NovelToon NovelToon

Menjadi Penguasa Dengan Sistem Misterius

Bab 1. Prolog

Didalam sebuah rumah besar dan mewah, telah berkumpul semua anggota keluarga besar Leonardo, yang saling terduduk disebuah kursi meja makan mereka masing-masing.

"Alexa, bagaimana kuliahmu?" tanya Rudi Leonardo, sang kepala keluarga, kepada Alexa Leonardo, putri sulungnya.

"Sejauh ini, baik-baik saja pah," jawab Alexa, meski pandangannya selalu terfokus pada sebuah ponsel termahal yang berada dalam genggamannya.

Rudi lalu memusatkan perhatiannya pada Joshua Leonardo, putra keduanya. "Bagaimana dengan sekolahmu?" tanya Rudi, sambil bertopang dagu dengan sebelah kepalan tangannya.

Namun, Joshua hanya terdiam seraya menunduk. Matanya yang mengerling, menandakan kegelisahan dalam hatinya, yang membuat Rudi seketika naik darah atas bungkamnya anak tersebut.

(Brak!)

"Aku sedang bertanya padamu! Bukan menyuruhmu untuk diam!" murka Rudi, setelah menggebrak meja makannya. Urat diwajahnya menebal, dengan aliran darah yang telah mendidih di otaknya.

"Sayang! Jangan bersikap kasar dihadapan Joshua!" Celine Leonardo, yang merupakan istri dari Rudi pun sontak berdiri dari kursinya. Ia merasa cemas dengan tindakan sang suami, yang semakin membuat Joshua ketar-ketir.

Rudi menghela nafasnya, dan berusaha menurunkan tingkat emosinya. Perhatiannya lalu tertuju pada Zevan Ardiansyah, putra bungsu yang diadopsinya sejak kecil. "Zevan, bagaimana dengan sekolahmu?" tanya Rudi, kepada Zevan yang tengah terduduk di sisi meja.

Rudi dan Celine duduk bersebrangan dengan Alexa dan Joshua, sedangkan Zevan terduduk disudut meja yang berada ditengah-tengah mereka. Hal itu menjadi perbedaan statusnya dengan status anggota keluarga yang lain.

Mendapat pertanyaan dari sang ayah, membuat Zevan sontak berdiri dari kursinya. "Sekolahku baik-baik saja Pah! Aku selalu berusaha mempertahankan nilai-nilai pelajaran terbaikku!" jawab Zevan dengan tegas.

Kacamata yang melekat pada matanya itu, menandakan kegigihan dan ketekunannya dalam belajar. Membaca dan menulis, adalah hobi yang sangat digemari Zevan, selain itu, tidak ada.

"Bagus! Tetap pertahankan dan jangan sampai membuatku malu!" ucap Rudi, yang seketika memalingkan wajahnya.

Penerus Leonardo grup itu, sangat-sangat tidak peduli dan tidak berharap apapun, atas prestasi yang diraih oleh Zevan. Setidaknya, jika anak itu tetap bersikap layaknya seorang anak konglomerat, maka takkan menjadi permasalahan yang berarti baginya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Leonardo Group, sebuah induk perusahaan yang dikepalai oleh Rudi Leonardo, telah turun temurun menggeluti berbagai macam bidang bisnis. Mulai dari perhotelan, perbankan, industri hiburan dan properti, serta fashion, bahkan ratusan pabrik-pabrik yang tersebar dipinggir kota pun berada dalam kepemilikan mereka sepenuhnya.

Hal itu justru semakin menambah beban pikiran, bagi seorang Rudi Leonardo, yang harus siap menerima segala tantangan, serta perlawanan-perlawanan tidak lansung dari beberapa pihak yang tidak senang dengan kepemimpinannya di perusahaan.

Dua puluh tahun silam, Rudi menikahi Celine Utomo, putri seorang pensiunan militer berpangkat tinggi. Mereka lalu dikaruniai dua orang putra putri.

Setelah kepergian sang ayah yang meninggal karena menderita penyakit Kronis, membuat Rudi terpaksa memenuhi seluruh wasiatnya. Salah satunya adalah mengasuh seorang anak yatim piatu.

Rudi dan Celine berkunjung ke sebuah panti asuhan, dan memutuskan untuk mengadopsi seorang anak secara acak. Zevan Ardiansyah yang baru berumur tujuh tahun pun menjadi pilihan adopsi mereka.

Tinggal dirumah besar dan mewah, membuat Zevan yang masih sangat polos, merasakan kebahagiaan yang amat mendalam. Meski begitu, Celine tetap memperlakukannya tidak seimbang dengan dua buah hatinya yang lain.

Seiring berjalannya waktu, serta pertumbuhan akal dan fisik yang semakin meningkat, membuat Zevan menyadari bila kehadirannya di rumah itu hanyalah sebatas numpang saja. Ia bahkan rela menuruti segala perintah Celine dan kedua saudara tirinya, serta melakukan apa saja agar dirinya tetap tinggal dirumah itu.

