NovelToon NovelToon

MELATI UNTUK TUAN MAFIA

BAB I - Alfhonso

Di sebuah kamar hotel bintang lima, seorang berpakaian jas lengkap dengan mantel hitam, dengan topi fedora hitam dan sarung tangan hitam bersiap-siap untuk menarik pelatuk pistol revolvernya yang telah dipasang alat peredam.

Pria bermantel hitam itu menodongkan pistolnya ke arah seorang pria gemuk setengah baya yang tengah berada di ranjang dan masih memakai piyama.

"Kau berani mengusik ketenanganku, sekarang kau akan mati ditanganku Howard"

"Alfhonso jang-.."

DZEEP!!...

Sebuah peluru berhasil menembus kepala dan menewaskan seorang yang tengah duduk di ranjang dan setengah memohon tersebut. Darah dengan cepat mengalir di sprei.

Pria bermantel hitam yang menembak tadi mengeluarkan rokok dari dalam saku mantelnya, kemudian menyalakan api dan menghembuskan asap tipis dari sela bibirnya, lalu ia keluar kamar dengan santainya diiringi beberapa pria berjas hitam dan kacamata hitam yang juga memegang senapan.

"Ayo pergi dari sini, biarkan saja mayatnya disana" ucap pria bermantel dan bertopi hitam.

"Bos, aku berhasil merekamnya.." ujar seorang laki-laki yang lebih muda di samping pria tadi.

"Hmm, simpanlah untukmu" ucap pria tersebut.

------------------------------------

Di pagi yang sejuk, di sebuah pusat kota, seorang pria duduk di sofa di dalam sebuah limousine Phantom mewah, tengah melihat layar handphone mahal di tangannya.

“Apa kita ke Hotel Branz tuan?“ tanya seorang supir yang berpakaian rapih dengan jas hitam melalui alat komunikasi digital mobil.

“Ya“ jawab pria bernama Alfhonso Garzello, yang duduk di sofa mewah belakang dengan kaki menyilang.

“Baik tuan“ jawab supir itu sambil memakai kaca mata hitamnya.

Alfhonso, pria dewasa dengan garis wajah yang tegas, alis agak tebal dengan hidung mancung dan rambut berwarna coklat tua, pesona tampannya adalah tipe untuk rata-rata wanita dewasa.

Suara nada dering di handphone pria gagah itu berdering, memecah kesunyian di dalam mobil.

“Ya Shella..” suara berat Alfhonso menjawab telponnya.

“Alf sayang, kenapa kau lama sekali, sudah setengah jam aku menunggu di hotel" suara agak manja dari balik telpon membuat pria itu seolah malas menjawab.

“Ya, aku sedang menuju kesana..tunggulah" ujar pria itu kemudian menutup telponnya.

Ia melihat layar handphonenya lagi, dan beberapa pesan belum ia balas, satu diantaranya bertuliskan Lyra di atas nama kontaknya.

‘Hai sayang, kapan kita bisa bertemu, aku rindu belaianmu…‘ pesan itu di abaikan oleh Alfhonso, dan ia membuka kotak pesan lainnya.

Sesampainya di hotel, beberapa pria berjas hitam telah berdiri menyambut kedatangan Alfhonso di pintu masuk.

Pria gagah dengan mantel panjang hitam itu memasuki pintu loby dan seorang pria berpakaian tuxido menghampirinya.

“Anda sudah di tunggu nona Shella tuan..” pria bertuxedo itu mengantar Alfhonso ke sebuah restauran di dalam hotel mewah tersebut.

Di sana telah duduk seorang wanita berpakaian agak terbuka dan mewah. Didepannya telah terhidang makanan ringan yang hampir memenuhi meja mungil tersebut.

“Kau terlambat lagi Al” ujar wanita itu sambil berdiri ketika melihat Alfhonso berjalan mendekati tempatnya.

“Maaf, aku agak sibuk…“ ucap pria tampan itu sambil mencium pipi wanita bernama Shella.

Kemudian Alfhonso duduk di kursi depan wanita itu.

