🌺
"Shinta, kapan kamu akan membawa kekasihmu pada kami?" Tanya Papa Winata yang sedang membaca koran di ruang keluarga. Salah satu kakinya bertopang pada lutut, matanya menatap sang anak tunggal yang sedang memainkan ponselnya. Tentu saja Shinta sedang mengirim pesan pada pria yang baru saja ia dapati lewat biro jodoh.
"Nanti, Pa" jawabnya.
"Segeralah menikah, papa ingin menimang cucu. Lagian usiamu sudah tak muda lagi untuk seorang perempuan. Ibumu saja menikah usia 17 tahun" desak Papa yang secara halus tengah membandingkan sang anak dengan istrinya membuat Shinta merasa jengah dan menghembuskan nafas dengan kasar.
"Huh! andaikan Daffin segera melamarku, pasti tidak akan begini! kapan dia akan kembali dan menyelesaikan pekerjaannya sebagai Aktor di Negara Hollywood itu? menyebalkan!" Bathin Shinta merasa frustasi dengan hidupnya.
"Elshinta!!"
"Eh, iya Pa. ini juga mau bersiap-siap ingin menemui pria yang Papa idam-idamkan itu" gerutu Shinta segera beranjak dari duduknya dan melangkah pergi meninggalkan sang Papa menuju ke kamar.
Setiba di kamar, Shinta menjatuhkan tubuhnya diatas ranjang yang berukuran king size, ia menghela nafas panjang mengingat dirinya yang tengah di gantung oleh Daffin. dan kini, ia harus mencari pria yang bisa membuat mulut orang tua dan saudaranya menjadi bungkam.
Shinta akhirnya segera ke ruang ganti untuk memakai pakaian yang membuatnya tampil cantik. Pria itu harus terpikat oleh kecantikannya agar ia mau menikah dengan gadis itu.
"Tidak perlu mandi ah, toh tadi sudah mandi" gumamnya sendiri lalu membuka almari untuk mengambil dress yang anggun.
Mata indahnya mengedarkan pandangan kedalam almari tersebut, menatap satu persatu pakaiannya yang menurutnya bagus. hingga senyum kembang pun terlukis indah di bibir manisnya, ia mengambil dress berwarna merah muda selutut. membayanginya saja sudah membuatnya terlihat sangat cantik.
"Ini saja, sudah sangat cantik untuk ku kenakan" gumamnya tersenyum cerah.
Setelah selesai berpakaian dan berdandan, ia pun segera keluar kamar dan menuruni tangga. tampak kedua orangtuanya tengah menonton televisi di layar besar itu.
"Aku pergi!" ucapnya berjalan cepat, menyelonong keluar tanpa menyalimi punggung tangan orangtuanya.
"Dasar anak itu, tidak ada sopannya" gerutu Mama Shanti menggelengkan kepalanya.
"Yang penting dia akan membawa kekasihnya pada kita, Ma" ucap Papa.
**
Shinta telah tiba di sebuah kafe langganannya yang sering ia tongkrongi bersama teman-teman SMA-nya. tampak Shinta sedang menunggu pria itu, matanya terus mencari keseluruh arah, mencari pria yang mengenakan baju kaos warna pink sesuai permintaan Shinta.
"Lama sekali!" gerutunya kesal. hingga sorot matanya melihat Pria berpakaian pink namun Pria itu tampak sangat tampan sekali, kulitnya putih, hidungnya mancung dan bibirnya tipis, sangat berbeda sekali dengan di fhoto yang bilamana Pria itu berkulit sawo matang, mengenakan kaca mata namun tampak manis.
"Apakah itu dia? mungkin salah orang. eh tapi, dia berjalan menuju kesini sambil tersenyum padaku? astaga!" ucapnya bicara sendiri.
Hingga pria itu berjalan semakin dekat dan dekat, senyum kembang nan manis itu terlihat sangat indah dimata Shinta, mulut Shinta menganga, matanya tak pernah lepas menatap wajah pria tersebut.
"Hai, Elshinta, bukan?" tanyanya penuh sopan, masih dengan senyum yang mengembang.
"Eh, emh, emh, iya. kamu siapa?" tanya Shinta yang lebih baik bertanya nama pria itu agar ia tidak salah orang.
"Aku, Raka Dirgantara" ucapnya sembari mengulurkan tangan pada Shinta.