Kini, Alexa tengah menempuh kuliah disalah satu universitas elit ternama, dan Joshua tengah menempuh pendidikan sekolah menengah swasta elit kelas dua, bersama dengan Zevan yang juga satu sekolah dengan Joshua, meski dirinya harus bersikap sebagai seorang pelayan, bagi saudara angkatnya itu.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Hari ini adalah hari Minggu, hari yang sangat dinanti-nantikan bagi semua orang khususnya para pelajar, dalam menikmati waktu senggang mereka selama seharian penuh.

Celine yang telah selesai menyantap hidangannya, menatap sangat tajam ke arah Zevan. "Semuanya jadi membicarakan hal buruk tentang keluarga ini, karena anak itu. Jika Rudi tak mampu mengusirnya dari rumah ini, maka aku sendiri yang akan melakukannya," batin Celine, dengan seluruh perasaan muaknya terhadap Zevan.

Setelah mendapati Zevan menyudahi hidangannya, Celine mulai melancarkan siasat liciknya. "Zevan, tolong ambil parfum mama di kamar," perintah Celine.

"Baik Ma." Tanpa pikir panjang, Zevan segera beranjak dari kursinya dan bergegas menaiki anak tangga menuju kamar kedua orangtua angkatnya itu.

Zevan membuka pintu kamar, dan mendapati sebuah botol parfum bermerek yang terletak diatas meja rias milik Celine. Ia lalu meraih parfum tersebut, menutup pintu kamar dan bergegas turun menghampiri Celine.

"Ini Ma," ucapnya seraya menyerahkan botol parfum milik Celine.

"Bagus! Kumpulkan segala piring-piring kotor, dan cuci semua hingga bersih!" perintah Celine, saat mendapati seluruh anggota keluarganya telah selesai dalam menyantap seluruh hidangan sarapan pagi.

"B-baik Ma!" Zevan menuruti perintah Celine, tanpa sedikitpun melawan dan membantah.

"Celine, aku berangkat dulu. Ada rapat yang harus ku hadiri, di Singapura," ucap Rudi sambil berdiri dari kursinya.

Celine dengan segera menghampiri Rudi lalu membetulkan posisi dasi kemeja sang suami. "Sayang, apa tidak yang ketinggalan?" tanya Celine.

"Hmm ... sepertinya semua sudah kusiapkan dalam koperku," jawab Rudi dengan penuh percaya diri seraya meraih koper kerjanya yang terletak diatas meja.

"Baiklah. Semoga semuanya berjalan dengan lancar, sayang." Celine mengecup bibir sang suami.

Rudi lalu bergegas menuju pintu rumah, dan berjalan menghampiri mobil mewahnya yang telah terparkir didepan rumah.

"Selamat pagi, Tuan Rudi," sapa sang supir pribadi sambil membuka pintu mobil.

"Ya! Pagi," balas Rudi seraya memasuki mobil.

Setelah terduduk disantai dalam mobilnya, Rudi seketika teringat dengan perkataan sang istri. "Aku terkadang suka lupa membawa berkas-berkas yang sangat penting," batinnya.

Demi memastikan segala hal yang perlu disiapkan dalam rapat kerjanya, Rudi membuka kopernya dan mengecek satu persatu seluruh perlengkapan.

"Loh! Cek-nya kemana?! Perasaan tadi sudah aku masukkan!" keluh Rudi setelah mendapati lembar cek senilai jutaan Dollar miliknya menghilang dari koper.

"Tuan, kita berangkat se—"

"Tunggu dulu! Ada yang ketinggalan!" Rudi sontak membuka pintu mobilnya. Ia kembali bergegas memasuki rumah dengan tergesa-gesa.

Celine yang tengah terduduk santai di ruang tamu pun seketika terkejut melihat kedatangan Rudi, yang kembali masuk kedalam rumah.

"Sayang! Ada apa?!" tanya Celine.

"Berkas berhargaku! Semoga benar ketinggalan dan tidak hilang!" jawab Rudi seraya bergegas menaiki anak tangga dengan tergesa-gesa.

"Bagus! Semua berjalan sesuai rencana!" pikir Celine dengan senyuman jahatnya. Ia pun beranjak dari sofanya dan turut berjalan menghampiri Rudi.

"Kemana! Kemana! Kenapa tidak ada disini!" keluh Rudi yang telah memasuki kamar. Ia mengacak-acak seluruh isi dalam lemari berkas-berkasnya.

"Sayang, kau cari apa?" tanya Celine, yang seolah-olah tidak tahu menahu apa yang tengah dicari sang suami.

"Celine, apa kau melihat lembar cek milikku?!" tanya Rudi seraya menghampiri Celine yang sedang berdiri dibalik pintu kamar.

"Cek?! Aku tidak melihatnya! Memangnya kamu simpan dimana?!" Celine berpura-pura tidak tahu, meski sebenarnya berkas cek itu telah disembunyikannya dalam laci lemari milik Zevan.

"Brengsek! Tidak mungkin ada maling dirumah ini!" gumam Rudi, dengan nafas yang menggebu-gebu.

