Sani anak dari bu Suti dan pak Kosasih, mereka tinggal di kampung dekat perkebunan karet Jawa Barat. Sehari-hari Sani sekolah dan membantu ibunya menyetrika dan mencuci pakaiana tetangganya, dan sekarang dia telah tamat SMA dia ingin mencari kerja di kota besar.
Sani pergi ke kota untuk melamar pekerjaan tapi sudah seminggu dia belum mendapat pekerjaan, uangnya semakin menipis hanya cukup untuk makan seminggu lagi gitu juga kalau lauknya tahu dan tempe saja kalau makan pake ayam mungkin 3 hari juga habis. Dia berpikir keras kalau tidak mendapatkan pekerjaan hari ini dia akan kembali ke desanya jadi buruh cuci dan setrika lagi.
Sani pulang lagi ke desa karena belum mendapat pekerjaan daripada nanti dia gak bisa pulang lebih baik sekarang pikirnya, ya memang kalau hanya bermodalkan ijazah SMA memang rada sulit mencari kerja di kota besar apalagi tidak ada koneksi/orang dalam.
Sani sampai di pinggir jalan dekat rumahnya di kampung itu dekat perkebunan karet, dia berjalan melewati kebun tetangganya dalam dua menit sampailah ke rumahnya.
"assalammualaikum ibu, bapak, Sani pulang" Sani mengetuk pintu rumah orang tuanya.
"waalaikum salam, ya ampun nak kamu sudah pulang ayo masuk" ibu membuka pintu dan langsung memeluk anaknya.
Sani masuk rumah sambil di rangkul ibunya, dia langsung mengambil air putih karena haus, setelah minum dia duduk di karpet yang terbentang karena ibunya sedang menyetrika pakaian orang.
"bapak ke mana buu?" Sani bertanya kepada ibunya.
"bapak lagi menggembala kambing biasanya asar nanti baru pulang" jawab ibu.
"maaf ya buk, Sani belum mendapatkan pekerjaan di kota. Uang tabunganku malah habis di pake ongkos, kontrakan seminggu dan buat makan" Sani memeluk ibunya dia merasa bersalah telah menghabiskan uang sia-sia.
"tidak apa-apa mungkin belum rejeki kamu nak, tidak usah di pikirkan yang penting sehat dan terus berusaha insyaallah rejeki kita mengalir terus walaupun tidak banyak asal cukup aja dulu"
Ibu membelai rambut anaknya dengan lembut setelah itu ibu melanjutkan lagi nyetrikanya, Sani masuk kamarnya untuk menyimpan tas pakaiannya lalu dia pergi ke kamar mandi.
Sani keluar dari kamar mandi dan langsung menuju meja makan, dia membuka tudung saji dan ada sayur buntil dan goreng ikan teri.
"buuu, Sani makan ya" Sani sangat lapar karena tadi pagi hanya sarapan bubur saja dia belum makan apa-apa lagi sampai sekarang.
"iya makan aja, ibu udah makan siang tadi" jawab ibu.
Sani makan sangat lahap sekali sampai nambah, sudah seminggu dia tidak makan sampai kenyang karena menghemat.
Selesai makan dia mencuci piring dan gelas bekas dia, setelah itu menghampiri ibunya lagi.
"buu biar Sani yang setrika, ibu istirahat aja"
"tapi kamu baru aja datang nak, lebih baik kamu aja yang istirahat"
"ini sambil nurunin nasi buk, kalau tidur abis makan malah begah"
Sani mengambil alih setrikaan dan menyuruh ibunya beristirahat di kamar, ibupun masuk kamarnya dan sani menyetrika sampai selesai.
Selesai menyetrika Sani mengantarkannya sesuai nama yang tertera di keranjangnya.
"buu sani ngantar dulu pakaian yaa" Sani berbicara pelan di depan kamar ibunya takut membangunkan ibunya.
"iya nak hati-hati" jawab ibu ternyata dia sudah bangun.
Pulang mengantarkan setrikaan Sani berjalan menyusuri kebunnya untuk memetik sayuran dan ternyata ada bapak sedang duduk di rerumputan nungguin kambing yang sedang makan rumput.
"bapak apa kabar? kenapa belum pulang ini sudah hampir setengah lima sore?" Sani memeluk bapaknya karena kangen sudah seminggu tidak bertemu.
