Kania Indira, gadis cantik yang sudah satu tahun lulus dari pendidikan menengah atas. Namun belum juga mendapatkan pekerjaan. Karena selama ini, Kania membantu ibunya berjualan kue keliling. Kania hanya hidup berdua bersama ibunya. Sedang ayahnya sudah satu tahun yang lalu meninggal dunia karena penyakit jantungnya. Hidup yang pas-pasan, ditambah membiayai pengobatan ayahnya dulu, membuat ibunya terpaksa meminjam uang kepada rentenir. Hingga saat ini, uang yang mereka pinjam menjadi semakin besar.
Beruntungnya, sahabat sekaligus tetangga dekatnya, Dini, menawarkan pekerjaan sebagai cleaning service di tempat Dini bekerja. Kebetulan di perusahaan tersebut sedang membutuhkan tenaga cleaning service untuk satu orang. Jadi Dini merekomendasikan Kania kepada atasannya. Dan ternyata, atasannya menerima Kania setelah melihat CV yang dikirim oleh Kania. Dini sendiri bekerja sebagai office girl di perusahaan itu.
"Gimana pekerjaan loe? Ada kendala gak?" tanya Dini pada Kania yang sudah masuk ke pantry untuk minum.
"Aman kok, Din! Pekerjaannya biasa aku lakukan juga. Kamu sendiri gimana?" balas Kania dengan santai.
"Tuh, masih nunggu air mendidih! Di sini airnya harus direbus dulu. Perintah dari pimpinan. Jadi ya gini!" jawab Dini enteng.
"Kamu selalu aja pakek kata loe gue!" ujar Kania protes kepada sahabatnya.
"Kita kan hidup di kota besar, Nia! Jadi sah-sah aja kalau kita ngikutin gaya bicara orang kota. Biar dikata gaul." jawab Dini santai sambil ngemil roti yang ia beli. Kania hanya mencebik dan menggelengkan kepalanya.
"Loe pasti belum sarapan, kan? Nih roti buat loe! Sengaja gue beli lebih tadi. Lumayan lah buat ganjel perut sementara." lanjut Dini menyodorkan roti kepada Kania. Kania pun menerima roti tersebut. Karena ia juga belum sempat sarapan.
"Makasih banyak ya, Din! Tau aja kalau aku belum sarapan. Oh ya, makasih juga, berkat kamu, aku bisa kerja di perusahaan sebesar ini sekarang." ucap Kania terharu sambil mengunyah rotinya.
"Santai aja kali, Nia! Gue seneng kok bantu loe, kan kita jadi bisa kerja bareng." balas Dini tersenyum.
"Kamu emang sahabatku yang terbaik!" ujar Kania terharu dan memeluk Dini dengan erat.
"Sahabat sih sahabat, Nia. Tapi gak gini juga! Gue kecekek gak bisa nafas." canda Dini menggoda sahabatnya. Dan pura-pura batuk.
"Maaf, maaf, maaf! Aku gak tau, Din! Maafin aku ya! Aku terlalu terharu." ucap Kania sedih dan merasa bersalah melihat sahabatnya kesakitan karena ulahnya.
"Hehehehe... Gue becanda kali. Udah habisin roti loe dulu. Nanti kalau pekerjaan loe udah selesai, kita makan di kantin." ujar Dini terkekeh melihat Kania sedih dengan wajah imutnya. Dini yang perempuan saja merasa gemas dengan wajah Kania, apalagi laki-laki. Klepek-klepek pasti.
Saat ini mereka tengah beristirahat bersama dua orang lainnya di ruangan pantry. Satu divisi, diisi petugas cleaning service dan satu office boy/girl. Kebetulan mereka ditugaskan divisi yang sama. Sambil menunggu para karyawan datang, Kania dan Dini mengisi perut mereka dengan roti yang Dini beli di jalan.
"Habis ini, loe ikut gue ya! Kita ke ruangan nganterin minuman buat para karyawan. Tugas loe udah selesai semua, kan?" ujar Dini yang sudah menghabiskan roti dan kopinya.
