Selamat Membaca 🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
Seorang gadis cantik mengeliat dibalik selimut tebalnya.
“Hoam." Dia mengusap beberapa kali sambil duduk di kasur sederhana miliknya.
Gadis tersebut mengumpulkan nyawanya kembali, dia melirik jam weker yang berada diatas nakas.
“Jam 7. Astaga aku kesiangan," pekiknya.
Tanpa berlama-lama dia langsung berlari dengan cepat kearah kamar mandi.
Tak membutuhkan waktu lama dia selesai mandi dan bersiap-siap berangkat ke kantor. Memoles sedikit wajahnya dengan pelembab, dan menaburkan bedak tabur diwajah putih dan mulus itu. Tidak lupa lipstick berwarna merah muda juga menghiasi bibir seksinya, penampilan nya sangat sederhana karena mengingat dirinya memang tidak suka berdandan seperti kebanyakkan wanita pada umumnya.
“Pagi Ibu," sapa Rachel sambil menarik kursi dan duduk dimeja makan
“Pagi juga, Nak," jawab Irana tersenyum yang tidak lain adalah Bunda Rachel
“Sarapan apa kita hari ini, Bu?" tanya Rachel sambil memperhatikan Ibunya yang mempersiapkan sarapan mereka.
“Nasi goreng seafood," jawab Irana sambil tersenyum melihat Rachel yang sepertinya sudah tidak sabar ingin menikmati makanan itu.
“Pagi Ibu. Pagi kakakku tercantik." Siapa lagi itu kalau bukan Rima adik bungsu Rachel
“Pagi juga sayang." Senyum Irana.
“Kau masuk sekolah hari ini?” Rachel melirik adiknya tersebut.
“Iya, Kak. Hari ini Rima ada ujian," sahut Rima sambil menyuap makanan dalam mulutnya dan mulutnya penuh dengan makanan.
“Dek, apa tidak bisa libur dulu hari ini? Bagaimana dengan kondisimu?” tanya Rachel khawatir pada adik bungsunya itu. Adiknya menderita kelainan rahim dan gagal ginjal terminal.
“Rima baik-baik saja kakak cantik" Senyum Rima menggoda Rachel
“Aish, kau ini selalu saja membuat kakak tidak bisa marah," gerutu Rachel sambil menyantap kembali makanan nya
“Sudah lanjutkan sarapanmu. Kakak akan berangkat dulu, sudah hampir terlambat," ucap Rachel sambil berdiri meraba tasnya.
“Bu, Rachel berangkat dulu. Ibu hati-hati di rumah, jangan lupa awasi anak bandel ini," ucap Rachel sambil menoleh pada Rima. Gadis itu mendengus kesal dan memutar bola matanya malas
“Iya Sayang kau hati-hati ya. Selamat menikmati hari baru." Senyum Irana sambil Rachel mencium punggung tangannya.
“Terima kasih Bu," balas Rachel.
“Dek, Kakak berangkat dulu. Jika ada apa-apa segera hubungi Kakak. Jangan lupa bawa obatmu dan makan siang juga nanti," pesan Rachel pada adiknya itu.
“Siap laksanakan kakak cantik," sahut Rima yang membuat Rachel langsung tertawa tertawa lebar.
Pagi yang baru bagi Rachel meskipun kegiatan setiap hari nya tetap sama bekerja dan bekerja.
Rachel bekerja disalah satu restaurant. Dia menjadi salah satu koki disana. Pendidikan sekolah menengah atas nya hanya bisa membuatnya mendapat pekerjaan itu. Namun Rachel tetap bersyukur dengan pekerjaan nya. Setidaknya dia memiliki pekerjaan untuk bertahan hidup.
“Pagi Cintaku," sapa Ayunia sahabat dekat Rachel
“Pagi juga Sayangku," balas Rachel dengan menggoda Ayunia.
“Cih, jijik sekali aku mendengar kalian berdua ini! Apa kekurangan stok laki-laki sampai-sampai kalian berdua bersikap begini?" sindir Choky dengan wajah kesalnya melihat kedua temannya yang seperti menyukai sesama jenis.
“Hahahha." Tawa Rachel dan Ayunia pecah.
“Sudahlah Mas Choky, bilang saja kau cemburu karena tidak ada yang memanggilmu dengan sebutan sayang, bleeee." olok Ayunia yang suka melihat wajah kesal Choky sambil menjulurkan lidahnya.
