Triing...
Triing..
Tring...
Suara nyaring diatas nakas berulang-ulang kali tersendar, namun sang pemilik sepertinya enggan untuk tersadar ke duanianya, terlalu terbuai dengan mimpi di alam bawah sadarnya yang entah tengah melakukan apa, hanya terlihat beberapa kali senyuman manis di bibirnya terukir.
Sampai beberpaa menit berlalu dan sontak saja kesadarannya kembali, ia mengedarkan pandangannya kesegala arah didalam kamar luasnya, dan masih sepi. Bahkan suara gemerincik air didalam kamar mandi tak terdengar yang artinya memang ia tengah sendiri.
Tangan kekarnya meraih benda pipih yang sedari tadi terus berbunyi, senyum itu kembali nampak saat sebuah nama tertera dilayar "Sayangku". Dengan cepat ia menggeser icon berwarna hijau untuk menyambut wanita tersayangnya, jangan sampai wanita cantik itu kembali mendiaminya karena terus-terusan curiga.
"Say-" belum sempat Calvin meminta maaf wanita bermata hitam itu sudah lebih dulu mendominasi
"Sayang, kau baik-baik saja kan? Alice masih dengan tatapan penuh cinta namun terlihat menuntut
"Hm, aku baik-baik saja hanya saja-" sengaja calvin memotong ucapannya dan melangkah ke arah kamar mandi, jelas saja dibalik layar wajah Alice tiba-tiba memerah menahan malu, bisa- bisanya suaminya berjalan santai hanya dengan menggunakan boxer, perut liat seperti sobekan roti itu sungguh menggiurkan.
Jangan tanya yang lain tentu saja Alice dapat melihatnya dengan jelas, sungguh suaminya ini terkadang memang sangat mesum. Dengan sengaja ia menjalarkan camera keseluruh tubuhnya.
Dasar aneh.
Calvin memang memiliki tubuh sangat sempurna, dada bidangnya yang kokoh mampu bemberi kehangatan yang dipeluk. Otot kuat, kaki jenjang dan yang membuat siapapun terpikat ialah wajah gagah dengan rahang tegas serta senyuman manis yang tak pernah luntur.
Jangan salahkan dia jika semua wanita menyukainya.
"Hanya saja apa?" Alice menyipitkan matanya curiga
"Sayang, aku merindukanmu sungguh, kapan kau kembali?" Tanyanya setelah sampai dikamar mandi sambil menyiapkan air mandinya ia akan berendam beberapa menit sebelum ke kantor.
Selama Alice pergi mengurus perusahaan ayahnya di kota X Calvin akan terbiasa menyiapkan semua sendiri sebelum turun sarapan.
"Hm mungkin besok atau setelahnya, masih ada sedikit pekerjaan yang harus aku selesaikan". Jawab Alice tenang dengan senyuman yang masih tercetak.
"Kau tak merindukanku?"
Alice memutar mata malas "Kalau aku tak merindukan suamiku yang tampan ini bagaimana mungkin aku mau menelponmu sepagi ini hm?
Calvin terkekeh, wajah kesal istrinya memang sangat menggemaskan.
"Maafkan aku, semalam aku pulang terlambat karena lembur dikantor"
Mendengar itu raut wajah Alice berubah dingin, dan Calvin tau sebab perubahan itu, sudah sejak seminggu ini istrinya tiba-tiba sangat tidak menyukai asisten pribadinya, entah kenapa semenjak Luce digantikan dengan wanita itu istrinya seperti menampakkan ketidak sukaannya. Bagi Calvin itu wajar melihat kecemburuan istrinya artinya memang sekarang mereka sudah saling mencintai kan?
Semenjak perjodohan itu Calvin memang sudah mencintai Alice pada pandangan pertama berbeda dengan Alice yang membutuhkan beberapa waktu untuk mengabdikan diri sebagai istri seorang Calvin Rivera yang terkenal dengan banyak wanita yang menggilainya.
Sampai saat ini hubungan mereka semakin membaik tiap harinya Calvin menyukainya karena diantara banyak wanita yang mendekatinya hanya Alice satu-satunya wanita yang mampu menggetarkan hatinya.
***
Tiba di kantor Calvin langsung duduk di kursi kebesarannya menyandarkan punggungnya dengan mata terpejam tapi bibirnya tetap tersenyum. Membanyangkan wajah istrinya saja sudah mampu mengubah suasa hatinya sedemikian rupa. Cintanya pada istrinya semakin hari semakin bersemi.
