Siang yang tadinya cerah tiba-tiba berganti gelap gulita begitu saja. Di dalam kantor Melinda sesekali menatap jendela yang tidak jauh darinya, tidak tahu kenapa Melinda sangat tidak menyukai hujan turun baginya hujan hanyalah hukuman yang di kirim oleh Tuhan untuk manusia yang berdosa agar bisa menjernihkan hati dan pikirannya.
"Sial, padahal aku berencana pulang cepat hari ini, ada sesuatu yang harus kulakukan tapi jika terus hujan seperti ini bagaimana aku bisa pulang aku juga tidak membayar payung," ucap Melinda menggerutu kesal, ingin sekali Melinda berteriak dan meminta hujan agar segera berhenti.
Melinda melihat jam tangannya yang sudah menunjukan pukul 12:15, setelah menunggu sejenak namun hujan hanya redah sedikit dan menyisahkan rintikannya saja, Melinda bergegas mengambil tasnya dan berjalan keluar kantornya.
Melinda berjalan cepat ke arah motor maticnya yang di parkir di depan kantornya, tanpa membuang waktu Melinda menyetater motornya dan pergi meninggalkan kantor.
Sebelumnya Meiga sudah meminta izin pulang lebih cepat itu juga alasan kenapa tidak ada yang bertanya padanya apalagi mencoba menghentikannya.
Sesampainya di rumah Melinda menatap rumahnya yang masih kosong, sambil tersenyum Melinda berjalan ke dapur mempersiapkan bahan yang akan digunakannya untuk membuat kue.
Tik tik tik, tik tik tik, breeeeees.
Hujan yang mulanya hanya gerimis kini berganti deras, Melinda tidak menghiraukan hujan di luar rumahnya dan melanjutkan kembali membuat kuenya.
Ting tong, ting tong.
Bunyi bell rumah mengejutkan Melinda, Melinda yang mengira Ayahnya telah pulang bergegas membuka pintu walau rencana kejutannya akan gagal jika ketahuan oleh Ayahnya.
Ceklek.
Mata Melinda terbelalak setelah melihat siapa yang berdiri di depannya. Seorang pria tampan berjas hitam yang memegang satu payung di tangan kiri dan sebuah plastik di tangan kanannya membuat Melinda terpatung tidak bergerak sedikitpun.
Melinda merasa pria itu tidak asing tapi tidak bisa mengingat di mana Dirinya pernah bertemu, padahal Melinda biasanya selalu mengingat wajah-wajah tampan yang biasa ditemuinya walau hanya pertama kalinya bertemu.
"Melinda Pak Sandiaga ada?" tanya pria itu mengejutkan Melinda. Melinda terkejut bukan karena pria itu ingin bertemu Ayahnya tapi bagaimana bisa pria asing itu mengetahui namanya pikir Melinda.
"Kamu siapa? Apa kita pernah bertemu?" tanya Melinda sambil terus menatap pria yang ada di depannya.
"Sudah lama kita tidak bertemu wajar saja kamu lupa," sahut pria di depan Melinda sambil menatapnya dan tersenyum.
"Benarkah, memangnya kita pernah bertemu di mana?" tanya Melinda lagi.
Buuuuuuuuug.
Belum sempat menjawab pertanyaannya Melinda terkejut setengah mati saat sang Ayah mendorong pria di depannya, Melinda tidak tau apa yang terjadi dan kenapa Ayahnya sampai mendorong pria tampan itu sampai terjatuh.
"Ayah dia tamu Ayah, kenapa Ayah mendorongnya? Bukankah seharusnya kita membiarkannya masuk," ucap Melinda.
"Diam, cepat masuk ke dalam," sahut Ayah Melinda yang terlihat sangat marah besar.
Tak membantah perkataan sang Ayah Melinda langsung masuk ke dalam rumah, Melinda yang mengintip dari balik jendela melihat Ayahnya marah besar dengan pria tampan itu bahkan berulang kali memaki pria itu.
"Sudah ku bilang jangan injakan lagi kakimu, Sepertinya kamu benar-benar cari mati," teriak Ayah Linda dengan suara jelas dan lantang.
"Jangan seperti itu, bagaimanapun juga kita pernah menjadi keluarga Om," sahut pria itu bangkit berdiri di tengah hujan.
