📍Milan, Italia. alle 02:20
Disebuah jalan sempit dengan penerangan cahaya yang begitu minim. Terdengar suara tembakan yang begitu menggelegar di jalan sepi tersebut.
Dorr.. Dorr.. Dorr..
"Berhenti!" Geram seorang pria dengan nada dingin nya.
Dorr.. Dorr.. Dorr..
Pria itu terus mengarahkan pistol di tangan nya pada seorang perempuan yang tengah berlari terseok-seok di depan nya.
Dorr!
Satu tembakan terakhir berhasil mengenai kaki perempuan itu. Membuat perempuan tersebut langsung terguling.
"AARRGHH!!" Teriak perempuan itu kesakitan.
Melihat hal itu, pria tersebut menyeringai seraya berjalan mendekati perempuan itu yang sedang berusaha bangun.
"To-tolong lepaskan aku.." Lirih perempuan tersebut bergetar ketakutan.
Pria itu berdiri tepat dihadapan gadis tersebut, kemudian berjongkok dan mencengkram dagu nya.
"Apa saja yang kamu lihat, gadis kecil?" Tanya pria itu dengan nada dingin nya.
"A-aku tidak melihat apapun, erghh!!" Perempuan itu mengerang kesakitan saat merasakan cengkraman di dagu nya semakin kuat.
"Benarkah?"
Perempuan itu langsung mengangguk-angguk kan kepalanya dengan air mata yang terus berjatuhan.
"Lalu kamu pikir aku percaya?"
Perempuan itu kembali mengangguk lalu sedetik kemudian menggeleng kan kepalanya. Tatapan pria di hadapan nya sangat menyeramkan.
"Boss" Panggil salah satu pria berbaju hitam yang baru saja datang.
"Katakan!"
"Alice Adonios, anak tunggal dari Mr.Jeon Adonios dan Mrs.Alesya Adonios"
Deg!
Jantung perempuan itu rasanya berhenti berdetak saat identitas nya baru saja di sebutkan.
Pria dihadapan nya terlihat menyunggingkan senyuman sebelum akhirnya pria itu mengibaskan tangan nya, memerintahkan pria berbaju hitam itu untuk pergi.
"Ba-bagaimana kamu mengetahui nya"
"Hebat bukan?" Ujar pria tersebut. "Dalam hitungan menit aku sudah berhasil menemukan identitas mu" Sambung nya.
Alice meringis kesakitan kala pria dihadapan nya menekan luka tembak pada kakinya, dimana peluru masih menyarang.
"Arrghh! Lepaskan!!"
Teriakan penuh kesakitan itu tidak berarti apa-apa untuk pria gila yang saat ini terus menekan luka di kaki Alice. Tangan pria itu terangkat memperlihatkan tangan nya yang sudah di penuhi darah Alice.
"Aroma darah mu sangat berbeda dengan yang lain" Ujar nya.
Setelah mengucapkan itu, pria tersebut langsung menjiilati jari-jari nya yang di penuhi darah Alice. Terlihat wajah menyeramkan itu sangat menikmati nya.
"Benar dugaan ku! Dari aroma nya saja sudah berbeda" Gumam nya kemudian menatap mata Alice.
"Boleh aku mencicipi darah mu yang begitu manis lebih banyak lagi?" Tanya nya semakin menekan luka di kaki Alice.
"Arrghh!! Tidak, lepaskan psikopat gilaa!!"
Alice mencoba memberontak untuk melepaskan tubuh nya dari kungkungan pria dihadapan nya. Tetapi yang terjadi malah Alice mendapatkan gigitan tidak manusiawi pada leher nya.
"AARRGHH!!" Teriak kesakitan Alice saat pria itu mengigit leher nya.
Terdengar suara tegukan dimana pria itu meneguk darah yang keluar dari leher Alice. Menghiisap dan meneguk nya begitu rakus.
"Sakit erghh! Lepaskan!"
Alice kembali memberontak dan memukuli punggung pria itu, namun secepat kilat kedua tangan nya di cekal.
