NovelToon NovelToon

Aku Bukan Pelacur

ABP 01

Seorang gadis cantik memakai gaun selutut, merasa ragu ketika hendak masuk ke dalam sebuah klub malam. Sebuah tempat yang belum pernah ia injak sama sekali. Namun, kali ini ia terpaksa masuk ke sana karena mendengar informasi jika sang kekasih sedang bermesraan dengan gadis cantik dan sexy di tempat tersebut.

Ia tidak percaya dan ingin membuktikan kalau itu hanyalah bualan semata dan kekasihnya tidaklah seburuk itu. Yang ia tahu suaminya adalah seorang karyawan kantor yang sangat bertanggung jawab dan pekerja keras. 

Ketika langkah kakinya sudah memasuki tempat gemerlap tersebut, gadis itu terdiam sesaat di ambang pintu. Menatap lampu kedip yang menambah suasana di sana kian meriah, tetapi menyilaukan pandangan. Beradu dengan dentuman musik yang seperti akan memecahkan gendang telinganya. 

Ia sungguh tidak betah, tetapi harus terus mencari sang kekasih. 

"Ya Tuhan, apakah benar Jefri ada di sini?" Bibir gadis itu bergumam lirih sembari mengedarkan pandangan memindai setiap sudut ruangan itu.

Merasa menyerah karena tidak menemukan keberadaan sang kekasih, gadis itu pun memilih untuk berbalik dan berniat pulang. Ia tidak ingin berlama-lama di sana. Akan tetapi, sebelum sampai di ambang pintu, samar-samar ia melihat seorang lelaki yang sangat mirip kekasihnya. Walaupun hanya dari punggung, tetapi ia yakin kalau dirinya tidaklah salah mengenali. 

"Itu seperti Jefri."

Gadis itu mengurungkan niatnya untuk pulang dan lebih memilih menyusul lelaki yang sedang berjalan sembari merangkul seorang wanita berpakaian minim. Kening gadis itu terlihat mengerut dalam untuk menajamkan penglihatannya. 

"Ah iya. Tidak salah lagi, itu memang Jefri."

Langkah gadis itu begitu terburu hendak menyusul. Namun, ketika ia baru saja membuka mulut hendak memanggil, dirinya justru dibuat terkejut karena bertabrakan dengan seorang lelaki yang baru keluar dari sebuah kamar. Ia meringis saat bokongnya cukup keras mencium lantai. 

Gadis itu mendongak dan melihat lelaki itu yang sedang menggeleng beberapa kali seolah sedang mengusir rasa pusing yang mendera. 

Ah, ia baru menyadari kalau lelaki di depannya ini sedang mabuk. 

"Ma-maafkan saya."

Lelaki itu mengerutkan kening dan tidak berbicara apa pun. Justru langsung menarik gadis tersebut masuk ke dalam sebuah kamar yang terletak di depan mereka tadi.

"Lepaskan aku! Aku mohon!"

Gadis itu berontak. Hatinya mendadak cemas dan gelisah. Apalagi saat melihat sorot mata lelaki itu yang menyeramkan untuknya.

Ia menangis memohon ampun. Namun, lelaki itu tidak peduli. Justru mengunci tubuh gadis itu dalam kungkungannya. Memberi ciuman dan kecupan yang membuat gadis tersebut merasa risih dan sangat membencinya.

Pada akhirnya malam yang tidak pernah ia sangka sebelumnya. Kehormatan yang telah dijaga sedemikian rupa, harus terkoyak dengan paksa oleh lelaki yang bahkan tidak dikenalnya.

Hidupnya serasa hancur saat itu juga. Ingin sekali ia mengakhiri semuanya. Akan tetapi, ketika kesadarannya kembali bahwa ada seorang lelaki paruh baya yang membutuhkan baktinya, gadis itu pun memilih untuk bertahan agar tidak sampai membunuh dirinya sendiri. Akhirnya, hanya air mata yang mengalir sebagai tanda bahwa batinnya sakit dan mulutnya tidak mampu lagi berkata-kata. 

Ingin sekali ia kabur dari sana, tetapi tenaganya seperti terkuras habis dan akhirnya ia tetap terbaring di atas ranjang bersama lelaki itu.