"Aku tidak merasa kita pernah menjadi keluarga, jadi sekarang pergilah jangan buat aku mengulangi perkataan ku," ucap Ayah Linda menunjuk jalanan kosong di depannya.
Linda bisa melihat wajah pria itu yang sangat kecewa, plastik yang di bawanya ditaruhnya di depan Ayah Linda sebelum akhirnya berjalan pergi.
Melinda masih berpikir di mana Dirinya pernah bertemu pria itu, tapi setelah melihatnya yang merasa kecewa dan sedih Melinda malah malas memikirkan itu, Melinda lebih memikirkan Kenapa ayahnya sampai Semarah itu.
"Tidak perlu mengintip lagi," ucap Ayah Melinda.
"Ah maaf Yah, tapi kenapa Ayah sekejam itu padannya, memangnya apa salah pria itu tadi," sahut Melinda.
"Itu tidak penting, dari pada kamu bertanya yang tidak jelas kenapa tidak kamu lanjutkan saja membuat kuenya," ucap Ayah Linda sambil mengelus kepala putrinya.
"Ayah kok tau, ini tidak adil padahal aku sangat ingin memberikan kejutan," sahut Melinda, Melinda tidak menyangka Ayahnya tau kalau dirinya membuatkan kue untuk Ayahnya.
"Hahahaha, Ayah pasti tau, Ayah kan yang paling mengerti kamu," ucap Ayah Melinda Ekspresinya berubah tidak lagi terlihat marah.
"Ya sudah kalau begitu Melinda kembali lanjut bikin kue, nanti kalau sudah matang melinda akan panggil Ayah," sahut Melinda.
"Baiklah. Ayah tidak sabar untuk itu," ucap sang Ayah sambil berjalan masuk ke kamarnya.
Melihat Anaknya yang sudah tumbuh dewasa membuat Ayah Melinda merasa sangat senang, tapi dibalik kesenangannya menyimpan seribu rasa bersalah pada putri semata wayangnya yang harus Amnesia karena kesalahannya.
"Maafkan ayahmu ini Nak, jika ayahmu tidak melakukan semua itu kamu juga mungkin tidak akan melupakan semuanya, Ayah merasa bersalah dan akan melakukan apa saja untukmu," ucap ayah Melinda yang bersandar di balik pintu.
***
Saat itu sekitar 10 tahun yang lalu dimana masa kejayaannya sebagai pengusaha membuatnya sangat sibuk, 3 bulan yang lalu istrinya meninggal dunia karena serangan jantung dan dirinya harus merawat Melinda yang sudah tidak lagi memiliki Ibu seorang diri.
Membagi pekerjaan dan menjaga anaknya membuat Sandiaga kewalahan, disaat merasa dirinya tidak Mampu melakukannya seorang diri Sandiaga bertemu dengan Mega yang saat itu berstatus janda dengan anak kurang lebih seumuran putrinya.
Perkenalan singkat keduanya tanpa mereka sadari semakin berjalan ke tahap serius, setelah menceritakan kelebihan dan kekurangan masing-masing keduanya yang merasa cocok memutuskan untuk menikah tapi Sandiaga tidak menyadari keputusannya bukanlah pilihan yang tepat.
sesuatu yang buruk malah terjadi pada putrinya, semua karena kesalahan istri barunya. Sandiaga menyesali semua keputusannya yang terlena karena cinta Dan Hampir membuat putrinya mati.
"Ayah, apa Ayah tidur," ucap Melinda dari luar kamar Ayahnya.
Suara Melinda mengejutkan ayahnya yang teringat kejadian lama, Ayah melinda mengepalkan tangannya sendiri setelah mengingat itu.
"Ahhh apa yang ku lakukan, kenapa aku kembali mengingatnya. Sialan," ucap Ayah Melinda pelan di dalam kamarnya.
"Belum, apa kuenya sudah jadi? Ayah keluar ya," sahut Ayah Melinda.
Siapa yang sangka keputusannya waktu itu malah membuat Putri semata wayangnya hampir kehilangan nyawanya, ayah Melinda tidak bisa melupakan semua itu walau sudah 12 tahun berlalu, kejadian itu terus terngiang di kepalanya dan sangat sulit dilupakannya.
Sejak saat itu juga Ayah Melinda berpikir kalau Putrinya sangat penting, dan tidak ada yang lebih penting selain putrinya tidak peduli dulu, sekarang, maupun nanti.
