Di dalam KA. Penataran, Stasiun Mataraman, kota AB, jam 22:53.
Terlihat seorang laki-laki berusia 26 tahun, dengan tinggi dan berat badan antara 175 cm/70 kg, berkulit coklat muda, sedang duduk seorang diri di bangku kereta Penataran. Dia adalah Dewangga Ramadhan, atau lebih dikenal dengan nama Dewa, seorang mantan ketua Regu III Ganendra.
Ganendra adalah pasukan elite Tentara Angkatan Darat yang biasanya menjalankan misi-misi khusus dan rahasia seperti misi penyelamatan sandra, sabotase dan penghancuran, operasi kontra terorisme, pengintaian, peretasan. Selain itu pasukan khusus Ganendra juga sering disewa oleh korporasi besar untuk tugas pengamanan, pengawalan bahkan melakukan sabotase terhadap saingan mereka. Tidak jarang pula, pasukan elite Ganendra mendapatkan misi untuk melenyapkan orang-orang atau kelompok yang bertentangan dengan pemerintah atau korporasi.
Anggota pasukan elit Ganendra dipilih dari prajurit-prajurit pasukan khusus angkatan darat, laut maupun udara dan mendapat pelatihan secara khusus dengan sangat ketat dan disiplin yang sangat tinggi sehingga mereka memiliki kemampuan diatas rata-rata bila dibandingkan dengan anggota pasukan khusus. Satu prajurit pasukan elit Ganendra memiliki kekuatan setara dengan 20 tentara pasukan khusus. Selain it, tentara yang berada di pasukan elit Ganendra setidaknya mempunyai keahlian untuk menyamar, bertarung, asassin dan mengusai berbagai senjata, baik senjata sergap maupun pistol. Selain itu ada juga yang ahli dalam bidang IT, peretasan, sabotase, sniper dan bahan peledak.
Sementara itu di dalam kereta, Dewangga terlihat duduk melamun sambil menyandarkan kepalanya di kursi kereta. Padangan matanya terlihat menerawang jauh dan terlihat sedang memikirkan sesuatu.
"Aaahhhh... Apakah aku masih ketua Regu III Ganendra..? Hhmmm bukan, mungkin lebih tepatnya mantan ketua.."
"Entah bagaimana keadaan lima anggota Regu III Ganendra lainnya. Mungkin ini jalan satu-satunya agar kita bisa selamat.."
"Tapi mengapa mereka menghianati kami, pasukan Regu III Ganendra..? Apa motif mereka..?"
Dewangga terlihat menarik nafas panjang dan mendesah, "Haaaahhh... Entahlah.."
"Mereka sangat rapi dalam bertindak. Hingga aku sendiri tidak sadar bahwa misi yang kami jalankan adalah jebakan. Mereka ingin mengorbankan kami, dan siapa dalang semua ini..?" gumamnya dalam hati
Banyak pertanyaan yang berkecamuk dipikiran Dewa hingga diapun tertidur karena lelah memikirkan jawaban atas pertanyaannya itu. Waktu berlalu, tidak terasa kereta sudah sampai di Stasiun Jayabaya, kota AG.
Terdengar suara seorang perempuan, dia adalah operator yang mengumumkan kedatangan kereta api yang ditumpangi oleh Dewa
"Selamat datang para penumpang KA. Penataran di Stasiun Jayabaya, Kota AG... Periksa barang bawaan anda sebelum meninggalkan kereta ..............."
Dewangga melirik jam tangannya yang berwarna hijau tua dna terlihat angka 1:56. Dewa segera melangkah turun dari KA. Penataran menuju pintu keluar stasiun. Tidak banyak penumpang yang turun di stasiun Jayabaya, merekapun segera menuju ke pintu tempat penjemputan penumpang. Berbeda dengan Dewa yang langsung melangkah menuju pintu keluar stasiun sambil menguap menahan kantuknya.
"Hhooaaaaahemmm.. Akhirnya sampai juga di kota AG.."
"Jam 1 malam, apa masih ada angkutan umum malam-malam begini..?" gumamnya dalam hati.
Di luar stasiun tampak sepi, tidak ada satupun moda transportasi umum yang ada. Dengan wajah kecewa diapun bergumam dalam hatinya, "Sudah kuduga di kota kecil, jam segini pasti tidak ada lagi angkutan umum yang lewat. Bahkan becak atau ojekpun juga sudah tidak ada.."