"Aku sudah kotor," gumamnya sebelum akhirnya memejamkan mata karena rasa lelah dan sakit yang begitu mendera. Sementara lelaki yang tadi memaksa bercinta, sudah tidur terlelap sejak setengah jam yang lalu seusai percintaan itu selesai. 

Terlihat sangat tenang  dan seolah tidak berdosa sama sekali. 

***

"Aahh, Ya Tuhan. Tulangku rasanya mau patah." Zayn merentangkan tangan untuk melemaskan ototnya yang terasa begitu kaku. Tubuhnya serasa remuk seperti habis berolahraga berat. 

Namun, ia mematung sesaat ketika menyadari tangannya menyentuh sesuatu dan sepertinya itu bukanlah sebuah guling karena rasanya begitu hangat. Zayn pun menoleh untuk melihat, tetapi ia langsung terduduk dan tersentak ketika melihat seorang wanita sedang tertidur lelap di sampingnya.

"Hei! Kamu siapa!" bentak Zayn. Membuka paksa selimut yang menutupi mereka.

Akan tetapi, Zayn langsung menutupnya lagi ketika melihat tidak ada sehelai benang pun yang tertempel di tubuh gadis itu. Jantung Zayn berdegup kencang saat bayangan adegan panas terputar dalam ingatan.

Mungkinkah semalam aku dan gadis ini ....

Uhuk uhuk

Zayn terkejut ketika mendengar suara batuk dari sebelahnya. Ia pun melekatkan pandangan ke arah Audrey—wanita yang tertidur itu.

"Tubuhku sakit semua," keluhnya.

"Sama. Aku juga sakit," timpal Zayn santai.

Audrey membuka mata paksa lalu mendelik tajam ke arah Zayn seraya menutup tubuh polosnya dengan selimut.

"Lelaki brengsek!" umpat Audrey. Menatap sengit ke arah Zayn.

"Apa semalam kita melakukan anu?" Zayn justru bertanya dengan bodohnya.

Gigi Audrey saling bergemerutuk. Merasa marah dan dongkol kepada lelaki di sampingnya. Ingin sekali ia merem*s lelaki ini atau bahkan mencincangnya dan menjadikan potongan dagingnya menjadi makanan anjing. Namun, sepertinya ia tidak akan berani melakukan itu dan yang bisa dilakukannya hanyalah mengumpat dalam hati. 

Benar-benar lelaki brengsek! 

ABP 02

"Hei, kenapa kau diam saja? Apa kau semalam menggodaku dan menjebakku dalam sebuah percintaan panas?" Suara Zayn meninggi dan penuh penekanan.

Lelaki itu merasa kesal karena Audrey justru bersikap tak acuh kepadanya. Ini tidak seperti biasa. Jika biasanya wanita yang dekat dengannya akan bergelayut manja sembari meminta uang, tetapi tidak dengan Audrey. Wanita itu justru sibuk mengenakan pakaian tanpa mengucap sepatah kata pun. Termasuk tidak peduli kepada Zayn sudah merasakan tubuhnya memanas karena melihat pemandangan menggoda di depannya. 

"Hei! Apa kau bisu dan tuli? Katakan yang sejujurnya, kau menggodaku karena menginginkan hartaku, bukan? Bilang saja kau mau berapa juta aku akan memberikannya, tapi anggap aja percintaan semalam tidak pernah terjadi," ujar Zayn.

Ia menatap Audrey sangat lekat ketika wanita itu berjalan mendekat. Ia sangat yakin kalau Audrey akan duduk dalam pangkuannya lalu meminta uang dengan nominal yang besar. Zayn tidak ragu lagi. Namun, kenyataannya tidak seperti yang dibayangkan.

Plak!

Zayn dikejutkan dengan tamparan yang mendarat mulus di pipinya. Tamparan itu sangat kuat dan keras hingga membuat Zayn sampai meringis kesakitan. Dengan geram, Zayn turun dari tempat tidur dan langsung mendelik tajam ke arah Audrey.

"Dasar jal*ng sialan!" Zayn hampir saja menampar balik Audrey. Akan tetapi, ketika tatapannya beradu dengan Audrey, hati lelaki itu tiba-tiba serasa lumpuh. Menurunkan kembali tangannya yang sempat tergantung di udara.