Tak mendapat jawaban semalam membuat Melinda gelisah, Melinda sangat ingin tau siapa pria tampan yang kemarin datang ke rumahnya itu, kenapa Ayahnya sampai semarah itu pada pria yang bahkan Melinda tidak ketahui namanya, lalu dari mana pria itu tahu namanya kenapa mereka seperti sangat dekat sebelumnya.
Terdiam cukup lama membuat Melinda melupakan sesuatu, Melinda terus memandang keluar jendela memikirkan semua yang terjadi semalam saat bertanya pada Ayahnya.
"Selamat ulang tahun Ayah, semoga Ayah selalu panjang umur, semoga Tuhan selalu menjaga ayah sampai Melinda bisa memberikan kebahagiaan untuk ayah," ucap Melinda yang baru melihat sang Ayah meniup lilin berangka 60
"Terima kasih Nak, kamu sudah bersusah payah setiap tahun merayakan ulang tahun Ayah, ayah mau terharu tapi tidak bisa karena hampir setiap tahun kamu selalu melakukannya," sahut Ayah Melinda sambil memotong kue buatan Melinda dan menyuapkannya ke Putri satu-satunya itu.
"Asal Ayah bahagia Melinda tidak keberatan melakukan apa saja termasuk membuat kue ulang tahun untuk ayah, Melinda tidak berharap Ayah terkejut tapi lebih bagus lagi kalau ayah pura-pura terkejut," ucap Melinda sambil tersenyum.
"Baiklah, tahun depan Jika kamu menguatkanku kue lagi buat ayah ayah akan berpura-pura terkejut kalau perlu ayah akan melompat ke belakang sampai 100 meter, dengan begitu Putri ayah akan merasa sangat terharu karena usahanya berhasil," sahut Ayah Melinda.
"Hahahaha, ayah bisa saja," ucap Melinda merasa terhibur dengan perkataan Ayahnya.
"Oh ya Yah, siapa pria tadi?" tanya Melinda.
Ayah Melinda langsung menaruh kue yang baru mau dimakannya dua suap itu, terlihat ekspresinya berubah seketika dan tidak senang karena Putrinya bertanya padanya tentang anak wanita itu.
"Apa aku mengenal pria itu? kenapa dia tau namaku," sambung Melinda semakin membuat ayahnya terlihat marah.
"Kamu hanya perlu mengingat perkataan ayah, kamu tidak mengenalnya dan sama sekali tidak pernah mengenalnya, bahkan Ayah saja tidak mau kamu mengenalnya," sahut Ayah Melinda yang terlihat kesal dan mengepalkan tangannya.
"Jangan tanya lagi tentang dia, Ayah jadi tidak berselera memakan kue buatan mu," sambung sang Ayah.
Melinda terdiam menatap Ayahnya yang memotong kue menjadi potongan sangat kecil, Ada apa sebenarnya kenapa Ayahnya sampai seperti itu pikir Melinda berulang kali tapi tidak bisa berkata apa-apa lagi karena ayahnya sudah berkata seperti itu.
"Woy Mel, semua karyawan disuruh berkumpul kamu mau gajimu dipotong," ucap Nanda salah satu teman satu kantor Melinda.
Melinda tiba-tiba teringat apa yang dilupakannya, hari ini adalah hari pengenalan Ceo baru di perusahaannya siapa yang tidak kelihatan di tempat berkumpul akan dipotong gajinya, begitu ucap atasan Melinda sebelumnya
Tak ingin gajinya dipotong Melinda bergegas ke ruangan yang sudah ditentukan, sampai di dalam ruangan yang memang lebih besar dari ruangan lainnya terlihat hampir semua karyawan telah ada di sana dan hanya dirinya dan temannya yang baru datang.
"Apa semua sudah datang, jika ada yang tidak datang gaji akan dipotong sesuai kesepakatan," ucap Pak Jun Direktur perusahaan tempat Melinda bekerja.
"Sudah Pak," sahut karyawan serentak.
"Kita mulai saja, Pak Hero silahkan masuk dan memperkenalkan diri " ucap Pak Jun matanya menatap pintu yang ada di sampingnya.
Tap tap tap.
Semua karyawan menatap seorang Pria tampan yang baru saja memasuki ruangan dan berdiri menghadap semua karyawan. Hampir semua karyawan wanita melotot, bahkan ada yang hampir pingsan setelah melihat CEO baru mereka.
