NovelToon NovelToon

Aku Tulang Rusuk Bukan Tulang Punggung, Mas

Hidup Merantau

Aku dan suamiku tinggal di rantau dan kami memiliki seorang anak perempuan waktu itu baru berumur empat bulan, pada saat kami datang merantau.

Baru tinggal dua bulan di rantau, kondisi genting yakni adanya virus covid sembilan belas. Dimana kami tinggal di Depok, dekat dengan dua orang yang terjangkit virus tersebut. Yakni dua wanita ibu dan anak, mereka penari.

Dengan adanya pandemi yang semakin hari semakin bertambah banyak saja yang terjangkit. Membuat suami sesekali di liburkan dari pekerjaannya.

Gaji suami per minggu tidak cukup untuk kebutuhan satu minggu, dan yang sering belum sampai satu minggu sudah habis. Kerap kali suamiku menyalahkan aku, dengan mengatakan aku tak bisa mengatur uang dengan baik.

"Bun, seharusnya kamu itu berhemat sedikit apa nggak bisa? masa iya gajiku belum sampai satu minggu sudah habis. Beli yang perlu saja, yang nggak perlu nggak usah di beli. Aku malu setiap Minggu pasti kasbon bos."

"Astaga, ayah! jika tak bisa menafkahi anak istri seharusnya tak usah mengajak merantau. Sudah tahu hidup di rantau apa-apa mahal. Apa lagi di tengah pandemi seperti ini! jika terus menyalahkan bunda, sebaiknya ayah atur sendiri gaji ayah sana!"

Begitulah kehidupan suami istri ini, hampir setiap hari yang di ributkan uang dan uang saja. Suami tidak pernah mau mengerti jika biaya hidup itu mahal.

Istri juga selalu ngalah, ia lebih suka makan seadanya saja. Jika tidak ada sayur sama sekali, istri lebih suka makan hanya dengan nasi dan kecap.

Istri selalu memutar otaknya, ia ingin membantu suaminya. Tetapi ia sendiri bingung karena punya baby umur enam bulan. Dan nggak mungkin di tinggal kerja.

Istri sering menangis, karena asupan ASI sedikit. Wajar saja hal itu terjadi karena apa yang di konsumsi istri seadanya saja. Ibarat ingin makan ayam goreng pun hanya di dalam mimpi.

Tetapi istri masih bisa bersyukur, karena para tetangga perhatian. Di tengah pandemi, ada yang memberi beras satu karung, ada yang memberi mie instan, telor, gula, minyak, dan susu kaleng.

Istri sengaja irit jika makan mie instan satu bungkus untuk berdua, dan juga makan telor satu biji di bagi dua dengan suami.

Karena hidup di masa pandemi membuat semua serba susah dan bagai buah simalakama.

Mau pulang kampung khawatir dengan adanya pandemi. Bertahan di rantau sangat susah.

Beberapa kali istri mempunyai usaha jual beli on line sistim COD. Tetapi beberapa kali, pembeli tidak konsekuen. Barang sudah sampai tidak di terima hingga istri harus ganti rugi ongkos kirim dua kali lipat ke pihak toko.

Bahkan ongkos yang harus di ganti tidaklah sedikit, melainkan sampai ratusan ribu karena jarak kirim di luar pulau Jawa. Hingga bukan Untung maksh buntung. Dan ini membuat keributan kembali di dalam rumah tangga mereka.

"Cari usaha itu yang benar apa nggak bisa? kalau yang beli wilayah jauh hingga Kalimantan, Sumatra tak usah kamu layani. Yang ada kamu rugi seperti ini kan? terus aku juga ikut rugi kan? gajiku berkurang untuk bayar kerugian tersebut," oceh sang suami.

"Ayah, semua usaha pasti ada saja hambatannya dan tidak selalu mulus. Apa kamu lupa, jualan on line aku juga tidak merugi terus bukan? beberapa kali juga untung. Anggap saja kita sedang sial," ucap istri.