Hingga beberapa saat kemudian pria itu tak lagi merasakan gerakan memberontak dari Alice, lantas ia menghentikan kegiatan nya.
"Ck, dasar lemah!"
Pria itu menghempaskan tubuh Alice begitu saja dan menjiilati sisa darah Alice yang ada di tangan nya.
"Kalian, bawa dia ke rumah sakit" Titah dingin pria itu menatap parah bawahan nya.
"Habiskan nyawanya di rumah sakit, boss?" Tanya salah satu bawahan pria tersebut untuk memastikan.
"Bawa dia dan obati, buat perempuan itu menutup rapat mulutnya!"
"Kenapa tidak di bunuh saja? Biasanya kau akan langsung membunuh mangsa mu, Theo" Ujar seorang pria yang baru saja datang.
Theo berdecak kesal lantas menatap tajam para bawahan nya untuk segera bergerak.
Mereka yang mengerti pun langsung mengangkat tubuh Alice dan pergi menyisakan beberapa orang yang tentunya bertugas membersihkan tempat itu.
"Aku kira kau sudah mati, Stev" Sinis Theo melepaskan jas nya yang berlumuran darah lalu melemparkan nya pada wajah Steven.
"Apa kau lupa, aku baru saja membereskan jejak korban mu sebelumnya?!"
Theo terkekeh beberapa saat hingga akhirnya pria itu merangkul bahu Steven.
"Baiklah ayo kita pulang, malam ini aku sudah puas"
"Tunggu, kenapa kau tidak membunuh perempuan tadi?" Tanya bingung Steven. "Dia melihat dengan jelas kejadian sebelum nya"
"Malas"
Steven mengernyit bingung mendengar jawaban singkat dari boss-nya ini.
"Malas? Lalu bagaimana jika di membuka mulut dan melapor?" Ujar Steven sedikit memekik.
Theo memejamkan mata nya seraya mengusap telinga nya yang terasa berdengung akibat pekikan Steven tepat disamping nya.
"Kau benar-benar ingin mati malam ini, Steven?"
"Astaga tidak-tidak. Aku belum menikah" Steven menjauh dan menatap tak percaya wajah Theo. "Jadi kali ini kau menyelamatkan nyawanya?" Lanjutnya
Theo mengangguk dan mulai berjalan. Dengan cepat Steven mengejar nya dan berjalan disamping Theo.
"Kenapa? Apa kau menyukai nya" Tanya Steven.
"Ck, tentu saja tidak"
"Lalu kenapa tidak di bunuh saja seperti korban-korban lain nya?"
"Darah nya berbeda, dan mungkin aku masih ingin mencicipi nya lagi"
"Apa kau bodoh? Bagaimana bisa kau berniat ingin mencicipi nya lagi!" Steven kembali memekik kesal.
Dugh! Theo menendang kaki Steven cukup kuat karena respon pria itu
"Untuk masalah ini, aku akan pastikan setelah ini dia akan tunduk padaku!"
Theo kembali berjalan dan meninggalkan Steven yang tengah meringis kesakitan.
.
Tepat pukul tiga pagi Theo baru saja sampai di rumah nya. Dengan langkah santai nya Theo memasuki rumah besar yang ia tempati sendiri.
Tetapi tiba-tiba suara bariton penuh penekanan bersamaan dengan lampu ruangan yang menyala semua, membuat Theo membeku di tempat.
"Dari mana saja anda, Mr.Oliver?" Tanya dingin seorang pria yang berjalan menghampiri Theo.
"Pa-papa" Gumam Theo kaget.
"Lagi?" Tanya Jhon dengan mata yang terfokus pada kemeja Theo.
Lantas Theo menunduk menatap penampilan nya, seketika ia mendesis menggerutuki kecerobohan nya.
"Kali ini berapa orang? Lima, sepuluh, atau lebih?" Tanya Jhon lagi.