Dewangga berjalan menuju seorang pedagang asongan yang sedang duduk di emperan stasiun dekat dengan pintu masuk stasiun. Pedagang asongan yang biasa menjual rokok, kopi dan pop mie itu tampak serius menghitung uang hasil jualannya.
"Bisa buatkan saya kopi mas..? Eeee.. Kopi hitam ya, gak usah dikasih gula.."
"Eeeee… Rokok samsu nya ada..? Sekalian deh sebungkus.." ucap Dewangga kepada penjual asongan itu.
Penjual asongan itu menoleh kepada Dewangga dan menjawab dengan singkat, "Siap boss...!! Ini rokoknya bos.." jawabnya sambil memberikan sebungkus rokok kepada Dewa.
Sambil menunggu kopinya jadi, Dewa mengajak ngobrol penjual asongan itu tentang situasi di stasiun.
"Kalau jam segini sudah tidak ada angkutan umum lagi ya mas..?" tanya Dewa.
"Waahhhh sudah gak ada boss. Nanti jam setengah enam baru ada.." jawab penjual asongan itu lalu dia menyerahkan kopi pesanan Dewa.
"Ini kopinya boss.. Awas masih panas.." ucap pedagang.
Sambil menerima kopi pesanannya, Dewa melanjutkan bertanya "Lalu kalau mau pergi dari sini naik apa..?"
"Apa harus nunggu sampai jam setengah enam pagi..?"
“Yaaaa kalau gak mau nunggu sampai ada angkutan, pakai ojek online saja om..”
"Emang mau kemana sih om..?" tanya pedagang itu.
Dewa tidak segera menjawab pertanyaan pedagang itu. Dia menyeruput kopi, dan membakar sebatang rokok dan dihisapnya dalam-dalam dan dihembuskan perlahan sambil berfikir sesuatu.
"Semua alat komunikasi sudah ku buang. Untuk berjaga-jaga agar posisiku tidak terlacak oleh sistem.. Beruntung alat pelacak di jam tangan ini sudah berhasil aku lepas.."
"Kalau seperti ini terpaksa harus menunggu sampai setengah enam pagi.." ucap Dewangga dalam hati.
Melihat Dewa yang terdiam, pedagang itupun kembali bertanya kepadaa Dewa, “Kok malah diam om..? Emang om mau kemana..?”
Sambil tergagap, Dewangga menjawab "Oohhh.. Mau ke desa Lerengwilis.."
"Ee…. Mas punya hp..? Kalau punya saya minta tolong dipesankan ojek online bisa..?" sambungnya.
"Desa Lerengwilis..? Wah.. Itu jauh om, ada kalau 25 kilo.."
"Mendingan besok pagi saja kalau mau ke Lerengwilis. Karena harus lewat hutan, banyak begalnya juga om.." saran pedagang itu.
Pedagang itu terdiam beberapa saat lalu melanjutkan obrolannya, "Memangnya si om nya ini asli orang Lerengwilis..?"
"Oh... Bukan, saya bukan orang asli Lerengwilis. Hanya pengen liburan saja, kebetulan ada kawan punya rumah disana. Refreshing mas.." jawab Dewangga sambil tersenyum.
"Ngomong-ngomong beneran ada begal mas..? emang polisi gak tangkap mereka..?
"Beberapa kali polisi mengejar mereka, tapi sampai sekarang gak ada yang ketangkep.." jawab pedagang itu.
“Jadi begitu ya..? Eh.. Tapi ngomong-ngomong bisa gak bantu saya panggilkan ojek online..?” sahut Dewa
"Waduh.. maaf om, aku gak bawa hp. Kalau dirumah sih ada om, punya anak…" jawabnya singkat.
pedagang asongan itu tidak meneruskan ucapannya, tapi dia malah menawarkan dagangannya kepada seseorang, "Monggo mbak.. Silahkan mau pesan apa..? ada kopi, ada teh hangat juga.." ucapnya sambil melihat di belakangku.
Dewangga pun menoleh ke belakang. Seorang gadis manis berdiri sambil memegang gagang kopernya. Sesaat kemudian dia mengeluarkan hp nya tanpa menghiraukan tawaran pedagang asongan tadi.
Melihat gadis itu mengeluarkan hp, pedagang asongan itupun berbisik kepada Dewangga, "Nah... Itu om, mbak nya punya hp, om minta tolong saja sama mbak nya buat pesan ojek online.."