"Seenaknya saja kamu anggap enteng permasalahan ini. Sudahlah, tak usah lagi kamu berjualan on line jika merugi seperti ini!"

Hingga pada akhirnya, istri pun menurut. Dia tidak berjualan on line sama sekali.

*********

Kehidupan begitu sulit, hingga tak terasa anak sudah berumur satu tahun.

Kondisi pekerjaan suami sudah normal kembali. Kerjanya sudah full satu Minggu. Tetapi uang yang diberikan ke istri tidak semua dari gajinya, dengan alasan di sisihkan untuk kelak sekolah anak.

Sampai istri selalu saja ngutang di warung sembako dan warung sayuran mentah. Dan selalu mengesampingkan gengsinya.

"Mba, maaf ya. Uangku kurang, biasa ya aku kasbon dan jika suami sudah gajian hari Sabtu sore atau Minggu pagi aku bayar."

Dengan wajah cemberut, sang pemilik warung sembako berkata," hem ya sudah nggak apa-apa. Mau bagaimana lagi?"

"Terima kasih ya, mba. Sekali lagi aku minta maaf karena setiap Minggu pasti selalu ngutang."

Setelah itu sang istri beralih ke tukang sayur mayur. Tapi untungnya pedagang sayur mayur ini, orangnya ramah tamah dan tak pernah mempermasalahkan jika si istri ngutang.

Apa lagi sejak kondisi sudah lebih membaik, walaupun covid masih ada. Para tetangga sudah tak lagi memberi sembako. Hingga istri harus atur uang sedemikian rupa.

"Bun, belanja kok lama banget sih? mesti ngerumpi dulu ya?" tegur suaminya.

"Ayah, jarak kontrakan ke warung itu tiga puluh menit perjalanan dengan berjalan kaki. Begitu saja kok di buat masalah sih? lagi pula anak kan diam."

Selalu saja apa-apa di permasalahkan. Jika hati libur kerja, suami lebih suka tidur seharian suntuk. Tanpa memikirkan repotnya sang istri. Harus mengurus rumah dan baby.

Bahkan jika cuma sakit kepala saja, enggan untuk berangkat kerja. Tetapi istri sesakit apapun, ia tetap mengurus suami. Pernah satu kali, istri sakit benar-benar sakit. Hingga untuk bangun pun, ia tak bisa karena punggung sakit sekali.

Istri ingin istirahat tidur sejenak, ia meminta tolong pada suami untuk jaga anak paling nggak tuga puluh menit saja.

Suami bukannya jaga anak, malah ikut tidur nyenyak. Istri menangis sembari berusaha bangkit dari pembaringan untuk menenangkan anaknya yang menangis.

"Astaga, mau sampai kapan suamiku seperti ini? bersikap egois sekali dan sana sekali tidak ada belas kasihannya sama diriku."

"Semoga Yang Kuasa selalu memberiku kekuatan dan ketegaran dalam menghadapi sikap suamiku yang benar-benar tak bisa di ajak bekerja sama."

Terus saja sang istri berdua di dalam hatinya, sembari sesekali meringis menahan punggung yang sakit dan mengendong si kecil supaya tidak rewel lagi.

Istri malas jika harus menegur suaminya, karena bukannya berubah yang ada malah semakin menjadi. Ia hanya bisa diam saja melihat tingkah suaminya itu.

Setiap istri sakit, pasti tak pernah ia bisa beristirahat barang sejenak. Ibaratnya ia sesakit apapun, ia harus dibuat sehat. Demi mengurus rumah, suami, dan anak.

Kesedihannya tidak pernah ia tunjukkan pada para tetangga ataupun orang tuanya yang ada di kampung.

Setiap kali orang tuanya yang ada di kampung menghubungi dirinya lewat panggilan telepon, ia selalu saja mengatakan jika dirinya selalu sehat dan baik-baik saja. Tidak pernah ada masalah sama sekali selama hidup di rantau. Hal itu di lakukannya supaya keluarga yang di kampung, tidak banyak pikiran.