Theo terdiam menatap sang Papa yang terlihat sangat marah. Pasal nya Jhon memang sudah mengetahui siapa Theo sebenarnya dan beberapa kali Jhon memergoki nya.
Namun tidak dengan sang Mama yang sampai sekarang belum mengetahui identitas lain di dalam diri Theo.
"Jawab, Mr.Oliver!" Jhon menepuk-nepuk pipi Theo yang hanya terdiam.
Cukup lama mereka hanya saling beradu tatapan, hingga akhirnya Jhon kembali mengeluarkan suara nya.
"Ini yang terakhir kali nya, atau Papa akan memberitahu hal ini pada Mama mu!" Tegas Theo.
"Apa maksud Papa?!"
"Maksud Papa, hentikan kegilaan ini. Sebentar lagi kamu akan menikah dan jangan sampai kamu melukai istri mu, Theo!"
"Aku tidak peduli, lagi pula aku tidak minta untuk di nikahkan" Sahut acuh Theo seraya kembali berjalan.
"Baiklah, bersiap untuk menerima kabar dari Mama mu pagi ini!"
Theo menghentikan langkah nya dan berbalik menatap kesal sang Papa.
"Jangan mengancam ku menggunakan Mama!"
"Papa tidak peduli" Kini bergantian, Jhon lah yang berbalik dan pergi keluar dari rumah besar milik sang anak.
"Arghh Papa! baiklah aku akan berhenti!" Erang kesal Theo mengacak-acak rambutnya.
...****************...
Jumpa lagi di new karya aku, apa kalian masih stay?
Kali ini aku mau buat kisah cinta bercampur darah yang di nikmat Mr.Psikopat yang begitu Hot ini..
Bastian Theo Oliver
Tokoh visual hanya bayangan author semata, jika kurang memuaskan silahkan bayangkan sesuai imajinasi kalian masing-masing😍
Pagi ini di dalam kamar nya Theo sudah rapih dengan pakaian nya, tentu saja pria yang semalam menggila menjadi seorang psikopat.
Akan menjalani siang hari nya sebagai CEO di salah satu perusahaan raksasa yang berhasil ia bangun dengan hasil jari payah nya sendiri.
Saat sedang memakai jam tangan nya, tiba-tiba saja handphone Theo berdering. Tanpa melihat nama si penelpon, Theo pun langsung menjawab nya.
"Ada apa" Ujar Theo tanpa basa-basi dengan nada dingin nya.
"Bagus, Mr.Oliver. Dimana sopan santun mu, hah?!" Bentak seseorang dengan suara tidak asing di sebrang sana.
Sontak Theo melotot kaget dan langsung menatap handphone nya, benar saja ternyata yang menelpon adalah Sang Papa.
"Emm, sorry Pa. Ada apa?"
"Dimana kamu?"
"Masih di rumah Pa, bentar lagi mau berangkat ke kantor ada meeting dengan klien" Jawab Theo kembali melanjutkan kegiatan nya.
"Batalkan"
"Apa maksud Papa? Ini meeting penting Pa!" Ujar tak terima Theo.
"Calon istri kamu masuk rumah sakit"
Theo memutar bola matanya malas. "Lalu apa peduli ku?" Tanya nya dengan nada malas.
"Oh gitu, kebetulan disamping Papa ada Mama lho" Ujar Jhon dengan nada sulit diartikan.
Theo mendesis geram sebelum akhirnya kembali mengeluarkan suaranya. "Baiklah, di rumah sakit mana?!"
"Rumah sakit keluarga, di ruang VVIP orchidea nomor dua belas"
Tutt..
Theo mematikan panggilan tersebut secara sepihak tanpa menjawab ucapan sang Papa, ataupun sekedar menyahuti nya.
"Arrgghh siall! Belum jadi istri aja sudah merepotkan!" Pekik kesal Theo yang tengah mengacak-acak rambutnya.
.
.
Rumah sakit, di tempat ini lah Theo berdiri. Lebih tepatnya Theo tengah berdiri di dalam ruang rawat yang di beritahu oleh sang Papa.
