Hallo... Selamat datang di Novel terbaruku... Terimakasih sudah mampir dan semoga pembaca betah di karya author yang ini .. 🙏🙏🙏
Happy Reading....😍😍😍
...BAB 1...
...Setahun Hanya Menjadi Tempat Pelarian...
Seorang perempuan muda bernama Lyra Az-Zahra berusia 22 tahun dengan rambut hitam sebahu tampak melangkah cepat-cepat dengan senyuman manis yang tak lepas dari bibirnya, menghampiri seorang lelaki tampan yang tengah duduk membelakanginya di kursi cafe.
Cafe tempat mereka selalu meluangkan waktu bersama-sama setelah selesai dengan aktivitas belajar di kelasnya masing-masing.
"Hai, maaf menunggu lama ya? Tadi aku ke toilet dulu..." sapanya setelah menepuk pelan pundak lelaki, sehingga lelaki itu menoleh terkejut padanya.
Lelaki itu tersenyum kikuk lalu menyuruh perempuan manis itu duduk di kursinya. "Tidak apa-apa duduklah, kamu mau pesan apa hari ini?" tanya lelaki itu padanya.
"Seperti biasanya, stik kentang dan jus jeruk!" jawabnya tersenyum lebar.
"Baiklah aku pesan dulu pesananmu ya, sebelum kita membicarakan hal yang penting..." ujarnya lagi lembut, nampak wajahnya sedikit tegang. Lalu dia memanggil seorang pelayan dan memesan pesanan Lyra.
Lyra mengernyit heran, memincingkan matanya ke arah pria yang duduk di depannya. Pria yang bernama lengkap Raffa Arsyahputra itu tampak duduk gelisah sejak tadi.
"Memangnya mau bicara apa sih? Kayaknya serius banget!" tanyanya yang semakin penasaran. Setelah pelayan yang mencatat pesanan Lyra pergi kembali di hadapan mereka.
Karna tadi pagi-pagi sekali sebelum masuk kuliah, Raffa memintanya untuk ketemuan di tempat biasa yang katanya ada hal yang harus ia jelaskan selama ini.
Raffa menghela nafasnya panjang juga berat. Lantas menatap dalam wajah kekasihnya yang sudah menjalin hubungan dengannya selama satu tahun lebih itu. "Em... Bagaimana kalau kita menunggu pesanan kita dulu. Baru nanti aku akan sampaikan sesuatu padamu..." ujarnya lagi tergugup.
"Fa... Mau bicara nanti atau sekarang, sama aja! Katakan padaku ada hal penting apa, sampai kamu SMS aku tadi pagi-pagi sekali?" desak Lyra yang tak ingin menunggu lama dan juga berbelit-belit. Sebab setelah makan siang ini, dia harus masuk kelas lagi.
"Baiklah jika kau memaksaku, akan ku katakan padamu namun sebelumnya, aku minta padamu kau tak kan pernah kecewa dengan keputusanku ini Ra..." dengan berat hati, Raffa pun memberanikan diri untuk mengatakan yang sejujurnya pada Lyra. Raffa kembali menarik nafasnya dalam dan menatap lekat pada wajah cantiknya Lyra.
"Maafkan aku Lyra, sepertinya hubungan kita sampai disini saja. Karna selama ini aku tak pernah mencintaimu. Aku mencintai Dania dan sudah berjanji akan menikahinya..." ucapnya tegas, dan sangat jelas terdengar di gendang telinga Lyra.
Bagai tersambar petir, tak ada hujan dan badai. Tiba-tiba kekasihnya meminta memutuskan hubungan mereka tanpa persetujuannya.
"Ap, apa katamu?" gelagapnya, wajahnya seketika berubah tegang.
"Selama ini aku salah padamu, maaf seharusnya aku katakan ini sejak dulu..." ungkap Raffa yang lekas menundukkan kepalanya, merasa bersalah.
"Dania temanku?! Kau menyukai dia?! Kalian berdua_?!" pekiknya dengan tenggorokan yang tercekat, Lyra tak percaya apa yang Raffa sampaikan padanya barusan.
Raffa menelan kasar ludahnya lantas mengangguk kecil. Wajahnya pun berubah pias. "Ya... Ini semua karena..."