"Untuk sementara udah selesai sih! Paling nunggu perintah aja dari Bu Reni." jawab Kania.
"Ok. Gak lama, kok!" sahut Dini.
"O ya, biasanya mereka minum apa?" tanya Kania lagi.
"Beda-beda sih. Ada yang kopi hitam, teh, ada juga kopi racikan. Bergantung mood mereka. Gue cuma buatin aja." jawab Dini santai.
"Oh." balas Kania mengangguk.
Jam masuk kantor pun tiba. Para karyawan sudah memasuki kubikel masing-masing. Dini sibuk membuat minuman, sedang Kania hanya memperhatikan sembari menunggu perintah dari Bu Reni selanjutnya.
"Yuk!" ajak Dini pada Kania yang sedang duduk di meja pantry. Dini mendorong meja roda berisi minuman untuk karyawan. Kania hanya mengangguk.
"Selamat pagi!" sapa Dini yang senantiasa memberi salam setelah masuk ruangan kepada karyawan di ruangan tersebut. Lalu memberikan satu per satu minuman yang biasa diminum oleh setiap karyawannya.
Kania mengikuti dari belakang sambil membantu mendorong meja roda dan memperhatikan Dini. Sesekali Kania memperhatikan satu per satu meja karyawan yang sudah diberi minuman.
"Office girl baru ya, Din? Kenalin dong, Din!" ujar Rangga setelah menerima secangkir kopi dari Dini dan menatap Kania yang ada di belakang Dini.
Dini memutar bola malas menanggapi ucapan Rangga. Salah satu karyawan yang terkenal suka tebar pesona. Tampangnya memang pas-pasan. Tapi tingkat percaya dirinya tinggi. Apalagi melihat gadis cantik seperti Kania. Makin tebar pesona.
"Iya, Pak Rangga. Baru hari ini kerjanya." ucap Dini malas mengiyakan saja dan segera beralih ke meja sampingnya lagi.
"Hai, aku Rangga! Cowok paling tampan dan baik di ruangan ini! Nama kamu siapa? Cantik banget sih! Mau jadi pacar aku gak?" ujar Rangga mengulurkan tangannya kepada Kania. Kania yang melihatnya hanya menatap bingung.
"Si Winda mau dikemanain, Pak? Udah deh, Pak! Setia sama satu perempuan. Yang ini udah punya pacar. Jangan diganggu!" ucap Dini menimpali perkataan Rangga dengan sewot. Winda adalah gadis yang bekerja sebagai pelayan di kafe seberang perusahaan, yang dipacari Rangga selama satu bulan ini.
"Baru pacar juga, Din! Belum suami. Yang udah menikah aja bisa selingkuh. Apalagi baru pacaran!" balas Rangga kekeh yang ingin berkenalan dengan Kania.
"Wajah pas-pasan gak usah nyeleneh selingkuh segala, Pak! Inget peraturan kantor, Pak! Udah ah, kasian yang lain udah pada nunggu! Permisi!" balas Dini dengan cepat dan langsung menarik tangan Kania.
Kania yang mendengar perdebatan mereka hanya menatap bingung. Sedangkan karyawan lain sudah biasa mendengar perdebatan Dini dan Rangga. Meski beberapa karyawan laki-laki lain yang masih single menatap kagum dan penasaran pada sosok Kania.
"Kan cuma kenalan aja, Din! Kamu mah gak asyik!" Rangga mencebik mendengar penuturan Dini yang mengingatkan peraturan kantor. Dini hanya mengabaikan ucapan Rangga dan terus menarik tangan Kania.
Di perusahaan ini ditetapkan peraturan tidak boleh ada hubungan antara karyawannya. Jika ada yang ketahuan menjalin hubungan, entah pacaran atau menikah, maka salah satunya harus siap meninggalkan kantor ini saat itu juga. Tidak ada toleransi sama sekali. Itulah peraturan yang ditetapkan sang pemilik sekaligus pemimpin perusahaan.