Entahlah hanya Calvin saja yang tahu sebahagia apa hatinya saat ini.
Masih dengan posisi seperti itu, tiba-tiba suara ketukan pintu menyadarkannya. Memberi perintah untuk masuk tapi matanya masih terpejam, Calvin tahu siapa yang mengetuk pintunya.
"Maaf Tuan, ini laporan-laporan yang Tuan minta semalam". wanita itu masih setia berdiri didepan meja kerja tuannya dengan kening yang sedikit mengkerut.
"Hm, letakkan saja, dan kau boleh kembali keruanganmu" perintahnya dengan mata yang masih tertutup.
"Tapi Tuan, itu-" ucapnya terpotong karena tiba-tiba ponsel tuannya berdering, dan saat itupula mata indah itu akhirnya terbuka.
Tampa menunggu lama Calvin langsung mengangkat benda pipih itu ia tahu siapa yang menelponnya dari nada dering khusus yang ia gunakan.
Tapi sebelum iya menggeser icon hijau itu ia sudah berpesan agar asisten pribadinya bisa menemuinya setelah satu jam lagi.
"Sayang, mungkin aku akan pulang terlambat besok, jangan menjemputku karena aku akan singgah kepanti menemui ayah dan ibu dulu". cerocos Alice tanpa aba-aba setelah panggilannya tersambung.
"Kenapa?" Nada Calvin terdengar keberatan.
Alice hanya terkekeh melihat reaksi laki-laki yang sudah dia cintai itu.
"Aku butuh waktu untuk menyalurkan rasa rinduku pada mereka, kalau kau ikut aku akan sangat malu mengungkapkan perasaanku"
Semenjak kepergian orang tuanya Alice memang selalu mengunjungi panti menjenguk orang-orang tua yang kehilangan kasih sayang dari kekuarganya, ada banyak cerita mereka sampai berakhir disana. Salah satunya karena anak-anak mereka tak ingin direpotkan.
"Baiklah, aku akan menunggumu dirumah, karena aku punya hadiah istimewa untukmu"
"Benarkah?
"Tentu saja, aku tak pernah berbohong.
"Baiklah-baiklah aku penasaran hadiah apa yang suami tampanku akan berikan" kekeh Alice pelan.
***
"Kau akan kembali besok?" Tanya Thomas pada putrinya yang tengah sibuk memasukkan pakaian-pakaian ke dalam kopernya.
"Hm, semua sudah membaik disini". Katanya sambil duduk disamping ayahnya yang sedari tadi sudah duduk di sofa memperhatikan gerak-geriknya.
"Apakah kau bahagia?" Alice menoleh dan tersenyum lembut, ia tahu maksud pria tua tapi masih terlihat gagah ini. Semenjak meninggalnya kedua orang tuanya paman Thomas sudah dia anggap sebagai ayahnya sendiri begitupun juga dengan lelaki paruh baya ini. Rasa sayangnya ke Alice sudah seperti anak kandung sendiri. Dulu sebelum ia tahu bahwa majikannya anak menjodohkan Alice dengan putra sahabatnya, Thomas sudah berharap agar gadis cantik disampingnya ini akan menikah dengan anaknya. Namun sayang sepertinya Tuhan tidak merestui keinginannya yang tak masuk akal. Baginya tak pantas anak bawahan bersanding dengan anak majikannya. Sungguh tidak etis menurutnya.
"Aku bahagia, lihatlah" aku Alice berdiri dan berputar didepan ayahnya. Hanya didepan pria tua ini dia menjadi seperti dirinya sendiri. Tanpa takut akan terlihat kekanakan.
Thomas menepuk sisi disampingnya menuntun anak gadisnya untuk duduk kembali disebelahnya. "Ayah percaya, dan ayah sangat bahagia mengetahui kau baik-baik saja" senyum tulus itu terukir, mereka saling berpelukan menyalurkan ketenangan antara anak dan seorang ayah. Sangat menangkan.
"Kapan kakak akan kembali?" Alice melerai pelukannya, dan mendapati ayahnya memicingkan mata ke arahnya.
"Ah, anak nakal itu, entah kapan dia akan kembali, dia sudah bahagia dengan kehidupannya, aku rasa itulah yang menyebakan dia tak pernah mengabari pria tua ini lagi". Jawabnya dengan nada pura-pura sedih di depan Alice dan siapa yang tahu bahwa hati pria rapuh itu benar-benar sangat hancur karena kepergian putranya.