Mengandalkan

Tak terasa anak sudah berumur dua tahun, tapi kehidupan sepasang suami istri ini masih saja sulit, bahkan tidak bisa menabung sama sekali.

Walaupun suami mengatakan dirinya selalu menabung kala satu tahun yang lalu. Tetapi setiap istri bertanya tentang jumlah tabungan yang ia kumpulkan sudah mencapai berapa, yang ada pasti bukan suatu jawaban tapi hanyalah kemarahan saja.

"Ayah, nggak terasa putri kita sudah berumur dua tahun ya? aku sudah lama nggak pulang kampung, bagaimana kalau kita pulang kampung? toh kondisi sudah lumayan tidak gawat seperti waktu itu, jadi aku bisa pulang kampung," ucap sang istri kala sore hari.

Tetapi jawaban dari suami justru membuat sang istri sedih," pulang kan harus pakai duit, lah kita bisa makan saja itu sudah untung."

Sang istri semakin tak mengerti kenapa bisa suaminya mengatakan hal seperti itu, padahal yang ia tahu suami punya tabungan," loh setahun lalu kamu mengatakan setiap Minggu menyisihkan uang untuk menabung. Apa salahnya jika kita pakai sedikit saja untuk biaya transportasi ke kampungku?"

Sang suami menjadi naik pitam pada saat mendengar istrinya berkata seperti itu," tabungan dari Hongkong? apa kamu sudah amnesia, jika setiap hari rabu atau kamis selalu minta uang lagi dengan alasan uang sudah habis? itu yang aku kasih kan uang untuk tabungan!"

Padahal sang istri tidak meminta setiap minggunya, hanya sesekali saja. Istri lebih suka berhutang di warung karena setiap minta uang lagi, suami marah besar. Kembali lagi istri yang di salahkan. Hingga ia pun mengurungkan dirinya untuk meminta pulang kampung, walaupun sebenarnya ia sudah ingin sekali kembali ke kampung halaman.

Selama tinggal di rantau di sebuah kontrakan yang hanya satu petak saja. Istri tidak pernah keluyuran kemana-mana, apa lagi waktu itu di terpa pandemi. Hingga ia lebih suka berdiam diri di dalam kontrakan sempit saja.

Untuk mengisi waktu luang di saat si anak tidur siang, sang istri mulai berpikir mencari kesibukan apa. Hingga ia menemukan suatu aplikasi menulis di sebuah ponselnya.

"Wah aku baru tahu jika di ponsel ada istilah novel on line. Yang aku tahu novel hanya bisa di sewa saja. Kebetulan sekali, aku kan dulu pada saat sekolah suka sekali baca novel. Hem, dari pada suntuk mending aku baca-baca novel saja dech."

Sang istri menemukan satu aplikasi on line khusus untuk novel. Ia awalnya tertarik dengan aplikasi ini pada saat tak sengaja melihatnta melintas di beranda akun sosial medianya.

Dan ia tertarik hingga pada akhirnya menginstal satu aplikasi ini. Awalnya ia hanya tahu membsca saja, tetapi lambat laun ia tahu jika aplikasi ini bisa juga untuk menulis sebuah novel on line.

Dengan perlahan tapi pasti, ia menulis sebuah cerita yang ada di otaknya. Karangan indahnya tentang sekarang gadis miskin yang bertemu dengan seorang jodoh pria kaya raya yang awalnya mereka saling benci dan pada akhirnya jatuh cinta.

Setelah beberapa hari ia menulis dan mendapatkan beberapa ribu kata, ia iseng ingin mengajukan kontrak untuk novel pertamanya. Dan alhasil, novelnya pun di terima kontrak.

Satu bulan kemudian, istri mendapatkan hasil dari menulis. Tetapi hasil ini belum begitu banyak, karena pembaca baru sedikit. Sempat istri patah semangat, tetapi ia tak lantas mundur.

