NovelToon NovelToon

Jeritan Di Ujung Desa

Mimpi Buruk atau Firasat?

" Ya sudah, berarti kita sepakat ya berangkat ke sana. Jangan terlambat loh, besok jam 6 pagi kita kumpul disini."

Ke empat temanku memiliki hobby yang sama. Suka menelusuri tempat yang katanya horor, tapi tidak denganku. Bukan nya takut, aku hanya merasa khawatir. Pasalnya, tempat yang akan kami datangi esok adalah tempat keramat.

Namaku Serli, usiaku 20 tahun. Aku lahir di tanah Jawa, Solo tepatnya. Sedari kecil, aku memiliki kelebihan untuk melihat makhluk halus. Besok aku dan ke empat temanku Ambar, Dina, bara dan Reza akan berangkat menuju desa keramat itu.

" Desa Sewu Mayit. Konon katanya di sana ada seorang gadis pembunuh yang tubuhnya di kuasai jin. Korban nya adalah orang yang lemah dan tertekan iman nya. Dan orang asing yang memaksa masuk ke daerah kawasan kekuasaannya. " Kataku yang sedari tadi mengutak utik ponselku mencari info soal desa tersebut.

" Dan sini tertulis, kalau gadis itu akan membunuh korban nya di setiap malam Jum'at. Setiap malam Jumat akan ada 10 orang korban dan setiap korbannya mati dengan kondisi mengenaskan. Telanjang bulat, banyaknya bekas cakaran dan mayat nya di tutupi oleh dedaunan dan ilalang kering. " Lanjutku, lalu diam menatap ke empat temanku. " Kalian yakin akan ke sana ?? "

" Yakinlah, ini akan menjadi hal yang menarik. Bisa jadi peluang besar, kita tangkap apa saja kisah yang ada di sana dan kita jadikan kisah horor. Kan bisa jadi pundi pundi uang juga buat kita, pokoknya kita harus ke sana besok. Aku yakin ini akan menyenangkan. " Ucap Ambar tiba tiba.

Yang lain menangguk bersemangat, aku malah jadi diam.

" Yasudah, lebih baik kita pulang dan beristirahat. Esok kita akan pergi pagi pagi kan?. " kata Reza.

Karena berkumpul tadi di teras rumah kosku, jadi aku tinggal langsung masuk ke dalam dan mengunci pintu. Aku tinggal sendiri, disini aku hanya merantau untuk kuliah. Karena libur panjang, jadi aku dan temanku memutuskan untuk berlibur.

Aku menyiapkan barang yang akan aku butuhkan selama pergi besok. Baju, peralatan mandi, dan beberapa barang penting yang mungkin akan aku butuhkan. Setelah selesai, aku langsung merebahkan diri di atas kasur empuk yang hanya muat satu orang ini.

" Kamu siapa ? " Tanyaku pada seorang wanita yang sedang duduk membelakangi ku, aku melihat di depan wanita ini ada orang yang posisinya terlentang.

" Hei, kamu siapa ? " Tanyaku lagi, dia masih tidak menjawab.

Aku penasaran dan berjalan mengampiri wanita tersebut, semakin aku melangkah rasanya wanita itu semakin menjauh. Ku lantunkan ayat kursi di dalam hatiku, semakin lama semakin mendekat. Disini gelap, tapi mata ku masih bisa sedikit melihat. Wanita itu seperti sedang memakan sesuatu, tapi apa ? Dan kenapa ada orang yang sedang tertidur di depan nya ??

Aku semakin mendekat, semakin jelas pula apa yang sedang di lakukan wanita itu. Ya allah yallah ya tuhan, itu Ambar!?.

Sungguh, aku melihat jelas yang tertidur tadi itu adalah Ambar. Dia benar benar telanjang bulat, dan perut nya bolong. Ya allah, apa ini ??

Wanita yang kulihat tadi sedang mencabik cabik perut ambar dengan kukunya, lalu mengulum jari dengan kuku panjang itu. wanita itu benar benar menjilat habis daging cabikan yang terselip di sela kukunya.

Aku tidak bisa bergerak bahkan berbicara, aku hanya berdiri di titik ini dan melihat sahabatku terbaring lemah, matanya juga tertutup. apa dia mati ?

Tiba tiba ..