"Ternyata benar, kenapa dia sangat tampan. padahal aku ingin yang jelek biar aku gak jatuh cinta" bathin Shinta terpana.
"Hallo?"
"Eh iya, silakan duduk" Shinta menyuruhnya duduk, ia tampak salah tingkah hingga lupa untuk menyambut uluran tangan itu. terpaksa, pria itu menarik tangannya kembali.
"Raka, kalau boleh tau kenapa belum punya pacar?" tanya Shinta
"Tidak ada yang mau denganku. kamu tau? aku hanya seorang pedagang martabak bangka" ucapnya
"Dia tampan tp gak ada yg mau. sampai segitunyakah orang-orang hanya memandang pekerjaan?" gumam Shinta didalam hati, membuat hatinya terenyuh merasa kasihan pada pria itu.
"Sebenarnya saya ingin kamu menikah dengan saya sekaligus menggaji kamu untuk menjadi suamiku. dari biodatamu saja kamu seorang yatim, hanya memiliki ibu dan 3 adik yang masih harus kamu besarkan. maaf ya, saya tidak bermaksud menyinggung" ucap Shinta.
Pria itu menyipitkan sebelah matanya, menatap heran pada gadis itu setelah ia telaah perkataannya.
"Maksud kamu, bagaimana?" tanyanya
Shinta menarik nafas dalam lalu menghembusnya dengan pelan, ia pun segera mengeluarkan surat perjanjian yang telah ia buat dari dalam tas.
"Saya ingin kita menikah kontrak" ucapnya dengan serius.
"Apa?" Raka kaget mendengarnya.
"Tenang saja, saya akan menghidupkan keluarga kamu dan membiayai sekolah adikmu hingga sarjana. dan kamu, saya akan memberikan 100 juta setiap bulannya" ucap Shinta dengan tenang. Raka tidak bergeming, ia seolah sedang dipermainkan. namun mau bagaimana lagi, ia juga butuh uang untuk menghidupi keluarganya dan sedangkan usaha yang ia kelola hanya menghasilkan uang yang tak seberapa.
Raka pun bingung, ia harus menerimanya atau tidak. disisi lain ia tengah menjatuhkan harga dirinya di depan wanita ini.
"Bagaimana?"
🌺
*bersambung*
🌺
Raka memikirkan hal ini cukup lama, ia menatap dalam gadis cantik di depannya itu.
"Baiklah" ia pun menerima tawaran tersebut. lagian ia juga sedang butuh uang untuk biaya sekolah adiknya.
Dengan senyum semringah yang terpasang, Shinta pun segera memberikan surat perjanjian pada Raka.
"Ini, bacalah" ucapnya seraya tersenyum. Raka pun mulai membaca selembar kertas tersebut,
----------------
Surat Perjanjian Pernikahan Kontrak
Pihak 1: Elshinta Cahaya Winata
Pihak 2: Raka Dirgantara
Perjanjian yang harus ditaati:
Pihak 1 akan memberikan uang senilai 100 juta, itu termasuk biaya sekolah adik pihak 2,
Pihak 1 akan mengontrak pihak 2 dalam pernikahan selama 6 bulan dan setelahnya akan bercerai,
Pihak 2 tidak boleh mencampuri urusan pribadi pihak 1 termasuk dalam hubungan asmara dengan kekasihnya,
Pihak 2 tidak boleh menyentuh tubuh pihak 1 sedikit pun, bila terjadi uang gaji dipotong 1juta oleh pihak 1 kecuali sedang berada didepan keluarga.
----------------
"Deal??" tanya Shinta sembari mengulurkan tangannya pada Raka. Raka menatap wanita di depannya ini dan dengan ragu ia pun turut mengulurkan tangannya. namun ia pun kembali menarik tangan itu membuat Shinta tampak keheranan.
"Ada apa?" tanya Shinta
"Ada satu yang kurang, dan kamu harus menambah poinnya" ucap Raka
"Apa itu?" tanya Shinta
"Ayo kita ke warnet, kamu harus menambah dua poin lagi" ajaknya sembari menarik tangan Shinta. Shinta pun segera mengikuti langkah kaki pria itu, entah kemana ia akan membawanya.
Shinta menatap dirinya dan juga Raka, ia terkesima dengan kegagahan pria itu,
"Dia tinggi sekali, hanya saja tubuhnya kurus dan tidak atletis" gumam Shinta dalam hati. ya, disitulah letak kekurangan dari Raka, tinggi kurus dan tidak atletis.
