Semua perjalanan hidup Ria secara perlahan berubah jauh dari garis lurus dan impiannya. Semua itu terjadi sesaat setelah keluarganya berpindah dari bagian tengah desanya menuju kebagian ujung barat atau kulon desanya untuk menjaga tanah peninggalan kiyai pendiri pesantren Al-Huda didesanya. Tepatnya beberapa bulan sebelum genap satu tahun mereka menempati tanah itu semua mimpi-mimpi buruk itu mulai mengganggu Ria. Mulai dari teror seekor Harimau yang memburunya hingga berujung pada tenggelamnya Ria didalam segara sebuah samudera luas didasar tebing tempatnya terjatuh. Semua mimpi itu terus menerus mengguncang jiwanya. Hingga akhirnya pertemuan itu terjadi, sebuah pertemuan terlarang yang tidak seharusnya terjadi antara manusia dengan bangsa yang tak terlihat namun sangat senang mengintai kehidupan mereka. Bisakah Ria melepaskan jiwanya dari belenggu sosok tersebut?
...***********************...
Aku Khairiyyah Al-Alawiy atau lebih akrab disapa Ria oleh orang-orang disekitar ku. Dalam usia yang kini mulai menginjak 24 tahun aku masih terus berjuang mencari celah jalan keluar untuk bisa kembali normal, sekiranya memang sedari awal aku pernah merasakan kehidupan normal.
Memutar kembali ingatanku, dulu semasa remaja aku kira kemampuan bisa melihat kejadian di masa depan dan masa lalu dalam mimpi itu normal. Namun, ternyata aku salah. Juga, dulu aku kira kemampuanku bisa melihat beberapa hal yang tidak bisa dilihat kebanyakan orang itu normal. Tapi ternyata itu semua salah, bukan mereka yang tidak memiliki keistimewaan, namun akulah yang sedang terjebak dalam kebinasaan.
Tahun demi tahun aku terus terbelenggu dalam semua keanehan itu tanpa sedikitpun sadar jika sebenarnya aku adalah sebuah wadah untuk makhluk-makhluk itu tinggal menyusun rencana jahat mereka untuk seluruh anak Adam dan Hawa. Dan akhirnya tahun itu kala diriku memasuki sweet seventeen kemampuan yang lebih aneh lagi bangkit dari dalam diriku, kemampuan merogoh Sukmo alias kemampuan melepaskan jiwa untuk mengembara ataupun melakukan apapun yang diinginkan oleh pemilik kemampuan tersebut.
Tadinya kupikir aku sudah mulai gila karena berkhayal bertemu dengan kakak ipar dan keponakanku yang baru saja dilahirkan, namun tanpa kuduga ternyata hari dimana kejadian aneh itu berlangsung, hari itu juga keponakan lahir malam hari sebelum hari itu. Sungguh menyimpan semua keganjilan yang bertubi-tubi membelengguku itu bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Disaat yang lainnya yang tidak tahu berusaha keras untuk bisa mendapatkan kemampuan ini, aku yang diwarisi justru menggila merasa sinting dengan semua kemampuan abnormal yang kurasakan.
Bahkan untuk merasakan rasa takut yang normal ketika
melihat beberapa orang kesurupan menyorot tajam kearah ku saja aku tidak bisa memilikinya. Karena setiap mereka menatapku, sosok lain yang bersembunyi dalam tubuhku akan balik mengintimidasi dan menekan mereka, sehingga yang kurasakan saat melihat mereka hanyalah perasaan hampa dan kosong seperti tidak ada apa-apa.
Berbulan-bulan aku bertahan untuk tetap normal dalam lingkungan yang bersih dan sehat tempat ku menimba ilmu agama saat itu, namun akhirnya semua keanehan itu timbul kepermukaan sehingga akhirnya semua keanehan itu menyeretku kedalam berbagai penderitaan tak berujung. Belum lagi kegilaan mereka yang ternyata tanpa sepengetahuanku mengikat ku dalam ikatan pernikahan bangsa mereka untuk menjalankan rencana mereka supaya aku bersedia menerima warisan keji yang ditinggalkan oleh leluhurku untukku.