“Dasar perempuan gila!" balas Choky ketus
“Apa kau bilang? Ulangi sekali lagi?" tantang Ayunia dengan wajah yang sok dibuat-buat.
“Cih, kau pikir aku takut? Perempuan gila." Terjadi lah adu mulut antara dua makhluk yang berbeda jenis, memang begitulah keseharian mereka.
“Sudah-sudah jangan terus berdebat. Ayo mulai bekerja," ucap Rachel sambil melerai kedua makhluk aneh tersebut.
“Awas kau nanti ya, kau berani sekali mengatai ku perempuan gila." Ayunia menatap Choky tajam
“Memang dirimu itu gila," cibir Choky juga.
“ Hm, kalian kalau tidak berhenti, mau aku laporkan sama Pak Bos?" ancam Rachel
“Tidak," sahut mereka bersamaan.
“Cie, hem sepertinya jodoh ini kompak banget." Tawa Rachel.
Ayunia dan Choky saling melihat dan membuang muka dengan kesal
Setelah melalui perdebatan panjang, akhirnya mereka melakukan pekerjaannya dengan baik. Jangan heran memang mereka suka sekali berdebat dari hal-hal yang kecil sampai hal-hal yang besar tapi mereka tetap sahabat baik.
"Mas." Rachel mendekati Choky
"Iya, Hel". Choky tersenyum simpul. "Ada apa kangen sama Mas?" godanya sambil memotong bawang.
Rachel tertawa lebar mendengar gombalan Choky. Kedua manusia ini memang seperti kakak dan adik. Selalu saling menyanyangi satu sama lain.
"Bagaimana keadaan Rima?"
Rachel menghela nafas panjang, "Sudah lebih baik Mas. Hanya saja aku khawatir mengizinkannya sekolah. Takut terjadi sesuatu padanya," ujar Rachel.
"Jangan takut. Rima bisa jaga diri." Senyum Choky manis sekali.
"Ya sudah lanjut bekerja Mas," ajak Rachel.
Rachel dan Choky adalah koki handal di restaurant ini. Kedua orang berbeda jenis kelamin ini selalu bisa menciptakan masakkan baru yang membuat para pelanggan berlomba-lomba untuk makan di tempat ini.
Sementara Ayunia menjadi waiters yang mengantar makanan ke meja-meja pelanggan. Dia salah satu putri konglomerat yang memutuskan hidup sendiri di sebuah apartemen. Dia tidak suka di kekang. Akhirnya dia memilih keluar dari rumah dan menata hidupnya sendiri.
Sementara Choky, pria itu seorang perantau yang identitasnya seperti sengaja disembunyikan. Dia mengatakan berasal dari kampung tapi jika dilihat dengan benar-benar Choky sama sekali tidak mirip orang kampung. Pakaian yang kadang dia pakai semua bermerk sementara dia hanya tinggal di kost-kostan.
"Hel, tolong masukkan bumbunya. Mas lagi potong sayuran," titahnya.
"Iya Mas," sahut Rachel.
Setelah jam makan siang ketiga orang itu berkumpul untuk makan siang bersama para pekerja yang lainnya.
"Ayo makan." Choky menyerahkan sekotak nasi pada Rachel.
"Ehem, ehem. Aku tidak ditawari," sindir Ayunia cemberut sendiri.
"Ambil saja sendiri," jawab Choky ketus.
Rachel hanya geleng-geleng kepala saja. Kedua orang ini memang suka sekali berdebat hal-hal yang tidak penting. Meski begitu mereka tetaplah sahabat baik.
.
.
Hujan berjatuhan membasahi bumi. Udara sejuk kian menyeruak di tubuh gadis itu. Rachel segera berlari menuju halte bis, hujan selalu begitu datang tanpa permisi.
Rachel duduk dengan tatapan kosong sambil menunggu bis lewat. Kejadian lima tahun yang lalu masih begitu terpatri di kepala gadis itu. Ayahnya kecelakaan didepan matanya sendiri saat menjemput dirinya bekerja di restauran ini. Memori itu tak Rachel lupakan. Sebuah mobil mewah menghantam tubuh ayah nya hingga terpental sangat jauh dan membuat nya kehilangan nyawa.
Rachel memejamkan matanya. Sial, lagi lelehan bening tanpa warna itu menetes begitu liar dipipi cantiknya. Setiap kali mengingat kejadian itu. Dia sedikit trauma dengan yang namanya hujan.
Bersambung ...
Welcome to my new novel guys...
Jangan lupa dukung selalu ya........
