang kosong.
Bu Santi memberikan selembar kertas catatan tugas yang harus Rain kerjakan.
"Kerjakan sekarang juga!"
Rain menerima catatan itu dan bergegas pergi tanpa sepatah katapun. Dia kembali ke kelas dan mengambil buku-bukunya tanpa ada ucapan apapun pada Mia, teman sebangkunya. Seluruh murid yang melihat itu heran begitu juga dengan Mia dan Rean.
Di perpustakaan Rain dengan tenang menyalin tugas dibuku paket dan mengerjakannya.Walaupun sempat bingung letak perpustakaan tapi beruntung ada murid yang mau menunjukkan dimana letak perpustakaannya.
"Lo dihukum?"
Rain baru saja duduk dan hendak membuka bukunya, tapi sudah ada orang yang bertanya. membuat moodnya buruk saja.
Rain mendongak, untuk melihat siapa yang sedang mengajaknya bicara.
"Hmmm," jawab Rain, kembali melanjutkan tugasnya.
"Boleh duduk sini?" tanya lelaki itu, tapi dia sudah duduk dihadapan Rain. Padahal Rain belum jawab.
Gadis itu tidak perduli dengan lelaki yang duduk dihadapannya. Dia fokus mengerjakan tugasnya. Sementara lelaki itu terus menatap Rain. Lelaki itu adalah Kenan.
Selama mengerjakan tugas, keduanya tidak saling bicara. Hingga Rain telah selesai dan membereskan alat tulis dan juga buku-bukunya.
"Udah kelar?"
"Hmmm." Lagi-lagi Rain hanya menjawab dengan gumaman.
Kenan merasakan bahwa Rain sedang menghindarinya. Dia juga merasa kehilangan sosok Rain yang dulu selalu mencari perhatian padanya, selalu membawakan bekal untuknya dan cerewet meski kalau bicara gugup dan menjengkelkan. Sekarang Kenan justru menyadari jika Rain lebih menyenangkan seperti dulu.
Gadis itu segera menuju ke ruang guru, rupanya tidak ada Bu Santi di sana. Rain memilih masuk ke kelas. Rupanya Bu Santi sedang berada di kelasnya. Rain memberikan buku tugasnya kepada Bu Santi.
"Kamu yakin udah selesai?"
"Tentu!" jawab Rain santai.
Tentu saja Rain selesai, karena Rain yang sekarang ini berbeda. Dia adalah Lea yang selalu mendapatkan juara, kepintarannya tidak perlu diragukan lagi.
Rain memilih duduk, membiarkan Bu Santi mengecek tugasnya. Sampai bel telah berbunyi tanda pelajaran telah selesai.
"Rain, ada apa tadi?" tanya Mia yang memasukkan buku paket ke dalam tas.
"Tugas kemarin!" jawab Rain santai. Dia menoleh ke belakang. Menatap Rean yang sedang memasukkan buku-bukunya ke dalam tas.
"Lo suka sama dia? Bukannya Lo naksir sama Kenan?" Mia memang tahu jika Rain sangat menyukai Kenan. Meski bersahabat Mia tidak mengetahui tentang Rain sepenuhnya. Rain memang sangat tertutup. Bahkan dia tidak pandai bergaul dengan siapapun kecuali Mia.
"Najis!" jawab Rain yang berdiri dan melenggang pergi.
"Dia kenapa sih?" Mia bingung dengan sikap Rain hari ini.
Rain menuju ke toilet, saat hendak masuk ke salah satu bilik toilet, tangan Rain di tarik oleh seorang gadis. Hingga punggungnya membentur ujung wastafel.
"Lo makin ngelunjak ya sekarang! Segala ngerubah penampilan biar Kenan ngelirik Lo gitu? Nggak semudah itu, Rain!" ucap gadis dengan poni dan rambut di ikat satu.
Rain terus menatap gadis itu, dia menebak itu adalah Ella. Orang yang telah mengancamnya lewat pesan singkat.
"Oh ya?" jawab Rain santai.
"Lo pikir Lo siapa, hah! Ngatur hidup gue! Sorry banget gue godain Kenan. Mending Lo ambil sana tuh cowok!" Rain mendorong bahu Ella.
Gadis itu mengepalkan kedua tangannya, dia benar-benar kesal karena Rain sudah berani padanya. Ella mengangkat tangan untuk menampar Rain. Namun, gadis itu segera menahan tangan Ella. Rain memelintir tangan Ella hingga tulangnya berbunyi.
"Lepasin gue! Lo akan menyesal lakuin ini ke gue!" Ella merintih kesakitan. Rain melepas tangan Ella dan mendorong gadis itu hingga jatuh tersungkur.
"Mampus kan Lo! Lo pikir gue bakal diem aja gitu?"
Ella berdiri sambil meringis kesakitan, tangan yang keseleo dan kening yang memar karena membentur tembok. Dia melirik ke arah yang berlawanan, ada Kenan dan Lando yang sedang berjalan. Ella pura-pura menangis sesenggukan. Kedua mata Rain melotot dengan sikap Ella yang tiba-tiba berubah. Tadinya sok dan sekarang jadi gadis yang lemah. Namun, ketika dua laki-laki itu datang, Rain jadi tahu kenapa Ella pura-pura menangis.