Menjadi seorang cenayang sekaligus tukang sihir, itulah yang mereka inginkan dariku setelah penyerahan warisan itu selesai dan dengan bersedia aku jalankan. Namun dibandingkan itu semua ada yang lebih penting dan lebih aku takutkan. Aku takut untuk melepas jiwaku dalam kebinasaan yang tak berkesudahan karena aku bersedia menerima semua kesyirikan itu, padahal ada banyak pintu yang terbuka untuk aku bisa lepas dari belenggu ini. Hanya saja jalannya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Karena jalan bersih menuju cahaya itu adalah jalan yang dipenuhi dengan rasa sakit dan air mata yang menetes di setiap permukaan luka dan rasa sakitnya.
Setidaknya selama bertahun-tahun hingga kini aku terus menerus riset untuk mencari jalan keluar dan solusi dari semua permasalahan dan belenggu yang aku rasakan saat ini. Kalau diperandaikan, keadaanku ini seperti tanah bebas milik sang pencipta yang di tempati oleh penumpang yang berbuat buruk dan rusak kepadaku. Hingga akhirnya aku berubah mengering dan tandus karena perbuatan mereka yang menumpang di tubuhku. Sedangkan satu-satunya jalan untuk menyegarkan tanah tempat berbagi tumbuhan dan rerumputan yang seharusnya tumbuh membentang itu hanya ada satu jalan, yaitu hujan.
Ya hujan. Satu-satunya oase yang bisa membantuku untuk kembali hidup hanya ada satu jalan, yaitu kembali mendekat dan berlindung dalam naungan dan rengkuhan agama yang Tuhan semesta alam turunkan untuk membimbing dan mengatur semua kehidupan yang berjalan di atas muka bumi.
Ajaran-ajaran murni yang terjaga dan terpelihara didalam agama ini adalah oase sebenarnya dalam hidup. Karena dari dalamnya lah ketenangan dan ketentraman itu bisa muncul sebagai buah kasih sayang Tuhan kepada hamba-hamba Nya yang kembali dan tunduk kepada Nya dengan hati yang lurus dan penuh cinta kepada Nya. Namun entah mengapa, hingga kini di usiaku yang sudah memasuki kepala dua lebih dari empat tahun ini aku masih terhalangi dari pintu kebahagiaan yang aku impikan. Sejauh perjalanan hidupku selama ini sebagai pewaris saka, semua akibat yang harus aku tanggung sebagai wadah saja hanyalah penderitaan, baik itu secara fisik, psikis maupun secara mental.
Bacalah.. bacalah kisahku ini kawan.. agar tidak satupun dari kalian yang belum mengenal dunia ini tahu dan faham kenapa ada larangan dan aturan untuk tidak berbuat syirik kepada Tuhan yang menciptakan kehidupan semesta alam. Karena tidak semua manusia memiliki keberuntungan bisa lepas dan merdeka dari belenggu para Pengintai itu sesaat setelah mereka jatuh, dan berkubang ria didalamnya.
Inilah kisahku, kisah yang aku tuliskan dari sebagian orang yang memilih jujur untuk menceritakan apa yang mereka sembunyikan mengenai para Pengintai, bangsa makhluk tak terlihat yang bisa melakukan apapun yang bisa mereka lakukan untuk mencelakai dan membinasakan kita.
Hembusan angin menerbangkan dedaunan. Saling berayun bergesekan menari dan bernyanyi bersama sepoi angin. Sunyi, sejuk dan terasa damai. Sepasang kelereng coklat kayu itu memandang dalam langit siang hari berselimutkan awan. Hembusan angin sepoi-sepoi membawa anak rambutnya berayun lembut. Lagi dan lagi, angan-angan itu berhamburan memenuhi benak si pemilik sepasang kelereng.