"Ini semua karena Raffa hanya ingin menguji cintaku. Maafkan kami Lyra... Kami telah membohongimu..." lanjut seseorang yang tiba-tiba saja datang, dengan langkah pelan mendekati Raffa.
Lyra mendongak ke arahnya. Matanya membulat lebar menatap teman semasa kecilnya. Teman yang sudah lama juga tak berjumpa, nyaris dua tahun ini, tetapi walau mereka tak berjumpa mereka tak pernah putus komunikasi. Dania yang berprofesi sebagai seorang model terkenal dan memilih tinggal lama di Jakarta bahkan dia selalu mendapatkan job ke luar negeri. Kini dia tiba-tiba kembali pulang ke kota kelahiran mereka di Semarang.
"Kenapa, kenapa kalian tak pernah mengatakan sebelumnya padaku?" lontarnya lagi. Lantas Lyra berdiri dan menampar pipi Raffa dengan keras.
Raffa mengusap pipinya yang terasa panas. "Maaf, maafkan kami, kami memang tidak jujur. Karna saat itu!"
"Cukup! Jadi selama ini kalian berdua sudah saling mengenal?! Kenapa selama ini aku tidak tahu! Kau juga tega padaku Dania!" teriaknya pada Dania.
Dania memandang sendu temannya. "Maaf saat itu kami putus karena ego kami sendiri. Maaf aku tak pernah bilang padamu, kalau Raffa sebenarnya adalah kekasihku Lyra. Saat itu aku ingin katakan padamu, tapi aku tahu kamu suka sama Raffa. Maaf karna kami tidak bisa terus menyembunyikan status kami..." Dania pun menundukkan kepalanya merasa bersalah.
Tapi walau begitu jujur Dania masih tetap mencintai Raffa, dan ingin terus mempertahankan hubungannya. Hatinya selalu cemburu setiap kali Raffa mengirimkan foto kebersamaannya dengan Lyra.
"Semudah itu kau ucapkan maaf padaku?! Kau tega Nia, kau tega sekali padaku! Selama ini kamu hanya berpura-pura saja untuk menjadi pendengar baikku, hah!"
Lyra menatap nyalang keduanya lalu pergi berlari meninggalkan mereka berdua. Dania dan Raffa pun saling menatap dalam diam.
"Ini semua salahmu karena bermain hati dengannya. Dia jadi marah padaku kan?!" Dania mendengus kesal menatap tajam kekasihnya seraya melipat kedua tangan di dadanya.
"Kenapa jadi salahku?! Kau pun salah karna lebih memilih berkarir daripada menikah denganku tahun depan?! Sudah ku katakan padamu, aku akan nekad berselingkuh jika kau tetap menjadi model daripada menjadi istriku!" tegas Raffa yang beberapa kali mengancam kekasihnya.
"Tapi kan tak seharusnya juga kau bermain hati dengan Lyra, kau tahu dia itu sahabat baikku!" Dania menghentak kasar kakinya ke tanah. Dania benar-benar marah sekali pada kekasihnya itu, gara-gara aksi nekadnya yang coba-coba berselingkuh di belakangnya. Hubungan baik diantara persahabatan itu akhirnya merenggang.
Raffa berdiri dan menatap lekat wajah kekasihnya seraya tersenyum manis. "Sudahlah aku tidak peduli dengan perasaannya, sekarang yang terpenting adalah aku sudah buat kamu kembali pulang dan dekat di sisiku..." ucapnya lalu meraih tangan Dania dan mengecup punggung tangannya dengan lembut.
"Aku ingin cepat-cepat menikahimu setelah lulus dari kampus ini..." lanjutnya lagi dengan mimik wajah yang serius. Raffa ungkapkan segala harapannya untuk memperistri Dania.
Setelah lulus kuliah Raffa akan meneruskan perusahaan milik Ayahnya, jadi baginya dia sudah lebih dari mampu untuk menafkahi Dania, dan Dania tak perlu lagi repot-repot berkarir di dunia hiburan.
Dania menghela nafasnya dalam lantas memeluk pinggang Raffa dengan erat menyenderkan dagunya di atas bahu kekasih.