"Perkenalkan namaku Hero CEO baru perusahaan ini, Visi ku Tekun bekerja Misiku menghasilkan uang sebanyak-banyaknya," ucap Hero yang langsung disambut tepukan tangan.
Ploook ploook ploook.
Melinda yang duduk di bagian belakang masih tidak percaya apa yang dilihatnya, bagaimana bisa pria kemarin ada di kantornya dan akan menjadi CEO baru di perusahaannya.
"Ahhh, aku jadi benar-benar ingin tau dia siapa, tapi tidak mungkin aku bertanya pada orang penting di perusahaan sepertinya, apa lagi wajahnya terlihat sangat galak," dalam hati Melinda.
"Cukup sekian dan bubar," ucap Hero matanya menatap Melinda yang hanya menundukkan kepalanya.
"Adikku ternyata bekerja di sini, aku ternyata tidak menyesal mengambil keputusan," dalam hati Hero sambil tersenyum sendiri.
Melihat semua karyawan keluar Hero berbisik pada Pak Jun, Pak Jun menganggukkan kepalanya mengiyakan permintaan Hero begitu saja, walau sebenarnya pak Jun ingin bertanya kenapa Hero meminta Melinda datang ke ruangannya.
"Melinda kamu ke ruangan ku," ucap Pak Jun menatap tajam Melinda yang baru ingin duduk.
"Tapi kenapa Pak?" tanya Melinda.
"Tidak perlu bertanya, cepat aku tidak mau menunggu lama," sahut Pak Jun berjalan ke arah ruangannya.
Semua karyawan lain menatap Melinda, mereka tau orang seperti apa Pak Jun itu Melinda dipanggil pasti karena memiliki kesalahan yang fatal, kemungkinan terbesar Melinda pasti akan dipecat.
"Permisi Pak," ucap Melinda di depan pintu.
"Masuklah," sahut suara dari dalam ruangan.
Mendengar suara yang berbeda dari dalam ruangan Melinda mengernyitkan dahinya berpikir, Melinda sangat yakin yang ada di dalam ruangan pasti bukan Pak Jun.
"Hay, bagaimana kabarmu," ucap Hero sambil tersenyum.
Melinda yang sudah bisa menduga sebelumnya hanya terdiam, haruskah dirinya minta maaf tentang kemarin sebelum dipecat.
"Kenapa diam saja?" tanya Hero.
"Aku minta maaf soal Ayahku tolong jangan pecat aku," sahut Melinda sambil menundukkan kepalanya meminta maaf bersungguh-sungguh.
"Apa aku bilang kalau aku akan memecat mu? kapan Aku mengatakan seperti itu?" tanya Hero menatap Melinda.
Melinda hanya menggelengkan kepalanya, kalau bukan mau dipecat lantas untuk apa dirinya dipanggil pikir Melinda. Apalagi orang yang ada di depannya terlihat sangat galak seperti ingin memakan orang saja.
"Kalau begitu kembali saja bekerja, setelah semua pulang kerja nanti temui aku," ucap Hero matanya terus menatap Melinda yang hanya menundukkan kepalanya.
Tanpa menjawab Melinda bergegas keluar ruangan, pikirkannya menjadi tidak karuan memikirkan setelah pulang kerja nanti apa yang ingin dikatakan pria itu.
:
Deg deg deg.
Detak jantung Melinda berdegup sangat cepat dirinya tidak tahu harus melakukan apa, Melinda juga tidak tahu apa sekiranya yang ingin dikatakan pria itu kalau bukan ingin memecatnya.
"Tunggu, bukankah itu kesempatan untukku bertanya," ucap Melinda menghentikan langkahnya.
"Melinda apa yang sudah kamu perbuat sampai pak Jun memanggilmu, Sejak kapan kamu tidak lagi bekerja?" tanya Nanda sambil memeluk Melinda.
"Siapa bilang aku tidak lagi bekerja? aku tetap bekerja di sini, pak Jun hanya memberiku peringatan kecil agar tidak sering pulang lebih cepat," sahut Melinda berbohong.
"Benarkah? baguslah aku mengira kamu di pecat, Kalau tidak ada kamu berkurang sudah temanku," ucap Nanda tanpa melepaskan pelukannya.
"Sudah sudah, kalau kamu seperti ini terus aku benar-benar akan dipecat karena tidak bekerja," sahut Melinda.