Plak!

Lagi dan lagi, tamparan Audrey mendarat di pipi Zayn yang sebelahnya lagi. Menyalurkan rasa yang tidak kalah panas dan nyeri seperti tadi. Sungguh, Zayn merasa begitu murka. Baru kali ini ada wanita yang berani bersikap seperti itu kepadanya.

"Tamparan itu layak kau dapatkan! Satu untuk kebrengs*kanmu karena sudah menodaiku, satu lagi karena kau sudah berani menghinaku!" Suara Audrey begitu menggebu bahkan tatapan matanya penuh dengan kilatan amarah.

Wanita itu rasanya sangat membenci lelaki di depannya. Lelaki yang sudah menghancurkan masa depannya. Setelah ini, Audrey tidak yakin apakah ia tetap bisa hidup dengan baik atau tidak.

"Dan satu lagi sebagai salam perpisahan. Semoga sampai kapan pun kita tidak dipertemukan lagi!" Audrey menendang selangk*ngan Zayn sangat kuat lalu berjalan pergi meninggalkan kamar tersebut.

Sementara Zayn masih mengerang kesakitan. Tendangan tadi seperti akan memecahkan kedua telurnya dan mematahkan adik kecilnya.

"Wanita sialan!" umpat Zayn disela rintihannya. "Lihat saja, aku akan menemukanmu dan memberi pelajaran untukmu! Membalas rasa sakit ini! Brengsek!"

Setelah rasa nyeri sedikit reda, Zayn segera memakai pakaiannya dan bergegas pergi meninggalkan kamar tersebut tanpa melihat ke arah tempat tidur. Di mana ada bercak merah yang terlihat jelas di atas sprei tersebut. Zayn sama sekali tidak melihat dan menyadari kalau ia sudah merenggut keperawanan Audrey.

***

"Audrey pulang." Suara Audrey terdengar lesu dan tidak bertenaga ketika ia masuk ke rumah.

Sebuah bangunan sederhana dengan perabotan yang sudah lusuh. Audrey menghela napas panjang sebelum akhirnya berjalan masuk ke kamar sang ayah. Melihat lelaki paruh baya yang masih terlelap tidur, Audrey pun kembali menghela napas panjangnya.

Ketika menunggu beberapa saat dan tidak ada pergerakan dari sang ayah, Audrey pun memilih kembali ke kamar miliknya. Kamar yang tidak terlalu luas, tetapi Audrey nyaman tidur di dalamnya.

Matanya terpejam saat merasakan sakit yang masih begitu terasa. Bahkan, rasa lengket di antara kedua paha membuat ia sangat membenci Zayn. Berharap suatu saat tidak akan dipertemukan lagi dengan lelaki itu.

"Aku sudah kotor sekarang. Aku tidak yakin apakah hidupku akan tetap baik-baik setelah ini atau justru malah sebaliknya." Audrey menghirup napas dalam. "Aku harus bertahan demi ayah. Kalau aku lemah dan pergi jauh, nanti siapa yang akan menjaga ayah."

Dengan deraian air mata yang sudah memenuhi seluruh wajahnya, Audrey pun turun dari kasur dan mengambil handuk. Ia harus membersihkan sisa percintaan yang masih melekat. Meskipun kesuciannya tidak mungkin bisa kembali, tapi ia tidak ingin ada sisa dan jejak lelaki brengsek itu di tubuhnya.

ABP 03

Seusai membersihkan diri dan tubuhnya sudah terasa lebih segar daripada tadi, Audrey pun segera keluar kamar dan menyiapkan sarapan untuk ayahnya sebelum ia berangkat kerja. 

"Audrey, semalam kamu ke mana?"

Audrey yang saat itu sedang memasak, terlihat gugup ketika mendengar pertanyaan Dimas—ayah Audrey.

"Semalam Audrey dari rumah Ratih, Pak. Eh, malah ketiduran di sana. Ratih juga." Audrey berusaha menjawab tenang agar sang ayah tidak mengetahui kalau ia sedang berbohong saat ini. Bahkan, ia sengaja menyibukkan diri untuk mengindari tatapan sang ayah. 