Menatap dalam seakan akan dia sedang berusaha keras untuk menembus langit dan mengintip apa yang tersembunyi dibalik selimut abu-abu langit siang yang nyaris beranjak menjumpai sang senja. Kilas memori berbagai peristiwa dan kejadian belasan tahun yang lalu berterbangan memenuhi relung hati terdalam. Hampa. Seperti malam tanpa rembulan dan kerlap kerlip bintangnya.
Dia tau pasti bahwa seharusnya dia bukanlah "seseorang" yang sama dengan dirinya pada masa itu. Mungkin, bahkan dirinya sendiri ragu akan pemikirannya tersebut.
...•••••••••••••••••••••...
Aku Khairiyyah, putri bungsu satu-satunya keluarga Rahman, salah satu keluarga yang memiliki finansial cukup mampu di desa tempat ku lahir dan dibesarkan beberapa belas tahun yang lalu.
Dulu, bagi sebagian besar anak baru gede seperti ku dan saudara-saudara ku keluarga itu adalah harta yang sebenarnya. Tak apa hidup pas-pasan makan seadanya dan bersabar dengan pahitnya kehidupan, asalkan ketika pulang ada senyuman seorang ibu yang menyambut juga pelukan ayah yang menguatkan, rasa-rasanya itu semua sepadan dengan seluruh kerja keras anak untuk belajar giat membanggakan keduanya.
Dahulu sesuatu yang paling berharga dan kurindukan tatkala merantau adalah pemandangan langit malam dan siang desa tempat ku tumbuh juga pelukan cinta kasih keluarga. Kurasa nyaris semua anak pada masa itu maupun kini memiliki porsi tersendiri dalam hatinya tenang dua hal tersebut, ya nyaris semuanya. Setidaknya menurut penulis.
Mengingat itu adalah naluri jika disandingkan dengan naluri suci masing-masing anak itu sudah pasti. namun, tidak semua anak memiliki kesempatan dan takdir yang sama untuk bisa merasakan hari-hari tersebut. Banyak faktor yang melatarbelakangi perbedaan masa kecil tersebut namun yang pasti semua anak memiliki hak yang sama namun dengan porsi yang berbeda-beda. Tinggal bagaimana keluarga dan lingkungan tempat seorang anak itu tumbuh mewarnai dan mengarahkannya.
Tentang masa kecilku, hingga kini jejak-jejak kenangan itu masih kuingat lekat masa-masa itu. Masa-masa awal perkembangan teknologi (handphone) yang mulai menjamur di masyarakat Indonesia sesaat setelah era reformasi terjadi pada tahun 2000. Dulu, sebuah hp tebal berukuran mungil nyaris segenggaman tangan itu terasa begitu wah diantara kami. Begitu juga dengan televisi berwarna saat itu, rasanya dulu televisi yang bisa menampilkan hiburan dengan gambar menarik berwarna-warni itu cukup langka di desa kami. Namun kinj, nyaris tiap rumah sudah bisa merasakan berbagai macam bentuk hiburan yang beraneka ragam tanpa perlu repot-repot menggunakan televisi ataupun antena. Namun kesederhanaan dan kesahajaan budaya timur yang masih melekat pada masing-masing masyarakat itulah yang menjadi kenangan berharga.
Karena itu meskipun saat ini berbagai macam fasilitas hiburan sudah terakses mudah di android, namun kegembiraan yang ditinggalkan jauh berbeda dengan masa itu. Contohnya, dulu saat ada pertandingan piala dunia sebuah perkampungan memfasilitasi masyarakat untuk mengikuti jalannya pertandingan dengan mengadakan layar tancap di tempat-tempat strategis di kampung. Baik itu di balai desa, lapangan ataupun rumah warga yang memiliki televisi besar berwarna yang dengan begitu murah hati menjadikan kediamannya sebagai bioskop dadakan versi jaman dulu.
Berbalik jauh dengan saat ini, kini pola sederhana itu secara perlahan seakan mulai tenggelam terseret arus deras globalisasi, melihat begitu tingginya konsumsi publik terhadap gadget dengan pandangan "Semua hiburan dan yang membuat bahagia pasti tersedia didalamnya" begitu juga dengan permainan, baik itu game PlayStation ataupun game-game lainnya yang dengan begitu mudah dapat diakses di pl** sto** gadget masing-masing.