Dan jika sampai dipecat dari kantor ini, apalagi dengan tidak terhormat, maka juga akan kehilangan kesempatan bekerja di perusahaan lainnya.
Kania dan Dini pun keluar dari ruangan menuju pantry mereka, sambil berbincang mengenai peraturan kantor yang belum diketahui Kania.
"Emang ada peraturan apa yang belum aku tau, Din?" tanya Kania penasaran.
"Oh iya, sampai lupa gue! Itu, peraturan gak boleh ada yang pacaran atau menikah sesama karyawan. Meskipun itu pekerja seperti kita. Makanya loe harus hati-hati sama karyawan cowok yang deketin loe di sini. Jangan pernah mau digombalin mereka. Bisa-bisa kerjaan loe yang harus jadi taruhannya." jelas Dini lugas.
"Bagus dong, Din! Kan jadi mereka fokus kerja, bukan pacaran." ucap Kania menanggapi dengan santai.
"Iya, bagus. Karena loe gak pernah pacaran sih! Loe kan tau, Nia! Kalau ada cowok yang gue suka di kantor ini! Ya, meski itu mustahil sih, buat gue dapetin!" balas Dini sambil mengingat lelaki yang ia sukai.
"Kan udah ada Bang Zenal, Din! Dia cinta berat lho sama kamu!" goda Kania.
"Idih, ogah gue! Mit amit gue ama dia. Jauh-jauh deh! Mending gue jomblo seumur hidup." balas Dini bergidik membayangkan Bang Zenal.
Kania terkekeh mendengar ucapan sahabatnya.
"Jangan terlalu benci! Awas lho entar kamu malah cinta sama dia!" Kania menimpali terus menggoda sahabatnya.
"Jangan sampai ya, Nia! Iiihhh! Udah ah, gak usah bahas tuh makhluk jadi-jadian! Merinding gue! Mending kita ke kantin, jadi laper perut gue!" ucap Dini mengedikkan bahunya merinding. Kania terbahak mendengar ucapan sahabatnya.
Saat mereka hendak menuju lift menuju kantin di lantai bawah, tetiba Bu Reni memanggil Kania dan Dini. Mereka yang mendengarnya langsung menghampiri sang atasan.
*
*
HAI HAI HAI
INI KARYA NOVEL AKU YANG KEDUA DI NOVELTOON.
SEMOGA SUKA YA SAMA CERITANYA
MOHON DUKUNGANNYA GUYS
JANGAN LUPA LIKE DAN KOMENNYA.
SELAMAT MEMBACA
TERIMAKASIH
"Ya ginilah, Nia! Pesuruh seperti kita! Mau sarapan aja, mesti ditunda karna kerjaan. Gak tau apa, cacing perut udah pada demo minta diisi. Tuhan, kenapa nasibku begini?" gerutu Dini di sepanjang perjalanan menuju lantai bawah.
"Kita itu mesti bersyukur, Din! Kita bisa bekerja di perusahaan sebesar ini. Gajinya juga kan besar untuk orang seperti kita. Apalagi kamu udah satu tahun kerja di sini. Hidup kamu dan keluargamu juga udah lebih baik, kan? Kita ikhlas aja. Semangat!" ucap Kania menanggapi gerutuan sahabatnya.
"Iya, gue tau Nia sayang! Gue bersyukur dan seneng banget kok kerja di sini! Apalagi sekarang ada loe sama gue. Kan gue jadi ada temennya!" balas Dini santai.
"Temen ghibah maksudnya?" timpal Kania.
"Hahaha... Tau aja loe!" Dini terbahak.
Sebenarnya yang mendapat tugas tambahan dari Bu Reni, adalah Kania bersama petugas cleaning service lainnya. Tapi Dini ingin ikut membantu sahabatnya. Jadilah sekarang Kania bersama Dini. Kania mendapat tugas membersihkan ruangan pertemuan yang berada di lantai lima belas. Karena akan digunakan untuk rapat penting.
