NovelToon NovelToon

HOT DUDA VS HOT JANDA

Materi Biologi

"Sayang, emmm teruskan, ini sungguh nikmat, uhhhh," Hazel mengerang merasakan kenikmatan, ketika bagian tubuh intinya di bawah sana sedang mendapat serangan bertubi-tubi.

"Mama!" sebuah teriakan membuat Hazel harus menyudahi aktifitas panasnya, dengan sebuah benda yang nenyerupai alat reproduksi pria, yang sekarang sudah berada di genggaman tangannya, lalu menyembunyikan benda tersebut di bawah bantal.

Alat yang cukup untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, tentu sambil menatap foto sang suami, seolah-olah sang suamilah yang sedang memberikan kenikmatan yang dirasakannya, ketika bermain dengan benda tersebut.

Suami yang telah meninggalkannya, enam belas tahun lalu, dan menjadikannya janda dengan satu orang anak.

Meskipun sebenarnya Hazel bisa saja menikah lagi, dengan banyaknya pria yang mengejar cintanya, mengingat lagi dia bisa dibilang HOT JANDA, dan menjadi incaran para pria.

Namun, karena cintanya yang teramat besar untuk almarhum suaminya, tak ada niat sedikit pun untuknya menikah lagi, padahal pria-pria yang mengejar cintanya bukan pria biasa.

Hazel pun kini beranjak dari atas kasurnya, lalu membenarkan pakaian yang berantakan, sambil menatap sang putri semata wayangnya, yang baru saja masuk ke dalam kamarnya.

"Mama, aku panggil dari tadi juga. Kenapa tidak menjawab sih," gerutu Evelin Anxer, atau biasa di panggil Ev, putri cantik yang sekarang sudah sekolah, di sekolah menengah Atas. "Tidak mungkin kan, mama sudah tidur?" tanya Ev sambil memicingkan matanya, melihat rambut sang mama yang berantakan. "Apa yang sedang Mama lalukan?" tanyanya lagi, dan kini naik keatas kasur sang mama.

"Ev, apa yang kamu lalukan!"

"Sudah kuduga," ucap Ev yang baru saja mengambil benda menyerupai alat reproduksi pria yang di sembunyikan sang mama di bawah bantal. Karena dia sering melihat sang mama melakukan hal yang menurut Ev sungguh gila, dengan alat tersebut, apa lagi dia melihat foto sang papa yang selalu sang mama tatap saat melakukan hal gila tersebut.

Sosok papa yang tidak pernah dia lihat, sama sekali. Karena papanya meninggal dunia sebelum dia lahir ke dunia.

Tentu saja benda itu langsung di ambil oleh Hazel, dan menyembunyikan di belakang tubuhnya.

"Jangam macam-macam kamu Ev,"

"Ya elah Ma, dari pada mama bermain dengan benda mati itu, lebih baik melakukan dengan yang hidup,"

Mendengar ucapan sang putri membuat Hazel langsung menatapnya dengan tatapan tajam.

"Jangan menatap aku begitu Ma, aku anak baik kok," kata Ev, sambil mengukir senyum, karena dia paham, kenapa sang mama menatapnya dengan tatapan tajam, yang pasti sudah berpikir negatif, karena dia sudah mengatakan apa yang tadi di katakan. "Makanya mama menikah lagi deh, ada Om Vano, Om Bara, Om Jerry, Om Micky dan masih banyak yang lainnya, tinggal mama pilih mau menikah dengan siapa," ujar Ev, mengabsen satu persatu pria yang terang terangan menyukai sang mama.

"Jangan mengatur-atur mama, kamu,"

"Ish Ma, mending menikah lagi deh, biar ada yang membelai belai Mama, jadi mama tidak membutuhkan benda itu,"

"Ev! Apa yang kamu katakan!" teriak Hazel yang kini melotot pada sang putri. "Siapa yang mengajari kamu berkata seperti itu, hah?"

"Tenang jangan marah, pasti Mama sudah berpikir negatif kan,"

"Tentu,"

"Ma, aku mengetahui itu dari materi biologi di sekolah,"

"Yakin? Kamu tidak sedang membohongi mama?"

"Iya, Mama sayang," dan Ev pun kini mengulurkan sebuah amplop yang sedari tadi dibawanya kehadapan sang Mama.

"Apa ini?"

"Dari sekolah,"

"Ev apa yang kamu lalukan?" tanya Hazel penuh selidik, karena jika sudah ada amplop yang kini berada ditangannya, pasti sang putri baru melakukan kesalahan di sekolah, karena sudah beberapa kali Hazel di panggil ke sekolah, setelah sang putri melakukan kesalahan.

"Ini semua karena Mama,"

"Kenapa Mama?"