"bapak baik dan sehat neng, bapak betah di kebun lagian bapak bawa bekal tadi jadi sudah makan siang. Ayo kita pulang sekarang sepertinya kambingnya sudah kekenyangan" bapak berdiri dan membuka tali tambang yang terikat di pohon kecil lalu dia berjalan dengan Sani sambil menuntun kambingnya.
"maaf ya pak, Sani belum mendapat kerjaan di kota" kata Sani merasa bersalah.
"tidak apa-apa itu belum rejekimu, sabar aja di rumah juga selalu ada kerjaan" jawab bapak, mereka berjalan ke kandang untuk memasukan kambing-kambingnya. Setelah kambing masuk semua merekapun pulang ke rumahnya.
Hanya beberapa menit mereka sudah sampai di rumahnya yang sederhana, rumah ukuran 6x9 dengan tiga kamar tidur masing-masing ukuran 3x3, ruang tamu menyatu dengan ruang keluarga, dapur dan ada satu kamar mandi. Walaupun rumah sederhana tapi sangat bersih dan asri.
"assalammualaikum" Sani mengetuk pintu rumahnya.
"waalaikum salam" ibu membukakan pintu rumahnya bapak dan Sani masuk rumah dan bapak langsung masuk kamar mandi untuk mandi sore.
Sani mencuci sayuran yang di petiknya tadi di kebun dan meniriskannnya di wadah.
"metik apa aja nak?" ibu menghampiri anaknya.
"terong cuma 3 yang besar yang lainnya masih kecil, cabe merah tiga juga buat bumbu blado bu dan ada buah pare juga cuma tiga lagi yang bisa di petiknya yang lain masih kecil" Sani menjelaskan kepada ibunya sambil tersenyum.
"segitu juga cukup nak buat sarapan besok, buat makan malam ibu sudah membuat pepes tahu tuh sedang di kukus dan buntil juga masih ada cukuplah buat bertiga" kata ibu sambil menunjuk kompor.
Sani mengangguk dan berjalan ke arah rak handuk dia mau mandi lagi karena pulang dari kebun.
Selesai mandi mereka berkumpul di ruang keluarga sambil menonton tv, sambil makan pisang goreng hangat buatan ibu dan minumnya teh hijau hangat menambah kenikmatan sore itu dan di dukung dengan cuaca yang sedang hujan rintik-rintik.
"bagaimana tinggal di kota walaupun hanya seminggu?" ibu mulai percakapannya.
"gitu deh bu Sani langsung mencari kosan dan menemukan kosan putri yang bisa bayar untuk seminggu dulu lumayan tempatnya bersih dan nyaman ada tempat tidur kecil dan satu meja belajar yang ada lemarinya cocok buat anak kuliahan" jawab Sani.
"maaf ya nak bapa tidak mampu menguliahkan kamu" bapak jadi melow mendengar penjelasan Sani.
"tidak apa-apa pak, mudah-mudahan kedepannya Sani bisa kuliah sambil kerja" Sani membesarkan hati orang tuanya.
"aamiin" jawab kedua orang tuanya barengan.
"tapi Sani lebih nyaman di kampung, kalau di kota apa-apa harus beli dan terlalu padat rumahnya" Sani melanjutkan ceritanya.
"itu kalau di rumah padat penduduk nak, dulu bapak pernah jadi sopir di tuan tanah rumahnya besar dan halamannya luas dan di situ ibumu menjadi art juga karena kami saling mencintai lalu kami menikah" kata pak Kosasih.
"wah bapak dan ibh cinlok rupanya hehehe..." Sani menggoda orang tuanya.
"ya benar cinlok, tapi alhamdulillah sampai sekarang ya cinloknya hehe" bapak menjawab terkekeh.
"sampai usia berapa bapa dan ibu kerja di sana?" Sani penasaran.
"ibumu berhenti saat hamil kamu tujuh bulan, saat itu kami sudah tiga tahun menikah baru di karuniai kamu dan ibumu pulang kampung tinggal bersama nenekmu karena kami belum punya rumah, bapak waktu itu baru beli tanah ini yang sekarang ada rumah kita luasnya 400 meter dan kebun yang di belakang luasnya 100 meter lebih" bapa berhenti dulu untuk minum lalu melanjutkan lagi.