Saat sudah tiba di lantai lima belas, mereka terkejut melihat pemandangan di depannya.
Bruk
"Ma...ma..maafkan sa..sa..ya, Tu..tuan!" ucap seorang gadis dengan terbata yang mengenakan seragam seperti Kania, ketika menyadari orang yang ditabraknya. Seketika bersimpuh dan menunduk menahan tangis.
"Beraninya kau! Bima!" pekik pria yang mengenakan kacamata hitam menahan amarah dan memanggil sang asisten tanpa menoleh ke belakang. Sembari melepaskan jas yang ia kenakan dan membuangnya ke sembarang arah.
Kania yang mendengar dan melihatnya tambah terkejut, sementara Dini yang menyadari pria yang berteriak tersebut adalah presiden direktur perusahaan ini, langsung menunduk tanpa berani melihat peristiwa di depannya lagi.
Sedangkan, pria yang dipanggil namanya menghela nafas berat. Dia sudah tau apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Pecat dia!" lanjut pria tersebut dengan dingin.
Inilah yang terjadi. Sang asisten sudah memperkirakan hal tersebut. Tuannya sama sekali tidak memberi ampun bagi yang melakukan kesalahan. Meski itu hal sekecil apapun.
"Tidak, tuan! Saya mohon! Maafkan saya!" ucap gadis memohon belas kasihan pria berkacamata tersebut.
Tapi pria tersebut hanya mengabaikannya tanpa berminat melihatnya. Kemudian berjalan meninggalkan gadis itu menuju lift khusus petinggi yang berada beberapa meter dari lift karyawan. Melewati dua gadis yang berdiri mematung tak jauh dari lift tanpa menghiraukannya.
"Tinggalkan kantor ini sekarang juga! Jangan pernah kembali ke sini!" ucap tegas sang asisten. Lalu menyusul tuannya yang sudah berteriak memanggil namanya.
Gadis yang sudah dipecat tersebut, hanya terduduk dan tergugu menangisi nasibnya. Ia begitu menyesali kecerobohannya. Karena berjalan tanpa melihat di depannya dan menabrak seseorang. Seember air di tangannya pun ikut tumpah membasahi lantai.
"Kejam banget itu orang! Gak punya hati apa?" gumam Kania melihat kejadian di depan matanya. Setelah kepergian dua pria yang sudah memecat gadis itu.
"Hussstt. Jangan bicara sembarangan! Bisa-bisa kita juga bernasib sama kayak cewek itu. Dia itu pimpinan perusahaan ini." ucap Dini pada sahabatnya.
"Pria kejam itu pimpinan perusahaan ini?" tanya Kania terkejut.
"Iya. Namanya Tuan Akhtar. Tapi wajahnya itu lho! Tampan banget kayak pangeran." jawab Dini sambil senyum-senyum membayangkan pimpinan perusahaan tersebut.
"Tampan sih tampan. Tapi buat apa kalau gak punya hati!" balas Kania sengit dan mencebik melihat perilaku sahabatnya.
"Udah gak usah berkhayal. Kita bantuin dia, yuk! Kasihan!" lanjut Kania mengajak Dini yang masih dengan khayalannya.
Kania berjalan ke arah gadis yang masih setia duduk di lantai dan menangis. Menyadari sahabatnya masih berdiam diri dan berkhayal, Kania memanggil Dini dengan teriakannya. Hingga Dini pun tersadar dan menghampirinya. Sementara petugas kebersihan lain yang mendengar kerusuhan di luar ruang pertemuan, hanya mengintip dari celah pintu tanpa mau membantu.
"Ayo kak, aku bantu berdiri! Jangan menangis di lantai seperti ini!" ucap Kania memegang bahu gadis itu dan membantunya berdiri.
"Ngapain sih loe bantuin dia? Cari perkara aja sih! Gimana kalau ada yang liat? Udah tinggalin aja! Bukan urusan kita, Nia!" bisik Dini yang sudah berada di samping Kania sambil melihat sekitarnya.