Alice hanya menghela nafas pelan mendengar ayahnya yang menyiratkam rasa rindu yang dalam namun dengan terpaksa ia sembunyikan darinya, entah untuk apa.
"Jangan mengumpat kakakku seperti itu ayah" nada Alice keberatan karena tidak ingin kakaknya dikatakan nakal.
"Waktu itu aku tidak tahu kenapa kakak tiba-tiba pergi setelah pertunanganku" gumam Alice yang masih di dengar oleh Thomas ayahnya.
"Bukan tiba-tiba, dia memang sudah merencakannya sejak lama, dan waktu itu kesempatannya tiba, apa yang harus ayah katakan untuk menghalanginya kalau dia saja sudah berniat sejak lama"
Thomas melanjutkan "Dia anak laki-laki sudah pasti sudah bisa melindungi diri, jangan terlalu merisaukan anak nakal itu" sambil berdiri Thomas melanjutkan "Tidurlah besok kita sarapan bersama sebelum kau kembali".
Alice hanya mengangguk sambil tersenyum melihat kepergian pria tua yang masih terlihat gagah itu.
***
Alice advinson wanita berusia 22 tahun bertubuh ramping namun tetap terdapat tonjolan yang pas ditempat yang memang seharusnya. Mata bulat, hidung mancung dan bibir mungil yang tipis. Sangat menggiurkan.
Sejak usianya 19 tahun sebuah kabar duka ia terima, Tuan dan Nyonya Advinson yang kebetulan malam itu tiba-tiba saja mendapatkan telpon dari bawahannya, segera berangkat ke kota P tanpa membawa banyak persiapan seperti biasanya, karena keadaannya saat itu benar-benar darurat..entah masalah apa itu.
Sebelum pergi Nyonya Advinson ibu Alice mendatangi putrinya dan memeluknya sangat erat seolah pelukan itu adalah pelukan terahir mereka.
"Sayang, jaga diri baik-baik, ayah dan ibu harus berangkat malam ini juga, ada sedikit masalah di pabrik" masih memeluk putrinya wanita paruh baya itu melanjutkan "jadilah wanita mandiri yang tidak mudah rapuh karena masalah yang menimpamu, dan ibu berharap kau akan bahagia setelah ini walapun ayah dan ibu tidak disampingmu"
Alice yang mendengar nada aneh dari ibunya lantas melerai pelan pelukan mereka "Apa maksud ibu? Ayah dan ibu hanya pergi sebentar seperti biasa, jangan berkata yang seolah-olah kalian akan meninggalkanku sendiri". Nyonya Advinson hanya tersenyum dan mengusap pipi putrinya yang sudah terlihat basah karena air mata.
"Benar, ayah dan ibu hanya pergi sebentar" senyumnya tulus, ia memang berkata sejujurnya namun entah kenapa perasaannya sedang tidak baik-baik saja saat ini.
"Baiklah, ibu dan ayah akan berangkat. Paman Thomas sedang diperjalanan menuju kesini. Jadi putriku yang cantik ini tak terlalu hawatir oke?
Setelah itu entah kenapa perasaan Alice tidak tenang seperti biasanya, berulang ulang kali ia menghubungi nomer ayahnya dan anehnya nomer itu sudah tidak bisa terhubung.
***
Sampai ke esokan harinya, Alice terbangun dengan mata yang terlihat sembab, ia menangis dalam tidurnya, dan ini adalah pertama kalinya selama ayah dan ibunya keluar kota karena urusan bisnis.
"Paman, bagaimana? apakah ada kabar dari ayah dan ibu?" Tanya Alice yang masih mengenakan pakaian semalam melihat pengacara keluarganya yang sudah dianggap kerabat itu tengah selesai berbicara dengan entah siapa di ruang tamu.
"Tenang nak, paman tengah berusaha mencari keberadaan mereka, kita tunggu semoga saja orang suruhan paman bisa mendapatkan kabar lebih cepat.
Sebenarnya Thomas pun merasa heran dan cemas tentunya, tiba-tiba saja Tuannya berangkat tergesa-gesa dan menitipkan Alice padanya.