Namun sayangnya, tidak semua orang memperhatikan sisi lain dari perkembangan pesat teknologi juga arus modernisasi. Selain memberikan kemudahan untuk berkomunikasi, mencari hiburan juga informasi, gadget juga berdampak buruk untuk perkembangan emosional, personal dan sosial anak. Meskipun penulis juga yakin tidak semua anak mendapatkan dampak negatif sama besar pada masing-masing anak, itulah sebabnya mengapa pendidikan internal dalam keluarga itu begitu dibutuhkan oleh seorang anak pada tiap tahap tumbuh kembang sang anak.
Karena pada masa ini, seiring dengan berkembangnya teknologi, banyak pula penyakit sosial dan personal yang berkembang pesat ditengah-tengah masyarakat, sehingga dengan adanya pendampingan yang tepat pada tiap fase perkembangan anak, semua dampak negatif yang berdampingan dengan kuatnya arus globalisasi dan modernisasi bisa diminimalisir dengan baik serta anak-anak dapat mengikuti perkembangan zaman tanpa kesenjangan juga tanpa kehilangan jati dirinya sebagai bangsa timur yang memiliki banyak keindahan baik dari segi moral, agama dan budaya.
Kembali angin sepoi-sepoi berhembus pelan mengiri tarian burung-burung yang mengepakkan sayapnya di langit. Yah meskipun tidak benar-benar menyentuh langit secara harfiah, namun tidak mengapa karena yang kuinginkan hanyalah kiasan untuk menyampaikan setiap jalinan rasa yang tertahan oleh frasa. Bagiku kini, waktu dan hari-hari hanyalah hitungan angka yang begitu hampa tanpa ada sedikitpun menyisakan rasa manis di setiap sudut-sudut pergantian nya untuk dibingkai menjadi sebuah kenangan. Hampa iya mendebarkan kadangkala juga iya, bingung itulah yang kurasakan. Bahkan keheningan malam dan kedamaian subuh kini begitu terasa hampa dalam benakku.
Entahlah. Mungkinkah ini hukuman atas semua tipu daya nafsu yang telah ku ikuti. Tipu daya nafsu yang dengan begitu lihai menjerat sedikit demi sedikit kedua kakiku yang rapuh atau mungkin ini bisa juga disebut sebagai sebuah kutukan untuk semua yang aku sembunyikan dan aku kunci rapat-rapat dalam kedalam palung hati ini.
Juga aku masih ingat, mereka yang berada di dekatku seringkali berkata jika aku adalah seseorang yang tidak bisa terbaca dengan jelas sorot matanya. Hanya dengan sepasang manik mata yang terlihat penuh dengan teka-teki, mereka yang tidak benar-benar mengenalku hanya bisa sedikit menyimpulkan jika aku adalah orang yang cukup naif, sepertinya. Walaupun aku sendiri sadar hanya dengan menatap pantulan mataku yang menyorot ke arahku sendiri dari balik kaca ataupun cermin, aku baru bisa tau jika semua bagian diriku nyaris menghilang sepenuhnya sedikit demi sedikit.
Tumbuh remaja dengan image sebagai seorang gadis kecil dengan kepribadian periang dan sedikit pendiam, sedikit banyaknya telah membuat diriku sendiri merasa mati rasa karena harus menjalani hidup sebagai "kotak Pandora" yang hanya akan terus membuat orang-orang yang kucintai berada pada garis abu-abu, antara ingin tetap bersamaku atau dengan penuh kerelaan melepaskan ku.
Dulu, aku memandang hidupku hanya akan berjalan baik dan lancar dengan hanya bertrmankan buku, pena, pensil, membaca, menulis, belajar, tertawa dan tersenyum bersama keluarga juga sejuta mimpi yang sangat-sangat siap untuk aku rajut dan rengkuh pada debut awal ku sebagai seorang ABG di bangku menengah pertama. Namun hanya dengan satu kata 'sesuk' yang tidak ada satupun orang ataupun makhluk bisa menebaknya misteri itu datang dan menenggelamkan semua asa yang ku jaga satu persatu.