"Tapi kalau kata saya sih, mending besok pagi saja bos, lebih aman.." ujarnya sambil berbisik.
Sambil menepuk pundak pedagang itu, Dewanggapun tersenyum lalu berdiri menghampiri gadis itu, "Maaf mbak, mau minta tolong bisa kah..?" tanya Dewa
"Eeeee.. MintaMinta tolong apa ya mas..?" jawabnya.
"Eeehh gini. Aku mau minta tolong buat dipesankan ojek online bisa kah..? Itu, masalahnya hp ku ilang, mungkin jatuh pas naik kereta di kota AB tadi.."
Gadis itu tidak menjawab omongan Dewangga, dia terdiam dan tampak berfikir sesuatu, sehingga Dewanggapun kembali memohon kepada gadis itu, "Bisa ya mbak bantuin..?" tanya Dewangga berharap.
"Eemmmm.. Gimana ya mas, ini saya juga lagi pakai aplikasinya. Udah pesan dari tadi tapi belun datang-datang ojek online nya.."
"Emang mas nya mau kemana sih..?" tanyanya.
"Mau ke desa Lerengwilis. Kalau mbak nya mau kemana..?" jawab Dewa.
Gadis itu tersenyum mendengar jawaban Dewangga, lalu dia menawarkan untuk pergi bersama ke desa Lerengwilis, “Ah.. Sama kalau begitu. Aku juga mau ke Lerengwilis, gimana kalu bareng aja..?”
“Ooohh.. boleh kah..?” jawab Dewangga dan dianggukkan oleh gadis itu.
Dewangga pun tersenyum, lalu memastikan lagi kepada gadis itu, "Tapi beneran nih..? Emang gak khawatir nawari orang yang gak dikenal bareng..?"
"Enggak juga sih. Khawatir kenapa..? Emang mas nya punya niat jahat sama aku..?"
"Lagian aku pesen ojeknya pakai aplikasi resmi, jadi pasti terpantau lah.." jawabnya santai sambil tersenyum.
"Ya enggak lah mbak. Justru aku berterimakasih sama mbak nya karena udah kasih tumpangan.. Tenang aja aku bukan orang jahat kok.. Hehehehe.." jawab Dewa
Setelah membayar kopi dan rokok, Dewapun kembali mengajak gadis itu mengobrol, "Eeee... Mbaknya asli orang Lerengwilis kah..?"
"Bukan mas. Kebetulan KKN aku ditempatkan di desa Lerengwilis.. Harusnya sih tadi siang ngumpulnya. Tapi karena ada hal mendadak ya jadinya gini deh..”
“Kalau mas ini asli orang Lerengwilis..?” tanyanya.
“Oh.. bukan, aku hanya ingin liburan aja disana. Cari suasana yang tenang.. Oh iya.. Kalau boleh tau saya panggil mbak nya siapa ya..? Aku Dede." ucap Dewa sambil mengulurkan tangannya.
Mendapat pertanyaan itu, gadis itupun sedikit tertawa kecil, "Hhmmmm.. Ngajak kenalan nih ceritanya..? Hahahahha..."
"Eemmm.. Aku Naia.." jawabnya sambil menjabat tanganku
Tak berapa lama, mobil yang dipesan oleh Naia sudah sampai di depan stasiun. Naia langsung memasukkan kopernya ke bagasi dan masuk ke dalam mobil, Dewa memilih duduk di depan di samping pak sopir dan Naia duduk di bangku tengah.
Untuk mengusir jenuh, Dewanggapun memulai obrolannya dengan Naia di perjalanan "oh iya.. mbak Naia kuliah dimana..? Jurusan apa..?"
"Jangan panggil mbak Lah, panggil aja Naia. Lagian mas Dede lebih tua dari aku kan..? hehehehe.."
"Eemm.. aku kuliah di Universitas Tri Dharma, jurusan Komunikasi.."
"Kalau mas Dede kuliah juga apa kerja..? Dimana..?" tanyanya balik.
"Kerja, tapi barusan resign. Pengen istirahat, jenuh.. Makanya pengen cari tempat yang tenang.." jawab Dewa
"Eh.. Tapi kok bisa sih hp sampai jatuh..?" ujar Naia
"Ya namanya juga apes, tau sendiri kan di Stasiun Mataraman itu rame banget. Jadi ya gitu deh, desak-desakan. Entah jatuh entah dicopet.." jawab Dewa sambil mengangkat bahu.