"Ya mesti kita bantuin dong, Din! Kita harus saling tolong menolong! Apalagi dia butuhin bantuan kita. Aku gak bisa diem aja!" jawab Kania dengan bisikan pula.
"Kita gak perlu ikut campur urusan orang lain, Nia! Kita fokus kerja aja di sini! Entar yang ada malah kita yang kena masalah. Udah, sekarang kita kerja aja! Ayo, cepetan!" bisik Dini sembari menarik lengan Kania. Kania hanya pasrah mendengar ucapan sahabatnya.
"Maaf ya, kak! Aku harus kerja. Kakak bisa jalan sendiri, kan? Tetap semangat ya, kak!" ujar Kania iba kepada gadis tersebut dan memberinya senyuman.
Gadis itu hanya mengangguk menampilkan senyum tipisnya. Menatap kepergian dua orang yang telah membantunya. Lebih tepatnya hanya satu orang.
'Gadis yang baik dan cantik' batin gadis tersebut menatap punggung Kania.
"Tunggu aku, Din! Cepet banget jalannya! Kan aku yang dapet kerjaan!" ujar Kania menghela nafas karena berjalan cepat masuk ruangan menemui Dini.
"Udah buruan, jangan lelet! Setengah jam lagi mau dipakek nih ruangan. Tuh yang lain udah pada sibuk! Ayo gue bantu! Biar cepet kelar biar kita cepet sarapan. Udah laper banget gue!" gerutu Dini sembari memberikan alat pel kepada Kania.
"Iya-iya, Dini bawel! Tapi makasih ya, udah bantuin gue! Makin sayang sama kamu!" balas Kania tersenyum menggoda sahabatnya yang masih cemberut.
Dini hanya mencebik. Mereka pun segera mengerjakan tugas masing-masing. Saling membagi pekerjaan agar cepat selesai.
"Panggil Michael sekarang juga! Dan bakar semua itu!" perintah Akhtar pada asistennya untuk memanggil dokter pribadinya yang juga merangkap sebagai temannya.
Akhtar sudah berada di ruangannya dan sekarang berdiri sambil berkacak pinggang membelakangi Bima. Akhtar juga langsung meminum obat pereda untuk reaksi alerginya yang senantiasa dibawa oleh sang asisten. Dan Akhtar memang sudah mandi lagi serta mengganti semua yang ia pakai dengan yang baru. Ia tidak mau ambil resiko terhadap reaksi alerginya nanti.
Saat ini saja, tubuh Akhtar sudah menunjukkan reaksi alerginya. Kulitnya mulai memerah dan mulai terasa gatal. Meski sentuhan gadis itu tak mengenai kulit Akhtar secara langsung, namun tetap menimbulkan alerginya.
Bima yang melihat baju dan celana yang tadi dikenakan tuannya, hanya mendesah kasar. Lagi-lagi seperti ini! Untuk ke sekian kalinya, ia harus membakar baju dengan harga jutaan rupiah untuk satu bajunya.
'Sultan memang beda! Dengan gampang bakar uang! Apalah aku yang hanya remahan kentang' batin Bima melihat seonggok baju yang tergeletak di lantai.
Akhtar yang menyadari tidak ada jawaban dan pergerakan dari sang asisten, seketika berbalik dan mendapati sang asisten justru terdiam melamun. Akhtar pun bertambah kesal melihatnya.
"Apa kau sudah bosan bekerja denganku, Bima?" sentak Akhtar membuyarkan lamunan sang asisten.
Bima terkesiap dan sadar dari lamunannya. Ia begitu merutuki kebodohannya. Kenapa sampai melamun karena seonggok baju yang sudah dibuang?
"Ma..maaf, Tuan. Akan segera saya kerjakan!" ucap Bima dengan gugup dan berusaha menetralisir detak jantungnya agar tenang.
Akhtar hanya mengibaskan tangannya sebagai tanda menyuruh asistennya segera mengerjakan perintahnya.