Dan kini aku di masa lalu hanyalah sebuah kenangan manis lagi berharga bagi diriku sendiri dimasa ini. Karena sekeras apapun aku berusaha untuk berbalik ke masa-masa itu, semua detakan waktu tidak akan pernah bisa berputar mundur kembali ke masa itu sekedar untuk memberi tahu diriku yang dulu, jika keputusan yang ku ambil pada masa itu adalah keputusan penting yang akan ikut juga mengubah kehidupanku dan kehidupan keluargaku.
Dan inilah aku, Aku Khairiyyah Al-Alawi atau yang sering dipanggil Ria, seseorang dengan sejuta tanya dan rahasia yang tidak mungkin bagi sebuah buku setebal novel untuk melukiskan kisah-kisahnya, sehingga aku hadir sejenak sekedar untuk memberikan pandangan bagi mereka yang datang setelah ku, untuk bisa lebih bijak dalam memilih segala pilihan yang ada di setiap persimpangan perjalanan hidup.
...****************...
Karya ini diadaptasi dari beberapa kisah nyata juga fiktif belaka. Jika ada kesamaan antara nama tokoh juga alurnya dengan cerita lainnya, maka ini adalah ketidak sengajaan. Terimakasih
Selarik cahaya keemasan yang memancar di ufuk barat menembus celah-celah papan dinding salah satu gubuk kecil di sebuah desa P kecamatan A kota S. Samar-samar deburan ombak terdengar cukup nyaring di kawasan desa tersebut. Walaupun jarak yang membentang antara desa dengan pantai terdekat terbentang sejauh beberapa kilometer namun hal itu tidak menjadi pembatas untuk pendengaran warga desa menangkap sayup-sayup suara deburan ombak memecah pantai. Utamanya pada waktu subuh dan di ujung paling kulon desa tersebut, indah sangat indah.
Goresan cat putih awan yang menghiasi kanvas langit yang tadinya biru jernih secara perlahan mulai berubah kuning keemasan sedikit demi sedikit. Dalam buaian pesona langit senja, sepasang manik mata penikmat senja dengan jernih memantulkan larik emas cahayanya kedalam memorinya untuk sekedar diabadikan menjadi sebuah kenangan indah untuk kehidupan dimasa yang akan datang. Kemuning mentari yang nyaris tenggelam di langit ufuk barat tersebut semakin memekat berwarna jingga, sehingga pantulan mega merah yang tadinya samar-samar terlihat kini dengan jelas dapat dinikmati dengan lebih leluasa oleh para penikmat senja yang juga sedang asyik berjalan kaki menuju masjid hanya sekedar untuk mensyukuri semua nikmat dan pemberian Sang Maha Esa.
Namun sayang, kini salah satu penikmat senja itu sudah melupakan pesona langit senja di saat itu hanya karena sebuah rasa dan bayangan yang tidak dapat diraba eksistensinya.
...****************...
Setitik kenangan indah dimasa kecil itu masih membayang di pelupuk mataku dalam kesahajaan malam. Dari kedalaman terdalam palung hati yang mulia membeku keras, tetes-tetes air mata itu selalu bertahan untuk tetap bersembunyi dibalik kegelapan malam hari-hari yang berlalu. Dari yang tadinya hanya satu dua tetesan air mata yang menetes, kini secara perlahan mulai menggenang menganak sungai membasahi wajah kuyuku.
Setitik ingatan itu membawa terbang kembali kebahagiaan kecilku dimasa lalu, meskipun hanya sesaat, hal ini jauh lebih dari sekedar cukup untuk membuat jiwaku sedikit terhibur karena celah-celah dinding ingatanku ternyata masih cukup kuat untuk sekedar bertahan menyimpan potongan-potongan memori kenangan hidup disebuah desa yang cukup terpencil di kota tempat diriku lahir dan dibesarkan.