Celine berusaha menenangkan kegelisahan sang suami. "Sayang, tenangkan dirimu. Aku akan membantumu mencarikannya," ucap Celine. "Alexa! Joshua! Cepat kemari!" himbaunya dengan suara keras.

Alexa dan Joshua yang sebenarnya telah mengetahui rencana jahat sang ibu pun dengan segera berjalan menuju kamar orangtua mereka.

"Ada apa Ma?!" tanya Alexa, seraya berjalan menghampiri Celine, dengan Joshua yang turut berjalan dibelakangnya.

"Coba kalian cari berkas cek milik papa, dan periksa diseluruh ruangan ini! Papa benar-benar khawatir dengan hal itu!" perintah Celine.

"Baik, Ma!" Alexa lalu bergegas keluar dari pintu kamar.

"Baik, Ma! Aku akan segera menemukannya!" ucap Joshua, sambil tersenyum menyeringai dihadapan sang bunda. "Rencanamu memang hebat, Ma! Sebentar lagi, anak itu akan keluar dari rumah ini!" pikirnya sambil berjalan menuju pintu kamar.

Zevan yang masih sibuk mencuci piring diruang dapur, tak menyadari bila kamarnya telah dimasuki oleh Alexa dan Joshua.

"Joshua, Mama bilang telah meletakkan cek-nya di laci. Kita tunggu disini dulu beberapa saat, setelah itu kamu coba himbau Mama dan Papa untuk datang ke kamar anak ini," ucap Alexa seraya berdiri didepan lemari milik Zevan.

"Ya!"

Setelah menunggu beberapa saat, alih-alih tengah sibuk mencari berkas cek milik Rudi, Joshua pun dengan segera berjalan keluar dari kamar Zevan. Ia lalu bergegas menuju kamar pribadi Rudi dan Celine.

"Ma! Pa! Aku sudah menemukannya!" ucap Joshua dari balik pintu kamar.

"Dimana?!" tanya Rudi.

"Dikamar Zevan!" jawab Joshua dengan tegas.

"Aaanak ituuu!" Rudi menjadi murka setelah mendengar pengakuan Joshua. Ia lalu bergegas menuju kamar Zevan, yang terletak berseberangan dengan tangga.

Rudi pun terkejut saat mendapati berkas cek-nya telah berada dalam genggaman Alexa. Ia juga melihat laci lemari milik Zevan yang tengah terbuka lebar.

"Papa! Aku menemukannya didalam laci lemari Zevan!" ucap Alexa dengan penuh percaya diri.

Gumpalan darah dalam otak Rudi seketika mendidih. "Zeeevaaaaann!!!" soraknya dengan sekuat tenaga, hingga suaranya terdengar jelas ditelinga Zevan.

Zevan seketika menunda kegiatan mencuci piringnya setelah mendengar himbauan Rudi. Ia menuju lantai dua dan mendapati Alexa telah berdiri dihadapannya.

"Zevan! Papa menunggumu dikamar!" ucap Alexa seraya menggenggam dan menarik paksa tangan Zevan lalu membawanya menuju kamar. "Aku yakin, papa pasti akan mengusirmu," pikirnya dengan rasa dendam dan benci.

Setelah mendapati Zevan berdiri dihadapannya, Rudi langsung mendaratkan tamparan keras ke pipi anak angkatnya itu.

(Prak!)

"Apa kau sudah gila? Ha! Untuk apa kau mencuri cek milikku?!" tanya Rudi dengan perasaan murka, sambil menunjukkan lembaran cek miliknya.

Zevan yang merasa kebingungan pun berusaha untuk membela diri. "Aku sungguh tidak tahu apa-apa tentang cek itu, Pa! Aku bersumpah!" belanya dengan mata yang berkaca-kaca.

"Sayang! Mungkin anak ini mencoba untuk melarikan diri! Makanya dia nekad mencuri cek berharga milikmu!" tukas Celine seraya menunjuk pada Zevan.

Rudi sudah kalap dan tak mampu lagi menahan rasa amarahnya terhadap Zevan. "Celine! Bawa anak ini keluar dari rumah! Alexa! Persiapkan seluruh pakaiannya dan masukkan kedalam tasnya!" perintah Rudi.

"Baik Pa!" ucap Alexa. Ia lalu mengeluarkan seluruh pakaian sehari-hari serta seragam sekolah milik Zevan.

Mendengar perintah Rudi, membuat Celine merasa senang bukan kepalang. Wanita itu lansung menarik tangan Zevan, dan menggiringnya menuju luar rumah. "Dasar kau tak tahu diri!" cela Celine sambil terus menarik tangan Zevan dengan paksa.

Joshua pun turut mengikuti langkah sang bunda dan memberikan senyuman menyeringai dibelakang Zevan. "Haha! Rasakan itu! Memang sudah seharusnya kau keluar dari rumah ini!" batinnya dengan penuh perasaan senang, atas apa yang telah menimpa Zevan.

Setelah memasukkan seluruh pakaian Zevan kedalam tas, Alexa pun segera menyusul menuju gerbang rumah. "Sebenarnya, aku tidak peduli dengan kehadiran anak itu dirumah ini. Tapi, memang sudah seharusnya dia keluar dari rumah ini," pikirnya sambil menenteng tas Zevan.