Setiba di warnet, Raka menyuruh Shinta untuk duduk didepan komputer itu. ia menyuruh untuk menambah dua poin lagi didalam selembar kertas. Shinta mengerti dan ia pun akan melakukannya.
"Apa poinnya?" tanya Shinta yang sudah bersiap untuk mengetik.
"5. Pihak 1 juga tidak boleh mencampuri urusan pribadi pihak 2 dalam hubungan asmara bersama wanita lain" jawabnya. Shinta yang mendengarnya seketika kaget dan menatap Raka dengan sorot matanya yang tajam.
"Kenapa? bukankah kamu ingin pertolongan dariku?" tanyanya
"Ya ya, baiklah" Shinta pun mengetik poin tersebut.
"6. Bila pihak 1 terlihat cemburu melihat pihak 2 bermesraan dengan wanita lain, pihak 1 harus menambah uang 2 juta pada pihak 2" lanjutnya.
Sontak mendengar poin terakhir ini membuat Shinta semakin shock. matanya membulat, semakin menatap tajam pria itu.
"Kamu memerasku?! lagian mana mungkin aku jatuh cinta padamu, apalagi cemburu!" gerutunya kesal. Raka hanya tersenyum seringai, enak saja hanya wanita ini yang berkuasa sedangkan dirinya sendiri tidak. apalagi Raka sudah menjatuhkan harga dirinya didepan wanita itu.
"Kalau begitu ya tulis," ucapnya santai.
"Huh! kalau begitu aku juga akan membuat poin 7 dengan isi yang sama" ucap Shinta tak mau kalah. Shinta langsung mengetik poin 6 lalu berlanjut ke poin 7 yang tertuliskan,
Bila pihak 2 terlihat cemburu melihat pihak 1 bermesraan dengan pria lain, pihak 1 harus memotong gaji pihak 2 senilai 2 juta.
"Hah kamu itu ternyata tidak mau kalah" ledek Raka menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Dasar pria menyebalkan! pantasan saja tidak ada yang mau bersamanya" bathin Shinta.
Hingga pada akhirnya tugas itu telah selesai. Shinta segera memprintnya lalu menatap selembar kertas dengan rasa campur aduk.
"Sekarang kita harus tanda tangan" ucap Shinta. ia mengambil pulpen dan memberikannya pada Raka. Raka pun segera menanda tangani diatas materai, lalu kembali beralih pada Shinta.
"Oke siap" ucap Raka. ia pun segera pergi meninggalkan Shinta. namun langkahnya terhenti sebab Shinta kembali memanggilnya.
"Eh, tunggu!" teriaknya berlari kecil menghampiri Raka.
"Ya???"
"Kita harus ke rumah orangtuaku. mereka menunggumu" ajak Shinta yang enggan memegang lengan pria itu.
"Ohya, surat itu berlaku dari sekarang dan ingat, kamu tak boleh menyentuhku kecuali di depan keluargaku" peringat Shinta.
"Ya ya ya, baiklah gadis tak laku" ucap Raka meledeknya. seketika langkah Shinta terhenti mendengar perkataan itu, ia menoleh sembari berkacah pinggang, sorot matanya tampak kesal.
"Apa kamu bilang?"
"Gadis tak laku. hahahaha"
🌺
*bersambung*
🌺
Shinta kesal mendengar tawa mengejek dari pria itu. sorot matanya menatap Raka dengan tatapan yang sangat tajam.
"Kurang ajar! aku itu sudah punya pacar ya dan dia lebih tampan darimu! menyebalkan!" teriak Shinta sembari memukul-mukul dada bidang pria yang ia kontrak itu.
"Eeeiit! berani sentuh aku yaa, denda 1 juta" ucap Raka.
"Enak saja! baca lagi tuh surat perjanjian" ucap Shinta lalu berlalu pergi meninggalkan Raka yang sedang membuka kertas yang ia pegang.
"Hanya pihak 2 yang tidak boleh menyentuh? sial sekali wanita ini!" ucapnya berdecak kesal. didalam mobil, Shinta hanya tertawa mengejek menatap Raka yang berwajah kesal diluar sana.
"Rasain!" gumamnya. hingga Raka pun tampak celingak-celinguk mencari keberadaan Shinta yang pergi entah kemana.