"Karena Mama tidak menikah lagi, coba kalau mama menikah lagi, dan aku punya papa. Pasti aku tidak diejek tidak punya Papa," jelas Ev jujur.

"Apa yang kamu lalukan?"

"Menjambak siswi lain yang sudah mengejek aku,"

"Ya ampun Ev, kenapa kamu jadi kriminal seperti ini, Mama sudah mengatakan padamu, jangan dengarkan siapa pun yang mengejek kamu,"

"Tidak bisa, aku kesal, Ma,"

Hazel kini hanya menggelengkan kepalanya, tanpa mengatakan apa pun lagi. "Masuk," ucapnya ketika asisten rumah tangannya mengetuk pintu kamarnya. "Ada apa Bi?"

"Ada Tuan Vano di bawah, Nya,"

"Suruh tunggu, Bi. Nanti aku akan menemuinya,"

"Dan memintanya untuk menggantikan benda menjijikkan itu," sambung Ev, untuk meledek sang mama.

"Ev!"

"KABUR!!!!!!"

Bersambung.............

Hay Guys, disarankan untuk membaca novel.

MY SUGAR BABY (HAZEL)

GADIS PEMUAS NA*SU (ZAIN)

Biar kalian tidak bingung, atau tinggal klik profil aku ya, SELAMAT MEMBACA 😇😇😇😇😇

Paralon

Sementara itu di tempat berbeda, Zainalando, atau yang sering di sapa Zain, seorang model dan juga aktor papan atas, menatap tajam pada Zivilando, putri semata wayangnya, setelah dia memberikan sebuah amplop padanya, yang ternyata dari pihak sekolah sang putri.

"Apa yang kamu lakukan lagi Zi?" tanya Zain, setelah membaca isi amplop tersebut, yang mengharuskannya untuk menemui pihak sekolah, dimana sang putri menempuh pendidikan di sekolah menengah atas.

"Aku tidak melajukan apa pun, Pa,"

"Jika kamu tidak melakukan apa pun, untuk apa pihak sekolah memanggil Papa?"

"Mana aku tahu,"

"Zi, katakan pada Papa, jangan membuat papa marah, apa kamu berkelahi lagi?" tanya Zain, karena bukan kali ini saja dia di panggil pihak sekolah.

"Aku hanya membela diri, Pa,"

"Katakan pada papa, apa yang kamu lakukan kali ini,"

"Hanya menjambak rambut siswi lain,"

"Ya, Tuhan. Kenapa kamu melakukan hal itu, papa tidak pernah mengajari kamu melakukan tindak kriminal, Zi,"

"Ini semua karena Papa,"

Zain memicingkan matanya menatap pada sang putri yang sedang duduk di sebuah sofa yang ada di dalam kamarnya.

"Kanapa kamu menyalahkan Papa, di mana salah Papa, katakan?"

"Salah Papa itu, kenapa Papa tidak menikah lagi, agar aku tidak diejek, karena tidak mempunyai seorang mama," jawab Zi, benar adanya.

Karena dia tidak pernah mengenal sosok seorang mama, dan tidak pernah merasakan kasih sayang dari seorang mama, dan hanya mendengar cerita, jika sang mama meninggal dunia setelah melahirkannya.

Hembusan nafas kasar meluncur bebas dari bibir Zain, karena itu lagi, dan itu lagi kenapa sang putri berkelahi di sekolah.

"Papa sudah pernah mengatakan padamu, lihat itu," Zain menunjuk sebuah foto pernikahan dirinya dan juga sang istri, yang sangat dia cintai, dan saking cintanya, hingga saat ini, setelah kepergian istrinya untuk selamanya enam belas tahun lalu, setelah melahirkan Zi, tidak terbesit sedikit pun bagi Zain untuk menikah lagi.

"Tahu, itu mama aku kan, dan itu yang selalu papa katakan," sambung Zi. "Meskipun aku tidak tahu, itu benar atau tidak,"

"Tentu saja benar, Zi. Dia adalah mama kamu,"

"Entahlah, aku merasa aku hanya anak pungut,"

"Zi, apa yang kamu katakan, hah!" kesal Zain mendengar ucapan sang putri. "Kamu anak papa dan juga mama kamu, paham!"

"Tidak, kecuali papa menikah lagi,"

"Tidak mudah untuk menikah lagi bagi Papa,"

"Kenapa? Apa Papa takut, aku mengetahui jika aku hanyalah anak pungut, dan bukan anak kandung Papa, karena papa ini sebenarnya impoten,"

Zain sekarang memicingkan matanya, mendengar ucapan dari sang putri.

"Kenapa? Papa terkejut? Aku tahu semuanya?"

"Siapa yang mengatakan itu padamu, jawab jujur,"

"Tante Jane,"

Zain pun menggelengkan kepalanya mendengar nama sang sahabat di sebut oleh sang putri, sahabat yang tahu segalanya tentang dirinya.