Celine lansung mendorong Zevan keluar dari gerbang rumah. "Ingat! Kehadiranmu sudah tak diperlukan lagi dirumah ini! Jangan pernah kembali lagi!" ucapnya dengan penuh rasa kebencian yang amat mendalam terhadap Zevan.

Melihat Zevan tersungkur ke atas trotoar, Alexa melemparkan tas milik adik angkatnya itu, yang membuat Zevan dengan sigap menangkapnya. "Renungkan apa kesalahanmu. Semoga kau tidak mengulanginya lagi pada keluarga barumu selanjutnya!" ucap Alexa.

Mereka merasa puas atas apa yang telah menimpa Zevan, tanpa sedikitpun menaruh rasa empati terhadap anak itu. Celine dan kedua buah hatinya pun lansung bergegas memasuki rumah, dan meninggalkan Zevan yang terduduk seraya menunduk lesu, didepan gerbang rumah yang sangat besar itu.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Zevan menyaksikan kepergian mobil ayah tirinya yang keluar dari gerbang rumah, tanpa sedikitpun menaruh perhatian kepadanya. "Kenapa semuanya jadi begini? Aku harus kemana lagi?" pikirnya seraya bangkit dari tempatnya terduduk.

Rumah yang besar itu, telah menjadi tempat ternyaman bagi Zevan, saat pertama kali anak itu diadopsi dan dirawat hingga tumbuh remaja seperti sekarang. "Mereka memang benar-benar sudah benci kepadaku, sampai-sampai membuat rencana licik supaya aku keluar dari rumah ini," batinnya sambil menoleh dari balik gerbang.

Sudah tak ada lagi yang mampu dilakukan Zevan, kecuali terus berjalan dan berjalan tanpa arah dan tujuan. "Pantas saja Mama Celine menyuruhku mengambil parfumnya, agar aku seolah-olah berencana mengambil cek milik papa Rudi. Sungguh, mereka semua sudah terlalu kejam padaku!" pikirnya seraya menunduk, dan terus berjalan tanpa henti.

Zevan seketika menghentikan langkah kakinya, tepat didepan sebuah taman kota. "Ya Tuhan, aku harus bagaimana lagi dan harus kemana lagi," batinnya sambil mendongakkan wajah ke arah langit, dengan air mata yang mulai mengalir.

...*****TBC*****...

Bab 2. Anugerah Sang Nenek Misterius

Zevan telah menghabiskan dua jam waktunya berjalan kaki, menuju pinggiran kota. Sempat terlintas dibenaknya untuk singgah dan menetap sementara di panti asuhan, namun hal itu sangatlah tidak mungkin baginya, karena telah menginjak usia remaja.

Pemerintah kota telah menetapkan sebuah peraturan yang sangat mustahil bagi Zevan, untuk kembali tinggal dan hidup di panti asuhan. Hal itu semakin membuat rasa keputusasaanya, kian memuncak.

Kakinya terus melangkah dan melangkah, hingga tiba disebuah jembatan, yang membawahi sebuah sungai besar. "Sepertinya, aku memang tidak layak lagi untuk hidup, setelah tak ada satupun orang yang ku anggap, sebagai keluargaku sendiri," pikirnya, seraya menatap kosong, kearah aliran sungai yang jernih dan deras itu.

Pikirannya sudah buntu, seiring dengan semangat hidup yang terus terkikis habis. Zevan seketika teringat pada masa-masa kecilnya, sewaktu masih berada di rumah keluarga besar konglomerat tersebut. "Papa Rudi, dulu kau sangat sering tersenyum kepadaku. Namun, mengapa seiring dengan pertumbuhanku, senyuman itu semakin memudar, dan tak pernah lagi kau tunjukkan," batin Zevan, sambil menggenggam erat besi pembatas jembatan.

"Mama Celine, aku sudah tahu bila kau sangat-sangat membenci diriku sejak dulu. Tapi, hingga detik ini pun aku tetap menganggapmu sebagai ibuku sendiri," pikir Zevan, yang mulai menapakkan kakinya, pada sebuah pembatas jembatan yang berada tepat didepan lututnya.

"Kak Alexa, dan Joshua. Kalian selalu mendapatkan perhatian yang lebih dari papa Rudi dan mama Celine. Aku tak pernah sedetikpun merasa iri dengan hal itu," pikir Zevan, yang telah menginjakkan dua kakinya, tepat diatas besi pembatas jembatan.

Pandangannya menatap kosong, dengan semangat hidup yang telah terkikis habis. Zevan mulai mengangkat sebelah kakinya, dan menapak pada sebuah besi pembatas jembatan yang berada satu tingkat diatas sebelah kakinya yang lain.

Zevan benar-benar ingin mengakhiri nyawanya. Namun, belum sempat niat itu tertuntaskan, seseorang tiba-tiba menggenggam sebelah pundak Zevan, yang membuat anak itu menunda aksi nekatnya.