"Dasar brengsek!" umpat Akhtar merasakan alerginya yang kambuh lagi.
Meski telah meminum obat pereda alergi, tetap saja tubuh Akhtar semakin menunjukkan kemerahan dan rasa gatal. Akhtar berusaha untuk tidak menggaruknya. Perlahan nafasnya terasa sesak dan memburu.
"Bima!" teriak Akhtar memanggil sang asisten. Namun tidak ada jawaban dan kemunculan sang asisten. Karena pintu tertutup rapat dan ruangannya kedap suara.
"Bima!" teriak lagi Akhtar dengan suara menggema seluruh ruangan.
*
*
HAI HAI HAI
UDAH MASUK BAB 2 NIH, TAWANAN MR. PERFECT MAKIN SERU CERITANYA.
MOHON DUKUNGANNYA YA GUYS
JANGAN LUPA LIKE DAN KOMENNYA
TERIMAKASIH DAN SELAMAT MEMBACA
Bima terkejut mendapati tuannya tak sadarkan diri. Bima keluar sebentar untuk melakukan tugas yang diperintahkan tuannya. Bersamaan dengan datangnya Michael, dokter pribadi Akhtar. Lalu mereka membawa Akhtar ke kamar pribadi yang ada di ruang kerjanya, dibantu dengan sekretaris dan seorang office boy.
Akhtar saat ini tengah berbaring di ranjang setelah diperiksa oleh Michael. Akhtar tak sadarkan diri karena alerginya menyerang sistem pernapasannya.
"Gimana Michael? Tuan Akhtar baik-baik aja, kan? Apa ada yang serius?" tanya Bima pada dokter pribadi Akhtar yang setelah membereskan peralatannya.
"Ya, seperti yang loe liat, Bim! Dia masih pingsan. Mungkin karena reaksi alerginya yang menyerang pernapasannya. Udah gue kasih suntikan juga untuk pereda alerginya. Tapi saran gue, entar setelah Akhtar sadar mesti periksa ke rumah sakit. Buat cek kondisinya. Bila perlu perawatan di sana dulu sampai alerginya sembuh untuk saat ini." jelas Michael, dokter sekaligus teman mereka.
"Oh ya, gimana bisa sampai begini? Emang ada cewek yang nyentuh, Akhtar?" tanya Michael penasaran lagi.
Michael dan Bima tengah berdiri di samping ranjang Akhtar memperhatikan sahabatnya yang sedang tak sadarkan diri.
"Tadi sempat ada insiden. Ada petugas cleaning service cewek yang nabrak tuan Akhtar. Gue gak tau sengaja atau gak. Yang jelas waktu gue lagi bahas urusan rapat sama dia, tiba-tiba ada yang nabrak dia. Sebenernya gak nyentuh tuan Akhtar langsung sih! Karena kan terhalang baju tuan Akhtar. Dan gak bersentuhan secara langsung, kan? Tapi, tetep aja kayak gini. Alerginya kambuh lagi." jawab Bima dengan lugas.
"Bukannya karyawan atau pekerja di sini udah pada tau ya, kalau Akhtar gak bisa bersentuhan dengan cewek?" tanya Michael lagi.
"Ya, memang mereka udah pada dikasih tau dari awal mereka bekerja di sini. Tapi entahlah, mungkin karena tuan Akhtar memang lagi apes aja hari ini. Padahal udah lama banget kan, alerginya gak kambuh seperti ini?" jawab Bima sendu menatap kasihan tuan sekaligus sahabatnya.
"Loe bener, Bim! Gara-gara cewek sundal itu, Akhtar harus menderita alergi ini. Kalau dipikir-pikir, aneh juga sih. Karena sakit hatinya Akhtar dulu sama itu cewek sundal, sampai buat Akhtar jadi alergi sama cewek. Sungguh malang nasibmu, kawan!" sahut Michael yang merasa kesal mengingat penyebab sahabatnya menderita alergi.