Selamat Membaca 🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
Rachel terduduk lemas di bangku penunggu pasien. Di tangannya terdapat sebuah kertas yang bertulisan 'Ozawa's Hospital'. Air matanya luruh dengan cepat. Beberapa kali gadis itu memukul dadanya untuk menghilangkan segala sesak yang menghantam dada.
"Hiks hiks hiks hiks hiks". Tangisnya terdengar menyayat hati.
"Ibu. Rima." Isaknya.
Baru saja dia mengambil hasil pemeriksaan kedua wanita hebat itu.
Tadi pagi sang Ibu tiba-tiba terjatuh dan pingsan dilantai. Setelah dibawa kerumah sakit, dokter memponis wanita paruh baya itu mengalami gagal jantung. Penyakit lamanya.
Sejak sang ayah meninggal ibunya memang sering sakit-sakitan. Kondisi tubuh nya yang melemah membuat wanita paruh baya itu rentan terhadap rasa sakit.
"Nyonya Irana mengalami gagal jantung. Pemompa darah melalui aliran jantungnya sedang bermasalah. Hal ini tidak bisa ditangani dengan remeh harus dirawat dengan keseriusan. Kami menyarankan agar Nyonya Irana segera melakukan tindakkan operasi dan kami akan memasang ring cincin pada jantung Nona Iriana."
Rachel kembali terisak saat mengingat penjelasan dokter beberapa jam yang lalu. Matanya sudah membengkak karena menangis. Kemana? Di mana? Siapa yang bisa menolongnya?
"Kondisi ginjal Nona Rima semakin melemah. Kami sarankan untuk segera melakukan pengangkatan ginjal dan mencari pendonor ginjal. Kelainan rahim nya juga butuh penanganan. Usianya memasuki tujuh belas tahun tetapi belum juga datang bulan. Kami menemukan ada kejanggalan didalam alat vital Nona Rima. Di mana Nona Rima tidak memiliki lobang ******. Saran kami Nona Rima harus segera di operasi untuk membuang lobang tersebut. Mohon siapkan dana nya, Nona. Agar kami bisa segera melakukan tindakkan operasi."
Rachel menggeleng dengan lemes. Seluruh tubuhnya seperti mati rasa. Tak ada tempat untuk dia mengadu dan meminta.
Gadis itu memasukkan kertas berwarna putih di dalam tas kecil miliknya.
"Kemana aku harus mencari uang untuk biaya operasi Rima dan Ibu?" tanyanya sambil terisak menangis.
Dia menyeka air matanya kasar. Wajahnya berantakkan dan matanya sembab akibat kebanyakan menangis. Terlihat kerapuhan di wajah gadis berusia 26 tahun itu.
Rachel berdiri dari duduknya, dia berjalan dengan tatapan kosong. Adakah yang bisa merasakan betapa hancurnya gadis itu saat ini? Adakah yang bisa memberinya kekuatan disaat segalanya terasa sempit? Semua jalan seolah buntu. Dunianya runtuh dan hancur berkeping-keping. Dunia nya gelap, hitam dan abu-abu tanpa ada warna yang bisa menerangi kegelapan di dunia hitamnya.
Cekrek
Gadis itu membuka pintu ruang rawat inap kedua wanita hebat dalam hidupnya.
Disana ada dua wanita yang tengah terbaring dengan posisi yang sama-sama.
Entah bagaimana takdir tega menghukum dirinya, menghantam tubuhnya dan menghempaskannya sangat jauh.
"Ibu," lirihnya.
Tadi pagi, saat Irana terjatuh dan pingsan dan Rima menemukan Ibunya itu, dia hendak mengangkat tubuh Irana dan membawanya kerumah sakit. Namun, tubuh gadis lemah itu tak mampu saling menopang hingga dia juga ikut terjatuh ke lantai.
Para tetangga Rachel berbondong-bondong mengantar kedua orang itu ke rumah sakit.
Rachel duduk dikursi samping ranjang Irana. Air matanya selalu luruh dengan sesuka hati.
"Bu, kenapa semua terjadi Bu? Bangun Bu, bangun." Dia mengenggam tangan wanita itu "Aku tidak kuat melihat Ibu begini. Aku tidak sanggup melihat Ibu terpejam. Aku takut Bu, jangan tinggalkan aku sendirian. Jangan pergi Bu." Sambil membenamkan wajahnya ditangan Irana. Wanita paruh baya itu masih pingsan seperti tadi pagi seolah tidurnya tak terusik dengan tangisan sang putri yang menggema memenuhi ruangan.