Satu aplikasi baru ia rambah, dan ia pun menulis di sana juga. Tetapi waktu itu istri sempat putus asa karena aturannya begitu ruwet. Puebi harus benar, typo tidak boleh ada dan kata-kata juga harus begitu menarik.

Sementara istri tidak pernah bersekolah di bidang sastra. Ia hanya autodidak dalam menulis saja. Karena hobby membacanya yang membuat dirinya ingin bisa menulis juga.

Karena dukungan dan arahan dari salah satu recommendernya. Akhirnya pengajuan novel istri di platform berbayar ini berhasil.

Istri begitu senang, apa lagi platform ini berbayar dengan memakai dolar. Satu bulan mendapatkan uang empat juta rupiah jika di rupiahkan.

Dan pada saat bulan ke dua ia mendapatkan tiga juta rupiah, dan pada saat bulan ketiga ia mendapatkan dua belas juta rupiah. Selama tiga bulan dia menulis di platform ini mendapatkan ada dua puluh juta.

Awalnya istri tidak akan bicara pada suami, tapi ia merasa itu tidak etis. Hingga ia cerita jika dirinya kini mempunyai uang dua puluh juta rupiah dari hasil menulis.

"Serius, bun? kamu tidak bercanda bukan? setahu ayah kamu hanya mainan ponsel saja, ternyata kamu mencari uang?"

Untuk meyakinkan suaminya, istri menunjukkan M-bankingnya dan hal ini membuat sang suami terperangah. Tetapi ia masih tidak percaya juga dan mengajaknya ke bank untuk mengecek kebenarannya.

Setelah tahu jika memang saat ini istri benar-benar mempunyai saldo rekening yang cukup banyak. Suami sudah tidak marah-marah lagi, tetapi sudah baik dan manis pada istri.

"Bun, ternyata kamu ini jenius pintar ya? kamu bilang menulis novel di dua platfrom? lantas mana hasil menulis kamu dari platform berbayar satunya?" tanya suami.

Istri memang awalnya menulis di platform yang berbayar rupiah, tetapi untuk sejenak berhenti karena banyak yang baca terapi belum begitu banyak sekali. Hingga hasil belum banyak.

Namun pada bulan berikutnya, istri melanjutkan lagi menulis di platform yang pertama, ia memberanikan diri untuk ikut perlombaan dengan tema berbagi cinta.

Dan sejak saat itu barulah istri mendapatkan uang dari platform berbayar yang pertama.

Suami bertambah senang, tetapi ia bukannya lebih semangat dalam bekerja tetapi malas-malasan. Ia malah sering kali minta uang ke istri untuk ini dan itu

Bukan hanya sekali dua kali ia meminta uang, bahkan berkali-kali.

"Bun, kamu kan punya uang ya. Bayar gih kontrakannya. Dan sesekali masak yang enak-enak. Dari awal kita kontrak, kamu nggak pernah masak enak buatku."

Istri menuruti kemauan suaminya. Tetapi lambat laun suami melonjak dan bahkan semakin ketergantungan padanya. Jika diminta jatah mingguan paling istri hanya gigit jari saja.

"Ayah, sudah beberapa minggu kamu nggak pernah loh kasih jatah mingguan? kenapa malah seolah lari dari tanggung jawab?"

Perkataan istri membuat suami naik pitam," kamu kan punya uang! katanya kamu menulis itu untuk bantu ekonomi suami, lantas setelah menghasilkan kenapa pelit? seolah uangmu uangmu dan uangku uangmu, kamu kok jadi serakah!"

Mendengar apa yang dikatakan oleh suaminya, istri pun menjelaskan. Jika uang yang ia hasilkan jika terus menerus di pakai akan habis. Istri ingin sekali punya usaha dan uang ingin di tabung untuk modal usaha di kampung. Tetapi Suami tak mau tak dengan penjelasan dari istrinya.

Mementingkan Teman

Sejak saat itu, suami malah mengandalkan istrinya. Tetapi jika ada seorang teman yang datang bermain, pasti suami mengajak makan enak dan lain sebagainya. Sendiri tidak merokok, tetapi rela membelikan rokok untuk temannya.