"Sayang... Tapi kita juga perlu meminta maaf pada Lyra. Dia pasti sangat sakit hati karna ulahmu itu..." saran Dania
"Iya, kita akan sama-sama menemuinya dan meminta maaf lagi setelah hatinya kembali membaik..." ucapnya ringan. Membalas pelukan Dania seraya mengusapi punggungnya dengan lembut.
Disisi lain, Lyra yang masih tak jauh berdiri disana pun memandangi mereka dengan tatapan yang getir.
Jadi, selama ini aku hanya di jadikan tempat pelarian saja olehmu? Kenapa kalian tega sekali padaku?! Aku harus berkata apa pada Ibu kalau aku telah putus denganmu Fa... Bahkan Ibu sudah sangat menyukaimu... lirihnya dalam hati.
Hatinya benar-benar sakit sekali di permainkan, cinta yang dia berikan begitu tulus untuk Raffa. Namun ternyata cinta Raffa padanya hanya sandiwara belaka.
Bersambung....
...****...
...BAB 2...
...Kepergian Lyra...
Tiga bulan kemudian, dan pada hari itu tepatnya hari pergantian tahun. Setelah hubungan Lyra dan Raffa putus, dan Raffa juga telah lulus wisuda. Dania dan Raffa bermaksud ingin menemui Lyra di rumahnya. Selain ingin meminta maaf, Dania juga ingin mengundang Lyra ke pernikahannya bersama Raffa yang di adakan dua minggu lagi. Namun semenjak kejadian itulah, Lyra tak lagi bisa di temui di kampusnya bahkan di hubungi pun juga tak bisa. Sepertinya Lyra memang sengaja mengganti nomer ponselnya agar Dania dan Raffa tak bisa lagi menghubunginya.
Pernah suatu hari Raffa mencari tahu dan bertanya pada teman-teman sekelasnya Lyra dan mereka bilang akhir-akhir itu Lyra juga jarang masuk kelas. Lalu Raffa pun pergi bertanya ke jurusan. Dan beberapa dosen disana mengatakan jika Lyra sudah tak lagi belajar di kampus itu. Entah itu pindah kuliah atau sudah tak ingin meneruskan kuliahnya lagi? Mereka tak ada yang bisa menjelaskannya secara rinci pada Raffa.
Tiba-tiba hati Raffa merasakan sakit dan sesak, karena Lyra tak ingin memberi kabar apapun kepadanya. Bagaimana tak sesak? Selama hubungan jarak jauh dengan Dania, hampir setiap hari dia bertemu dan berkomunikasi dengannya. Jujur, rasa nyaman itu sudah melekat di hatinya Raffa.
"Apakah aku sudah keterlaluan ya, sehingga dia sangat marah dan tak mau memberi kabar sama sekali padaku..." gumam Raffa, terbesit rasa bersalah di hatinya. Tapi ambisinya yang begitu besar ingin menikahi Dania di awal tahun ini bisa tercapai, Raffa pun menutup matanya dengan perasaan yang akan terluka dari wanita lainnya.
"Dania benar, seharusnya aku tidak bermain-main dengan gadis itu..." lirihnya lagi, kini kata penyesalan pun percuma dan sudah tak lagi berguna baginya.
Dania sangat mengerti dengan perasaan Lyra, siapa yang tak akan merasakan sakit hati di bohongi selama satu tahun oleh sahabat juga kekasih yang sangat di cintai. Walau Raffa memang menganggap hubungannya bersama Lyra hanya sekedar main-main saja, tapi tidak pada Lyra sendiri, yang sudah menganggap hubungannya itu serius.
Betapa bahagianya perasaan Lyra kala itu, menyebut nama Raffa pada Dania di telepon. Pria pertama kalinya yang berani mengatakan cinta juga main ke rumah kecilnya dan menemui Ibunya. Dan sebenarnya Lyra juga telah lama memendam perasaan suka pada Raffa. Hanya saja Raffa tak tahu itu, namun pada Dania saja, Lyra terang-terangan menceritakan semuanya.