"kamu dan ibumu tinggal di nenekmu sampai usia kamu 6 tahun, setelah itu bapak membangun rumah ini dan pas kamu SD kita sudah tinggal disini. Tidak sampai setahun setelah membangun rumah ini, majikan bapak kembali ke Bali karena sudah pensiun mereka asal Bali dan otomatis bapak berhenti bekerja dari sana. Bapak mencari kerja jadi sopir di tempat laiin, tapi bapak jadi sopir truk di perkebunan tapi karena ada yang ingin jadi sopir juga bapa di keluarkan secara tiba-tiba tanpa memberi tahu alasannya, ya udah bapak cari kerja lagi tapi gak dapat akhirnya bapa pulang kampung dan membeli kambing. bapak beternak kambing dan sesekali jadi kuli bangunan sampai sekarang" bapak menjelaskan panjang lebar.
Pagi-pagi sudah di sibukan dengan membersihkan rumah dan memasak, lalu dia menjemur pakaian-pakaian yang sudah di cuci ibunya setelah selesai dia mandi.
Keluarga pak Kosasih sedang berkumpul di meja makan, mereka sarapan seadanya dengan terong balado dan tumis pare campur teri, teri sisa kemarin di campur dengan pare.
Selesai makan mereka berkumpul di teras rumah sambil ngobrol, pak Kosasih belum berangkat ngasih makan kambingnya karena masih pagi beloau nunggu rumputnya kering dari embun pagi karena kalau kambing makan rumbut masih basah oleh embun kambingnya suka diare katanya.
"neng tolong beliin minyak goreng dan terigu ke toko itu, ibu mau bikin pisang goreng buat bekal bapakmu ke kebun" bu Suti memberikan uang sambil menunjuk toko pinggir jalan yang hanya terhalang kebun tetangga.
Sani menerima uang dari ibunya lalu dia berjalan menuju toko sembako, sampai di sana dia melihat ibu-ibu yang sedang ngerumpi.
"di vila tuan Edward lagi membutuhkan pembantu, karena saya hanya di perintahkan memasak dan urusan dapur lainnya" kata ibu itu kepada temannya.
"lah bukannya kemarin ada pembantu?" tanya ibu satunya.
"iya kemarin ada, tapi dia lagi ngidam berat jadi gak kuat kerja kemarin sore di jemput suaminya minta ijin untuk berhenti dulu kasian lihat istrinya muntah-muntah terus dan sering pingsan" jawab koki itu.
"oh ya, duh kalau saya masih muda saya mau daripada kerja jauh-jauh ke kota gajinya sama kalau di sini kan bisa pulang sorenya" kata ibu itu yang perkiraan usia di atas 50 tahun.
Sani tertarik dengan obrolan ibu-ibu itu yang sedang membelakanginya duduk di bangku panjang, setelah membayar belanjaannya dia menghampiri ibu-ibu itu.
"selamat pagi ibu-ibu, apa kabar?" Sani menyalami mereka karena kenal walaupun tidak akrab.
"baik neng, eh bukannya kamu ke kota? Waktu bertemu ibumu dia bilang kamu ke kota katanya" jawab ibu itu.
"iya bu, Sani ke kota mencari kerja tapi gak dapat, setelah seminggu di sana belum dapat juga ya Sani pulang lagi ke sini" kata Sani.
"eh kebetulan kalau kamu mau, kerja aja di villa tuan Edward di sana gajinya lumayan gede sama dengan gaji TKW di Arab Saudi lho" kata koki itu.
"iya bu saya juga tertarik tadi waktu dengar cerita ibu, bagaimana caranya ya?" kata Sani antusias.
"nanti saya bilangin dulu ke tuan Edward, entar jam lima sore kamu tunggu di sini karena ibu pulang kerja jam lima kalau gak lembur" kata koki tuan Edward itu.
"baik bu terima kasih sebelumnya, saya sangat ingin sekali bekerja" jawab Sani semangat.
"iya sama-sama neng, ibu tau kamu gadis yang baik dan tidak malas beda dengan gadis-gadis disini pada umumnya hanya main ponsel dan minta di beliin kuota kepada orang tuanya. Kamu itu beda makanya ibu senang ngajak kamu kerja di villa tuan Edward, kerjanya juga nyantai ngurusin satu orang. Berangkat kerja jam 6 pagi pulang jam 5 sore, tapi kalau lagi banyak tamu kami di suruh menginap dan termasuk lembur itu pokonya enak kerjanya tuannya juga baik lagi" jawab koki itu.