"Lain kali, kalau pergi jangan sampai larut jadi kamu tidak ketiduran. Bapak menunggu kamu dengan cemas," ucap Dimas lembut. 

"Iya, Pak. Maafkan Audrey."

"Sudah tidak apa. Ini juga bukan pertama kali kamu ketiduran di sana." Dimas terkekeh. Putrinya itu memang mudah sekali ketiduran entah di mana tempatnya. Apalagi saat tubuhnya sedang merasa lelah. Jadi, Dimas sama sekali tidak menaruh curiga.

"Audrey sudah selesai masak, Pak. Lebih baik Bapak menunggu di meja makan biar Audrey siapkan," suruh Audrey.

"Kamu tidak butuh bantuan?" tanya Dimas menawari. Namun, Audrey menggeleng dengan cepat.

"Baiklah, bapak akan menunggu di depan." Dimas pun berbalik dan meninggalkan dapur.

Tatapan nanar Audrey sangat lekat ke arah lelaki paruh baya yang sedang berjalan terpincang menggunakan tongkat, menjauh dari pandangannya. Ia merasa iba ketika melihat sang ayah yang harus menjadi cacat karena sebuah kecelakaan tunggal. Bahkan, kecelakaan itu juga yang merenggut nyawa sang ibu dan mengharuskan Audrey hidup berdua dengan sang ayah. 

Aku harus selalu kuat demi Bapak. Jangan sampai lemah apalagi menyerah. Ingat kata pepatah, Audrey. Mengeluh boleh, menyerah jangan, harus tetap semangat bestie. 

Audrey berusaha menyemangati dirinya sendiri. 

***

"Aku harus bisa menemukanmu. Entah bagaimana caranya. Jangan sampai kamu memanfaatku suatu saat nanti." 

Menghisap sebatang rokok yang tersemat di sela jarinya, Zayn menatap pemandangan luar dari balkon kamar. Pikiran lelaki itu begitu kalut ketika teringat Audrey. Berusaha mengingat percintaan panas mereka dan bagaimana bisa mereka terjebak dalam satu ranjang. Namun, ia sama sekali tidak bisa mengingat dengan baik. Kepalanya justru mendadak pening saat dipaksa berpikir keras. 

Yang diingat Zayn adalah dirinya yang mabuk karena sakit hati melihat langsung perselingkuhan kekasihnya. Melampiaskan semuanya lewat alkohol dan berharap akan melupakan semua rasa sakit itu. Namun, ia tidak menyangka kalau dirinya justru sampai nekat bercinta dengan wanita asing yang bahkan baru pertama bertemu tanpa sengaja.

"Aku harus mencari wanita itu. Jangan sampai ia mengandung anakku. Aku tidak mau memiliki anak dari wanita yang bahkan tidak aku kenali."  Zayn merogoh benda pipih dari saku celana. Lalu menghubungi seseorang untuk mencari informasi tentang Audrey.

Setelah memberikan perintah, Zayn pun menyimpan kembali ponsel tersebut dan mematikan rokoknya. Lalu bergegas pergi menuju ke kantor karena ada rapat. Tidak apa ia terlambat datang ke kantor, paling penting baginya tidak terlambat rapat yang akan dilaksanakan sekitar setengah jam lagi.

Mobil merah milik Zayn melaju membelah jalanan kota yang tidak terlalu padat. Membuat lelaki itu menambah laju kecepatan hingga tidak ada dua puluh menit, mobil miliknya masuk ke sebuah perusahaan yang cukup besar.

Sebagai pemimpin perusahaan, Zayn begitu dihormati. Banyak orang yang menunduk ketika lelaki itu berjalan melewati mereka. Zayn pun hanya membalas setiap sapaan dengan senyuman tipis dan tidak peduli kepada karyawan yang berusaha mencari perhatian kepadanya. 

Ketika telah masuk ke ruangan, Zayn segera menghempaskan tubuhnya di atas kursi kebesarannya. Melirik jam tangan lalu mengembuskan napas lega. Masih ada sekitar lima menit untuknya beristirahat. Ia menyandarkan kepala dan menatap langit ruangan sebelum akhirnya memejamkan mata secara perlahan. 

Semoga ia bisa terlelap meski sebentar sekadar menghilangkan rasa pusing yang masih terasa. 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!