Setelah Raffa tahu jika Lyra adalah teman kecil Dania dari foto yang ia lihat di dompetnya Lyra saat itu. Entah mengapa muncul ide dalam benak Raffa untuk menjadikan Lyra sebagai selingkuhannya, agar membuat Dania resign dari pekerjaannya dan pulang kembali ke Semarang. Awalnya Dania tak terpengaruh dengan ancaman Raffa setelah tahu kekasihnya dekat dengan sahabat baiknya itu. Namun lama-kelamaan Dania pun tak tahan melihat foto kemesraan yang di tunjukkan Raffa bersama Lyra yang di kirimkan lewat e-mailnya kepada Dania.
"Sudah cukup kau jangan main-main dengannya! Dia itu temanku!" sentak Dania di telepon.
"Kalau kamu ingin aku mengakhiri hubunganku bersama Lyra, pulanglah dan berhentilah menjadi model!" perintah Raffa dengan tegas.
"Kau tahu Nia, ini adalah pertama kalinya ada lelaki yang mau main ke rumah dan mau menemui Ibuku. Semoga Raffa bersungguh-sungguh dengan ucapannya dan tidak pernah mengkhianatiku..." ucap Lyra dengan hati yang berbunga-bunga.
Namun setelah mendengar ungkapan hati Lyra saat itu, Dania pun bimbang. Ia jadi tak tega untuk memberitahukan siapa Raffa sebenarnya padanya. Karena Dania tahu, pernah sekali itu Lyra terpuruk oleh sebab putus hubungan dengan teman lelakinya sejak mereka masih duduk di bangku SMA. Lyra yang terlalu serius menganggap cinta itu, tapi berakhir putus karna lelaki itu sama sekali tak menganggap cinta Lyra. Lelaki hanya lebih memilih bebas menjalin bersama wanita yang ia sukai.
"Bagaimana caranya kita meminta maaf padanya, kalau Lyra saja sulit untuk di temui..." keluh Dania, yang semakin hari semakin di hantui rasa bersalah pada sahabat kecilnya itu.
"Kita ke rumahnya saja, siapa tahu kali ini kita bisa menemuinya..." saran Raffa.
"Baiklah..." Dania mengangguk setuju.
Jarak dari kampus ke rumah Lyra memang lumayan sangat jauh. Maka itu, kenapa Lyra mencari kost-kostan di dekat kampus, agar memudahkannya tepat waktu masuk kuliah dan juga tidak berat di ongkos.
Selang berapa jam kemudian, mobil sport merah milik Raffa telah sampai di depan rumah sederhananya Lyra. Mereka pun cepat-cepat keluar dari mobil dan melangkah masuk mendekati pintu rumah Lyra yang tertutup.
Dania menatap sendu rumah berdinding hijau tosca itu, tak ada yang berubah sama sekali. Namun dindingnya sebagian banyak yang sudah rapuh dan di bawahnya juga berlumut, menandakan si pemilik rumah memang tak memiliki biaya untuk merawat rumah itu. Terang saja karena semenjak SMP Lyra tak lagi memiliki Ayah yang bisa menafkahinya bersama Ibunya. Ayahnya meninggal dunia karena mengidap penyakit asam lambung kronis.
Sebenarnya Dania dulu juga pernah tinggal di kampung itu, namun setelah lulus SD, Dania dan keluarganya memutuskan pindah dan tinggal di kota. Setelah lulus SMA, Dania ditawari menjadi seorang model oleh Tantenya. Hingga dia tinggal di Jakarta bersama Tantenya.
"Ada?!" tanya Dania pada Raffa setelah Raffa mengetuk pintu beberapa kali dan menengok pada jendela rumah Lyra.
Raffa menggeleng pelan, dan menghela nafas panjang dan berat. "Tidak ada?! Di dalam rumahnya kayaknya tidak ada siapa-siapa..." ujarnya.
Dania mengerutkan dahinya, lalu mengusap wajahnya bertambah gelisah. Tak lama seorang ibu yang di ketahui adalah tetangganya Lyra menyapa mereka dari luar di samping mobilnya Raffa.
"Maaf mau cari siapa ya Mas dan Mbaknya?" tanyanya terheran.
"Eh, Bu! Anu ini Lyra nya pergi kemana ya?!" tanya Dania yang lekas menghampiri ibu-ibu disana.