Deg deg deg.
Detak jantung Melinda semakin cepat di menit-menit terakhir jam pulang kerja. Tanpa Melinda sadari jam pulang kerja berakhir, satu-persatu karyawan berjalan keluar meninggalkan kantor tempat mereka bekerja menyisakan hanya dirinya dan temannya yang masih berkemas sendiri.
"Mel, tidak pulang kamu?" tanya Nanda yang melihat Melinda masih duduk di depan komputernya.
"Masih ada yang belum ku selesaikan ni, kamu pulang duluan saja, kalau bertemu Ayahku bilang saja aku pulang agak terlambat," sahut Melinda.
"Siap, aku pergi dulu kalau begitu," ucap Nanda sambil berlalu pergi.
Setelah memastikan tidak ada lagi karyawan di kantor Melinda langsung berdiri, Melinda berjalan cepat ke arah ruangan Hero dan berhenti tepat di depan pintu sebelum akhirnya menghela nafas dan masuk ke dalamnya.
"Aku kira kamu sudah pulang," ucap Hero menatap Melinda sambil tersenyum.
"Bagaimana mungkin aku berani pulang," sahut Melinda.
"Jujur saja aku masih sangat menyukai pekerjaanku saat ini," sambung Melinda.
"Baguslah, kalau begitu silahkan duduk," ucap Hero menunjuk kursi di depannya.
"Ya, terima kasih," sahut Melinda.
Deg deg, deg deg, deg deg.
Detak jantung Melinda terasa semakin cepat dari sebelumnya, Linda menggenggam tangannya sendiri mencoba untuk tidak menebak-nebak siapa pria di depannya saat ini.
"Apa kamu benar-benar tidak ingat denganku," ucap Hero.
"Tidak ingat," sahut Melinda.
"Yang benar, kita bahkan cukup dekat dulu," ucap Hero lagi.
Melinda mengernyitkan dahinya karena dirinya memang benar-benar tidak mengingat sedikitpun tentang pria yang ada di depannya saat ini, Melinda yakin kalau pertemuan mereka pertama adalah kemarin.
"Tapi aku sama sekali tidak mengingatnya, kemarin adalah pertemuan pertama kita," sahut Melinda sambil memegangi kepalanya.
Semakin mencoba mengingat Melinda merasa sakit kepalanya, Melinda ingat kata Ayahnya dirinya mengalami amnesia beberapa tahun yang lalu, mungkin itu juga sebab dirinya tidak bisa mengingat siapa Hero.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Hero yang melihat Melinda memegangi kepalanya sambil menutup matanya.
"Aku baik-baik saja, maaf Pak aku benar-benar tidak mengingat kalau kita pernah kenal, Ayah pernah bilang aku amnesia beberapa tahun yang lalu," sahut Melinda.
"Amnesia, yang benar."
Hero langsung bangkit dari tempatnya dan berjalan ke arah Melinda, Hero yang tiba-tiba memijat kepala Melinda membuatnya salah tingkah sendiri.
"Maaf Pak ini tidak baik," ucap Melinda beranjak dari tempat duduknya.
"Aku hanya memijatmu, maaf aku tidak tau kalau kamu amnesia," sahut Hero.
"Tidak masalah Pak, apa aku boleh bertanya ?" ucap Melinda.
Melinda menatap Hero yang berdiri di depannya, Melinda sudah bertekad akan mencari tahu semuanya saat ini juga agar tidak lagi merasa sangat penasaran.
"Tentu, tanyakan saja," sahut Hero kembali ke tempat duduknya.
"Kita pernah bertemu di mana, dan seberapa dekat kita dulu?" tanya Melinda dengan sangat serius.
"Hem, haruskah aku memberitahu yang sebenarnya, tapi bagaimana jika dia sakit kepala lagi," dalam hati Hero yang hanya menatap Melinda.
"Ah kita pernah satu sekolah saat SMP dulu, sebenarnya aku dulu pernah diam-diam menyukaimu," ucap Hero berbohong, Hero berbohong demi kebaikan Melinda juga sakaligus untuk mendekatinya.
"Wah maaf, aku tidak seharusnya bertanya," sahut Melinda menahan malu, Melinda sama sekali tidak curiga dengan perkataan Hero.
Melinda bahkan tidak bertanya di mana SMP nya dan Hero dulu dan malah mempercayainya begitu saja.