Rachel kembali berdiri dan menuju ranjang Rima yang bersebelahan dengan ranjang sang Ibu.
Gadis itu duduk dikursi samping ranjang. Tatapannya terlihat menyedihkan dan rapuh, seolah jiwanya akan menghilang saat ini juga.
"Rima." Rachel menangis dengan hebat. "Rima, tolong buka matamu, Dek. Tolong Kakak. Jangan biarkan Kakak melewati ini sendirian. Bangun Dek. Peluk Kakak sebentar saja. Kakak benar-benar lelah dan tak tahu jalan pulang," ucapnya terdengar rintihan yang menyakitkan.
.
.
.
.
Pagi lagi, semalam Rachel menginap dirumah sakit dan dia akan kembali ke rumah untuk berganti pakaian dan berangkat bekerja.
"Pagi, Nona Rachel," sapa Sandy, Dokter yang menangani penyakit Rima.
"Pagi juga, Dok," balas Rachel mengangguk hormat.
"Saya ingin memeriksa kondisi Nona Rima."
"Silakan, Dok."
Rachel menyingkir dan membiarkan Sandy memeriksa adiknya. Gadis itu menatap adiknya yang juga masih terlelap dengan nyaman, entah tertidur atau pingsan sejak kemarin kedua wanita itu tak bangun-bangun.
"Bagaimana, Dok?" tanya Rachel.
Sandy menghela nafas berat, "Nona, saya harap Anda segera menyiapkan biaya administrasi untuk operasi Nona Rima. Kondisi nya semakin kritis dan saya takut ini akan membahayakan nyawanya."
Rachel terdiam. Hatinya hancur berkeping-keping. Matanya sudah memerah menahan tangis. Bolehkah Rachel menyerah saat ini?
"Berapa yang harus saya siapkan, Dok?" tanya Rachel tatapannya tertuju pada sang adik.
"Sekitar lima ratus juta karena ada dua penyakit yang akan kita angkat," sahut Sandy.
Rasanya tubuh Rachel tak mampu saling menopang. Jika saja gadis itu tak berpegangan pada kursi disamping ranjang Rima kemungkinan dia akan tersungkur dilantai.
"Baik Dok, akan saya usahakan." Gadis itu mengangguk dan mengiyakan ucapan Sandy.
Rachel berjalan keluar dari ruangan rawat Iriana dan Rima. Dia sudah menitipkan kedua orang itu pada Perawat yang bertugas karena dia harus bekerja. Kalau tidak bekerja siapa yang akan memberi mereka makan?
Rachel berjalan menyusuri koridor rumah sakit sambil memeluk kedua lengannya didada. Air mata sudah tak mampu lagi saling membendung seolah kering dan tak tersisa.
Setelah kembali kerumah dan berganti pakaian gadis itu kembali melanjutkan langkah kakinya menuju restourant tempat dia mengadu nasib.
Rachel menaiki ojek online yang dia pesan dari aplikasi nya. Dia masih belum mampu untuk membeli kendaraan pribadi.
'Kemana aku harus mencari uang sebanyak itu? Siapa yang bisa membantuku?' batinnya menatap kosong kedepan sambil menikmati perjalanan menuju restaurant.
"Apakah Anda baik-baik saja, Nona?" tanya sang supir ojek.
"Saya baik-baik saja, Paman," sahutnya memaksakan senyum.
Sampai di restaurant gadis itu turun dan tak lupa membayar ongkosnya.
"Pagi Rachel," sapa Ayunia yang juga baru datang.
"Pagi, Hel," sapa Choky yang baru turun dari motor. Pria itu sangat tampan.
"Pagi juga Nia. Pagi Mas," balas Rachel memaksakan senyum diwajah cantiknya.
"Baru sampai?" Sambil membuka jaketnya dan menyimpannya diatas motor.
"Iya Mas." Senyum Rachel.
"Ayo masuk," ajak Choky merangkul bahu gadis itu.
Mereka bertiga masuk sambil mengobrol. Ketiganya memang cukup dekat. Sudah enam tahun ketiganya menjalin persahabatan. Selalu saling membantu dan menguatkan.
"Kau baik-baik saja?" Choky memincingkan matanya melihat tatapan kosong Rachel.