"Ck, merepotkan!" Gerutu pria itu seraya berjalan mendekati ranjang rawat dimana ada seorang perempuan yang terbaring lemah.
Theo terus berjalan mendekat hingga tinggal beberapa langkah lagi tubuh nya di buat membeku di tempat kala melihat wajah perempuan itu.
Cukup lama Theo hanya terdiam di tempat nya, hingga tiba-tiba sebuah tangan menepuk bahu nya di iringi suara bariton khas nya.
"Baru sampai?" Tanya pria itu.
Theo langsung menoleh dan mendapati seorang pria paruh baya yang masih terlihat sangat gagah di sebelah nya.
"Mr.Brandon" Sapa Theo.
Brandon Rios Adonios, pria paruh baya yang saat ini berada di hadapan Theo adalah sahabat sang Papa dan Mama nya sekaligus calon mertua nya nanti.
"Maaf Theo, seharusnya hari ini adalah hari pertemuan kalian. Tetapi naas saat tiba-tiba saya mendapat kabar bahwa Alice masuk rumah sakit" Jelas Brandon merasa tidak enak.
"Tidak masalah, Mr. Jika boleh tau kenapa dia bisa seperti ini?" Tanya sopan Theo memasang senyum ramah nya.
Brandon menatap sendu ke arah sang anak yang terbaring lemah dan belum sadarkan diri itu.
"Entahlah, semalam Alice izin untuk membeli sesuatu di supermarket"
Tanpa Brandon sadari, sedari tadi tangan Theo sudah terkepal di bawah sana. Bahkan pria itu menatap tajam pada perempuan yang semalam menjadi mangsa nya.
"Theo?"
"Iya, Mr."
"Boleh saya menitip Alice padamu?" Tanya Brandon. "Istri saya juga masuk rumah sakit karena shock mendengar kabar ini" Lanjutnya.
"Ah tentu Mr., saya akan menjaga nya"
"Terimakasih Theo, kalau begitu saya akan ke ruangan istri saya dahulu"
Sesaat Brandon menepuk-nepuk bahu Theo sebelum akhirnya pria itu pergi meninggalkan ruang rawat sang anak dan menyisakan Theo yang kini berjalan mendekati Alice.
Pria itu mengusap leher Alice lalu menekan luka bekas gigitan nya di leher putih itu hingga membuat sang pemilik meringis kesakitan antara sadar dan tidak sadar.
"Shhh.. Mom, sa-sakit.. Tolong.." Lirih Alice dengan mata yang masih terpejam.
"Buka mata mu, gadis lemah!" Bisik Theo mencekik leher Alice.
"Erghh!.." Erang Alice seraya membuka paksa mata nya dan menahan tangan Theo.
Terlihat senyum miring menghiasi wajah tampan Theo yang sedang menjelma sebagai seorang iblis.
"Kita bertemu lagi, gadis lemah" Seru Theo semakin menguatkan cekikan nya.
"Erggh.. To-long lepas-kan huuhh.." Ucap terengah-engah Alice.
Air mata gadis itu terus berjatuhan menambah rasa sesak di dada nya. Ingin bergerak lalu menghindari Theo pun tidak mungkin karena kaki nya sangat terasa sakit.
"Mau di lepaskan?" Tanya Theo yang langsung mendapat anggukan lemah dari Alice.
"Baiklah akan aku lepaskan. Tapi sebelum itu aku ingin mencicipi darah mu lagi, boleh?"
Tidak ada pilihan lain, Alice hanya menganggukkan kepalanya karena semakin lama Theo semakin menggila.
Mendapatkan anggukan akhirnya Theo melepaskan cekikan nya dengan bibir yang terus tersenyum miring. Namun lain hal nya dengan Alice yang kini terengah-engah, napas nya sangat tidak beraturan.
Theo mendekat hingga wajah kedua nya hanya berjarak beberapa centi. "Kali ini aku ingin mencicipi darah di bagian sini" Gumam Theo mengusap bibir terbuka Alice.