Mobil melaju kencang, jalanan yang sepi membuat perjalanan seakan di jalan tol. Naia gadis manis yang supel dan sederhana membuat obrolan kami mengalir begitu saja sehingga kita menjadi cepat akrab.
"Emang mas Dede kerja dimana dulu..? Di perusahaan apa..?" tanya Naia
"Oh.. Eeeeee... Itu aku kerja di perusahaan itu yang berhubungan dengan keamanan gitu, di kota B.." jawab Dewa gugup
Kota B merupakan ibukota negara, kota dimana markas pasukan elite Ganendra berada.
"Oh.. Semacam security gitu kah..? Eemm.. aku pikir tadi mas Dede itu anggota tentara atau polisi gitu.." jawabnya
Mereka berdua asik mengobrol, sementara mobil yang mereka tumpangi berjalan dengan kecepatan sedang. Naia pun tampaknya sudah kelelahan dan tertidur.
Mobil yang mereka tumpangi berjalan dengan kecepatan sedang. Laju mobil yang stabil membuat Naia yang terlihat lelah menjadi tertidur.
Tidak berapa lama, driver ojol memberikan peringatan kepada Dewa bahwa mereka memasuki kawasan hutan jati, "Kita sudah masuk di kawasan hutan jati Carupan. Kurang lebih sekitar 10 kilometer kedepan adalah wilayah hutan jati Carupan.."
"Eeee.... Saya agak pacu mobilnya ya mas..?" ucapnya dengan wajah tegang.
Dewa bingung dengan perkataan driver ojol tersebut, lalu dia bertanya kepada driver itu, "Memang kenapa pak..? Bukannya jalannya agak berkelok..?"
"Eeeemmm.. Akhir-akhir ini di daerah sini banyak begal mas. Kalau jalan pelan takutnya nanti kena begal kita.."
Kalau agak kenceng jalannya, mereka gak akan berani mencegat mas.." jawabnya.
Driverpun menambah kecepatan mobilnya. Dewa hanya bisa diam dan berkonsentrasi melihat jalan. Goncangan mobil akibat jalan yang berkelok membuat Naia terbangun dari tidurnya karena berulang kali kepalanya terbentur kaca jendela mobil.
Tiba-tiba Dewa berteriak, "Awaaaassss..!! Hati-hati ada kayu di tengah jalan..!!"
Mendengar teriakan Dewa driverpun menginjak pedal remnya dengan segera.
Ckiiiitttt... Ccciiiiiitttt..... Ciiiitttttt..
Suara ban saat mobil di rem mendadak, mobilpun berhenti beberapa meter dari kayu yang melintang di tengah jalan tersebut.
GUBRAAAAKKKK...
Naia yang tidak siap dengan kondisi mobil yang di rem mendadak, terjungkal hingga menabrak kursi driver yang ada di depannya.
Naia bangun dan memegangi kepalanya yang sakit, "Aduuuhhhh.. Kepalaku... Ada apa sih pak..?"
"Mengapa harus ngerem ndadak..?" protes Naia.
"Asuuuuuu... Diampuuuutttt...!! Hampir saja..!!" umpat driver.
"Maaf mbak.. Itu ada kayu yang di tengah jalan..
Untung masih sempat ngerem..." jawab driver
Naia melihat sekeliling mencari kayu yang dikatakan driver itu, "Hah... Mana..? Pohon tumbang kah..?"
"Pasti ini ulah bajingan-bajingan itu.. Hhmmmmm.." gumam Dewa dalam hati.
Tak lama kemudian keluar 15 orang berperawakan kekar memakai masker di wajahnya. Beberapa dari mereka tampak memegang golok dan pentungan. Mereka langsung berlari menuju mobil dan berteriak sambil memukul kaca mobil.
"Woooii.. Buka..!! Cepat keluar dari mobil kalian atau kupecahkan kaca mobil ini..!!" ucap salah seorang dengan nada keras.
Salah satiu dari mereka memukul kaca dan kap mobil dengan keras sambil berteriak menyuruh mereka keluar dari mobil, "Ayo cepat buka pintunya dan keluar dari mobil..."
Braaaaakkkk... Braaagg..
Dua orang lainnya berusaha mengintip dari kaca penumpang ke dalam mobil. Sisanya hanya berdiri di depan dan samping mobil sambil sesekali memukul bodi mobil dengan pentungan yang dibawanya.