Shella seorang artis cantik terkenal di Negara itu, bertekuk lutut dalam genggaman Alfhonso. Wanita itu bersedia melakukan apapun untuk pria itu, Karena ia sangat menyukai pria dingin tampan berwibawa itu, juga karena milyarder sekelas Alfhonso kerap dijadikan idaman para artis kalangan atas di Negara itu.

Tetapi Alfhonso hanya memperlakukan Shella sebagaimana wanita yang lain dalam hidupnya, ia hanya menjadikan wanita-wanita di sisinya sekedar untuk menghibur dirinya dari kepenatan, bukan untuk dijadikan kekasih apalagi istri.

“Aku sudah memesan sarapan kesukaanmu" ujar wanita tersebut. Alfhonso hanya tersenyum.

Mereka akhirnya menikmati sarapan tersebut.

“Ini hadiah untukmu, atau anggaplah sebagai pengganti keterlambatanku..” pria itu memberikan sebuah kotak berwana ungu kepada Shella.

“Bukalah..” ujar pria itu.

“Apa ini Al, aah..kau selalu membuatku berdebar-debar" ucap Shella seolah tak sabar membuka kotak ungu yang sudah berada di tangannya.

Ternyata isinya adalah sebuah liontin emas bermata ungu, cantik dan mewah.

“Waw,…ini indah sekali…” mata wanita itu berbinar-binar sambil membentangkan liontin itu di depannya.

Kemudian Shella memajang liontin itu di lehernya, dan wajahnya menunduk melihat kalung berkilauan tersebut.

“Cocok sekali denganku Al..terimakasih..” ujar wanita itu sangat bahagia dengan pemberian Alfhonso.

“Yah, baguslah kalau kau suka” Alfhonso menjawab dengan suara datar dan wajahnya seolah biasa saja menanggapi kegembiraan wanita di depannya.

“Apa kau bercanda?..ini sangat indah…semua wanita pasti menyukainya" ucap Shella yang sangat fokus dengan liontin di genggamannya itu.

Setelah mereka menikmati makan di restauran hotel, mereka beranjak ke atas.

Sebuah kamar hotel Presidental suite room telah dipersiapkan untuk mereka berdua.

Di kamar hotel tersebut, Shella langsung merebahkan tubuhnya di ranjang ukuran besar dan mulai menggoda Alfhonso.

“Ayo sayang…kenapa masih berdiri disana..” ujarnya manja.

Alfhonso duduk di pinggir ranjang empuk mewah tersebut tanpa membuka satupun yang melekat di tubuhnya, bahkan mantel hitam panjang yang ia kenakan masih menutupi jas hitamnya.

Pria itu mendekati Shella yang sudah berada di tengah ranjang dengan posisi memiringkan tubuhnya, kemudian pria itu hanya mencium kening wanita itu.

“Shella, maafkan aku, sepertinya aku tidak bisa menemanimu, banyak hal yang harus kukerjakan secepatnya"

Tiba-tiba wajah Shella berubah, alisnya mengerut.

“Lalu? Bagaimana dengan janjimu? Apa hari ini aku harus tidur seorang diri di kamar ini?" ucap wanita itu agak meninggi.

“Maafkan aku Shella…pagi ini aku sedang tidak berselera..” Alfhonso menaruh setumpuk uang di kasur mewah tersebut.

“Ambillah ini untuk keperluanmu, mungkin kau bisa tidur dengan pria lain dulu, seperti yang sering kau lakukan ketika aku tidak ada bukan?"

Alfhonso berdiri dari duduknya dan mengambil sebatang rokok dari saku mantelnya, dan mengambil zippo berlapis perak dari saku yang lainnya, kemudian ia mulai menyalakan api kecil di ujung rokoknya.

Sebuah asap tipis mengepul dari sela bibirnya, dan ia mengantongi kembali Zippo di tangannya.

“Jangan menghubungiku untuk saat ini, aku khawatir akan mengecewakanmu lagi”

Kemudian pria itu berlalu keluar kamar dan menutup pintunya.