" Ambar ! "

Jelas aku mendengar suara tidak jauh dan tidak dekat, suaranya seperti tidak asing. Ya allah, itu suaraku. Ada wanita di depan sana yang sedang berdiri, dan itu aku !!

Kenapa aku ada dua ?

Dimana ini ?

Siapa wanita ini ? Dan bagai mana dengan Ambar??

Banyak sekali pertanyaan menyerbu di kepalaku melihat kejadian ini. Aku hanya bisa menangis melihat kejadian ini, temanku mati dan aku malah tidak bisa bergerak untuk menolong.

" Ambar !! Hentikan itu !! "

Suara teriakan wanita yang wajah nya persis dengan ku itu membuyarkan lamunan dan tangisku. Ia berlari mendekati wanita ini, mayat ambar, dan aku yang jarak nya sangat dekat.

Saat wanita yang mirip dengan ku hampir mendekat dan hampir sampai, wanita yang sedari tadi mencabik perut ambar berdiri dan berbalik badan menghadapku.

Aku sungguh gemetar hebat, rasa takutku menguasai ku seutuhnya. Ia menatapku dengan tatapan yang tajam dan penuh rasa kebencian dan sakit hati. Tangan nya mulai naik seakan ingin mencekikku.

Dia mencekikku, dia berteriak lalu menangis beberapa kali. Aku yang kesulitan bernafas dan tidak bisa bergerak sama sekali hanya menahan sakitnya sesak sambil menangis.

" Aku bersumpah akan membunuh mu Sapta ! Hik hik hik hik hik.. " Ia mengatakan itu sambil tertawa melengking, suara nya menggema seakan telingaku ini akan pecah.

Aku menatap wajahnya, dia juga menatap wajahku. Bibirnya tersenyum kecil sebentar, lalu terbuka lebar. Benar benar lebar, ya allah apa itu ?

Dari dalam mulut nya terlihat sesuatu yang besar dan bulat,.

Itu kepala bayi !!

Bayi itu jatuh ke bawa tanah, wanita itu melihat ke bawah dimana bayi itu jatuh. Lalu kembali menatapku dan memuntakan banyak darah ke wajahku.

" Astaghfirullah.! "

" Ya allah hanya mimpi, " Aku terbangun dari tidur karena alarm pengingat shalat subuhku berbunyi. Tanpa fikir panjang, aku langsung mandi dan bersiap shalat subuh.

Selesai shalat subuh, aku langsung mengganti baju yang akan aku pakai untuk pergi nanti. Aku mengecek barangku, takut ada yang kurang.

Sambil mengecek, aku malah jadi kefikiran soal mimpiku tadi.

" Ya Allah, aku harap ini hanya mimpi burukku karena aku cemas. Bukan nya firasat, " Kata ku berbicara sambil ku angkat tanganku ke atas memohon perlindungan kepada tuhanku. " Lindungi aku dan teman temanku dalam perjalananku ini Ya Allah, jauhkan kami dari segala marabahaya. Jika ada yang bisa aku bantu, akan aku lakukan. Aku akan menjadikan perjalanan ini sebagai penolong dan pemecah suatu masalah."Do'aku terpanjat, aku tidak akan tau apa yang akan terjadi di sana nanti.

Melihat jam berwarna biru muda yang tertampal di dinding kamar kos ku ini, masih jam 05.04. Sambil menunggu teman temanku sampai, aku memutuskan untuk membaca Al Qur'an. 

Selang 20 menit aku membaca Al Qur'an, aku menyudahinya dan mengambil ponsel yang ku simpan di atas kasurku. Aku membuka beberapa sosial mediaku sebentar,. Aku melirik jam di pojok kiri ponselku sudah pukul 05.58.

Mataku terasa berat, mengantuk sekali. Aku sengaja memejamkan mata, dan..

" Bantu aku,... "

Samar dan halus ku dengar suara seorang wanita di telingaku,. Aku terkejut dan langsung membuka mata.

Tidak ada siapa siapa,. Aku mengubah posisi ku yang tadi tiduran menjadi duduk, benar tidak ada siapa siapa.

Lalu suara siapa itu tadi ?

Pembatas Berdarah

Tidak lama suara ketukan pintu terdengar.

'tok tok tok.