***
Sementara di suatu tempat di atas jurang tinggi dibagian timur kota, dua pria berbaju hitam dengan penutup kepala menutupi wajah tengah tertawa bahagia karena target sudah terguling dibawah sana, sesuai dengan rencana mereka selama ini.
"Bos akan senang dengan berita ini, ayo kita kembali" kata salah satu diantara mereka. Mereka kembali tertawa bahagia mengingat bojus besar yang akan mereka dapatkan setelah ini.
Mobil tua itu melaju dengan cepat meninggalkan bangkai mobil yang masih menyala dengan gempulan asap yang tebal, mereka yakin sebentar lagi polisi atau siapapun yang lewat akan mengetahui kondisi si korban. Mereka tak perduli karena semua sudah direncanakan dengan mulus dan mereka yakin tidak akan ada yang mengetahui keterlibatan mereka.
Setelah dua jam mengendarai mobil tuanya, dua suruhan tadi memasuki sebuah rumah megah bergaya klasik, tanpa menunggu lama mereka langsung menemui tuan mereka dan melaporkan berita bahagia karena telah berhasil melenyapkan target.
"Bos-" belum sempat ia melanjutkan ucapannya, orang suruhan tadi terdiam karena tak sengaja melihat adegan yang seharus tak mereka lihat di atas sofa.
"Keluarlah, dan ambil upahmu" kata Pria berwajah sangar dengan ukiran naga di belakang punggungnya yang terlihat alot dan masih sangat kuat.
Wanita cantik itu langsung berdiri tanpa malu dan mengenakan kembali pakaiannya yang berserakan dilantai dan mengambil upahnya di atas meja Namun sebelum pergi wanita muda yang terlihat sangat cantik itu tersenyum menggoda ke arah orang-orang suruhan kekasihnya. Yah walaupun mereka sepasang kekasih tapi wanita cantik bak model itu tetap saja mendapat upah dan kadang diperlakukan seperti ****** oleh lelakinya, lelaki yang sangat ia cintai. Bukankah cinta itu buta?
Bahkan tak jarang ia menjual tubuh kekasihnya untuk urusan bisnis sekalipun. Apakah wanitanya menolak? Tentu saja tidak.
"Bagaimana? Apakah pekerjaan kalian kali ini berhasil? Tanya nya sambil mengenakan pakaiannya kembali dan duduk di kursi kebesarannya.
"Beres bos"
Setelahnya ketiga lelaki itubtertawa bahagia karena sekarang tidak akan ada lagi penghalang di kehidupannya selanjutnaya
****
"Selamat pagi ayah" sapa Alice dengan senyum yang semakin menawan melihat ayahnya menghampirinya dengan sangat memukau.
"Kau kenapa senyum-senyum seperti itu? Thomas menyipitkan mata melihat tingkah Alice yang terlihat seolah-olah..
Mengoloknya.
"Kau tampan sekali semakin berumur" goda Alice, ia tahu setelah ini ayahnya akan menangis dan membuatnya tidak tega untuk pergi. Dan itu terjadi setiap kali ia pulang kerumah.
"Jangan menggodaku"
"Siapa yang menghoda ayah, Alice berkata jujur pantes saja istrimu sangat mencintaimu, kau sangat rupawan" puji Alice kini sungguh-sungguh.
Setelah saling goda mereka makan dan sesekali tertawa bersama, setengah jam lagi Alice akan kembali ke rumah suaminya di kota S dan ia masih punya waktu beberapa menit untuk melepas rindu sebelum ia benar-benar mengabdi kembali sebagai seorang istri yang baik dan penurut.
Perjalan dari kota X ke kota S menghabiskan waktu selama 3 jam perjalanan, Alice sudah terbiasa berpergian sendiri setelah menikah dengan Calvin, dan sampai saat ini di usia pernikahan mereka yang ke tahun pertama ini Calvin belum pernah menemaninya pulang kerumah walaupun dalam waktu senggang. Entah kenapa suaminya selalu saja menolak untuk sekedar mengantarnya melepas rindu pada ayahnya. Namun Alice yang sudah penurut sejak awal tak pernah mempermasalahkan hal itu, karena ia tahu mungkin saja suami tampannya lelah setelah bekerja sepanjang waktu.
Dan sekedar mengingatkan besok adalah ulang tahun pernikahan mereka. Alice tentu sangat penasaran kado terindah apa yang suaminya siapkan untuknya.
Ah mengingat pria berotot kuat itu membuat detak jantungnya semakin kencang. Alice merindukan pelukan hangat suaminya.