Dari dalam kamar terdengar samar suara Shella agak berteriak..

“Alfhonso!!..setidaknya tidurlah denganku untuk yang terakhir!! AAALL !!”

Pria itu tidak menggubrisnya dan langsung melangkah menuju lift, loby dan keluar hotel tersebut.

Di dalam mobil mewahnya,

“Apa kita menuju mainson tuan?" tanya supir yang pakaiannya masih terlihat rapih.

“Tidak!, kita ke apartementku" ucap pria yang duduk bersandar di sofa belakang.

“Baik tuan" sang supir mengantar tuannya menuju apartement mewah di pusat kota.

Alfhonso mengetik sebuah pesan di layar HPnya.

‘Bon, pesankan aku pizza untuk makan siang, aku suka pizza yang di dekat alun-alun kota'

Tak butuh waktu lama pesan itu terbaca dan di balas…

‘Oke Bos!' jawaban pesan singkat tersebut.

BAB 2 - Lantai 21

Jam menunjukan pukul 11:30

Sesampainya di apartement yang bergaya minimalis dan mewah, para anak buah Alfhonso sudah berada di sepanjang pintu masuk apartemen menyambutnya dengan menunduk.

Semua pria berjas hitam tadi memberi hormat.

Pria itu melangkah dengan penuh wibawa, mantel hitamnya mengibas seiring langkahnya.

“Tuan, apa perlu penjagaan di lantai 21 ?" tanya seorang anak buahnya yang memakai jas hitam lengkap dengan pistol di pinggangnya.

“Tidak perlu, kalian istirahatlah makan siang, dan bersiap ketika aku memanggil" ujar Alfhonso kemudian Ia melangkah munuju lift menuju lantai 21.

Di lantai 21, lantai terakhir dan teratas adalah lantai pribadi milik Alfhonso.

Lantai itu berbeda dari lantai apartemen lain di bawahnya, di lantai tersebut hanya ada satu pintu, itulah kamar apartemen Alfhonso.

Pria itu memasuki pintu ruang apartemennya dengan kartu akses, sampai di dalam ruangan ia langsung menggantung mantel panjang dan jasnya kemudian merebahkan punggungnya di sofa berwarna abu muda.

Di tempat yang berbeda,

Di bawah, di halaman apartemen, seorang kurir pengantar pizza memasuki wilayah apartemen.

Ia mendongak ke gedung tersebut, dan memasukinya.

‘Ah, kenapa pizza ini harus kuantar sendiri ke kamar apartemen setinggi ini, lantai 21? Apa kalian bercanda?apa-apaan orang yang memesan ini, haah..’

Gumam si pengantar pizza sambil membawa pesanan pizzanya dan memasuki loby apartemen, kemudian melangkah menuju sebuah lift, ia mulai memencet angka 21.

Alfhonso mematikan lampu dengan sensor suara, Susana di ruang apartemennya menjadi sedikit redup.

Ia meraih remote tivi di meja kaca di depannya, kemudian menghidupkan televisi.

Pria itu kemudian membuka kancing kerah atas kemeja putihnya.

‘Pemirsa, kemarin malam telah terjadi pembunuhan salah satu Dewan Elit Collenge, Howard Esten, di kamar hotel yang bertem-..’

Klik!...

‘Hai hai…jumpa lagi dalam acara talk show yan-…’

Klik..

‘Setelah peristiwa pembunuhan Howard Esten di kamar hotel kemarin malam, seluruh staf hotel di mintai keterangan terkait pembunu-…’

Klik!..

Televisi di ruang apartement dimatikan seketika, remote tivi tersebut di lempar ke sofa yang tengah ia duduki.

Kaki yang masih dibalut kaus kaki di angkatnya ke atas meja.

Pria itu menyenderkan tubuhnya di sandaran sofa, tangannya ia bentangkan di atas sandaran dan wajahnya diangkat menghadap atas, seolah keletihan sedang bergelayut di tubuh dan kepalanya.