"Drama queen!" ujar Rain.
Kenan mendekat dan menolong Ella untuk bangun. Ella memegangi tangan kanannya yang terkilir.
"Hiks ... Hiks ... Hiks ...." Ella terus saja menangis. Seolah apa yang Rain lakukan itu sangat menyakitkan. Padahal dia dulu yang telah memancing emosi Rain.
"Ada apa, Ella? Kenapa Lo nangis?" tanya Kenan lembut.
"Sakit, Ken ...." Ella memegang tangannya yang terlihat membiru itu.
Kenan menatap Rain yang berdiri di hadapannya. Dia nampak santai saja tidak merasa bersalah sedikitpun.
"Lo apain dia!" bentak Kenan.
Rain memutar kedua bola matanya, "Dia duluan yang bertingkah!" Rain tidak mau di salahkan.
"Lo selalu aja bikin Ella terluka, sekarang minta maaf sama dia!" Kenan semakin geram, bahkan dia mencengkeram pergelangan tangan Rain.
Gadis itu segera menghentakkan tangan Kenan dan itu berhasil. Tenaga supernya memang tidak bisa di sepelekan. Rain heran sama laki-laki di hadapannya ini. Tadi saat di perpus terlihat sok akrab, sekarang ada Ella berubah jadi galak. Rain bingung sebenarnya siapa laki-laki ini?
"Dia yang seharusnya minta maaf sama gue!"
"Rain, jangan sok jadi orang. Mentang-mentang Lo adik Rean, tapi Lo nggak usah semena-mena gitu. Gue tahu Lo berubah supaya Kenan suka sama Lo, 'kan?" sahut Lando.
Rain menatap nyalang Lando. Kedua tangannya mengepal kuat. Nggak terima sama ucapan Lando dan sekarang Rain tahu kalau orang yang menolong Ella itu adalah Kenan. Pantas saja dia membela Ella.
Plak
Plak
Bugh
Bugh
Rain menampar kedua pipi Lando dan memberi bogeman di wajah dan tulang kering Lando. Kenan menatap tidak percaya Rain yang tiba-tiba bisa memberi perlawanan. Namun, Ella semakin tidak suka melihat Rain pemberani. Menatap Kenan yang terpana kepada Rain membuat Ella semakin membenci Rain.
"Stop!" teriak Kenan.
Rain yang mencengkeram kerah seragam Lando segera melepasnya.
"Lo masih berani nuduh gue begitu, gue nggak akan segan-segan bunuh elo!" tukas Rain mendorong tubuh Lando dan pergi begitu saja. Sampai lupa tujuannya ke kamar mandi.
"Rain!" teriak Kenan yang dipenuhi emosi.
Gadis itu merinding mendengar teriakan Kenan memanggil namanya. Dia menghentikan langkahnya dan menoleh.
"Minta maaf sama Ella!" titah Kenan.
Rain menatap ke arah Ella yang sedang memeluk lengan Kenan dengan senyum miring ke arah Rain.
"Bodo amat!" Rain terus mengayunkan kakinya menuju ke kelas. Rencananya untuk ke toilet karena perutnya mules hilang sudah, berganti emosi yang membara. Dia ingin sekali melampiaskan emosinya saat ini juga.
Melihat Rean yang sedang duduk santai di kelas sambil menyandarkan punggung, membuat Rain geram. Saat ini pelajaran kedua kosong, guru juga tidak memberikan tugas. Jadi kelas menjadi berisik. Rean juga meletakkan kedua kakinya dibangku kosong. Teman sebangkunya memang nggak ada karena Rean lebih suka sendiri.
Brak
Rain menggebrak meja Rean, membuat lelaki itu melonjak kaget. Wajahnya datar menatap Rain.
"Ada apa?" tanya Rean.
Seluruh kelas menjadi hening, mereka terkejut dengan sikap Rain yang menjadi pemberani itu, tapi ada beberapa murid perempuan yang memandang tidak suka terhadap Rain. Mereka menganggap Rain ini sok dan hanya mencari perhatian Rean saja, buktinya tadi pagi Rain menggandeng tangan Rean. Pastilah dia menggoda Rean jadi lelaki itu mau mendekatinya. Begitu anggapan beberapa para murid perempuan di kelas Rain.
"Lo dan temen-temen Lo itu emang brengsek!" Rain menunjuk wajar Rean.
Lelaki itu menyingkirkan jari telunjuk Rain. "Maksud Lo apa?" Rean berusaha tenang menghadapi adiknya ini.
Dia sebenarnya terkejut karena Rain seberani ini. Wajahnya juga memerah karena emosi. Rean belum pernah melihat Rain semarah ini.
"Rean!" panggil Kenan yang kini masuk ke kelas mereka.
Semua murid di kelas bungkam, menatap mereka dengan tegang. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Sepertinya akan ada tonton yang bagus kali ini. Jarang sekali Rain membuat onar seperti ini.
Bersambung ...
Gimana ceritanya menurut kalian?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!