"iya bu, sekali lagi terima kasih ya, saya permisi dulu takut ibu nunggu lama di rumah" Sani pamit kepada ibu-ibu itu untuk kembali ke rumahnya.
"iya neng silahkan" jawab koki itu.
Sani berjalan menyusuri kebun tetangganya, hanya beberapa menit dia sudah sampai di depan rumah menghampiri ibu dan bapaknya yang sedang mengobrol.
"maaf bu agak lama, tadi Sani ketemu bu Ipah koki tuan Edward jadi ngobrol sebentar beliau juga nawarin kerja di villa tuan Edward" kata Sani.
"gak apa-apa neng masih pagi juga, bukannya di rumah tuan Edward sudah ada art nya?" tanya bu Suti kepada anaknya.
"katanya sudah keluar kemarin sore di jemput suaminya, karena dia lagi hamil muda dan muntah-muntah hebat dan sering pingsan katanya. Sani mau kerja di sana ya bu, pak?" kata Sani dia minta ijin sama ibu dan bapaknya.
"kalau kamu mau boleh aja nak, di sini lebih dekat lebih baik dan gajinya juga lumayan besar untuk ukuran art di daerah" kata bapak yang di angguki oleh ibunya.
"iya lagian berangkat jam enam pagi pulang jam lima sore kalau banyak tamu baru di suruh nginap kata bu Ipah"
"ya udah gimana kamu aja neng, kalau kamu mau kerja di sana silahkan" kata ibu Suti menyerahkan keputusan kepada anaknya.
"iya bu, Sani mau kerja di sana. Terima kasih di ijinin bu, pak" Sani senang dia mengikuti ibunya ke dapaur untuk membuat pisang goreng.
Selesai membuat pisang goreng, Sani dan bu Suti memasukan sebagian ke kotak makanan dan memasukan makan siang ke kotak makan lainnya setelah itu di serahkan kepada pak Kosasih untuk bekal di kebun.
Abis duhur Sani meriksa jemuran, yang sudah kering dia setrika sampai selesai.
Sore hari Sani sudah mandi dan memakai kaos pendek dan celana jean tiga per empat, karena sudah jam lima dia pamit ke ibunya mau pergi ke toko sembako yang tadi karena sudah janjian dengan bu Ipah.
Sampai di sana Sani minta ijin kepada pemilik toko untuk menunggu bu Ipah di bangku panjang, sstelah di ijinin Sani duduk di sana menunggu bu Ipah.
Lima belas menit Sani menunggu di sana, akhirnya bu Ipah datang juga dan menghampirinya.
"maaf neng nunggu lama ya? Ibu tadi bikin kue dulu kesukaan tuan" bu Ipah tergopoh-gopoh karena jalan kaki lima menit dari Villa itu.
"tidak apa-apa bu, Sani sambil nongkrong di sini. Terus bagaimana kata tuan Edward bu" Sani penasaran dia langsung bertanya kepada intinya.
"kamu di terima di sana mulai besok neng berangkat jam enam kurang lima menit, karena mulai kerjanya jam enam pagi" kata bu Ipah.
"iya bu terima kasih ya, terus pakainnya harus bagai mana?" Sani takut salah kostum.
"bebas aja neng, gitu juga bagus. Ibu malah sering pake daster hanya di jaketin aja kalau berangkat dan pulang" kata bu Ipah.
"iya bu, sekali lagi terima kasih ya" kata Sani senang.
"sama-sama neng, besok gak usah sarapan di rumah karena ibu suka buat sarapan banyak di sana jadi kita makan di sana tiga kali sehari"
"iya bu, saya permisi dulu ya" kata Sani dan langsung berdiri.
"iya neng, ayo pulang udah serengah enam nih besok ibu tunggu di sini ya jam 6 kurang seperempat soalnya hari pertama kamu kerja biar ibu tunjukin dulu sebelum mulai kerja" kata bu Ipah.
Setelah itu mereka pulang ke rumah masing-masing.
Setengah enam pagi Sani sudah siap dia memakai kaos putih tangan pendek dan memakai celana jeans panjang, dia meraih tas selempang dan ponselnya lalu dia pamit kepada kedua orang tuanya.