'Para Dewan Elit sialan itu, mau macam-macam denganku…dasar tak tahu diri' umpatnya mengingat yang dilakukan Howard Esten untuk menipunya beberapa hari yang lalu sebelum Alfhonso membuat perhitungan dengannya dan membunuhnya.

CKLEK!...

Pintu apartement tiba-tiba terbuka.

“Hey Bos, pesananmu belum datang? Aku sudah memesannya dari tadi sebelum ke minimarket, dasar tidak professional”

Tiba-tiba seorang yang lebih muda dari pria tadi masuk dari pintu sambil membawa beberapa kaleng minuman soda dan kripik kentang ukuran besar di tangannya.

Pemuda berkulit putih itu memakai hoodie navy dan celana jeans agak belel, sebuah anting hitam terdapat di salah satu telinganya, di lengannya tergambar beberapa tattoo, penampilannya terkesan nakal, ia menutup pintu dengan tendangan kakinya kearah belakang.

Spontan Alfhonso menoleh kearahnya.

“Kau Bon, aku tak mendengarmu datang” ucap Alfhonso yang masih di sofa.

“Yah, kau terlalu lelah Bos,..minumlah dulu” pemuda bernama Bony itu melempar sekaleng minuman soda kearah Alfhonso, pria tampan itu dengan reflek menangkapnya.

“Pesanan pizzaku belum datang, coba kau telpon lagi" ujar Alfhonso yang bangkit dari besendernya lalu mengambil sebatang rokok dari bungkus yang tergeletak di meja.

Bony duduk di sebelah pria itu dan menaruh beberapa sisa kaleng soda di meja.

“Mungkin sebentar lagi datang, hp ku lowbath" ujar Bony mulai membuka minuman kalengnya.

“Siapa target berikutnya?" tanya Bony pada pria di sampingnya.

“Roger Britz, kepala perusahaan Britz Coorperation" jawab Alfhonso sambil menyalakan rokok dan mulai menghembuskannya.

“Roger Britz?, itu target yang besar Bos, kapan kita akan beraksi?" tanya pemuda itu lagi.

“Satu pekan lagi..kalau kau mau berlibur, sekaranglah saatnya, karena pekan depan kau harus sudah berada di depan laptopmu" jelas Alfhonso pada pemuda di sebelahnya.

“Oke!, aku akan bersantai ria hari ini..Game time!..” Seru Bony dengan semangat.

“Hey! Jangan terburu-buru, dasar maniak game, mana data yang kuminta?!" ujar Alfhonso dengan kepulan rokok dari sela bibirnya.

“Kau ini Bos, tidak bisa membiarkan aku bernafas sedikit saja”

Bony membuka lapopnya, dan mengetik sesuatu.

“Ini dia, keamanan di kediaman Roger Britz sangat ketat, kamera pengawas tersebar di mana-mana, system pengamanan menggunakan sensor digital juga beberapa laser dan sensor gerak, para penjaga dan pengawalan sangat ketat, di semua sisi ada penjagaan juga beberapa anjing penjaga…apa bisa kita tembus Bos?, sepertinya system keamanan mereka belum bisa di jebol, kalaupun bisa itu membutuhkan waktu lumayan lama" ujar Bony menjelaskan secara detail.

Alfhonso diam sejenak seolah memikirkan sesuatu.

“Si Roger sialan itu memang tidak main-main untuk masalah keamanan, kita harus mengirim penyusup kesana, dan membawanya keluar dari penjara canggih itu"

“Ya, karena dia tidak percaya diri dengan dirinya sendiri Bos, dia tidak bisa berbuat apa-apa ketika diluar mansionnya, jadi harus ada pengamanan super ketat yang menjaganya“

Bony dengan buru-buru merapihkan laptopnya kemudian beranjak dari duduknya.

“Aku rasa tugasku sudah selesai Bos, aku permisi dulu tuan Alfhonso..” Bony melangkah menuju pintu dan keluar.

“Hey, mau kemana kau?“ ujar Alfhonso menatap Bony.