Istri merasa kesal sekali, ia pun memutuskan untuk menegurnya lagi," ayah, bunda nggak suka jika ayah loyal terhadap teman-teman ayah. Bisa di hitung, jika empat orang yang datang lantas ayah belikan makanan enak dan masing-masing rokok satu bungkus. Habislah, gaji ayah satu Minggu."

"Bun, ini kan nggak setiap hari. Mereka teman baik ayah dari saat masih duduk di bangku SLTP. Apa salahnya berbagi sih, kamu nggak usah perhitungan seperti itu! toh aku pakai uangku sendiri, bukan uangmu. Mentang-mentang kamu sudah pintar cari yang sendiri, jadi sombong dan berani pada suami!" bentak sang suami.

Istri menarik napas panjang, ia berusaha menjelaskan pada suaminya jika ingin berbagi itu lihat situasi dan kondisi. Apa lagi selama ini jika untuk kebutuhan sehari-hari pelit, tetapi untuk kebutuhan teman-temannya gampang sekali.

Tetap saja suami tidak peduli dengan apa yang di katakan oleh istrinya. Ia terus saja masa bodoh dengan segala kebutuhan rumah tangganya. Kini ia bekerja, uangnya sama sekali tidak diberikan pada istrinya. Tetapi untuk kesenangan sendiri.

Hingga pada suatu hari, dari kampung memberi kabar, jika anda salah satu saudara dekat akan hajatan. Dan meminta sang istri untuk pulang. Mau tidak mau, suami mengizinkan bahkan dia juga ikut pulang ke kampung istri.

Istri sangat menjaga nama baik suaminya, ia tak pernah mengatakan hal buruk pada orang tuanya tentang apa yang di lakukan oleh suaminya selama ada di rantau terhadapnya. Bahkan ia mengatakan jika hidupnya selalu bahagia, walaupun sebenarnya jauh dari kata bahagia.

Beberapa hari setelah acara hajatan selesai, istri enggan pulang ke rantau lagi. Apa lagi orang tuanya juga masih sangat rindu dengan cucu.

Dimana pada saat pergi dari kampung masih sangat kecil yakni baru berusia empat bulan. Kini cucu sudah berumur dua tahun.

Hingga terpaksa, suami pulang ke rantau seorang diri. Kini mereka jalani hubungan long distance, atau hubungan jarak jauh. Suami berjanji di hadapan kedua mertuanya, bahwa ia akan kirim uang setiap minggunya untuk keperluan istri dan anaknya.

Selepas kepergian suaminya kembali ke kota Depok. Ayahnya selalu saja memuji sang menantu.

"Suamimu benar-benar tanggung jawab ya? ayah bangga dan bahagia kamu tidak salah dalam memilih pasangan. Semoga kehidupan kalian langgeng selamanya,' ucap sang ayah.

Anak hanya mengucap kata amin, walaupun di dalam hatinya penuh dengan gerutuan.

"Baik, itu hanya pencitraan di depan ayah dan ibu. Aku nggak tahu apakah kelak suamiku akan menepati janjinya dengan transfer setiap bulannya untuk kebutuhanku dan anak? ataukah akan bertindak seperti pada saat ada di Depok bersama, intinya hanya Allah yang tahu sifatnya," batinnya terus saja mengerutu.

Awal tinggal di kampung, suami kirim yah walaupun cuma satu Minggu tiga ratus ribu. Tetapi sang istri masih bisa bersyukur karena, suami masih ada itikad baik dan tanggung jawab. Walaupun uang tiga ratus ribu untuk satu Minggu itu tidaklah cukup.

Beberapa bulan kemudian, satu Minggu hanya kirim dua kali saja. Alasan untuk bayar kontrakan. Padahal istri tahu, jika kontrakan, suami tidak bayar sepenuhnya. Ia hanya bayar separuh saja, dan separuhnya di bayar oleh Bos dimana saat ini suaminya bekerja.