"Woooiii.. Jangan pakai pentungan mukulnya.. Kalau penyok jadi murah harganya.." hardik salah seorang begal.
"Wuuuiiiiihhhhh.. Lihat tuh, ada penumpang cewek di belakang. Cantik lagi..."
"Mana..?"
"Waaaahhhh.. Iya.. bos ada ceweknya juga bos, cantik bos..."
Dewa melihat ketakutan jelas tampak di wajah Naia dan driver. Wajah mereka pucat dan keringat dingin mulai bercucuran di tubuh mereka.
"Mbak c-cepat telepon polisi..!!"
"Kita diam saja di mobil sambil menunggu polisi datang.." ucap driver dengan suara gemetar.
Mendengar ucapan driver, Naia langsung mencari hp nya, "Hhaahh.. Mana handphoneku..?" ucapnya sambil membuka tas selempangnya.
Dengan tersenyum Dewa berkata, "Sudah tenang aja, kalian di dalam mobil saja, biar aku yang keluar bernegoisasi dengan mereka.."
Naia terkejut dengan ucapan Dewa, "Mas jangan ngawur ah.. Kalau mas Dede keluar, mereka tidak akan mau bernogoisasi dan pasti akan mengeroyok mas Dede.."
Sambil menarik handle pintu Dewa menjawab dengan santai, "Kamu sedang menghawatirkanku kah..?"
Dan benar saja, begitu pintu mobil terbuka, seseorang langsung membuka paksa dan menarik Dewa keluar hingga dia terjatuh. Sedangkan yang lain langsung merangsek menuju pintu tempat Dewa keluar tadi lalu berusaha masuk ke dalam mobil. Driver ojolpun berusaha untuk menahan begal itu agar tidak masuk ke dalam mobil, sehingga begal itupun menarik driver tersebut.
"Keluar kau..!!" teriak salah seorang begal sambil menarik driver.
Sementara itu, belum sempat Dewa berdiri, dua orang datang bermaksud mengeroyoknya . Dewa pun langsung berguling kebelakang lalu berdiri dan menyambut mereka dengan tendangan.
Jdaaaagggg.. jdaaaaagg..
Tendangan Dewa berhasil mendarat di perut dan dada begal itu dan membuatnya terpental dan tersungkur di tanah.
Melihat temannya jatuh, begal lainnya berusaha menyerang Dewa dengan pukulannya, tapi dengan mudah Dewa menangkap pergelangan tangannya, dan Dewa dengan teknik patahan, Dewa menyerang siku begal tersebut.
Taaap.. Craaack..
Suara tulang patah terdengar renyah di telinga. Selanjutnya Dewa langsung menarik begal yang berusaha masuk ke dalam mobil. Dewa menjambak rambut panjang begal itu, dan dengan sekali gerakan, dia memutar kepala begal tersebut.
Craaaaaakkkk...
Suara tulang leher yang patah membuat begal itupun jatuh tersungkur tak sadarkan diri.
Melihat ketiga temannya terkapar, dua belas orang lainnya langsung mengepung dan mengeroyok Dewa. Perkelahianpun tak terelakkan, pelatihan extrim yang dia dapatkan saat menjadi pasukan Ganendra membuat Dewa dengan mudah menghadapi kedua belas orang tersebut.
"Bagaimanapun aku adalah salah satu ketua regu pasukan elite Ganendra yang mempunyai kekuatan 1:100 pasukan biasa.." gumamnya dalam hati.
Jpraaaaakkk.. Jdaaaagg.. Craaaaakkk..
Kraaaaakkk.. Jbuuugggg.. Jbuuuggggg...
Jdaaaaagggg... Krataaaaakk..
Tak butuh waktu lama bagi Dewa untuk menghadapi 15 begal tersebut.. Beberapa dari mereka tak sadarkan diri, sedang yang lainnya merintih kesakitan memegang tangan atau kaki mereka yang patah.
"Aduuuuuhhh.. Sakiiittt....!!"
"Ampuuuuunnn... Sakiiittt...." rintih mereka
Driver dan Naia shock melihat apa yang telah Dewa lakukan terhadap para begal. Ada rasa tidak percaya terlukis di wajah mereka.
"Sadis.... beeen neerrr gila, mas Dede.. Orang segitu banyaknya..?" gumam Naia sambil melongo.
Dibantu oleh driver tersebut menyingkirkan batang kayu yang menghalangi jalan.