“Aku pulang dulu Bos, banyak game yang belum ku tuntaskan karena terlalu sibuk menerima pekerjaan darimu, sampai ketemu lagi tuan besar..” ujar Bony sedikit meledek.

“Dasar bocah ingusan, masih saja dibodohi oleh game“ gerutu pria yang masih mengepulkan asap rokoknya.

Bony keluar pintu apartemen, tetapi tak berselang lama, kepalanya menyembul dari balik pintu.

“Bos, ngomong-ngomong pembunuhan Mr. Howard yang kau lakukan itu benar-benar keren, aku merekamnya dan menontonnya berulang-ulang…”

Bony dengan suara agak pelan memuji Alfhonso, tetapi pria itu justru diam tak membalas hanya tersenyum dengan sudut bibirnya, ia malah santai meminum soda yang sedikit lagi habis.

Kemudian pintu tertutup, dan sekarang Alfhonso kembali sendirian.

*****

Bony Readler, salah satu jenius, anak buah terbaik milik Alfhonso ditemukan Alfhonso ketika berumur dua belas tahun, di umur yang masih sangat muda, Bony terjebak diantara drugs dan lingkungan para gengster, Bony yang dibesarkan di panti asuhan tidak memiliki minat lagi dengan sekolah, karena di lingkungan sekolah ia selalu di buly dan di cap sebagai anak haram.

Begitu juga di panti asuhan tempat ia tinggal, Ia selalu di khianati teman-temannya dan hanya di manfaatkan oleh sebagian penghuni panti, akhirnya Bony memutuskan untuk pergi dari panti, karena terlalu banyak kekecewaan yang ia dapat.

Kemudian pemuda itu di temukan oleh Alfhonso di jalanan, ketika itu keadaan Bony sangat kacau.

Akhirnya Bony di selamatkan Alfhonso, ia di sekolahkan hingga ke universitas paling bonafit di kotanya, ia masuk jurusan IT, ternyata Bony adalah anak jenius, Alfhonso yang sudah tahu dari awal tidak ingin menyia-nyiakan otak emas Bony, sampai akhirnya Bony lulus dari universitas dengan waktu hanya dua tahun karena kejeniusannya, Alfhonso memberitahu apa sebenarnya pekerjaannya.

Dengan kebaikan Alfhonso selama ini, Bony ingin membalas budi dengan bekerja padanya sebagai perentas terhebat yang pernah ada di negaranya, kini Bony telah bekerja sebagai hacker untuk Alfhonso yang seorang mafia kelas kakap.

Hanya Bony anak buah yang di perlakukan spesial oleh Alfhonso, selain pemuda itu seluruh anak buah Alfhonso selalu sopan padanya sampai-sampai menunduk hormat ketika bertemu pria itu, Big Boss mereka yang seorang mafia sekaligus miliyarder.

*****

BAB 3 - Saksi Pembunuhan

Kembali ke posisi Alfhonso yang tengah duduk menikmati rokok dan sodanya.

Tok..tok..tok..

“Delivery Pizza !“

Tiba-tiba suara dari balik pintu membuyarkan lamunan Alfhonso, ia melangkah kearah pintu dan melihat dari celah lubang mata, ternyata memang seorang laki-laki pengantar pizza datang ke kamar apartemennya, karena ia yang meminta Bony agar kurir pizza mengantar langsung ke kamarnya.

“Ya, sebentar..” ucap Alfhonso dari dalam.

Pintu dibuka, dan Alfhonso mengambil pesanannya dari tangan kurir pizza, yang dari tadi di pesan dan baru diantar saat itu.

“Kenapa lama sekali pesananku..” ujar Alfhonso dengan suara yang kurang jelas karena rokok yang masih menempel di bibirnya.

“Maaf tuan, kami kekurangan kurir“ jawab pria pengantar pizza tersebut.

“Oke, terimakasih“ Ujar Alfhonso.

Pria itu berbalik badan hendak menutup pintu kamarnya, karena tagihannya sudah dibayar via online.

Tetapi tiba-tiba kurir pizza tersebut merangsek mendorong pintu kamar hingga tubuh Alfhonso sedikit goyah karena ikut terdorong, dan pizza ditangannya terjatuh.