Aku berdiri dan langsung membuka pintu. Ternyata ke empat temanku datang berbarengan.

" Sudah siap ?" Tanya Bara.

" Sudah " jawabku agak ragu.

Aku masuk ke dalam untuk mengambil tas berisi barang yang sudah aku siapkan dari semalam. Kami berlima berangkat menggunakan mobil pribadi ambar, dia adalah anak orang berada dan di beri hadiah mobil ini saat dia berulang tahun ke 20 tahun.

Di sepanjang perjalanan mereka berbincang, bercanda dan mengabadikan momen perjalanan ini dengan sebuah kamera. Aku sendiri ?

Aku hanya sibuk mengutak utik ponsel masih mengorek informasi lebih dalam soal desa yang akan kami datangi.

" Eh guys, " panggil ku membuat mereka yang tadinya sedang tertawa jadi terdiam.

" Di sini ada info kalo pengujung harus izin dulu ke kepala desa nya,. Dan katanya juga, kepala desa ini memiliki seorang anak perempuan yang sakit. " Kataku sambil masih menarik ulur layar ponselku.

" Ya sudah nanti kita cari, sekalian kita izin meminta tempat untuk tinggal beberapa hari. " Ucap Reza.

Setelah perbincangan itu, kami semua menjadi diam. Perjalanan kami lancar tanpa hambatan, sampai semakin lama mobil ini semakin masuk ke dalam hutan yang lebat dan panjang. Hanya saja masih ada aspal setapak yang cukup untuk satu mobil. Semakin mobil ini melaju semakin kecil juga jalanan yang kami lewati, sekarang sudah tidak ada lagi jalanan ber aspal. Jalanan bertanah basah, dengan hutan dan jurang di sebelah kirinya.

Aku mengarahkan jalan mengikuti arah maps lewat ponsel.

" Kita harus kemana lagi ? Ini jalan buntu " kata Bara yang sedari awal membawa mobil ini.

" Kaya nya kita harus jalan deh, di maps sudah tidak begitu jauh. " Ucapku mantap.

" Ya sudah, ayo. " Kata Reza.

Kami berlima berjalan mengikuti sisa arah maps untuk menuju desa tersebut. Semakin lama semakin gelap, karena hari semakin sore. Jalanan nya pun hanya tanah basah dan rerumputan.

Cuaca yang gerimis kecil membuat suasana menjadi dingin dan tidak enak. Sekitar satu jam kami berjalan, hujan semakin lebat. Dan banyak kabut tebal menyelimuti kami, dan membuat ku semakin khawatir. Pasalnya, aku yang memiliki kelebihan indera ke enam ( indigo ) tidak melihat satu makhluk halus pun selama perjalanan.

Bukan nya bersyukur, tapi aku malah jadi dan semakin cemas.

" Apa masih jauh ?? " Tanya Dina yang wajahnya sudah mulai muram. Dia sama cemasnya sepertiku, tadi malam dia mengirimku pesan mengatakan kalau ia takut.

" Itu ada plang, ! " Ucap Reza. Di depan sana ada sebuah pembatas yang terlihat tidak terlalu besar.

Aku menyipitkan mata ku agar pengelihatan ku dari agak jauh sedikit lebih jelas.

" Desa sewu mayit. Benar, kita sudah sampai. Ini plang pembatas nya " kata Bara.

Pembatas terbuat dari kayu bertuliskan nama desa ini terlihat sudah lusuh, ukuran nya yang hanya sebatas lutut orang dewasa itu agak tertutup ilalang dan dedaunan kering.

Apa itu ?

Di pembatas itu ada cairan berwarna merah kehitaman. Tidak terlalu banyak, tapi mampu mematahkan semangat orang yang memandang nya.

" Apa ini ? Di desa ini ada kepala desanya, tapi kenapa hanya plang saja sampai buluk seperti ini ssih hahaha " ucap Ambar sambil tertawa lepas.

" Huss, ini desa keramat mbar. Kamu jangan sembarangan ucap. Lagian, ini bukan daerahmu. " Kata Reza membilangi ambar.

Reza benar, ini adalah desa keramat. Orang orang, apalagi pendatang seperti kami tidak bisa berbicara tidak sopan dan melakukan hal yang tidak seharusnya.

" Bau amis, ini darah. " Kata Bara.