Secara keseluruhan saat kilas-kilas kenangan tersebut berkumpul, sebuah ingatan utuh mulai menceritakan kembali dalam gelapnya malam beberapa adat kebiasaan desa yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan yang sebagiannya nyaris punah ditelan arus perkembangan teknologi dari masa ke masa. Dulu rasanya selembar kertas bertuliskan angka 5 ribu sudah terasa begitu cukup untuk dibawa berbelanja kesebuah warung, hingga setibanya di rumah beberapa bahan makanan sudah siap sedia untuk diolah menjadi makanan lezat seadanya khas kebiasaan masyarakat setempat.
Juga pada masa itu kegembiraan rasanya bukanlah suatu hal yang begitu mahal serta langka untuk bisa diraih oleh siapapun. Hanya berbekalkan beberapa buah permainan tradisional yang sederhana, ataupun menatap senja maupun langit malam pada hari-hari bulan berada dalam keadaan purnama, rasanya Itu semua sudah begitu cukup untuk dijadikan sebagai sebuah hiburan bagi para warga desa yang memilih untuk tetap setia dengan kesederhanaan dan kesahajaan dengan tetap menjaga nilai-nilai kesopanan yang diturunkan oleh para leluhur.
Dirinya dimasa lalu, dulu hanyalah sosok naif yang begitu buta akan semua kekejaman hidup yang bersembunyi dengan begitu apik dibalik indah gemerlapnya bintang gemintang malam hari. Namun sungguh menyesalkan hatinya saat ini, saat dimana dirinya hanya bisa berandai-andai 'Duh seandainya aku masih bisa seperti ini dan seperti itu..' namun apalah daya, semua roda kehidupan pasti akan tetap terus berputar.
Ya berputar. Roda kehidupan semua manusia pasti akan terus berputar-putar membalik keadaan anak Adam dan hawa, berubah-ubah dari atas kebawah atau dari bawah keatas sesuai dengan nasib hidup yang telah menjadi bagian dalam takdir hidupnya.
Dulu, dirinya tidak pernah memiliki gambaran ataupun khayalan jika suatu saat dirinya akan berada pada titik dimana saat ini dia berdiri. Berdiri ditengah-tengah keheningan dan kehampaan, berjuang dengan penuh asa antara adanya harapan dan ketiadaan nya. Sepi, itulah yang kini aku rasakan sesaat setelah semua proyeksi masa laluku mulai meredup lemah memandangi visi hidup dimasa lalu. Seakan-akan semua visi misi itu kini sedang berbalik tertawa mengejek dan mencemooh ku yang masih tertinggal jauh dari "Kesuksesan".
'Jangan pernah berfikir akan ada setitik cahaya yang melindungi dan menarikmu dari cengkeraman tanganku. Karena sejauh apapun kamu berusaha keras untuk memusnahkan dan menghancurkan ku, aku akan tetap bertahan dan berusaha keras untuk menjeratmu lebih kuat dalam genggaman dan pekukanku' bisik suara lain menggema samar dari balik sisi gelap jiwaku.
Lagi-lagi hanya menangis dan mengepalkan kedua telapak tangan saja yang masih bisa kulakukan untuk menahan semua gejolak amarah yang mulai mengikis pendaran cahaya redup bayangan hidup di masa lalu itu. Jujur.. lagi-lagi kebingungan itu kembali mendera sisi waras jiwaku. Aku ini sebenarnya apa dan siapa, kenapa aku harus berada dalam lingkaran hitam yang menyesakkan ini?
"Tuhaaaan.. apa salah ku.. kenapa aku harus terjebak dan terikat dengan mereka yang bahkan tidak ku kenali keberadaannya..? tolong aku Tuhan.." bisikku lemah menangis pilu ditengah-tengah kegelapan malam rumah ibuku.