"Jangan pernah dengarkan Tante Jane, oke,"

"Kenapa? Apa papa tidak ingin aku mengetahui, jika papa itu impoten, dan ternyata aku hanyalah anak pungut, begitu?"

"Zi!" seru Zain. "Jangan bicara seperti itu lagi, kamu anak papa,"

"Ya sudah, jika aku anak Papa, aku ingin Papa menikah lagi, TITIK!" tegas Zi, yang ingin sekali memiliki sosok seorang mama di sampingnya, lalu beranjak dari duduknya dan meninggalkan sang papa, yang sedang memijat keningnya sendiri.

Dan kini Zain menatap kearah pintu kamarnya yang baru saja di tutup oleh sang putri, kini di buka lagi oleh Jane, wanita yang sudah tidak asing lagi baginya.

"Untuk apa kamu mengatakan tentang impoten pada putriku, Jane?"

Bukannya menjawab pertanyaan Zain sang sahabat, Jane malah tersenyum, dan mendekatinya.

"Itu kenyataannya kan?"

"Itu dulu,"

"Pasti sekarang juga iya, kan? Buktinya, setelah enam belas tahun kepergian istri kamu, kamu belum juga menikah, tidak mungkin kan, setiap kamu ingin memenuhi kebutuhan biologismu, kamu harus bermain dengan Miss lux, madam giv dan sejenisnya kan?"

"Aku pria setia,"

"Pret, tidak mungkin Zain, jika kamu normal, pasti kamu membutuhkan pawang untuk ularmu itu,"

"Aku bisa melakukannya dengan caraku sendiri,"

Jane memicingkan matanya menatap pada sang sahabat. "Apa kamu suka jajan di luar?" tanya Jane penuh selidik.

"Tentu saja tidak,"

"Terus?"

"Membayangkan istiku,"

"Dan lima jari bermain?"

"Iya, apa salahnya," jawab Zain jujur, karena persahabatan keduanya yang sudah terjalin sangat lama, membuat keduanya tidak malu menceritakan tentang hal yang bisa di bilang intim.

Mendengar jawaban Zain, Jane pun langsung tertawa.

"Ya Tuhan, Zain. Jatuh harga dirimu, sebagai model dan juga aktor papan atas, jika penggemar kamu tahu, idolanya sinting, di dunia ini tidak kekurangan lubang, Zain,"

"Lubang apa?"

"Paralon!" kesal Jane.

Bersambung.....................

Yang ngikutin novel aku, pasti tahu, siapa Zain dan Jane ya guys!

Status

"Iya Zain, mending nikah lagi lah, turutin kemauan Zi, mau sampai kapan kamu senam jari, yang rasanya tidak enak sama sekali," sambung seorang pria yang baru masuk ke dalam kabar Zain, dan pria tersebut kini mendekati Jane, dan memeluk pinggangnya.

"Tuh dengar apa kata suamiku, Zain. Banyak wanita yang mengejar kamu, dari Cindy, Angel, Putri, Lexa dan masih banyak yang lainnya, tinggal kamu pilih salah satu dari mereka yang cocok denganmu," ujar Jane menyebut satu persatu wanita yang jelas-jelas mengejar cinta Zain.

"Bener, agar burung kamu bisa merasakan lagi rasa hangat dengan pijatan-pijatan yang bikin kamu merem melek, lalu membawamu terbang melayang, dengan rasa nikmat yang tidak bisa di utarakan dengan kata-kata, tapi bisa kamu nikmati," sambung Jona suami dari Jane, agar Zain mengingat lagi bagaimana rasanya nikmat dunia. "Aku saja ingin selalu merasakan setiap hari, Zain. Masa kamu tidak, dan cukup senam jari,"

Namun, Zain tidak lagi menanggapi ucapan kedua sahabatnya, yang berdiri tidak jauh darinya.

"Iya Zain, lagian kalau ada lawan kan, enak. Ada yang ngeraba raba seperti ini, untuk meningkatkan kenikmatan luar biasa," kini Jane mempraktekan, apa yang baru saja dia katakan, dengan meraba dada sang suami yang masih memeluk pinggangnya, lalu mengecup bibirnya sekilas, dan salah satu tangannya kini sudah mengelus junior sang suami dari balik celana yang di kenakannya.

Zain menautkan keningnya, melihat kedua sahabatnya, dan selalu itu yang keduanya lakukan, ketika dia menolak untuk menikah lagi, tapi bukannya terpancing, Zain merasa biasa saja dengan tingkah laku keduanya.

"Keluar dari kamarku!" perintah Zain.

"Ye, pengin ya? Ngaku saja Zain?" ledek Jane.