"Oh mbak Lyra?! Kan udah satu bulan ini dia dan Ibunya pergi, dan rumah ini rencananya katanya mau di jual mereka." jelasnya.
"Oh, benarkah itu Bu?!" Dania dan Raffa terbelalak lantas melihat sekeliling rumah itu, namun tak ada keterangan sama sekali bahwa rumah itu akan dijual.
"Ibu tahu dimana sekarang Lyra tinggal?" tanya Dania lagi seraya menatap lekat pada wajah ibu-ibu itu.
"Em, maaf kalau itu saya kurang tahu. Tapi Ibu Rukanda dulu sempat sakit dan di bawa ke rumah sakit oleh adiknya, tapi tak lama kemudian Bu Rukanda di bawa pergi ke Rumah Sakit yang ada di Surabaya..." jelasnya lagi.
"Apa Ibu punya nomer mereka untuk bisa saya hubungi?!" tanyanya lagi dengan menggebu-gebu Dania terus mencari informasi tentang Lyra.
Ibu itu menggeleng lagi. "Maaf Mbak, waktu itu mbak Lyra dan Bu Rukanda terburu-buru pergi dan saya juga tak sempat menanyakan hal itu... Mungkin mereka juga akan kembali kemari untuk membawa barang mereka yang ketinggalan..." jelasnya lagi, ibu itu terlihat menyesal sekali karna tak tahu dimana mereka tinggal sehingga tak bisa memberitahukannya pada Dania.
Dania dan Raffa pun saling menoleh dengan perasaan yang kalut, tak ada lagi waktu bagi mereka untuk mencari Lyra, sebab acara pernikahan mereka juga sebentar lagi akan di gelar.
"Sudahlah, kau tidak perlu mencemaskannya lagi. Jika memang berjodoh, Tuhan pasti akan mempertemukanmu lagi dengannya..." ujar Raffa menenangkan hati calon istrinya setelah mereka masuk ke dalam mobil lagi.
"Mudah sekali kau bicara seperti itu setelah kau menyakiti perasaannya, hah?!" maki Dania dan ia kembali marah atas kebodohan kekasihnya itu. Memukul dada lebar Raffa beberapa kali dengan perasaan yang sangat kesal.
"Lalu aku harus bagaimana? Apa aku harus terus menjadi kekasih pura-puranya?" timpal Raffa yang jadi ikut terbawa-bawa kesal.
"Huuh ini semua kesalahanmu, coba saja dulu tak main-main dengannya..." sungutnya lagi.
"Sudahlah sayang, jangan terus mengungkit kesalahanku yang lalu. Ini hanya akan membuat hubungan kita menjadi renggang..." Raffa mengusap belakang kepala calon istrinya lalu membawanya masuk ke dalam dekapannya.
Tangis Dania pun kembali pecah, dia tak bisa membayangkan jika dirinya akan putus persahabatan dengan teman baiknya yang sudah lama terjalin itu.
Bersambung...
...*****...
...BAB 3...
...Anak Hiperaktif...
"Sudah Ibu katakan sejak dulu, kau menikah saja dengan Danu. Dengan begitu kita tak perlu lagi hidup susah-susah seperti ini!" Ibu Rukanda terisak kencang, menangisi semua nasib hidupnya. Membodohi Lyra karna bisa termakan oleh rayuan Raffa, yang mau-maunya Lyra di jadikan sebagai tempat pelariannya selama ini.
Sejak Lyra menceritakan kalau dirinya sudah putus dengan Raffa, Ibu Rukanda tak terima dan sangat kecewa sekali. Dia pikir dia akan cepat mendapatkan menantu yang bisa mengangkat derajat keluarganya. Sejak dirinya di tinggal pergi oleh mendiang suaminya. Rukanda jadi sering sakit-sakitan dan tak bisa lagi bekerja menjadi asisten rumah tangga. Walau Lyra memang punya bisnis kecil-kecilan menjual jenis pakaian anak. Tapi itu belum cukup untuk memenuhi segala kebutuhan hidup mereka. Apalagi Lyra dengan gigihnya ingin meneruskan kuliahnya lagi.