Setelah beberapa jam diperjalan kaki mulus dan jenjang itu melangkah memasuki sebuah mobil yang sudah dipesannya beberapa menit yang lalu, wanita cantik dengan rambut tergerai itu duduk sambil menyandarkan punggungnya dengan mata tertutup, menghirup udara lain di kota suaminya.
Iya dia Alice Advinson cita-cita awalnya yang ingin menjadi seorang pembela umum harus ia relakan demi memenuhi wasiat orang tuanya, menikahi lelaki yang sama sekali tidak pernah ia fikirkan sebelumnya.
Pernikahan yang dilakukan secara tertutup karena permintaan Alice sendiri berlangsung dengan khidmad dan tenang. Awalnya ia ingin memberontak dan meminta agar lelaki bernama Calvin yang sudah menjadi suaminya itu mau melepaskannya dan mereka bisa hidup masing-masing. Fikirklnya asal syarat wasiat kepemilikan perusahaan dengan menikah sudah terlaksana toh tak mengapa jika setelah menikah pernikahan itu akhirnya berakhir.
Namun siapa menyangka bahwa permintaan konyol alice di tolak langsung olehnya.
"Tidak, aku tidak akan melepaskan tanggung jawabku, aku sudah bersumpah dihadapan Tuhan, lantas bagaimana aku bisa mengingkarinya?" Sarkas Calvin malam itu yang masih terngiang-ngiang ditelinganya.
"Aku tahu, kau bahkan tidak menginginkan pernikahan ini sebelumnya" tebak Alice yang memang itulah kebenarannya, awalnya Calvin memang menentang perjodohan yang menurutnya kolot dan tak masuk akal, tapi siapa sangka saat pertama kali bertemu Calvin ternyata diam-diam langsung menyukainya. Alice melanjutkan "lantas untuk apa kita pertahankan pernikahan yang tidak menguntungkan kita berdua?!"..
Alice masih diam menunggu lelaki yang masih masih mengenakan tuxedo itu membelakanginya, entah apa yang tengah difikirkannya. Lama menunggu membuat Alice hendak berdiri untuk mengganti gaun pernikahannya tapi suara rendah Calvin membuatnya terdiam dan membisu "Tidak, aku tidak akan melepaskanmu, dan aku juga tidak akan membiarkanmu melepaskan pernikahan ini sampai kapanpun" setelah mengatakan itu Calvin berjalan keluar melewat Alice yang masih terpaku dengan lamunannya.
***
"Nona, maaf kita sudah sampai" Suara sopir menyadarkan Alice dari lamunan panjangnya. Segera mengangkat bokong dan meminta maaf setelah memberi tips lebih, karena sadar tadi dia terlalu lama mengambil waktu si supir untuk membiarkannya menghabiskan lamunannya yang panjang. Alice melangkah dengan anggun kesebuah bangunan tua namun terlihat sangat menenangkan, di ujung sana dia sudah melihat dua orang yang ia kenal, sepasang suami istri. Yang istri tengah mengenakan kursi roda dengan suami tuanya yang memegan pengangan dibelakangnya. Senyum tulus itu terpancar saat melihat siluet yang sangat mereka rindukan beberapa bulan ini.
"Mom, Dad Alice merindukan kalian" ucapnya dengan senyuman tulus untuk kedua orang yang dia sayangi.
Setelah itu Alice menggantikan Ayah angkatnya mendorong sipujaan hati kesebuah taman yang masih didalam lingkungan panti. Mereka bertiga tertawa bersama, bercerita sambil melepas rindu masing-masing. Tuan dan Nyonya Martinez sangat menyukai Alice karena setelah kehadiran wanita cantik ini istrinya sudah tidak pernah lagi meratapi kepergian putri mereka yang sudah lebih dulu menghadap Tuhan, usia Alice mungkin sebaya sehingga saat melihat Alice mereka melihat putri mereka sendiri.
"Dad dan Mommy harus tetap ingat pesan Alice, oke?" Tuntut Alice yang tidak boleh dibantah sama sekali.
"Terima kasih sayang" senyum tulus Nyonya martinez, kehadiran Alice mampu mengobati rasa rindunya pada putrinya, sungguh saat ini baginya Tuhan masih sangat baik padanya, Ia tidak benar-benar kehilangan kasih sayang seorang anak, disaat putri bungsunya meninggalkannya, berbeda dengan putra sulung mereka yang Justru tega membawa mereka kepanti dan seolah melupakan bahwa kedua orang tua inilah yang membuatnya sebesar sekarang.