Mata kami semua terbelalak. kenapa ada darah ?

" Darah ini juga masih baru, sepertinya bekas hewan mati. " Ucapnya lagi.

Aku semakin tidak mengerti mengapa ada darah di pembatas desa ini. Aku hanya berfikir logika kalau ini darah hewan, mana hewan nya ? Dan di tanah tidak ada ceceran darah sedikitpun.

Kalaupun memang hewan, seharusnya darah ini adanya di tanah. Tapi ini hanya ada di pembatas ini saja.

" Apa sing sampeyan tindakake ing kene? "

( Mau apa kalian ke sini ?) Ucap seorang lelaki paruh baya yang datang tiba tiba. Dia hanya memakai celana tanpa baju, dan membawa cangkul.

" Nuwun sewu pak, kula mriki badhe madosi desa sewu mayit. " ( Maaf pa, kami kesini imgin mencari desa sewu mayit. ) Jawabku,. Di antara teman teman ku, aku yang bisa berbahasa jawa.

" Apa sing dikarepake " ( mau apa ) tanya nya lagi.

" kita arep kanggo ngunjungi pa, mung sawetara dina. " ( Kami ingin berkunjung pa, hanya beberapa hari saja. ) Kataku lagi.

" Luwih becik kowe lunga! utawa sampeyan bakal mati ! " ( Lebih baik kalian pergi ! Atau kalian akan mati ! ) Katanya dengan nada tinggi.

Tubuhku terasa lemas, entah kenapa perasaan ku jadi tidak enak. Teman teman ku yang sedari tadi diam karena tidak mengerti percakapan aku dengan bapa tadi, jadi memperhatikanku semua.

" Ada apa lin ? Kenapa tadi ada kata kata mati? " Tanya Bara sambil memegang bahuku.

Aku masih diam terbengong memikir kan apa maksudnya semua ini. Semalam aku mimpi buruk dan sekarang ada seorang laki laki tua mengatakan hal di luar fikiranku.

Ya Allah ..

Aku tersadar dari lamunan karena ada suara petir kecil di atas langit. Hujan semakin lebat dan langit sudah gelap, aku menoleh ingin bertanya lagi ke pada kake tua itu.

Hilang ?

" Kemana bapa tadi ? " Tanyaku pada teman temanku.

" Loh, kemana ? Tadi disini. " Ucap Ambar.

Kami melupakan persoalan tadi dan melanjutkan perjalanan karena arloji yang melingkar di lenganku sudah menunjukan pukul 18.49.

Kami berjalan sampai menemukan sebuah kampung, banyak rumah rumah kayu disini. Tapi sepi, mungin karena cuaca hujan.

Kami berlima mutuskan untuk berteduh di sebuah rumah di ujung desa ini. Rumah yang agak besar dari rumah rumah yang sebelum nya kami lewati.

" Permisi.. " Ucapku sambil mengetuk pintu rumah ini.

" Iyaa, siapa " Sahut terdengar suara wanita dari dalam rumah.

Pintu di buka, seorang wanita paruh baya menggunakan kebaya merah yang mungkin satu set dengan kain nya. Rambutnya tersanghul rapih, wajahnya ayu di pandang khas wanita jawa.

" Permisi bu, maaf. Kami dari kota, kami ke desa ini untuk berlibur. Kalau kami boleh tau, dimana rumah kepala desanya ya bu, kami ingin meminta izin. " Kata Reza kepada wanita paruh baya itu.

" Oh iya de, ini rumah kepala desa. Kebetulan saya istrinya, silahkan masuk dulu. " Katanya.

Kami semua masuk lewat pintu samping karena sudah basah kuyup. Mataku seakan tak mau diam menatap sekeliling, dan seakan pandangan ku terkunci ke arah satu bangunan kayu kecil di sebelah kananku. Aku menatapnya terus karena penasaran.

" Bantu aakuuu... "

Samar ada suara di telingaku, suara yang sama saat aku di kamar kos pagi tadi. Aku mengerenyitkan mataku untuk memfokuskan pengelihatanku di tengah hujan deras ini.

' hmm hmmm hmmmm

Suara tangisan yang jauh namun melengking tinggi di telinga kananku, aku menghentikan langkahku dan tanganku berusaha menutup telingaku.