"Ibu... Kenapa sih Ibu selalu saja memaksaku untuk menikah dengan Danu?! Lyra nggak suka dia Bu..." lirihnya seraya menatap sendu pada wajah ibunya. Berharap sang Ibu bisa mengerti, bahwa pernikahan tak selalu harus di paksakan.
"Kenapa kau selalu saja membawa cinta, cinta dan cinta terus! Memangnya cinta bisa membuat perutmu kenyang apa?! Danu itu kaya, punya sawah berhektar-hektar di kampung dan juga perternakan sapi! Ibu yakin kuliahmu juga tak akan pernah putus di tengah jalan karena terpaksa harus membiayai pengobatan ibu! Lihat saja, mana cinta yang kau agung-agungkan selama ini?! Cinta hanya membuatmu sakit hati dan terpuruk saja! Coba saja bila ibu ketemu lelaki ku-rang a-jar itu lagi, ibu pasti akan memukulnya tanpa ampun!" sungutnya berapi-api, dengan nafas yang naik turun.
Lantas Bu Rukanda menyenderkan punggungnya di kursi seraya memijat kepalanya yang kembali berdenyut nyeri. Menenangkan hati dan pikirannya agar tak kembali tersulut emosi.
"Ibu... Sudah dong Bu, kalau marah-marah terus nanti tensi ibu bisa naik lagi..." Lyra menghela nafas kasar.
Bagaimana caranya agar Ibunya bisa melupakan mantan kekasihnya itu. Ah bukan, tepatnya Lyra adalah wanita selingkuhannya Raffa. Karna Raffa adalah kekasih temannya. Ya, Lyra mencoba terus menyadari siapa dirinya dan menerima bahwa dirinya memang selingkuhannya Raffa, jika di bandingkan Dania yang cantik jelita dan lebih dari segala-galanya. Tentu ia akan tetap kalah saing.
Coba saja dulu ibu Rukanda tak terus menanyakan Raffa kepadanya, yang akhirnya mau tak mau Lyra menceritakan bahwa Raffa tak pernah serius menjalin hubungan bersamanya, Ibu Rukanda hampir jantungan mendengarnya, jika sebenarnya Raffa adalah kekasih dari Dania teman putrinya sendiri.
Selain memiliki riwayat darah tinggi, Bu Rukanda juga mengidap penyakit diabetes. Mau tak mau, Lyra harus berhenti kuliah dan fokus mencari uang untuk biaya pengobatan Ibunya sendiri di Surabaya. Untungnya saja Om Rudi, Omnya Lyra sigap membantu mereka. Om Rudi mengajak Lyra berserta Ibunya pergi ke Surabaya dan sementara tinggal di kontrakan miliknya disana.
"Ibu tahu kau bicara begini karna kau masih ngeharepin lelaki tak tahu diri itu kan?! Buat apa kau masih ngarepin lelaki seperti dia sih nduk?! Makan tuh cinta butamu itu! Lain kali jika ibu nemuin lelaki yang sudah mapan dan masih lajang! Mau tak mau kau harus mau Ibu jodohkan dengannya, titik!" perintahnya tegas.
Bu Rukanda pun beranjak dar kursi lalu berjalan masuk ke kamarnya dan merebahkan tubuhnya di atas kasur. Berharap rasa kecewa dan sakit di hatinya akan hilang, sebab karna putri semata wayangnya harus menjadi korban cinta dari lelaki playboy macam Raffa.
Lyra menatap kosong ke arah televisi yang masih menyala. Mengerjap matanya yang sudah perih dan mengembun. Lyra berjanji tak akan lagi mudah jatuh cinta dan menerima seorang lelaki. Hatinya sudah terlanjur kecewa dan trauma di permainkan oleh Raffa. Saat ini Lyra hanya ingin fokus dengan menekuni pekerjaannya sendiri.
Hingga waktu pun bergulir dengan cepat. Usia Lyra kini sudah menginjak 29 tahun. Itu artinya sudah tujuh tahun berlalu.
Usaha Lyra akhirnya menuai hasil, dia bisa membuka toko pakaian anak-anak dan mainan sendiri dengan kerja kerasnya selama ini, juga rumah di kampung yang berada di kota Semarang akhirnya laku terjual. Hingga di Surabaya Lyra bisa membelikan rumah untuk ibunya.