Tanpa mendapat persetujuan atau menunggu respon, Theo langsung melahap bibir Alice lalu mengigit nya hingga bibir itu mengeluarkan darah.
"Errghh!!" Erang kesakitan Alice mencoba mendorong tubuh Theo.
Tetapi yang terjadi pria itu malah menghiisap begitu rakus dan terburu-buru bibir berdarah Alice lalu meneguk nya begitu saja.
"Emmhh!!" Erang Alice lagi memukul-mukul kepala Theo.
"Sebentar, darah di sini sangat manis" Bisik berat Theo yang kembali melanjutkan kegiatan nya.
Tanpa di duga Alice mencakar leher Theo hingga membuat sang pemilik langsung menjauh dan memaki Alice dengan wajah marah nya.
"Shiit! Sakit bodoh!" Maki Theo.
"Bajiingan!" Teriak marah Alice. "Psikopat gil--" Theo langsung membekap mulut Alice menghentikan teriakan gadis itu.
"Diam!" Sentak Theo.
Tetapi Alice malah mengigit tangan Theo dan kembali memberontak bahkan hendak kembali berteriak.
"Diam lah calon istri ku" Tekan lembut Theo.
Deg!
Mata Alice langsung melotot sempurna, bibir nya terasa keluh dan tubuh nya bergetar tidak karuan.
.
.
"Apa maksud Daddy! Shhhh.." Teriak kesal Alice di iringi rintihan kesakitan pada bibir nya.
"Astaga maka nya kalau makan pelan-pelan" Omel Brandon seraya mengambil tissue dan mengelap darah di bibir Alice yang kembali keluar.
Sedangkan di belakang pria paruh baya itu ada Theo yang tengah menjiilati bibir nya sendiri melihat darah Alice, dan tentu nya Alice melihat itu semua.
"Maksud Daddy apa? Aku sama dia--"
"Iya, kami menjodohkan kalian" Sela Brandon. "Dan seharusnya hari ini pertemuan pertama keluarga kita dan keluarga Theo, tetapi kamu malah seperti ini"
Alice menggenggam tangan sang Daddy begitu erat saat mendengar penjelasan yang benar-benar membuat tubuhnya langsung bergetar ketakutan.
"Hei, ada apa dengan mu?" Panik Brandon.
"A-aku gak mau dia, Dad" Lirih Alice. "Aku memang setuju tentang perjodohan yang Daddy bilang, tapi aku gak mau dia"
Brandon menyernyit bingung. "Memang nya kenapa?" Tanya nya.
"Dia.."
...****************...
Alice Adonios🖤
Tokoh visual hanya bayangan author semata, jika kurang memuaskan silahkan bayangkan dengan imajinasi kalian masing-masing🥰
"Dia.." Alice menghentikan ucapan nya dan beralih menatap Theo yang saat ini mengangkat tangan nya dan memperagakan seperti akan membunuh Brandon.
Alice lantas memejamkan mata nya takut. Hal itu pun membuat Brandon semakin bingung lantas pria itu menoleh kebelakang.
Theo langsung tersenyum begitu lebar menatap Brandon yang saat ini tengah menatap nya, namun beberapa saat kemudian Brandon kembali menatap Alice.
"Kamu kenapa sayang? Ceritakan pada Daddy" Lembut Brandon. "Dan apa yang terjadi padamu semalam?"
Alice meremat kuat selimut nya. "A-aku hampir di bunuh The--"
"Emm.. Emmm.. Emmm.." Theo bersenandung cukup kuat seperti kode ancaman untuk Alice.
Tanpa melanjutkan ucapan nya Alice langsung memeluk erat tubuh Brandon. "Aku takut Dad hikss.."
"Sutt tenang lah, di sini ada Daddy dan Theo yang menjaga kamu" Ujar lembut Brandon menenangkan sang anak.
Namun Alice langsung menggeleng kuat. "Tidak hikss, aku cuma mau Daddy hikss"
Tanpa Alice sadari perkataan nya itu mampu memancing emosi Theo hingga saat ini pria itu tengah meremat jari-jari nya menahan amarah.