“Hey!!" pekik Alfhonso.

Laki-laki pengantar pizza dengan cepat mendorong tubuh Alfhonso, dan ketika kurir itu hendak mengambil sebuah pistol di sakunya, tangan Alfhonso lebih cepat mencengkram tangan pria itu, dan dengan kekuatan seorang Bos mafia, Alfhonso berhasil merebut pistol dari sang kurir yang ternyata bukan kurir pizza.

Alfhonso dengan tindakan spontan meraih pistol dan kemudian menodongkannya ke kepala pria kurir tersebut.

Pria yang berpura-pura menjadi kurir mengangkat tangannya sambil berlutut di hadapan Alfhonso.

“Siapa yang mengirimmu?!” tanya Alfhonso dengan menodongkan pistol milik kurir samaran yang tengah ketakutan.

“A-..aku..tidak bisa mengatakannya padamu..”

DAR!!..

“Aaaakh!!!..” jerit pria yang tadi berlutut.

Tanpa ragu Alfhonso menembakan sebuah peluru ke kaki pria tadi. Si pria mengerang kesakitan.

“Siapa yang menyuruhmu!!" kali ini suara Alfhonso agak meninggi.

“Aaakh,..tu..tuan Roger Britz!" ujar pria itu sambil mengerang menahan sakit dan memegang kakinya yang telah mengalirkan darah di lantai.

“Hah, sudah kuduga, si brengsek itu mencoba mandahuluiku, tetapi ia mengirim anak buah yang bodoh!” ucap Alfhonso.

Akhirnya jari telunjuk Alfhonso menarik pelatuk pistol ditangannya kearah kepala pria tadi, dan…

DAR!.. DAR!!..

Dua buah peluru melubangi jidat pria yang berlutut tadi, dan darah mengalir dari lubang kepalanya, seketika itu juga si kurir tiruan roboh tewas ke lantai…

Tetapi di saat yang bersamaan…

“Pizza Delive-.."

Seorang pengantar pizza lain berada tepat di depan pintu kamar yang terbuka, dengan mulut yang menganga, dan mata yang membelalak, ia menyaksikan semua kejadian penembakan yang dilakukan Alfhonso.

Dengan spontan Alfhonso menoleh kearah kurir yang tengah berdiri di depan pintu kamarnya, dan dengan pergerakan yang sangat cepat ia berlari kearah pintu.

Si kurir pizza yang ketakutan melempar pizza di tangannya dan berlari sekuat tenaga, tetapi Alfhonso dengan sigap mengejarnya hingga ke luar ruangan yang sepi, Alfhonso berhasil menangkap pengantar pizza tersebut,dan merobohkannya dengan mendorong tubuh mungil kurir pizza ke lantai.

Pengantar pizza jatuh bersamaan dengan Alfhonso, ia tertindih badan Alfhonso yang kekar dan kuat.

Pengantar pizza yang tubuhnya lebih kecil dari Alfhonso seolah sesak dengan tubuh Alfhonso diatasnya, ia mengerang dan berusaha berontak, tetapi dengan sigap Alfhonso mengambil kedua lengannya dan melipatnya kebelakang, dan menariknya memaksa si pengantar pizza untuk berdiri.

Beberapa menit sebelumnya,

Ketika pintu lift terbuka dan pengantar pizza telah sampai di lantai 21, ketika ia melangkah keluar dari pintu lift, matanya membulat dan mulutnya menganga karena heran.

Sebuah lantai yang luas yang hanya terdapat satu pintu di sana.

‘lantai apa ini?, kenapa aneh begini, dan disini sangat sepi, tidak ada pintu-pintu kamar,…lalu dimana aku harus mengantar pesanan ini. Ah…disana ada pintu yang terbuka, pasti disana tempat orang yang memesan pizza’ gumam si pengantar pizza di batinnya sambil melangkah mendekati pintu.

Dan, terjadilah yang sedang terjadi....