"Pasti sayang, jika dia normal pasti pengin lah, apa mungkin Zain tidak normal lagi?" sambung Jona.

"Bisa jadi, sayang,"

"Lemes dong,"

"Pasti,"

"Sialan kalian, aku normal!" sahut Zain.

"Aku akan percaya jika kamu menikah,"

"Betul itu," sambung Jona membenarkan ucapan sang istri.

"Selalu itu yang kalian bahas, tidak ada kata lain apa?!" kesal Zain yang kini mendekati kedua sahabatnya tersebut, lalu mendorong keduanya untuk keluar dari dalam kamarnya. "Keluar kalian!"

"Cie pengin,"

"Diam Jane!"

"Eh nanti dulu Zain, ada yang ingin kita sampaikan,"

Zain menjauhkan tangannya saat masih mendorong kedua sahabatnya, ketika mendengar perkataan Jane.

"Apa lagi?"

"Aku ingin menitipkan putraku ya?"

"Memang kamu mau ke mana?"

"Bulan madu lah ke luar negeri,"

"Jangan bercanda Jane, sudah tua gaya gayaan pakai bulan madu,"

"Memangnya tidak boleh sudah tua bulan madu?"

"Boleh sih,"

"Ya sudah,"

"Katakan, sebenarnya untuk apa kalian ke luar negeri?"

"Melihat bisnis suamiku yang disana,"

"Oh begitu, ya sudah sana pergi, tenang, aku akan menjaga putra kalian,"

"Terima kasih, loyo,"

"Jane, aku normal!"

"Aku tidak dengar," sahut Jane yang langsung meraih tangan sang suami untuk meninggalkan sahabatnya tersebut.

*

*

*

Keesokan harinya, seperti biasa, saat mendapat surat dari pihak sekolah, Zain selalu datang ke sekolah sang putri, dan tidak pernah mewakilkan apa pun yang berhubungan dengan sang putri, meskipun dia l cukup terkenal di dunia hiburan.

Dan seperti biasa, sebelum memasuki ruang tamu sekolah, untuk menemui guru yang memanggilnya, suara riuh sambil memanggil namanya dari beberapa siswi yang melihat kedatangannya, mengiringi langkah kaki Zain, dan tak segan-segan memberi tanda tangan bagi siswi yang mengidolakannya.

"Sok tampan!" cibir Hazel dalam hati, melihat Zain masuk ke dalam ruang tamu. Ketika dia sudah lama menunggu kedatangannya.

Dan Hazel sudah sangat hafal, sang putri pasti bertengkar dengan putri dari pria yang kini tersenyum kearahnya, sebelum mengikuti guru yang ada di ruangan tersebut untuk duduk tidak jauh dari Hazel.

"Selamat pagi," sapa Zain pada Hazel, yang sudah beberapa kali bertemu di tempat yang sama, dimana keduanya sekarang berada.

Namun, Hazel hanya melirik kearah Zain dengan tatapan tidak suka.

"Ini pasti ulah putrimu lagi, aku sudah mengatakan padamu, didik putrimu yang benar!" belum apa-apa, seperti biasa, Hazel sudah kesal terlebih dahulu. Tidak peduli jika di ruangan tersebut ada seorang guru.

"Harusnya aku yang mengatakan itu padamu, didik putrimu dengan benar," sambung Zain, dan hanya sekilas menoleh pada Hazel.

Seperti biasa dia tidak ingin berlama-lama melihat Hazel, yang selalu menggunakan pakian kerja minim, hingga kedua belahan dadanya terlihat jelas, dan rok yang dikenakannya tidak menutupi kedua pahanya, hingga terekspos sempurna.

"Jadi kamu menyalahkan putriku lagi untuk kejadian ini? Sungguh tidak bisa di percaya, jelas-jelas putrimu yang salah!"

"Putrimu!"

"Putrimu!"

"Putrimu!"

"Saya mohon jangan seperti ini Pak, Bu," Mr. Joni yang duduk tidak jauh dari keduanya, coba melerai. "Malu, jika ada yang melihat Bapak dan juga Ibu berkelahi,"

Hazel dan juga Zain pun tidak meneruskan perdebatannya, dan kini menatap pada Mr. Joni.

"Pak, dia seorang duda pasti dia tidak bisa mendidik putrinya dengan benar," ucap Hazel, yang tahu jika Zain adalah seorang duda.

"Pak, sebenarnya janda ini yang tidak becus mengurus putrinya," sambung Zain.

"Maaf Pak, Bu. Boleh tidak jangan membahas tentang status disini?"

"Tidak!"

"Tidak!" jawab Zain dan juga Hazel bergantian.

"Kompak ya, bagaimana jika status Bapak dan juga Ibu di ganti, menjadi suami istri,"

"Apa!"

Bersambung............

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!