"Loe kan tau sendiri! Cewek itu cinta pertama tuan Akhtar, bahkan tuan Akhtar cinta banget sama tuh cewek. Sampai kita yang sahabatnya aja, gak dianggap kalau udah sama cewek itu. Tapi beruntung sih, tuan Akhtar udah gak sama dia lagi. Kalau bisa selamanya jangan pernah ketemu lagi tuan Akhtar sama dia. Gedeg banget gue kalau inget perlakuan tuh cewek ke tuan Akhtar!" ucap Bima kesal.
"Sama, gue juga! Oh ya, terus nasib tuh petugas cleaning service gimana?" tanya Michael yang teringat orang yang menabrak Akhtar.
"Loe tau sendirilah jawabannya! Pecat, apalagi?" jawab Bima enteng.
"Kasihan" balas Michael pelan.
Mereka sudah tidak heran dengan perangai sahabatnya itu. Sudah banyak karyawan yang dipecat karena kesalahannya. Apalagi jika harus berurusan langsung dengan Akhtar, tidak akan ada kesempatan untuk bekerja di manapun lagi. Bahkan, para kolega atau pesaing bisnisnya, sampai dibuat bangkrut karena ketahuan curang oleh Akhtar. Kekuasaan dan uanglah, yang melakukannya.
Eeggghhh
"Bima!" lirih Akhtar yang sudah sadarkan diri.
"Iya, Tuan!" sahut Bima senang melihat tuannya telah sadar.
Mereka langsung mendekati Akhtar yang berusaha bangun dari tidurnya. Dibantu Bima menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang.
"Apa yang loe rasa, Tar? Apa ada yang sakit, Tar?" tanya Michael cemas. Bima hanya menahan senyumnya.
"Udah gue bilang, jangan panggil gue Tar! Emang gue kue apa? Seenaknya manggil nama orang!" ketus Akhtar dengan pelan sambil memegangi kepalanya yang masih sedikit pusing.
"Ya kan nama loe Akhtar! Gue panggil Akh juga, loe tambah marah! Terus gue mesti panggil nama loe apa? Farzan?" balas Michael bingung. Akhtar menahan rasa kesalnya.
"Itu nama bokap gue! Udahlah, panggil gue Akhtar. Tanpa harus disingkat." balas Akhtar.
"Kepanjangan Akhtar!" protes Michael.
"Udah, jangan diterusin! Apa tuan Akhtar perlu ke rumah sakit?" potong Bima menyela Michael yang hendak berbicara lagi dan beralih ke Akhtar.
"Tidak perlu! Rawat jalan aja. Aku bukan sakit parah! Minum obat aja udah cukup!" tolak Akhtar tegas.
"Tapi, tuan Akhtar!" sanggah Bima.
"Aku butuh mandi air hangat. Siapkan! Jangan lupa baju yang baru!" ucap Akhtar tanpa bantahan. Lalu membuka kancing bajunya, setelah dirasa pusing dan lemasnya hilang.
Sementara Bima langsung ke kamar mandi menyiapkan air hangat di bathup. Sedangkan Michael masih berdiri memperhatikan keduanya bergantian.
"Apa loe mau liatin gue buka baju dan sekalian ikut mandi?" tanya Akhtar dengan ketus pada Michael yang masih berdiri sambil terus membuka kancing kemejanya.
"Loe pergi sekarang. Gue udah gak butuh!" lanjut Akhtar sebelum Michael membalas ucapannya.
"Loe! Terima kasih kek sama gue! Dasar sahabat gak ada aturan! Nyesel gue bantu loe!" balas Michael dengan kesal.
"Hm." balas Akhtar kemudian pergi ke kamar mandi.
"Dasar es batu! Gak ada akhlak. Gue sumpahin loe gak bisa sembuh! Gak ada cewek yang mau sama loe! Akhtar sialan!" teriak Michael yang kesal dengan perlakuan sahabatnya.