"Baiklah-baiklah Daddy akan menyuruh Theo untuk pulang, tetapi kamu harus tenang oke?"
Brandon mengurai pelukan putri nya, lalu beralih membaringkan tubuh Alice dan menyelimuti nya.
Tetapi mata Alice sekilas tertuju pada wajah Theo yang saat ini dengan memainkan lidah nya dengan ekspresi menyeramkan nya.
Brandon berbalik dan menatap Theo. "Theo?" Panggil nya.
"Iya, Mr." Sahut Theo tersenyum tipis.
"Kok Mr.? Panggil Daddy saja, samakan seperti Alice"
Theo mengangguk pelan mengiyakan ucapan Brandon dengan wajah ramah nya, berbeda seperti tadi.
"Terimakasih telah menemani Alice, tetapi maaf sepertinya Alice masih shock dengan kejadian semalam" Ujar tak enak Brandon.
"Tidak masalah Dad"
"Emm.. Bagaimana dengan perjodohan ini?" Tanya Brandon memastikan.
Deg!
Jantung Alice rasanya berhenti berdetak begitu mendengar pertanyaan sang Daddy. Kini kepalanya menggeleng dan menatap Theo dengan mata berair nya.
"Jangan.." Bibir Alice terus bergerak tanpa suara, memohon agar Theo membatalkan nya.
Dan pria itu tentu mengetahui arti gerakan bibir Alice, tetapi Theo malah tersenyum miring dan menatap serius Brandon.
"Saya tidak bisa menolak nya, Dad. Mau bagaimana pun perjodohan ini sudah dilakukan sejak Alice masih berada di dalam kandungan Mrs.Giselle"
Byarr..
Hancur sudah harapan Alice untuk bertahan hidup mendengar jawaban itu. Dan saat ini dirinya tengah menyesali semua nya termasuk perjanjian tidak masuk akal di masa lalu kedua orang tua nya.
Brandon tersenyum dan memeluk sekilas Theo. "Kamu benar-benar pria yang baik, seperti yang Daddy kira!" Serunya bahagia.
"Emm.. Baiklah nanti sisa nya Daddy bicarakan saja dengan Papa. Saya pamit dulu karena ada beberapa pekerjaan di kantor dan semoga Calon istri saya lekas membaik"
Setelah mengucapkan itu, Theo sedikit membungkuk hormat lalu beranjak dari tempat nya dan membuka pintu ruang rawat Alice.
Brandon pun sudah berbalik menatap sang anak yang ia kira tengah melamun, pada nyatanya saat ini Alice tengah menatap Theo yang kembali memberikan kode ancaman agar Alice menutup mulutnya.
"Alice?"
Mata Alice langsung teralih dan menatap Brandon dengan tatapan kosong nya.
"Coba ceritakan pada Daddy, kenapa kamu bisa seperti ini hmm?" Tanya lembut Brandon mengusap-usap kepala Alice.
"A-aku.." Ucap ragu Alice. "Aku hampir di bunuh oleh para perampok, Dad" Bohong nya.
"Benarkah?!" Pekik kaget Brandon. Alice mengangguk takut sebagai jawaban.
"Seperti apa ciri-ciri mereka? Daddy suda menyelidiki nya tapi tidak menemukan jejak apapun"
Alice menggeleng pelan. "A-aku lupa Dad, tempatnya sangat gelap"
"Sangat aneh, Alice tertembak di bagian kaki nya, tetapi di lokasi tidak terdapat darah sedikit pun" Batin Brandon menatap iba putri semata wayang nya.
"Kamu tidak berbohong 'kan?" Tanya Brandon dengan nada serius.
"Alice pusing Dad, Alice mau istirahat" Lirih Alice memejamkan matanya.
"Baiklah, istirahat saja dan jangan pikirkan kejadian itu"
.
Sedangkan di luar sana atau lebih tepat nya di depan ruang rawat Alice, pada sisi kaca ruangan itu terlihat Theo yang sedari tadi mengawasi.