Melihat Raka yang sedang bingung, Shinta mengeluarkan kepalanya dari celah jendela mobil untuk memberitahu bila ia sedang disini,
"Woi! disini!" teriak Shinta. sungguh Shinta ini cukup barbar, tingkahnya masih seperti remaja yang belum tau sopan santun. Raka yang melihat Shinta didalam mobil berwarna merah, ia pun segera menghampiri mobil itu, lalu membuka pintu bagian jok depan.
"Disini toh" ucap Raka
"Ya, lelet sih. dasar keong" gerutu Shinta. sedangkan Raka hanya bisa diam saja sambil memandangi seluruh isi mobil ini.
Diam-diam Shinta memerhatikan arah tatapan pria itu, ia tersenyum seringai sembari menggeleng-gelengkan kepala. entah apa yang dipikirkan gadis itu. Shinta pun segera melajukan mobilnya dengan kecepatan yang tinggi, Raka yang merasakan lajuan itu membuat tubuhnya terguncang, sport jantung pun turut ia rasakan disiang bolong begini.
"Pelan-pelan" pintanya,
"Tidak, kelamaan kalau lamban mah" ucap Shinta.
"Kamu ini seperti pembalap saja" tebak Raka
"Ya, memang iya. asal kamu tau, aku ini mantan anak geng motor" ucapnya bangga.
"Cih! dasar wanita barbar" gumam Raka.
Cukup lama Raka berolahraga jantung didalam mobil mewah itu, pada akhirnya sang merah sudah berhasil membawa dua makhluk itu memasuki kediaman Winata. Shinta segera menuruni mobil, namun sebelum itu ia menyuruh Raka untuk menaruh kertas itu didalam dashboard.
"Ayo," ajaknya sambil menggandeng tangan Raka. Raka tercengang, ia menatap lekat wajah gadis cantik itu dengan raut wajah yang heran.
"Kita harus berakting, sayang" ucap Shinta sambil mengerlingkan sebelah matanya.
"Hah, baiklah"
Kedua insan yang baru kenal itu memasuki kediaman melalui pintu utama, Raka semakin dibuat terpana oleh rumah bak istana ini, sungguh besar dan mewah sekali. sangat jauh bila dibandingkan dengan kediamannya.
Tiba-tiba suara pria gagah nan besar membuyarkan fantasi Raka, ia cukup kaget melihat orangtua Shinta menghampiri mereka.
"Hai, ayo duduk dulu" ucap Papa Winata menyuguhkan tamunya untuk duduk di sofa.
"Terimakasih, Om" sahutnya tersenyum. lalu Raka menduduki tubuhnya tepat disamping Shinta. demi menunjukkan kedekatan mereka, Shinta berupaya untuk terus memeluk lengan Raka, membuat Raka risih si wanita ini terus bergelayut manja dengan tangannya.
"Tunjukkan kemesraan kita!" bisik Shinta. Raka tersenyum lembut lalu mengelus punggung tangan partner rumah tangganya.
Mama Shanti yang melihat kemesraan anaknya, ia tersenyum lucu dan gemas dengan keduanya. rasanya ia sudah tidak sabar lagi untuk menimang cucu dari sang putri.
"Ehem! so sweet sekali yaa, apa dia kekasihmu, Shin?" tanya Papa Winata
"Benar sekali, Pa. kenalin dia Raka" ucap Shinta, Raka segera mencium punggung tangan kedua orangtua Shinta.
"Raka, Om"
"Saya Winata, ini Shanti. Shinta itu anak tunggal kami. entah kenapa ia suka sekali menunda-nunda pernikahan. katakan, sudah berapa lama kalian berhubungan?" tanya Papa Winata.
"Tiga bulan!"
"Lima bulan"
Jawaban yang berbeda, membuat sepasang parubaya itu mengernyitkan dahi dengan heran. Shinta dan Raka saling memandang, Shinta cengengesan menatap Raka dengan matanya yang polos.
"Iya, baru 5 bulan, Pa" jawabnya terkekeh sembari menggigit kecil bibir mungilnya.
"Oh, emang sudah sepantasnya kalian harus menikah. lagian kekasihmu itu sudah kamu putuskan sejak lama kan?" tanya Papa Winata
"Ya, Pa. aku memutuskannya tujuh bulan yang lalu" jawab Shinta. tentu saja itu adalah kebohongan belaka, sebab Shinta sudah lelah mendengar pertanyaan demi pertanyaan seputar hubungannya dengan Daffin yang tidak jelas itu, membuat Shinta jengah dan frustasi mendengarnya.