"Tuhan.. kadangkala aku berfikir, apakah ini semua adalah kutukan, atau engkau sedang menghukum ku karena semua kelancangan yang kulakukan tanpa tahu jera terhadap semua peringatan yang engkau turunkan untuk menyadarkan ku?" Lanjutku mrintih dalam tangis yang menyayat hati ditengah-tengah kesunyian dan lelapnya malam.
Tadi sore sehabis ashar aku masih bisa asyik menatap dalam hamparan langit sore yang beranjak pergi meninggalkan mega merah untuk bersembunyi dibalik selimut kegelapan. Bayang-bayang kumandang adzan Maghrib di desa di masa itu yang mulai menyeru umat untuk bersegera memenuhi panggilan Tuhan dan mengadukan keluh kesahnya kembali bergelayutan dalam benakku. Juga titik-titik sinar putih yang tadinya jarang-jarang muncul, secara perlahan juga mulai bermunculan menjamur di kegelapan malam. Seakan-akan membisikkan jika malam kini sudah datang secara perlahan. Riuh rendah suara anak-anak kecil yang berlarian menuju masjid untuk shalat Maghrib juga mengaji mulai berhamburan memenuhi jalan setapak desa menuju masjid ataupun musholla terdekat yang ada.
Tidak hanya masjid saja yang ramai dengan kidung-kidung pujian anak-anak dan orang tua dalam menanti para jama'ah Maghrib, disebuah rumah dari salah satu rumah-rumah yang ada di barisan kanan jalan setapak desa juga begitu riuh akan perdebatan sepasang adik kakak yang begitu asyik bersenda gurau seusai shalat Maghrib sekedar untuk mengisi waktu mereka dalam menunggu sang ayah untuk mengajar mereka mengaji.
Sekalipun kediaman mereka berdekatan dengan musholla namun sang ayah tetap memilih mengajarkan ilmu Iqra' sebagai dasar untuk membaca Al-Qur'an secara langsung, baru setelah anak-anaknya lancar mengaji dan menuntaskan Iqra' mereka aman dilepas untuk mengaji di masjid dengan imam masjid. Baik itu anak lelaki maupun perempuan tidak ada perbedaan dalam mengenalkan mereka dengan agama mereka, ataupun dalam pendidikan mereka.
Hanya sedikit yang dapat "seseorang" itu susun dalam kepingan ingatannya pada masa menggembirakan tersebut. Yang mana masa itu adalah masa penuh keceriaan dan apa adanya hidup tanpa ada satupun topeng yang mengelabui. Yah setidaknya itulah yang dirasakan oleh seorang gadis kecil yang mulai memasuki usia taman kanak-kanak. Polos dan suci. Namun siapa sangka jika dibalik sosoknya yang begitu ceria nantinya akan berubah 180 derajat menjadi sosok lain yang sangat jauh dari ekspektasinya sendiri.
"Mas.. Ria ngajinya udah sampai sini" ujar seorang anak kecil yang menyebut dirinya dengan Ria dengan sedikit pamer. Sedangkan sosok "mas" yang menjadi teman bicaranya tidak merespon cuitan nya kecuali hanya dengan melirik apa yang ditunjuk oleh sang adik seraya tetap melanjutkan kegiatannya yang sempat terhenti karena celotehan sang adik. Yah 'nderes' sudah seperti menjadi kewajiban bagi semua orang yang ingin belajar membaca Al-Qur'an dengan harapan supaya bacaan Iqra'nya semakin lancar karena sering kali diulang-ulang.
Tap tap tap. Suara derap langkah yang mulai menyambangi kedua anak tersebut secara perlahan mulai membuat suasana yang tadinya agak sedikit gaduh menjadi hening sejenak sebelum akhirnya sang ayah mendudukkan diri di tengah-tengah kedua anaknya seraya meminta si kecil untuk langsung mulai membaca ta'awudz sebelum mengaji. Dengan sedikit berdebar dan ketakutan gadis kecil itu mulai mengikuti instruksi sang ayah dengan gugup seraya membisikkan kepada dirinya sendiri kata-kata ajaibnya 'jangan takut kamu pasti bisa'.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!