"Tidak apa," ucap Hero sambil tersenyum.
Senyum yang keluar dari bibir Hero bukanlah senyuman bahagia yang sebenarnya. Hero tidak menyangka ternyata setelah hari itu Melinda harus mengalami kesulitan gara-gara Ibunya.
"Mau aku antar pulang, sudah menjelang malam tidak baik pulang sendirian," ucap Hero yang melihat Melinda masih memegangi kepalanya.
"Ti tidak perlu Pak, aku bisa pulang sendiri," sahut Melinda.
Melinda tidak ingin kejadian kemarin terulang lagi, walau Melinda masih bingung apa hubungan antara menyukai secara diam-diam dan Ayahnya yang begitu membenci Hero.
"Kalau begitu hati-hati ya. Maaf," ucap Hero yang langsung memeluk Melinda.
Melinda yang terkejut di peluk Hero tanpa sadar mendorongnya, Melinda masih tidak mengerti kenapa Hero tiba-tiba memeluknya begitu saja.
"Maaf Pak, maaf aku tidak bermaksud," ucap Melinda sebelum akhirnya berjalan pergi meninggalkan ruangan Hero.
Hero hanya tersenyum melihat Melinda yang berjalan pergi meninggalkannya, Hero merasa bersalah Tapi saat ini dirinya tidak bisa mengatakan apapun padanya apalagi menjelaskan semuanya.
"Aku sungguh minta maaf, aku berjanji akan menebus kesalahan yang dibuat Ibuku," ucap Hero.
Hero yang meninggalkan kantor langsung menuju salah satu rumah sakit jiwa, Hero memasuki sebuah ruangan khusus untuk bertemu sang Ibu. Sudah lama ibunya berada di sana, lebih tepatnya setelah perpisahan dengan ayah Melinda.
"Hero kamu datang Nak," ucap Ibu Hero yang terlihat sangat senang.
"Iya, maafin Hero ya Bu karena jarang mengunjung Ibu," sahut Hero sambil mencium tangan Ibunya.
"Tidak apa Nak, Ibu senang kamu datang. Hehehe" Ibu Hero tertawa sendiri sambil memegangi pipi Anaknya.
"Bu Hero mendatangi rumahnya," ucap Hero.
"Haaaah, rumah, rumah siapa?" Ibu Hero menggaruk kepalanya.
"Pak Sandiaga," sahut Hero.
"Didi a bagaimana kabarnya?" tanya Ibu Hero penuh antusias.
"Bagaimana kabar Putrinya, ahhhh. Pasti sekarang Putrinya sudah sukses karena didikanku. Hehehehe, didikanku memang benar," sahut Ibu Hero terus tertawa.
"Aku ingin bertemu dengannya, Nak bawa aku bertemu dengannya," ucap Ibu Hero sambil mengguncang-goncang bahu Putranya.
"Iya lain kali," sahut Hero pelan.
Plaaaaaak.
"Aku tidak mau lain kali, aku mau sekarang," ucap Ibu Hero yang baru saja menampar Hero karena menolak permintaanya.
"Maaf Hero tidak bisa Bu," sahut Hero.
"Pergi kau anak tidak berbakti, aku tidak mau melihatmu lagi. Jangan pernah kembali," teriak Ibu Hero.
Hero walau merasa sakit mencoba menahannya, ini bukan pukulan pertama yang diberikan ibunya padamu sejak ibunya mengalami gangguan jiwa, Hero selalu bersabar dan tetap menyayangi ibunya itu.
"Ibu Mega harus diberi obat penenang, silahkan berkunjung lain kali," ucap suster perawat.
"Baik Sus," sahut Hero sambil berjalan keluar.
Begitulah keadaan Ibunya sejak 12 tahun yang lalu, setelah berpisah dari Ayah Melinda kejiwaan Ibunya terganggu hanya ini yang bisa dilakukan Hero untuk saat ini, tapi apa bila ada cara lain tentu saja Hero akan malakukannya yang penting Ibunya bisa sembuh kembali.
"Jaga dia baik-baik, aku sudah mendidiknya jangan ada yang berani mengganggunya," teriak Ibu Hero yang masih di dengar oleh Hero.
"Ibu tenang saja," dalam hati Hero.
Hero berjalan pergi meninggalkan ibunya yang disuntik lalu tertidur, jika tidak diberi penenang ibunya akan terus berteriak.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!