"Cuuu," ucap seorang nenek yang terlihat lesu, dengan badan yang membungkuk. Seluruh kulit ditubuh dan wajahnya pun mengeriput, dengan rambut yang memutih pudar.

Pakaiannya terlihat sederhana, seperti penduduk desa pada umunya. Zevan seketika menoleh kebelakang dan tertegun saat mendapati seorang nenek-nenek, yang seakan ingin meminta pertolongan padanya.

"Ada apa nek? Apa ada yang bisa ku bantu?" tanya Zevan, seraya menurunkan kembali sebelah kakinya. Ia akhirnya menurunkan kedua kakinya, hingga kembali menapak diatas trotoar jembatan.

"Tolong nenek. Nenek sudah tua, dan tak sanggup lagi berjalan," jawab sang nenek.

Melihat kondisi lemah tak berdaya yang terlihat jelas dari nenek tersebut, membuat Zevan merasa iba. Anak itu dengan segera menggenggam erat kedua tangan sang nenek.

"Nenek mau kemana? Mari ku antarkan," ucap Zevan, dengan penuh tenggang rasa. Kecemasan akan hidupnya, justru beralih pada kondisi nenek itu.

"Nenek ingin pulang, cu. Rumah nenek ada diujung sana," kata sang nenek, seraya menunjuk pada ujung jalan yang terhubung dengan hutan desa.

Tanpa basa-basi, jiwa sosialnya yang meninggi, membuat Zevan sontak berdiri membelakangi sang nenek, lalu membungkukkan badan seakan siap menggendong tubuh nenek tua renta itu. "Ayo nek! Aku antar sampai rumahmu," ucap Zevan.

Melihat kebaikan yang ditunjukkan anak itu padanya, membuat sang nenek jadi tersenyum. Pupil matanya yang hitam pekat, sempat bersinar merah, lalu kembali menghitam lagi.

Setelah merangkul pundak Zevan dari belakang, sang nenek mengangkat sebelah kakinya, dan bertopang pada sebelah lengan anak itu. Zevan pun dengan sigap mengangkat sebelah kaki sang nenek, lalu menggendongnya dari belakang.

"Jangan khawatir nek! Aku akan mengantarmu pulang, agar kau bisa segera beristirahat," ucap Zevan seraya melangkahkan kakinya, menuju arah rumah yang ditunjukkan oleh sang nenek.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Zevan benar-benar melupakan masalah yang tengah dialaminya, demi memikirkan kesulitan yang dialami sang nenek. Ia sedari tadi terdiam membisu, sambil memfokuskan dirinya dalam menggendong nenek itu pulang menuju rumah.

Setelah hampir tiba diujung jalan, sang nenek seketika menjulurkan tangannya dan menunjuk ka arah setapak jalan, yang berada dipertigaan jalan besar tersebut. "Cu, rumah nenek ada didalam hutan. Sebentar lagi juga sampai," ucap sang nenek.

"Baiklah, nek." Zevan semakin mempercepat langkah kakinya, karena beban tubuh nenek tersebut, tak terlalu menyulitkan dirinya.

Jalan setapak itu sedikit menanjak, namun tetap tak menyurutkan semangat Zevan. "Nek, apa ada anggota keluargamu yang tinggal disana?" tanya Zevan.

"Tidak ada cu. Nenek hanya tinggal seorang diri," jawab sang nenek, yang membuat Zevan sempat tercengang. "Tapi kau tak usah khawatirkan nenek. Setelah mengantarku pulang, aku akan memberikan imbalan yang sangat besar untukmu," ucap sang nenek.

Mendengar perkataan nenek tersebut, membuat jiwa tanpa pamrih Zevan memberontak. "Tidak Nek! Aku tidak akan meminta apa-apa! Aku sungguh-sungguh berniat menolongmu dengan ikhlas!" tampik Zevan, dengan ratusan butiran keringat yang mulai mengucur deras diwajahnya.

Sang nenek kembali tersenyum, setelah mendapati niat baik yang ditunjukkan oleh anak itu. Kini, pupil matanya terus memerah cerah, meski Zevan belum menyadari hal aneh dari nenek tersebut.

Pandangan Zevan seketika tertuju pada sebuah gubuk, yang terletak diujung setapak jalan yang tengah dilaluinya. "Nek, apa itu rumahmu?" tanya Zevan.

"Betul cu," jawab sang nenek, yang belum jua merubah warna pupil matanya menjadi hitam. "Turunkan nenek didepan pintu saja," pinta sang nenek.

"Baik, nek." Zevan mempercepat langkahnya hingga tiba tepat didepan pintu gubuk, yang terbuat dari anyaman bambu. Ia lalu menurunkan sang nenek, secara perlahan dan tenang.

Namun, hal aneh pun terjadi. Zevan mendapati pandangannya seketika memudar, dengan tingkat kesadaran yang mulai menurun. Tangannya sontak meraih sesuatu, yang dapat membuatnya berpegang, meski pikirannya terasa melayang-layang.

Zevan sempat melihat sang nenek, yang tiba-tiba berdiri dihadapannya. Namun, pandangan matanya samar-samar.