"Aku baik-baik saja Kak." Dia memaksakan senyum
"Kau yakin, Hel? Kau terlihat tak baik-baik saja?" sambung Ayunia yang memang sudah mengenal seperti apa Rachel jika sedang terluka
"Aku baik-baik saja, Nia," kilah Rachel yang tak mau kelihatan hancur di depan kedua sahabatnya.
Bersambung......
Selamat Membaca 🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
"Hel, kau baik-baik saja kan?" Choky menatap sahabatnya itu. Wajah Rachel tak seperti biasanya.
"Aku baik-baik saja Mas." Rachel memalingkan wajahnya takut jika Choky tahu kalau dia sedang berbohong.
Rachel terkejut ketika Choky menarik gadis itu kedalam pelukkan nya. Choky selalu tahu jika wanita ini rapuh.
"Jangan pendam sendiri. Katakan apa yang menjanggal di hatimu dan menangis lah bila perlu."
Rachel tak dapat membendung air matanya lagi. Gadis itu melingkarkan tangannya diperut Choky dan memeluk pria itu sambil menangis.
"Mas, hiks hiks hiks." Rachel membenamkan wajahnya didada bidang Choky sambil menangis dengan hebat.
"Hel." Choky menahan Ayunia dengan tangan nya saat gadis itu hendak menghampiri Rachel yang menangis segugukan.
Choky memeluk Rachel dengan erat. Membiarkan gadis rapuh itu menangis dengan hebat didada bidangnya. Mungkin sebagai sahabat tak bisa memberikan banyak perhatian selain sebuah pelukan di tengah ketidakberdayaan.
"Menangis lah." Pelukan Choky kian erat.
Rachel sampai sesak nafas menangis. Dia menumpahkan segala air mata yang tadi dia bendung. Ternyata dia tak benar-benar kuat. Terlihat baik-baik saja tak semudah itu. Walau mulut mengatakan baik-baik saja tapi wajah tak bisa berbohong orang lain tetap bisa melihat dari luar.
Ayunia menatap Rachel kasihan. Meski tidak tahu apa beban gadis itu tapi Ayunia yakin jika Rachel tengah merasakan sesuatu yang membuat hatinya patah.
Choky melepaskan pelukannya, dia menyeka air mata gadis cantik itu. Rachel memang cantik. Tubuhnya tinggi dan memiliki tubuh yang sedikit berisi. Sehingga membuat body nya menawan.
"Ayo duduk." Choky menuntun gadis itu duduk dikursi. Mereka baru saja menyelesaikan beberapa pekerjaan dan siap-siap untuk pulang karena hari sudah sore.
"Hel, ayo katakan apa yang terjadi. Jangan di pendam kami adalah sahabatmu. Siapa tahu kami bisa membantu." Ayunia mengenggam tangan gadis itu dan berusaha menyalurkan kekuatan pada nya.
Rachel masih menangis segugukan. Hatinya perih dan sakit ketika mengingat Ibu dan adiknya yang tengah berjuang melawan kematian dirumah sakit.
Choky mengusap bahu gadis itu dengan sayang. Tak bisa Choky pungkiri bahwa rasa sayangnya pada Rachel melebihi apapun.
"Mas. Nia," renggek Rachel.
"Sini biar Mas peluk dulu." Choky kembali memeluk Rachel dan gadis itu lagi-lagi menangis.
Ayunia menatap dengan senyum. Rachel dan Choky adalah sahabat terbaiknya juga. Kedua orang itu selalu memahami nya ketika dia dituntut oleh keinginan tak masuk akal kedua orangtuanya.
"Mas." Rachel tak bisa menahan air matanya.
"Iya Mas disini. Pelan-pelan ceritanya. Mas siap mendengarkan," ujar Choky melepaskan pelukannya.
"Nia."
"Iya Hel, aku di sini." Ayunia memberikan kekuatan melalui genggaman tangan dan senyuman manisnya.
Rachel menarik nafas dalam sangat dalam. Lalu menghembuskan nya perlahan. Gadis itu mulai menceritakan segala resah yang menghantam dadanya. Segala hal yang membuatnya menangis dan kesakitan serta kepedihan yang tak bisa dijelaskan hanya lewat kata-kata.
"Hel." Ayunia tak tahan dan ikut juga menangis sambil memeluk Rachel.
"Menangislah, Hel," ucapnya.
Sedangkan Choky juga teriris hatinya mendengar cerita Rachel. Bagaimana gadis itu kuat menghadapi segala masalah yang menggerogoti hidupnya.
"Mas punya uang lima ratus juta tidak?" Rachel melepaskan pelukan Ayunia dan menyeka air matanya dengan kasar.