Bima yang sudah keluar dari kamar mandi, hanya menggelengkan kepala sambil menghela nafas melihat keduanya. Akhtar yang mendengar teriakan sahabatnya hanya mengabaikannya.
Akhtar dan Michael jika bertemu bagai dua kucing jantan yang berebut betina. Tidak pernah akur dan selalu berdebat. Bima dan Jonas lah yang sering menengahi perdebatan mereka. Tapi itulah mereka, meski sering berdebat, membuat mereka menjadi sahabat. Saling melengkapi satu sama lain.
"Udah, kita keluar aja sekarang! Mending kita ngopi bareng sambil nunggu tuh Mr.Perfect selesai mandi." ajak Bima pada Michael yang masih mengumpat Akhtar.
"Heran gue! Dari dulu gak pernah berubah tuh orang! Ada ya, manusia kayak es batu gitu! Pantes aja, gak ada cewek yang bisa dideketin sama dia. Lagian mana ada juga sih, cewek yang mau sama dia. Dia itu cuma menang ganteng sama lebih kaya doang dari kita! Tapi tetep kalah kalau urusan cewek! Hahahaha!" gerutu Michael kemudian terbahak sambil ditarik tangannya oleh Bima menuju sofa.
Melihat Michael yang terbahak dengan ocehannya sendiri tentang tuannya, Bima hanya tersenyum. Ia tidak ingin ikut-ikutan mengumpat tuannya. Bima masih sayang dengan pekerjaannya. Biarlah Michael sendiri yang biasa mengumpat sang sahabat.
Bima dan Michael tengah berbincang sambil menikmati kopi yang mereka pesan pada office boy di lantai tersebut. Tanpa mereka sadari, seorang pria yang sedang mereka tunggu, baru saja keluar dari kamar pribadinya. Terlihat segar meski kemerahan di tubuh dan wajahnya masih terlihat. Berjalan sambil memakai jam tangannya.
Bima yang menyadari tuannya telah selesai, segera berdiri. Sedangkan Michael diam memandang ke arah Akhtar sambil membatin.
'Emang pantes dijuluki Mr.Perfect! Meski masih sakit pun, tetep paling tampan nih orang. Daebak!' batin Michael.
"Terpesona sama gue?" sindir Akhtar yang sudah duduk di hadapan Michael, sedang Bima disuruh duduk kembali di tempatnya semula.
"Najis gue! Loe kalau ngomong gak pernah difilter emang! Gue masih normal ya, bro! Cowok tulen gue! Masih doyan cewek seksi dan bohay." sengit Michael.
Bima menahan tawanya dengan melipat bibirnya ke dalam. Akhtar sendiri mencebik ucapan sahabatnya.
"Nama gue Akhtar, bukan bro!" protes Akhtar dengan datar.
"Ngapain loe masih di sini? Nunggu bayaran?" lanjut Akhtar sebelum Michael sempat membalas ucapannya. Michael semakin kesal dengan Akhtar.
"****! Loe emang temen gak ada akhlak! Males gue ke sini lagi!" balas Michael dengan sengit.
"Ya udah, pergi aja!" balas Akhtar enteng.
Bima semakin ingin tertawa, namun berusaha menahannya. Michael pun semakin bertambah kesal.
"Bim, bilangin tuan loe ini! Jangan pernah hubungi gue, kalau alerginya kambuh lagi! Biarin aja sakit sekalian! Kesel gue punya temen satu ini!" balas Michael kesal beralih menatap Bima di sampingnya.
Akhtar hanya menatapnya datar dan menyilangkan kakinya sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
Michael pun bangkit dengan perasaan kesalnya, hendak menuju pintu untuk keluar. Namun sebelum sampai ke pintu, seseorang telah membukanya terlebih dahulu.
"Akhtar!" ucap seseorang tersebut.
*
*
DUKUNG TERUS KARYA AUTHOR YA GUYS!
JANGAN LUPA BERI LIKE DAN KOMENNYA YA READERS!
SELAMAT MEMBACA! TERIMAKASIH
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!