Sudah beberapa akhir ini. Telah banyak lelaki mapan yang datang ke rumah ingin melamar Lyra, namun ia masih tetap memilih hidup sendiri, dan hal itu membuat Ibu Rukanda kembali kesal karena Lyra tak mau juga menikah di usianya yang sudah tak lagi muda.
"Mau sampai kapan kamu menolak terus pria yang datang kemari, nduk?!" tanya Bu Rukanda yang sudah tak sabar ingin segera melihat putrinya menikah.
"Nggak tahu Bu... Lyra hanya belum srek aja sama mereka..." jawabnya sekenanya saja sambil memotong-motong tempe untuk di buat keringan.
Bu Rukanda mendesah kasar. "Kamu harusnya mikirin kondisi Ibu toh nduk. Ibu ini sudah tua. Teman-teman seusia ibu sudah banyak cucunya. Lah kamu nikah aja belum, gimana mau ngasih ibu cucu?!" gerutunya lagi sambil mengaduk-ngaduk kesal sayur lodeh di dalam panci, pagi itu.
"Nanti saja Bu, kalau Lyra sudah temui lelaki yang srek di hati Lyra..." jawabnya lagi dengan santai.
"Srek di hatinya itu kapan toh Nduk?! Jangan bilang ya kalau kamu itu lebih memilih menikah dengan lelaki yang harus kamu cintai! Bosan tahu nggak ibu dengernya!" sungutnya lagi. "Kamu tahu nduk, Ibu sama Ayahmu dulu saja menikah tanpa cinta. Buktinya kami bisa hidup bersama sampai punya kamu, bahkan tak sekalipun kami berdua bertengkar apalagi sampai mengkhianati pasangan!" ungkapnya lagi.
Bu Rukanda pun mematikan kompornya karena sayur lodehnya sudah matang. Lalu ia menghampiri putrinya yang masih asyik mengupas bawang merah dan putih, seolah acuh dan sudah kebal dengan ocehan ibunya sepanjang hari. "Nduk, tahu Pak Marjuki nggak?" tanyanya tiba-tiba.
Lyra menatap sekilas Ibunya lalu menggeleng kepalanya. Bu Rukanda mendengus nafas kasarnya dan duduk di depan putrinya.
"Itu loh, tetangganya kita depan kontrakan Om Rudi yang dulu kita tempati." jelasnya.
Lyra mengingat-ngingat lagi lantas ia pun mengangguk-anggukkan kepalanya seraya membulatkan bibir. "Oh ya itu itu, Pak Juki-Juki itu ya tahu-tahu Bu... Emangnya kenapa dengan dia?!" tanya Lyra mengernyitkan dahinya. Bu Rukanda tersenyum lebar.
"Dia itu katanya punya anak laki-laki, sudah jadi Dokter loh... Kamu mau nggak Ibu jodohin sama dia?! Ibu sudah tanya sama Om Rudi kalau anaknya Pak Marjuki itu belum nikah lagi nyari calon istri. Eh, siapa tahu kamu cocok dan jodoh sama dia kan Nduk..." harapnya, menatap binar pada putrinya agar mau di ajak kerjasama.
Karna dia juga sudah bosan melihat putrinya melajang terus, sedang teman-teman kampungnya yang lain anaknya semua sudah menikah. Bahkan ada yang menikahkan anaknya di saat usianya yang masih belia 17 tahun.
Lyra menghela nafasnya kencang lantas meletakkan pisau di atas talenan. "Bu, bukannya Lyra nggak mau nikah! Lyra cuma malas saja ketemu lelaki dulu. Entahlah, Lyra merasa nyaman dan sudah terbiasa hidup sendiri seperti ini..."
"Astagfirullah nduk-nduk! Apa kamu mau bercita-cita jadi perawan tua?! Ibu malu tahu nggak, setiap kali ke warung di sindir terus sama ibu-ibu tetangga disini. Kapan katanya Ibu buat hajatan acara nikahan kamu Lyra?!"