Choky menggeleng, "Mas hanya punya beberapa saja. Ambillah." Choky menarik beberapa uang merah dari dalam dompetnya.
"Tapi ini uang Mas_".
"Tidak apa-apa. Nanti Mas akan cari lagi." Senyum Choky.
"Hel, ini untukmu. Tidak seberapa tetapi semoga bisa membantu," ucap Ayunia.
"Besok kita akan usahakan untuk mencari uangnya," ucap Choky menenangkan.
"Terima kasih, Mas. Terima kasih, Nia."
Rachel memeluk kedua sahabat nya itu. Mereka bertiga saling memeluk dan menguatkan satu sama lain saat kerapuhan menyerang mereka.
"Ya sudah siap-siap. Kita kerumah sakit," ajak Choky.
"Iya Mas."
Ketiga orang itu bersiap-siap untuk pulang. Rachel bersyukur memiliki sahabat seperti Choky dan Ayunia yang selalu ada untuknya.
Mereka menuju parkiran motor. Ayunia memiliki kendaraan pribadi hasil kerja kerasnya, motor Scoopy kesayangan nya.
"Biar Mas pasang kan helm nya." Choky mengambil alih memasangkan helm itu dikepala munggil Rachel. Rachel selalu mengalami kesulitan memasang helm.
"Terima kasih, Mas." Senyum Rachel manis sekali lebih tepatnya senyum yang dia paksaan.
Rachel naik keatas motor ninja Choky. Kadang Rachel berpikir aneh, Choky mengaku orang kampung yang tak memiliki banyak uang. Tapi pakaian dan barang-barang yang dipakai Choky semua memiliki merk.
"Mau nasi goreng? Sekalian untuk kita makan malam," tawar Choky ketika mereka hendak melewati penjual nasi goreng langganan mereka.
"Boleh Mas," sahut Rachel.
"Kita beli ya." Choky menepikan motornya.
Setelah selesai membeli nasi goreng, ketika orang itu kembali melanjutkan langkah kakinya menuju rumah sakit.
Ketiganya masuk kedalam. Tampak Rachel tak sabar untuk menemui kedua orang itu. Tadi pagi dia menitipkan Ibu dan adiknya kepada perawat yang bertugas.
Cekrek
Choky dan Ayunia benar-benar baru tahu jika Ibu dan adik Rachel sakit separah ini. Keduanya sama-sama belum sadarkan diri. Entah koma pingsan atau memang tidur.
"Masuk Mas. Nia." Rachel meletakkan tasnya dan menghampiri ranjang kedua orang itu.
"Bu," gumamnya sambil menatap sang Ibu "Kenapa belum bangun? Rachel sudah pulang kerja Bu! Apa Ibu tak ingin menyambut kepulangan Rachel?" ucapnya dengan lirihan pelan.
Choky secepatnya memalingkan wajahnya. Hatinya bagai tertusuk ribuan pisau ketika mendengar ucapan Rachel. Jika dihayati sangat sakit lebih sakit. Teringat pada masa lalu nya dulu, rasanya Choky tak ingin lagi mengalami hal itu.
"Dek." Rachel beralih pada adiknya. "Ayo bangun. Kakak belikan nasi goreng kesukaan mu," ucapnya mengenggam tangan sang adik "Jangan tidur terus, Dek. Kakak khawatir," sambungnya
"Hel." Ayunia mengusap bahu sahabat nya "Yang kuat, kau tidak pernah sendirian," ucapnya menenangkan sahabat nya itu.
Rachel mengangguk. Nyatanya kuat tak semudah ucapan. Bagaimana pun dia adalah wanita yang lemah.
"Ayo makan dulu," ajak Choky mengalihkan pembicaraan
Malam ini Choky dan Ayunia memutuskan untuk menemani Rachel di rumah sakit. Kasihan Rachel tak memiliki siapa-siapa lagi selain kedua orang itu.
Choky sebagai yang paling tua dan bahkan usianya sudah kepala tiga tentu dia harus menjadi penguat untuk kedua sahabatnya terutama Rachel. Apalagi selama ini Choky begitu dekat dengan Rachel dan keluarga nya bahkan mereka sudah seperti saudara kandung.
Bersambung...
Jangan lupa like komen dan vote ya guys.
Jika ada saran dan masukkan kalian boleh coret-coret dibawah...
Mohon maaf belum bisa update banyak2 karena author sibuk juga....
Terima kasih sekali lagi buat kalian...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!