"Nek?! Apa yang sedang terjadi?! Mengapa aku tiba-tiba menjadi seperti ini?!" ucap Zevan, dengan mata yang mengerling dan membelalak lebar. Ia sontak beringsut mundur, karena tak sanggup menahan rasa pening yang semakin menjalar di otaknya.

Tubuhnya pun tersungkur kebelakang. Zevan seketika mengerang kesakitan. Detak jantungnya semakin berdegup kencang tak karuan.

Sang nenek tiba-tiba melayang, dan terbang tepat diatas Zevan. "Wahai anak muda. Kau, adalah yang terpilih! Aku sangat memahami siapa dirimu. Terimalah, anugerah dariku!" ucap sang nenek sambil merentangkan kedua tangannya.

"Aaaaaaaaaaa!!!" Rasa sakit ditubuh Zevan kian menjadi-jadi. Urat diwajahnya semakin menebal, pupil matanya pun menjadi merah pekat.

Cahaya putih yang bersinar terang, seketika datang lalu menyinari setiap sudut ruangan dalam gubuk tersebut. Zevan mendapati pandangannya memutih dan semakin memutih, hingga membuatnya sontak, kehilangan kesadaran secara total.

Setelah berhasil mentransfer seluruh energinya, sang nenek lalu menghilang, meninggalkan Zevan yang tengah tak sadarkan diri dalam gubuk tersebut.

...****TBC****...

Bab 3. Sistem Misterius

Zevan yang tengah terlentang tak sadarkan diri, seketika menggerakkan jari jemarinya. Ia lalu membuka kedua mata secara perlahan, seiring dengan kesadaran yang mulai membangkitkan saraf-saraf diseluruh tubuhnya.

"Dimana aku?" batin Zevan seraya mengedipkan mata. Ia pun sontak bangkit dan terduduk dengan penuh kebingungan, saat menatap ke seluruh sudut ruangan dalam gubuk tersebut.

Pupil matanya sempat memerah lalu kembali menghitam, seakan tengah mereaksikan suatu energi misterius, yang belum sama sekali disadarinya. "Nenek?! Neneeek?!" soraknya, setelah ingatannya tentang sang nenek terlintas dibenaknya.

Namun, keanehan pun terjadi. Zevan mendengar suara misterius, yang sepertinya hanya dapat didengar dalam pikirannya sendiri.

[****Kontrak Berhasil! Selamat, anda telah menjadi Tuanku!****]

Suara misterius itu sempat membuat Zevan menoleh ke kiri dan ke kanan. "Siapa itu?! Apakah ada orang disini?!" tanya Zevan dengan penuh rasa kebingungan, saat mendapati suara itu tak bertuan.

[Aku adalah sistem. Aku adalah sistem yang akan memandu anda]

"S-s-sistem?! Apa itu sistem?! Aku tidak mengerti!" Zevan sontak mendirikan tubuhnya, dan berdiri dengan tegap, seraya membentuk sikap kuda-kuda seorang petarung. "Keluar kau! Jangan bermain-main denganku!" gertaknya dengan penuh was-was.

[Tuan, sepertinya anda belum mengerti apa itu sistem. Baiklah, akan ku jelaskan. Tolong simak dengan seksama]

Tanpa disadari, pupil matanya berubah menjadi merah cerah. Zevan lalu mendapati sebuah layar proyeksi tembus pandang, yang membentang didepannya.

...•••••Your System•••••...

...[Zevan Ardiansyah]...

...[Umur: 17 tahun]...

...[Pekerjaan: Pelajar]...

...[Kesehatan: 100%]...

...[Keuangan: -]...

...[Kemampuan: membaca dan mengingat dengan cepat]...

...[Skill: -]...

...[Tingkat IQ: 115]...

...[Tingkat Sekolah: SMA]...

...[Nama Instansi Sekolah: SMA Harapan Kita]...

...[Kelas: 2C]...

Seluruh data pribadinya yang tertera dalam layar proyeksi tersebut, membuat Zevan sempat tercengang. "Apa maksudnya ini? Kenapa kau bisa tahu identitasku?" tanya Zevan, yang sama sekali belum mengerti, atas apa yang telah dilihatnya dengan mata kepalanya sendiri.

[Tuan, anda telah membuat perjanjian kontrak denganku. Dan aku, adalah sistem yang akan memandu anda dalam menangani setiap masalah-masalah yang akan anda hadapi]

Zevan sempat termenung sejenak, setelah mendengar penjelasan dari suara tersebut. "Tidak mungkin! Kejadian seperti ini, hanya ada dalam novel saja! Apa aku sudah mati, dan masuk kedalam dunia novel?" pikir Zevan.

[Tidak, Tuan. Anda masih hidup]

Zevan pun sontak tercengang, saat suara itu menjawab segala pertanyaan-pertanyaan yang berada dalam pikirannya. "B-b-bagaimana kau bisa tahu isi pikiranku?!" tanya Zevan, dengan raut wajah penuh curiga.