Setelah pamit dia mengambil sepatu ketnya dan keluar ke teras rumahnya, dia duduk sebentar untuk menikmati udara pagi yang sejuk dan segar. Setelah lima menit duduk di kursi teras rumahnya dia berdiri dan bicara dari luar.
"bu, pak, Sani berangkat ya. Assalammualaikum..." kata Sani bicaranya agak tinggi nadanya soalnya ibu bapaknya lagi di dapur.
"waalaiku salam, kerja yang baik ya" kata ibu sambil keluar melihat anaknya yang berjalan menyusuri kebun.
Tidak lama kemudian Sani sampai di toko sembako itu dan ternyata tokonya belum buka, Sani duduk di bangku panjang menunggu bu Ipah.
Tidak sampai sepuluh menit menunggu bu Ipah sudah datang menghampiri Sani, Sanipun berdiri dan mengikuti bu Ipah. Mereka berjalan berdua menuju villa tuan Edward, dua menit kemudian mereka sampai di gerbang perkebunan. Satpam membukakan pintu pagar untuk bu Ipah dan Sani.
"pak Imin kenalin ini Sani art baru tuan Edward, jadi kalau dia sendiri ke sini jangan di larang masuk ya" kata bu Ipah kepada satpam perkebunan itu.
"siap bu, saya tau neng Sani anaknya pak Kosasih ya" kata satpam itu.
"iya pak, bapak kenal saya?" tanya Sani heran perasaan dia tidak kenal satpam ini.
"kenal lah waktu kamu kecil suka di ajak jalan-jalan sama pak kosasih jajan di warung, saya sudah SD kelas 6 waktu itu suka jajan di warung itu juga dan pas saya tamat SMA saya jadi satpam di sini sering beli roko ke toko kelontong itu sampai sekarang sering lihat neng Sani kalau kebetulan sedang belanja di toko itu" jawab satpam panjang lebar
"oh iya pak, saya permisi"
Sani masuk dengan bu Ipah mereka berjalan menyusuri jalan perkebunan yang rapi, jalan aspal hitam yang bersih di pinggirnya rumput-rumput yang tertata rapi seperti karpet terhampar luas dan di atasnya pohon karet yang berjajar sangat luas berbaris rapih. Sungguh indah di pandang mata dan membuat betah.
"kalau piknik gak usah jauh-jauh ya bu, di sini juga enak banget tempatnya" kata Sani takjub.
"iya neng, teman-teman tuan Edward sering liburan ke sini mereka piknik dan menggelar tikar di atas rumput lalu rebahan katanya membersihkan paru-paru hehe" jawab bu Ipah sambil terus berjalan.
Bu Ipah ngajak Sani berkeliling di sekitar villa mengenalkan tempat sebelum mulai kerja, Sani sangat betah di sana dia takjub dengan suasana di sana matanya di manjakan dengan pemandangan yang indah.
Sani mendongak ke atas melihan bunga anggrek bermekaran di dahan pohon yang tidak terlalu tinggi karena anggrek itu sengaja di tanam di dahan pohon itu.
"waaw cantik-canrik banget anggreknya" kata Sani sambil terus mendongak melihat anggrek berjejer di pohon-pohon dan semua bunganya sedang bermekaran.
"kamu suka bunga anggrek?" suara barithon laki-laki terdengar dari belakang Sani otomatis Sani membalikan tubuhnya dang menghadap kepada lelaki itu.
Seorang lelaki bule tampan berambut pirang sedang menatapnya dari atas sampai bawah, membuat Sani gugup lalu dia menunduk.
"iya tuan saya suka anggrek bunganya cantik-cantik" jawab Sani yang masih menunduk karena gugup jantungnya dagdigdug gak menenntu baru kali ini dia merasakan hal itu.
"iya bunga anggrek memang cantik seperti kamu" kata bule itu, dia tersenyum melihat Sani yang masih menunduk.
Jantung bule itu juga dagdigdug gak karuan, aneh pikirnya padahal baru bertemu gadis ini tapi jantungnya terus dagdigdug "apa karena habis lari pagi ya, tapi biasanya tidak seperti ini" bule itu bicara dalam hatinya sambil mengusap dadanya.
"eh tuan habis lari pagi ya" bu Ipah menghampiri kedua orang yang mematung satu menatap yang satu menunduk.