Kemudian Alfhonso membawa si pengantar pizza yang asli itu ke dalam ruang apartemennya.

Pria itu menutup pintu dan melangkahi mayat anak buah Roger Britz yang tergeletak tak bernyawa dengan darah yang tercecer di lantai.

Kurir pizza yang masih memakai seragam lengkap dengan topinya khas pengantar pizza, bersuara sangat ketakutan.

“Tu-..tuan, tolong jangan sakiti aku…” suara kurir itu membuat Alfhonso menoleh dan sedikit merendahkan wajahnya menatap wajah kurir tersebut yang menunduk ketakutan hingga tidak terlihat jelas.

“Kau seorang wanita?" alis Alfhonso hampir beradu mengerut.

Tetapi si kurir tidak menjawab saking takutnya berhadapan dengan seorang pembunuh, badannya mulai gemetar.

Alfhonso masih memegang kedua lengan kurir pizza. Ia menuju meja kerja sambil menyeret orang yang di genggamannya, pria itu mencari sesuatu di dalam laci dengan sebelah tangannya, mengacak-acak semua barang yang ada di dalam laci dan menghamburkannya keluar, sampai akhirnya ia menemukan sebuah solatip lakban hitam.

Pria itu mengigit ujung lakban tersebut dan ia gunakan untuk mengikat tangan kurir pizza ke belakang badannya, juga menutup mulutnya agar tidak teriak.

Alfhonso membawa orang tersebut yang ternyata seorang wanita ke kamarnya, ia mendorong kurir pizza tersebut ke lantai hingga badannya terbentur sudut ranjang, kemudian Alfhonso menutup dan mengunci pintunya dari luar.

Alfhonso menelpon anak buahnya untuk segera datang dan mengurus mayat yang ada di hadapannya.

Pria itu memerintahkan kepada anak buahnya agar mayat tersebut di letakkan di sebuah kardus besar dan di lapisi dengan bungkus kado, kemudian di kirim ke alamat Roger Britz.

Beberapa saat kemudian, beberapa anak buah Alfhonso datang dan membereskan semuanya.

“Tuan, apa anda butuh pengawalan disini?" tanya salah satu anak buah Alfhonso.

“Tidak perlu, jika mereka sudah mengirim satu tikus kecil ke tempatku dan dia tidak kembali, mereka pasti menunggu di tempatnya, menunggu singa mendatangi serigala" ujar Alfhonso sambil melangkah ke pintu luar balkon.

Lantai yang penuh darah di bersihkan oleh anak buah Alfhonso.

Pria itu hanya berdiri di balkon luar kamar apartemennya sambil menyalakan rokok dan mulai menghisapnya dengan mata memincing.

‘Kau mau bermain-main denganku Roger..akan kulayani..’ gumam pria itu di batinnya.

Tak berselang lama, para anak buah Alfhonso berpamitan dengan membawa tubuh mayat tersebut di sebuah kardus agak besar yang diletakkan di sebuah troli dan mereka mendorongnya keluar ruangan.

Alfhonso teringat akan kurir yang ia sekap di kamarnya.

‘Tidak akan ada saksi, kurir itu harus mati di tanganku' ujar batin Alfhonso sambil melangkah ke kamarnya.

Di kamar yang lumayan besar, Alfhonso mendapati kurir wanita tersebut sedang terisak menahan tangis dengan suara yang terbungkam lakban di mulutnya.

Ia masih duduk di lantai dengan posisi miring hampir lunglai dan tidak beranjak dari tempatnya semenjak Alfhonso melemparnya tadi.

Alfhonso mendekatinya dan berjongkok dengan tumit yang tak menyenyuh lantai.

Pria itu menundukan wajahnya agar bisa melihat wajah si kurir, tetapi lagi-lagi gadis di hadapannya menunduk sambil memejamkan matanya tak berani menatap wajah Alfhonso.

“Aku tak suka ada seseorang yang menyaksikan pembunuhan yang ku lakukan.., baiklah, bersiaplah menerima konsekwesinya karena matamu melihat kejadian tadi"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!