Lyra kembali menghela nafasnya kencang. Lantas beranjak dari kursi lalu mencuci tangannya di wastafel. "Udah toh Bu, ngapain sih tanggepin omongan mereka?! Lagian kan mereka nggak ngasih makan kita juga... Udah ya Bu, Lyra mau siap-siap pergi ke toko udah jam setengah delapan nih..." sahutnya yang lekas mengalihkan pembicaraan.
Lyra pun bergegas masuk ke kamarnya untuk berganti pakaian, karna tadi subuh dia sudah mandi. Lebih baik Lyra cepat-cepat pergi ke tokonya daripada terus-menerus mendengar ocehan Ibunya yang selalu mendesaknya agar cepat menikah.
Bukan Lyra tak ingin menikah, hanya saja hatinya belum siap menerima lelaki lain. Sedang dalam hati kecilnya masih terukir nama Raffa. Ternyata kisah mereka masih melekat di ingatan Lyra. Walau Raffa sudah membuatnya kecewa dan sakit hati, tapi Lyra tak memungkirinya jika cintanya pada Raffa begitu besar.
Lyra menaiki motornya dan bergegas pergi ke tokonya. Kebetulan tokonya memang sudah di buka dari pukul tujuh pagi. Ada dua karyawan yang Lyra pekerjakan untuk menjaga tokonya. Jadi Lyra tidak kuatir akan kewalahan bekerja sendirian.
Sesampainya di toko, Lyra pun masuk dan tiba-tiba tak sengaja perutnya di tabrak oleh seorang gadis kecil dengan rambut di kuncir dua.
"Ya Allah!" spontan Lyra mengusap dadanya kaget.
"Nenek-nenek! Key mau boneka panda yang besar itu!!" teriaknya meloncat-loncat girang di hadapan rak mainan sambil menunjuki boneka berukuran besar di atas rak. Tanpa peduli pada Lyra yang sudah di tabraknya.
"Iya Key... Sebentar dulu, tadi katanya kamu mau boneka beruang ini, kok sekarang jadi panda?! Yang benar yang mana?" tanya seorang wanita paruh baya lalu berjalan tergopoh-gopoh menghampiri cucunya.
"Pokoknya Key mau panda itu yang itu!" rengeknya lagi dengan nada kesal.
"Sayang tapi di rumah juga sudah ada dua boneka panda. Masa mau beli lagi panda?!" keluh sang Nenek. Menggeleng kepalanya tak habis pikir dengan polah cucunya itu.
"Nenek ngeselin banget sih! Setiap keinginan Key selalu aja nggak di penuhi!" anak kecil itu merenggut kesal lantas mengguncang kencang rak boneka di depannya hingga boneka-boneka itu berjatuhan ke lantai.
Semua orang disana terbelalak termasuk Lyra yang melihatnya. "Ya ampun Key, !!" teriak Nenek itu seraya menekan kepalanya yang berdenyut sakit dengan tingkah cucunya.
Lalu gadis kecil yang bernama Keyla itu pun berlari kencang keluar toko tanpa memperdulikan teriakan neneknya.
"Key! Keylaaa!" teriak wanita paruh baya itu memanggil.
"Ah, emm ibu tunggu disini saja, biar saya saja yang kejar dia yaa..." Lyra menawari diri untuk mengejar cucu nenek itu, yang di perkirakan gadis kecil itu masih berusia lima tahun.
Nenek itu mengangguk dan mengucap terimakasih banyak pada Lyra. Dan Lyra pun dengan cepat berlari mengejar Keyla.
Keyla terus berlari hingga hampir ke tengah jalan, tanpa memperdulikan banyak kendaraan yang melintas di jalanan.
"Nak, jangan lari awasss!" Lyra menarik cepat tangan gadis kecil itu ke tepi jalan. Lalu memeluknya erat. Seketika sebuah motor melintas cepat di depannya. "Ya Allah Nak, nyaris saja motor tadi menabrakmu!"
Wajah gadis kecil itu memerah, dengan nafas yang ngos-ngosan karena berlarian.
"Kamu tidak apa-apa kan?! Bahaya jangan lari-lari di jalanan lagi ya!" Lyra memegang kedua bahu Keyla seraya menatapnya dengan cemas.
Bersambung...
...****...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!