Pria itu belum pergi dan terus memantau Alice, bahkan saat tadi Alice hendak memberitahukan semua nya pada Brandon.
Tiba-tiba mata gadis itu tertuju pada kaca ruangan karena merasa di perhatikan, dan benar saja ternyata Theo memperhatikan nya seraya memainkan pisau kecil ditangan nya sendiri.
*
*
*
Selama melewati beberapa hari masa perawatan hingga benar-benar pulih, kini Alice telah diizinkan untuk pulang dan tengah membereskan barang-barang milik nya.
Namun anehnya luka tembak di kaki Alice hilang begitu saja dan tidak berbekas sama sekali.
Ceklek~
Pintu ruang rawatAlice dibuka oleh seseorang yang saat ini tengah melangkah mendekati dirinya.
"Ayo Dad, Alice sudah.." Ucapan Alice terhenti kala melihat siapa yang masuk.
"Halo gadis lemah" Sapa Theo dengan senyum menyeramkan nya.
Alice mundur beberapa langkah, menjauhi Theo yang terus berjalan mendekati nya.
"Kenapa hmm?" Tanya lembut Theo.
"Ja-jangan lagi, aku mohon"
"Ayo lah gadis lemah, aku hanya di suruh menjemput mu. Dan mungkin sekalian mencicipi kembali darah manis mu" Ujar Theo merengkuh pinggang ramping Alice.
Dengan cepat Alice menahan tubuh Theo agar tidak menempel dengan tubuh nya.
"Katakan!" Desisi geram Theo.
"Katakan apa?" Tanya bingung Alice mencoba menghilangkan rasa takutnya.
"Apa saja yang kamu lihat malam itu" Theo menarik dagu Alice hingga bibir kedua nya hampir saja bertemu.
"Tidak, aku tidak melihat apa-apa"
"Jujur lah sebelum kedua kaki mu terkena peluru milik ku lagi"
Alice menarik napas nya begitu dalam dan memejamkan mata nya sesaat sebelum akhirnya ia mengeluarkan suaranya.
"Malam itu, aku melihat kamu sedang memotong-motong tubuh seorang perempuan" Ucap pelan Alice.
"Ah, ternyata kamu melihat nya gadis lemah" Theo mengusap sensuall pipi Alice yang sempat memejamkan mata nya.
"A-aku janji tidak akan bicara pada siapapun, asalkan kamu batalkan perjodohan ini" Mata Alice berkaca-kaca saat mengatakan hal itu.
Sedangkan Theo, pria itu tertegun menatap bola mata berbinar Alice. Kedua nya cukup lama dan terdiam saling bertatapan begitu dalam, hinga akhirnya jari mungil Alice menekan-nekan dada keras Theo.
"Batalkan 'ya?" Mohon Alice penuh harap.
Theo yang tersadar pun langsung menatap datar Alice. "Kenapa?" Tanya nya.
"Aku punya kekasih"
Seketika rahang Theo mengetat dan pria itu langsung meremat pinggang Alice.
"Jika punya kekasih, kenapa mengiyakan perjodohan ini hah?!" Bentak marah Theo.
"Shhh.. A-aku sudah menolak nya tetapi Daddy bilang ini perjanjian nya dengan orang tua mu"
"Benarkah?" Tanya Theo. Alice mengangguk cepat sebagai jawaban.
"Baiklah" Theo menjauhkan diri nya dari tubuh Alice.
"Kamu mau membatalkan perjodohan ini?" Tanya Alice menatap Theo penuh binar.
"Tidak!" Tegas Theo. "Tetapi sebalik nya, aku akan mengurung mu, dan tidak akan membiarkan mu jauh dari jangkauan ku sedikit pun!"
Secepat kilat Theo langsung mengangkat tubuh Alice bak seekor anak koala, membuat gadis itu memekik.
"Hei, turunkan!"
"Diam atau saya bunuh kekasih anda, nona Alice"
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!