[Tentu saja! Karena aku adalah sistem yang berpusat di pikiranmu]

Rasa curiganya yang semakin besar, membuat Zevan semakin takut dengan suara misterius yang hanya terdengar dalam pikirannya itu. Ia lalu beringsut mundur dengan perlahan, dan berlari melewati pintu gubuk.

"Tidak mungkin! Pasti semua ini hanya mimpi!" ucap Zevan, seraya berlari sejauh mungkin meninggalkan gubuk tersebut.

Zevan mempercepat laju kakinya, dan menuruni setapak jalan dengan tergesa-gesa. Rasa ketakutan telah menyandera seluruh pikiran dan hatinya, atas apa yang tengah dialaminya itu.

"Aku telah menolong seorang nenek-nenek, lalu terbangun didalam sebuah gubuk dan tak mendapati seorangpun disana. Tiba-tiba suara misterius itu muncul dalam pikiranku?! Apakah aku benar-benar masih hidup?!" batin Zevan, yang semakin bergulat dengan rasa ketidakpercayaannya.

Setelah menuruni jalan setapak, Zevan semakin mempercepat laju larinya keluar dari hutan, dan berlari menuju sebuah pertigaan jalan besar. Ia sempat menoleh ke arah belakang, tanpa menyadari ada sebuah mobil yang tengah melintas dengan kecepatan tinggi.

Bukannya berlari dipinggir trotoar, Zevan malah berlari ditengah jalanan besar, yang membuat mobil tersebut tak sempat menginjak pedal remnya, dan hanya mampu membunyikan klakson.

(Tiiiiiiiittt!!!!)

[Sistem! Peningkatan seluruh level status menjadi maksimal!]

[•••••Zevan Ardiansyah•••••]

[Kesehatan: 10000000%]

[Kekebalan tubuh: 1000000%]

[Kekuatan: 10000000%]

[Ketahanan fisik: 10000000%]

[Kekuatan struktur tulang: 10000000%]

[Kekuatan dasar tulang: 100000000%]

[Kebal dari segala luka: diaktifkan!]

[Kebal dari rasa nyeri: diaktifkan!]

(Bruuggh!!!)

Meski sempat mengerem, namun bemper mobil tersebut terlanjur membentur tubuh Zevan dengan keras, hingga membuat anak itu terpental ke arah belakang.

(Bughh!)

Punggung Zevan mendarat keras diatas aspal jalanan, seiring dengan kepala yang turut terbentur dan terpelanting dengan keras. Hal itu membuat pandangannya menjadi kabur dan samar-samar, meski tak merasakan apa-apa ditubuhnya.

Terlihat seorang wanita dewasa dengan setelan pakaian casual mewah, yang beranjak turun dari mobilnya. Ia lalu berjalan tergesa-gesa menghampiri Zevan seraya melepaskan kacamatanya, yang membuat wajah cantik dan anggunnya itu terpampang dengan jelas.

Wanita cantik itu seketika berlutut dihadapan Zevan, sambil menggenggam erat kedua pundak anak tersebut. "K-k-kamu tidak apa-apa kan?! Apa ada yang sakit?! Ayo, aku antar kerumah sakit!" ucapnya dengan penuh kekhawatiran.

[Sistem! Pemulihan kesadaran]

Zevan mendapati pandangannya kembali normal, dan terkejut saat melihat kehadiran seorang wanita yang tengah berlutut disampingnya.

"Sistem! Jangan bilang kalau kau yang telah menyelamatkanku dari tabrakan tadi!" batin Zevan, seraya menatap tajam pada wajah wanita tersebut.

[Ya! Itu adalah kewajibanku, sebagai pemandumu, Tuan!]

"Sudah ku duga! Pantas saja aku tidak merasakan sakit atau nyeri!" batin Zevan, seakan tengah berkomunikasi dengan suara misterius itu.

[Apakah Tuan sudah mengerti? Jika Tuan belum percaya dengan sistem yang Tuan miliki ini, maka akan ku tunjukan satu hal lagi]

"T-t-tunggu dulu!"

[Sistem! Peningkatan kharisma! Menjadi idola seluruh wanita: diaktifkan]

"Haa?! Apa yang sedang kau lakukan padaku?!" Zevan tercengang, dengan perkataan suara misterius tersebut.

Gairah asmara dari dalam diri wanita cantik itu, seketika memuncak saat menatap wajah Zevan. Ia sontak tersenyum, dan menunjukkan wajah penuh hasrat seksualnya pada anak itu.

"Tak kusangka, kau setampan ini ...." ucapnya seraya mengelus hidung Zevan.

"Aaaaaa!" Zevan terkejut bukan kepalang, melihat perubahan sikap yang dialami wanita cantik itu.

"Bocah ... maukah kau menjadi pendamping hidupku, untuk selamanya?" tanya sang wanita, yang tiba-tiba mendekatkan wajahnya, menuju wajah Zevan. Bibirnya yang merah merona itu, seakan ingin ******* habis bibir Zevan.

"Aaaaaa!!! Sistem! Kembalikan seperti semula!" Zevan sontak terkejut dengan apa yang tengah dihadapinya itu.