Semakin lama semakin sakit rasanya telingaku ini.

' hiikk hihkkk hiihkkk hikkk

Ningsih

Suara lengkingan ini hilang dari telingaku saat bahuku tertepuk seseorang.

" Kenapa nduk ? " Tanyaa istri kepala desa itu.

" Tidak apa apa bu. " Jawabku singkat.

Aku langsung mengikuti ke empat teman ku masuk ke dalam, kami bergantian ke kamar mandi untuk menyalin pakaian. Kamar mandi nya ada di luar rumah, khas pedesaan. jarak nya tidak jauh dari ruangan kayu kecil yang kulihat tadi. Sembari menunggu, ibu kepala desa itu membuat kan kamu teh hangat. Aku duduk di kursi bale yang ada di sebelahku.

" Kalian ini dari mana nduk ?" Tanya ibu kepala desa.

" Kami dari jakarta bu, " Jawab Dina. Aku mengambil segelas teh, meniup nya lalu ku minum.

" Kami hanya ingin berlibur bu," lanjutku.

" Tinggal disini saja nduk, di desa ini tidak ada penginapan. " Katanya.

" Terimakasih bu, maaf merepotkan. Oh iya bapak mana bu ? " Tanyaku. Aku tahu ini kurang sopan tapi walaupun yang di hadapan ku ini adalah istri kepala desa. Tetap saja aku wajib meminta izin kepada bapa kepala desa nya langsung.

Ibu itu diam tidak menjawab, lalu masuk ke dalam sebuah ruangan yang ku kira itu kamar. Tidak lama, sudut mata ku melihat seorang lelaki ieluar dari ruangan kayu kecil yang kulihat tadi. Aku melihat nya jelas karena aku duduk persis menghadap pintu yang langsung tertuju ke halaman samping arah kamar mandi dan ruangan kayu itu.

Lelaki itu keluar dan berjalan ke arah di mana aku dan teman ku duduk.

" Selamat malam Pak, " Sapaku sembari tersenyum.

" Selamat malam. Kalian ini siapa ? " Tanya nya.

" Kami dari kota pak, kami ingin berkunjung ke desa ini. Kami meminta izin pak," sambung Reza.

" Apa boleh kami menginap di sini untuk beberapa hari? " Lanjut Dina.

" Boleh, silahkan saja. Tapi di sini tidak boleh sembarangan. " Katanya. Tatapan nya serius.

Mataku tertuju pada lengan kepala desa itu, ada cairan merah segar yang menempel.

Apa itu ?

" Saya habis nge cat ruangan di sana. Kalian mandi dan istirahat dulu." Katanya. Aku rasa dia merasa kalau aku memperhatikan lengan nya.

Ambar selesai mandi, setelah itu Dina. Habis itu aku, dan di lanjut oleh Reza dan Bara.

Kami di beri 2 kamar. 1 kamar untuk aku, Dina dan Ambar. 1 lagi untuk Reza dan Bara.

Saat aku dan ke dua teman perempuan ku baru saja ingin istirahat, ibu kepala desa itu membuka gorden kamar yang kami tempati. Kamar, bahkan rumah ini terbuat dari kayu dan triplek. Memang agak besar, ada 3 ranjang yang terbuat dari bambu. Pintunya juga tidak menggunakan pintu pada umumnya, hanya di tutup gorden.

Aku bingung, kenapa di kamar ini ada 3 ranjang ? Apa anak mereka ada 3 ?

Atau bagaimana ??

" Mari makan malam dulu nduk. Ini sudah malam, kalian pasti lapar. Oh iya perkenalkan, nama ibu Bu Darsih. Dan Bapak, Pak Darman. "Ucapnya.

" Iya bu. Saya Serli, ini Dina, dan ini Ambar. Yang laki laki dua tadi itu, "

" Bara dan Reza." Lanjut Bu Darsih. Padahal aku belum memberi tahu, tapi dia sudah tahu. Apa Bara dan Reza sudah memperkenalkan diri terlebih dahulu ??

Aku dan teman teman ku berkumpul di meja makan yang juga terbuat dari kayu, aku rasa ini kayu jati. Kami langsung menyantap sajian yang sudah ada di meja makan ini. Ada ikan goreng, tumis kangkung, tahu dan tempe. Tidak lupa juga ada sambal.