Pada saat suami menghubungi lewat panggilan telepon. Istri pun memberanikan diri mengatakan keluh kesahnya.

"Ayah, kenapa kok sekarang kirimnya jarang? padahal seminggu cuma tiga ratus ribu itu juga nggak cukup. Malah kini sebulan cuma enam ratus ribu? lantas sisa gaji ayah kemana?"

"Bukankah aku sudah sering katakan Jika tempat kerjaku sedang sepi pabriknya. Jadi garapan di pabrik nggak banyak. Gaji juga sedikit, marih untung aku kirim. Kamu pikir aku di sini hidup enak? aku makan seadanya saja. Aku belain kirim untukmu!"

Di dalam percakapan telpon suami terus saja berkilah dan membela diri jika gajinya sekarang nggak seperti dulu lagi. Istri pun berusaha positif tinking, walaupun kerap kali di dalam hatinya kurang percaya dengan apa yang dikatakan oleh, suaminya.

Dia pun kini tak mengandalkan suaminya sama sekali. Dia fokus dengan kerjanya sebagai seorang penulis. Bahkan ia rela tiap malam lembur dini hari dari jam satu malam hingga jam empat pagi.

Dia ingin mendapatkan gaji yang lumayan besar dari menulis novel. Di samping untuk kebutuhan sendiri, juga untuk kebutuhan ibunya. Ia ingin sekali bantu ekonomi orang tuanya.

Karena kebetulan kondisi ekonomi kurang mampu. Sang ayah hanya butuh bangunan, dan sang ibu seorang pedagang. Ibunya setiap hari membuat tiga macam jenis kue basah untuk di jual di pasar. Karena kebetulan, rumah dekat dengan pasar besar.

Satu platfrom untuk menulis sedang ada kendala. Yakni yang menghasilkan dolar. Karena tiba-tiba peraturan lama berubah dengan peraturan baru. Hingga ia terpaksa berhenti menulis di sana, karena hanya memakan waktu saja. Selama empat bulan di sana hanya dapat dua juta saja.

Berbeda pada saat platform masih dengan aturan lama. Selama tiga bulan bisa mendapatkan uang dua puluh juta rupiah.

"Sayang sekali, gaji dari aku menulis harus terkuras habis untuk kebutuhan sehari-hari. Coba saja, suamiku bisa untuk bekerja sama. Pasti pendapatan aku bisa digunakan untuk tabungan anak sekolah."

"Nggak apa-apa dech, yang terpenting saat ini aku san anakku selalu di beri kesehatan. Dan aku bisa sedikit membantu ekonomi ibu. Nggak tega juga, ibu punya angsuran dua bank,

sementara ia hanya berjuang sendiri. Belum untuk kebutuhan sehari-hari. Aku masih bisa bersyukur, walaupun suamiku seperti itu. Setidaknya aku masih diberi jalan sama Yang Kuasa, lewat menulis novel."

Istri terus saja berjuang dan berjuang demi kehidupan sendiri dan anak serta untuk membantu ibunya.

Tetapi selagi ia bersemangat menulis, satu platfrom yang ia tekuni kini juga sedang alami kendala. Dimana poinst menulis yang ia kumpulkan dengan susah payah, tiba-tiba berkurang.

Setiap harinya terus saja berkurang dan berkurang, istri mulai resah. Apakah pengurangan poinst ini akan mempengaruhi level lencana nya yang sudah lumayan tinggi.

Istri berpikir semakin berpikir, hingga sesak napasnya kambuh. Dadanya sakit selama beberapa hari. Ia pun menghubungi suaminya, dan menceritakan keluh kesahnya.

Istri meminta supaya suami tidak lagi mengandalkan dirinya. Karena kondisinya menulis sedang kacau. Tetapi malah suami menganjurkan supaya istri jangan boros dan harus lebih irit. Hal ini sangat menyakiti hati istri.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!