[Aku belum mendengar jawaban Tuan!]

"Baiklah baiklah! Aku mengerti! Cepaaaat!"

[Jawaban dikonfirmasi! Sistem! Penurunan Kharisma seperti semula!]

[Sistem! Menghilangkan ingatan sang wanita: diaktifkan!]

Belum sempat bibir itu menyentuh bibir Zevan, sang wanita sempat terkejut, dan sontak menjauhkan wajahnya. Ia lalu mendapati Zevan tengah terduduk, seraya menatap penuh keheranan padanya.

"Nyonya, anda baik-baik saja?" tanya Zevan, demi memastikan bila wanita itu telah kembali seperti semula.

"S-s-siapa kamu?! K-k-kenapa aku bisa ada disini?!" tanya kembali sang wanita, dengan raut wajah kebingungan.

"Anda tadi telah menabrakku Nyonya. Tapi, aku sungguh tidak apa-apa," jawab Zevan sambil tersenyum.

Sang wanita dengan segera bangkit dan berjalan tergesa-gesa menuju mobilnya. Ia lalu masuk kedalam mobil, seraya menyalakan mesinnya. "Sepertinya tadi aku hampir mencium anak itu," ucapnya seraya menginjak pedal gas.

Zevan pun segera menyingkir dari jalanan, dan membiarkan wanita yang telah menabraknya itu, pergi meninggalkannya. "Haaa ... hampir saja," ucapnya sambil menggeliatkan tangan ke arah belakang.

[Tuan. Apa ada yang bisa ku bantu?]

Mendengar suara misterius itu, membuat Zevan menghela nafasnya dengan perlahan. Ia lalu menyadari, bila semuanya benar-benar terjadi secara nyata. "Sistem, darimana kau berasal?" batin Zevan.

[Aku berasal dari kebaikanmu, Tuan!]

"Kebaikanku? Apa karena telah menolong nenek-nenek itu?" tanya Zevan dalam hatinya.

[Betul! Beliau sebenarnya berasal dari masa depan. Tuan telah menjadi subjek percobaan sebuah sistem, yang sudah diciptakannya di masa depan itu]

"Masa depan kah? ... hmm ... jadi nenek itu telah melintasi waktu, dan bertemu denganku, lalu sengaja memilihku sebagai subjek percobaannya?" ucap Zevan dalam pikirannya.

[Benar! Sistem ini, hanya akan dianugerahkannya setiap seratus tahun sekali. Dan Tuan, adalah orang pertama yang beruntung]

Zevan semakin memahami maksud dari suara misterius itu. Ia terus berfikir dan berfikir, seraya melangkahkan kakinya meninggalkan tempat tersebut.

"Hmm ... sejak tadi, aku merasakan kalau sistem itu dapat memanipulasi seluruh data, status, dan kepribadian yang ada dalam diriku. Benarkah?" tanya Zevan dalam hatinya.

[Benar! Tuan dapat memintaku untuk meningkatkan stamina, ketangkasan, kekuatan, kecerdasan, bahkan uang pun dapat ku berikan jika tuan mau]

Zevan seketika menghentikan langkah kakinya, tepat disebuah jembatan yang sempat disinggahinya. "Uang? Bagaimana caramu memberiku uang? Apakah uang itu benar-benar ada dan legal secara hukum?!" tanya Zevan, yang semakin penasaran dengan keuntungan sistemnya

[Tentu saja! Tuan tak perlu khawatirkan hal itu! Cukup membuka rekening tabungan, maka aku dapat meningkatkan jumlah saldonya sebanyak yang Tuan inginkan!]

Zevan seketika meraih beberapa kerikil kecil yang terletak diatas trotoar jembatan. "Tidak tidak tidak! Itu bisa melanggar hukum! Bagaimana nanti jika pihak otoritas keuangan mencurigai aktivitas keuanganku? Aku tak ingin berakhir dipenjara karena hal itu!" ucap Zevan dalam hatinya, seraya melemparkan kerikil-kerikil itu ke arah sungai, yang terletak dibawah jembatan.

(Cluk!)

[Hal itu sangat mudah ku atasi! Sistem akan memanipulasi data rekening Tuan, agar menghindari kecurigaan pihak berwenang. Bahkan, akupun dapat membuat Tuan menjadi penguasa di kota ini!]

(Cluk!)

Zevan sempat menunda melempar kerikilnya, setelah mendengar perkataan suara misterius tersebut. "Penguasa kah?" batinnya seraya termenung menatap aliran sungai, yang sangat deras itu.

[Betul! Bagaimana? Apa Tuan tertarik]

(Cluk!)

Setelah melempar kerikil terakhir, Zevan menghembuskan nafasnya dalam-dalam, lalu menghempaskannya dengan perlahan. "Baiklah! Selagi tidak melanggar hukum, aku akan membiarkanmu bertindak semaumu. Tapi, untuk sekarang ini, aku hanya ingin fokus sekolah. Apa kau bisa membantuku?" pikir Zevan.

[Akan ku lakukan dengan senang hati, Tuan!]

...****TBC*******...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!