" Anak anak Ibu dan Bapak tidak ikut makan malam ? " Tanyaku penasaran.

Mereka diam, begitu juga dengan teman teman ku. Aku benar benar heran saat ini.

Selesai makan, aku membantu merapihkan kembali meja makan ini sebagai bentuk rasa hormat dan kesopanan. Setelahnya, aku dina dan ambar kembali ke kamar tidur untuk beristirahat.

Aku merebahkan tubuh ku di atas ranjang, dan mulai terlelap.

" Bantu akuuu.. bantu akuu.. hik hik hik hik hik "

" Astaghfirullah " Aku terkejut mendengar suara itu lagi. Suara siapa itu sebenarnya ?

Dan bantu apa ??

Aku melirik arloji ditanganku. Pukul 02.04

" Duh kebelet pipis lagi" Keluhku.

Aku memutuskan untuk pergi ke kamar mandi, tidak ingin menganggu tidur siapapun jadi aku jalan sendiri.

Cuaca dingin sangat menusuk ke dalam tulangku, tambah lagi kamar mandi yang berada di luar rumah. Ya allah, lindungi aku..

Aku keluar pintu samping dan bergegas ke pintu kamar mandi. Mataku seakan tak mau beralih kemanapun, hanya tertuju pada ruangan kayu itu.

Aku memalingkan wajahku dan fokus ke arah kamar mandi.

Aku selesai, dan keluar dari kamar mandi.

Saat aku ingin langsung kembali rumah itu, aku melihat wanita yang sedang duduk di kursi depan ruangan kayu itu. Kepalanya menunduk sambil memegang buku.

Siapa itu ??

Wanita bergaun merah pendek, rambut panjang sedikit ikal dan kulit nya putih bersih. Dia duduk seakan tidak melihat aku yang hanya berjarak 10 kaki darinya.

Apa itu anak Bu Darsih dan Pak Darman?

Yang aku baca dia anak pa darman dan bu darsih yang sedang sakit. Tapi kenapa dia tidak tinggal bersama Ibu dan Bapak nya di dalam rumah ?

Aku penasaran, jadi aku mendekatinya. Jika ia memang anak Pa Darman dan Bu Darsih, apa salahnya aku berkenalan dengannya.

Aku mendekatinya, semakin dekat lagi.

" Hai, " sapaku.

Dia diam tidak menjawab, masih tertunduk dengan bukunya yang sedari tadi tidak kulihat dia membalik halamannya.

" Kamu anak bu darsih ya ? " Tanyaku lagi.

Dia menoleh ke arahku, wajahnya datar dan pucat.

Dia berdiri dan memegang tanganku.

Aku gemetar bukan main,

" Bantu aku " Katanya sambil menangis.

Kelebihan ku membuatkan aku mudah untuk mengendalikan rasa takutku.

" Apa suara di telingaku itu adalah suaramu ? " Tanyaku. Aku mengingat suara yang selalu datang mengganguku, suara nya sama dengan gadis ini.

Dia diam tidak menjawab, dia hanya menangis sesenggukan. Aku tidak tega.

" Apa yang bisa ku bantu ? Aku akan membantumu sebisaku. Katakan .. " kataku lagi.

Dia masih diam dan tidak menjawab. Aku jadi bingung, apa yang harus aku lakukan.

" Apa kau bisa membantuku keluar dari sini ? Dan apa aku bisa menjadi temanmu ? " Tanyanya tiba tiba membuatku terjekut.

" Akan aku lakukan jika aku bisa. Apa yang bisa aku lakukan ?? " Tanyaku.

Dia menangis dan tidak menjawab pertanyaanku. Aku jadi semakin bingung.

" Ini rumahku. Jika kau mencariku, aku ada disini" katanya sambil menunjuk arah ruangan kayu yang membuatku penasaran sedari awal.

" Baiklah, ini sudah malam dan cuaca nya dingin. Lebih baik kamu masuk dan istirahat. Besok kita ketemu lagi ya " ucapku sambil mengelus pipi halus wanita ini.

" Ningsih, " katanya sambil menyodorkan tangannya, tanda berkenalan.

" Aku ... "

" Nduk . "

Belum selesai aku mengenalkan diriku, bahuku di tepuk bu darsih secara tiba tiba.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!