****
Setelah pulang dari panti Alice tak langsung kembali ke rumah, ia memilih kembali ke apartemen miliknya yang ia beli beberapa bulan lalu, dan kebetulan suaminya juga belum mengetahui tentang apartemen ini. Alice berniat memberi tahunya nanti setelah mereka berbicara santai saja, fikirnya.
Selama ini mereka disibukkan dengan pekerjaan masing-masing meskipun Alice hanya sesekali ke luar kota melihat perkembangan perusahaan peninggalan ayahnya tapi dia tiap harinya mengecek dan memantau dari balik layar tabletnya.
Dirumah Alice akan menunggu dan menyambut suaminya, melayani dan memberi perhatian khusus layaknya seorang istri pada suaminya.
Mereka menjalani hari-hari seperti biasa, walaupun terkadang ada saja beberapa wanita yang sengaja menunjukkan ketertarikannya langsung pada suaminya, dengan sigap Calvin akan menjelaskan dan menyingkirkan siapa saja yang berniat melukai hati wanitanya.
Seperti waktu itu, seorang wanita dengan sengaja mengecup pipi Calvin didepan Alice, sungguh pemandangan yang sangat menyakitkan suami yang kita cintai disentuh oleh tangan lain se enaknya.
Sampai saat ini Alice masih bertahan karena percaya suaminya tidak akan tergoda dengan wanita manapun.
Alice percaya karena tiap kali mata mereka bersitatap, Alice melihat tidak ada tanda-tanda kebohongan disana.
Oh sungguh sangat dilema.
****
Keesokan paginya, pagi-pagi sekali Alice sudah terbangun diapartemennya sendiri, ia tak mengabari Calvin atas kepulangannya. Alice memang sengaja ingin memberi kejutan untuk suaminya, ia ingin melihat bagaimana bahagia suaminya nanti.
"Harusnya setelah ini kita memilik babykan sayang?" Gumam Alice membayangkan wajah tampan suaminya, sejak semalam rasa rindu dan rasa resah bercampur menjadi satu. Entah ia resah karena apa, mungkinkah karena wanita manis ini sudah sangat merindukan pelukan suaminya.
Dengan perasaan berbunga-bunga, Memasak makanan kesukaan suaminya dan melangkah keluar apartemen dengan sebuah paperbag ditangan. Alice siap, memadu kasih sekarang.
Melajukan mobil dengan pelan sambil bersenandung riang, senyum tipis tak pernah pudar. Sampai didepan halaman rumah, Alice melangkah pelan memasuki pintu dan berjalan menaiki tangga menuju kamar pribadi mereka, dengan langkah pasti, senyum lebar serta jantung yang berdetak semakin kencang.
"Ah apakah aku sedang jatuh cinta?" Desisnya rendah memegang dada sebelah kirinya.
Jari-jari ramping itu menggengam gagang pintu, diputar perlahan dan didorongnya hati-hati, semakin tergesernya daun pintu semakin kencang pula detakan jantungnya.
Dan tatapan penuh rindu tadi tiba-tiba berubah dingin dan terluka saat matanya menangkap siluet yang berada diatas kasur mereka. Alice masih mematung memperhatikan lelaki yang sangat dia kenal terlihat sangat gelisah. Tampa mereka sadari mata yang menangkap mereka kini sudah mengeluarkan air. Alice menangis dalam diam.
Sampai ia bisa mengendalikan diri dan membuat mereka berdua terpaku.
"Oh ternyata kesetian dan kesabaranku selama ini kau hadiahkan dengan kado seindah ini?" Alice Advinson masih mematung dengan tatapan penuh arti pada dua manusia berlawanan jenis tanpa busana diatas kasur king size nya. Raut wajahnya yang tenang dan tatapannya yang seketika berubah dingin mampu mengubah atmosper didalam kamar"
Sontak saja kehadiran Alice membuat Calvin semakin kaget dan frustasi. Belum sempat ia mengingat kenapa ada wanita lain disini, dikamarnya. Sial.
"Aagghhh...." teriaknya sambil menghamtam dinding kamarnya.
"Kau, kenapa ada dikamarku? Desisnya sinis. Sambil memungut pakaian dan memakai celananya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!