"Baguslah, lagian kami tidak setuju bila kamu terus bersamanya. kapan kalian siap untuk menikah?" tanya Papa kembali fokus kepada Raka.
"Saya maunya secepatnya, Om. kami sudah sepakat untuk minggu depan" jawab Raka dengan sengaja. ia ingin persandiwaraan ini cepat selesai.
Shinta yang mendengarnya sontak terkejut, ia melototkan mata pada Raka tanpa sepengetahuan orang tuanya.
"Iya kan sayang?" tanya Raka tersenyum kecut
"Benar banget sayang" jawab Shinta dengan sorot matanya yang kesal.
"Gila apa pria ini, cepat amat minggu depan. malah job kerjaan lagi banyak banyaknya pula" bathin Shinta menggerutu kesal.
"Papa setuju! itu lebih cepat lebih baik. Papa sama Mama sudah tak sabar untuk menimang cucu, ya kan Ma?" ujar Papa Winata.
"Haaa??" Shinta dan Raka saling terkejut mendengar kata cucu.
"Kenapa? kalian harus secepatnya memberikan kami cucu. setelah menikah, Papa akan memberikan tiket honeymoon untuk dua minggu setelah menikah" ujar Papa Winata yang tentu saja tanpa penolakan.
"Tapi Pa, kerjaan Shinta lagi banyak. malah akan ada meeting juga" gerutu Shinta.
"Assistenmu kan ada, Shin. biarkan dia yang mengurus" ucap Papa Winata. Shinta tak bisa berkutik lagi, ia pun terpaksa mengangguk.
"Nak Raka, kalau boleh tau apa pekerjaanmu?" tanya Mama Shanti.
"Hmm, saya-- saya hanya penjual martabak bangka, Tante" jawab Raka merasa tidak enak dihadapan orang kaya yang akan menjadi keluarganya ini. Raka menunduk malu, ia takut bila mereka akan menolaknya.
"Martabak bangka? serius kamu?" tanya Mama kaget.
"Benar, Tan. Maaf" ucap sendu Raka. Shinta yang mendengar kejujurannya hanya bisa menepuk jidat sendiri, sungguh pria ini terlalu jujur, tidak bisa berbohong dengan masalah ini.
"Tidak masalah nak Raka, tante suka lho sama martabak bangka. lagian kami tidak memandang harta, pekerjaan maupun status sosial kok" ujar Mama Shanti, membuat perasaan Raka dan Shinta menjadi sedikit lega.
"Ya benar. nanti kamu akan saya kuliahkan untuk mengambil ilmu manajemen bisnis." ucap Papa Winata yang tentunya punya maksud tertentu.
"Maaf Om, tidak perlu. kebetulan saya lulusan jurusan itu" ucap Raka terus terang, dan memang benar adanya seperti itu. beberapa tahun lalu saat usianya 18 tahun, kebetulan ia adalah pria yang sangat pintar dan cerdas hingga ia mendapatkan beasiswa kuliah S1 dengan fakultas yang Raka inginkan. sembari menyambung hidup di negeri orang, Raka berinisiatif membuat usaha Martabak bangka seorang diri. kebetulan Ayahnya penjual martabak, hingga usaha turun temurun itu tidaklah sulit untuk dilakukan oleh Raka.
Papa Winata, Mama Shanti dan Elshinta, tercengang mendengar ungkapan itu. bukan maksud merendahkan atau menghina, namun mereka heran bagaimana bisa lulusan S1 manajemen bisnis bisa berakhir dengan berdagang. bukankah pria ini bisa menjabat sebagai manager atau jabatan tinggi lainnya?
"Maafkan Om, nak Raka. bukan maksud menyinggung" ucap Papa Winata dengan tidak enak hati.
"Tidak masalah, Om. wajar kok" ucap Raka cengengesan.
"Kenapa kamu memilih berdagang? seharusnya kamu bisa bekerja disebuah perusahaan" tanya Shinta yang mulai tertarik membahas ini.
"Shin, memang kamu tidak tau dengan latar belakang Raka?" tanya Papa heran.
"Waduh!"
🌺
*bersambung*
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!