"iya bu" jawab bule itu.
"neng ibu kira ngikutin ibu di belakang, ibu terus nyerocos sendiri pas berbalik ke belakang eeh jauh ternyata dan kamunya sedang mendongak menatap bunga.
"iya bu maaf, saya senang melihat bunga itu" kata Sani sambil menunduk malu.
"oh iya tuan, kenalin ini art baru yang ibu bilang kemrin" kata bu Ipah memperkenalkan mereka.
"oh ya, kenalin saya Edward" tuan Edward mengulurkan tangan kepada Sani dan di sambut oleh Sani sambil menyebut namanya.
"saya Nursani tuan panggil aja Sani" jawab Sani gemetar karena punggung tangannya di cium tuan Edward.
"panggil Edward aja jangan pake tuan" kata Edwar sambil tersenyum melihat tangan Sani gemetar.
"tidak berani tuan" jawab Sani
"ya udah bagaimana kamu aja yang penting kamu nyaman, selamat bergabung di villa ini enjoy ya. Yuk masuk" kata tuan Edward.
Bu Ipah senyum-senyum melihat tuannya memperlakukan Sani dengan manis, dia baru pertama kali melihat majikannya memperlakukan gadis semanis itu.
Mereka bertiga berjalan menuju villa.
"usiamu berapa tahun?" tanya tuan Edward
"hampir 19 tahun tuan" jawab Sani sambil menunduk.
"oh ya pantesan imut sekali, kata bu Ipah kamu baru tamat SMA kenapa gak kuliah?" tanya tuan Edward lagi.
"kami tidak cukup dana untuk modal kuliah" jawab Sani
"kan banyak kuliah yang gratis" kata tuan itu.
"kami tidak tau caranya tuan dan untuk biaya kos dan kebutuhan sehari-harinya uang kami belum cukup, makanya saya mau kerja dulu untuk di tabung buat bekal kuliah" jawab Sani.
"kalau kamu mau kuliah taun ini saya daptarin ya, kebetulan teman saya ada yang jadi dosen dan orang tuanya mempunyai universitas" kata tuan Edward.
"taun depan aja tuan saya mau nabung dulu" jawab Sani.
"kan bisa online dari sini itu semua bisa di atur mumpung pendaptaran masih di buka, kamu tetap kerja disini sambil kuliah online paling seminggu sekali ke kota untuk tatap muka dan pada saat ujian semester baru masuk full paling seminggu" kata tuan Edward membuat Sani senang bukan kepalang.
"kalau begitu saya mau tuan, kerja sambil kuliah online"
Sani sangat bersemangat dia spontan memegang tangan tuan Edward sambil di goyang-goyang dia tidak menyadarinya melakukan itu, tuan Edwar tersenyum senang melihat gadis manis nan imut juga lucu itu dia membiarkan tangqnnya di ombang ambing Sani sampai tiba-tiba Sani menghentikannya dan menunduk Malu.
Tuan Edwar gemas melihat tingkah Sani dia spontan juga mencium pipi Sani, dan membuat Sani kaget karena seumur hidupnya baru kali ini ada pemuda mencium pipinya. Dia mematung sambil memegang pipinya.
"maaf ya membuatmu kaget habis kamunya menggemaskan sekali" tuan Edward menyadarinya perubahan Sani.
"hmmmmmm.... Ayo masuk kita sudah sampai neng" bu Ipah ingin mencairkan suasana.
Sani masih mematung di halaman villa itu sambil memegang pipinya
"ciuman pertamaku" dia berbicara pelan sambil mengelus pipinya, tapi di dengar tuan Edward dan membuatnya bahagia.
"oh ya, berarti aku lelaki pertama yang menyentuh pipimu, saya jadi tersanjung" kata tuan Edward sambil menggandeng pinggang Sani masuk ke dalam villa membuat bu Ipah geleng-geleng kepala.
Padahal kalau di eropa pelukan dan cium pipi itu hal biasa dengan lawan jenis beda lagi dengan cium bibir, tapi sebagai orang muslim itu tidak boleh walaupun hanya cium pipi dan pelukan biasa.
Autor : maklum ya gaes tuan Edward kan orang eropa
Nitizen : serah mbak otor aja deh
Autor : maaf ya gaes hehehe..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!