"Berat juga ya..? Pelan-pelan yang penting ada jalan buat lewat.." pikirnya dalam hati.
Setelah menyingkirkan kayu dari tengah jalan merekapun kembali ke mobil. Lalu Dewa mengingatkan Naia untuk menghubungi polisi, "Naia udah telepon polisi belum..?"
"Eh.. Anu.. Iya... I-Ini aku mau telepon.." jawab Naia tergagap.
Driver ojol terlihat gemetar saat akan masuk ke dalam mobil, "Sudah pak.. Tenang aja, bapak geser saja, biar aku yang bawa mobilnya.."
Sementara itu Naia berhasil menghubungi polisi dan melaporkan kejadian pembegalan yang baru saja kami alami. Tampak driver ojol pun sudah sedikit lebih tenang dan bisa tersenyum.
"Ok.. Sekarang kita lanjut jalan saja.. Biar polisi yang mengurus mereka.."
"Aku harus cepat meninggalkan lokasi.. Kalau sampai berurusan dengan polisi, bisa ketahuan nanti posisiku.." gumam Dewa dalam hati.
Dewa pun langsung tancap gas pergi meninggalkan begal-begal itu.
Driver ojol tampak bingung dengan aa yang dilakukan oleh Dewa, "Mas.. Beneran ini ditinggal mereka..? Apa gak sebaiknya kita tunggu polisi datang..?" tanya driver.
"Udah tinggal aja pak. Biar diurus sama polisi mereka itu.."
"Eh.. Ngomong-ngomong bapak namanya siapa..?" tanya Dewa kepada driver ojol.
"Oh.. Eeeee... Saya Yanto mas. Biasa dipanggil pak Yan carter.." jawabnya.
"Oh iya pak Yan, Naia, masalah begal tadi tolong jangan cerita ke siapapun.."
"Kalau mungkin nanti polisi tanya, bilang saja ada orang yang kebetulan lewat dan membantu kita.."
Naia bingung dengan maksud Dewa, "Emang kenapa mas..? Bukannya bagus bisa bantu polisi..? Kenapa harus dirahasiakan..?" tanya Naia.
"Udah mbak, lebih baik ikuti saja apa kata mas Dede.."
"Iya kalau kita dapat hadiah, kalau dijadikan tersangka bagaimana..?" jawab pak Yan.
"Aahhhh.. Bener juga ya..?"
"Udah banyak juga kejadian mereka yang melawan begal malah jadi tersangka.." ujar Naia
Pak Yan tidak menanggapi perkataan Naia, dia malah terlihat sedang memikirkan sesuatu, "Aku yakin kalau mas Dede ini bukanlah security biasa.. Dilihat dari cara menghadapi begal dan ketenangannya tadi, mungkin saja dia adalah anggota militer dari pasukan khusus.." gumam pak Yan dalam hati.
Demikian halnya dengan Naia, dia terlihat tersenyum sambil memikirkan sesuatu, "Mas Dede ini ganteng juga ya.. hihihihi..? Jago lagi.. Pasti aman deh kalau berada di dekat mas Dede, kayaknya bisa nih dijadikan pengawal.." gumam Naia di dalam hati.
Dalam suasana hening, tiba-tiba hp Naia berbunyi..
Twingg twingg.. Twiing twiing..
Naia mengambil hp nya dan membuka isi pesan yang masuk,
[Mama]
|Sudah sampai mana nak..? Gimana perjalanan aman..? Tolong cepat kabari biar papa dan mama gak khawatir|
[Naia]
|Masih perjalanan ma. Sudah naik olcar, mungkin 30 menit lagi sampai. Alhamdulillah aman kok. Kalau mama sama papa khawatir, cariin aja Nai pengawal. Kebetulan Nai udah ada nih calon pengawalnya.|
[Mama]
|Eh.. Tumben nih anak mama minta pengawal? Biasanya kalau dikasih pengawal suka diusir? Emang siapa sih dia, calon pengawal itu?|
[Naia]
|Mama ih... Udah deh mama datang aja ke Lerengwilis, nanti juga mama akan tau. Mumpung dia lagi gak ada kerjaan juga ma. Yang jelas dia itu jago berkelahi ma, pasti bisa jaga Naia..|
[Mama]
|Iya deh.. Nanti coba mama ngobrol sama papamu dulu. Kalau papa setuju, lusa mama akan kesana. Hati-hati ya sayang. Baik-baik disana.|
[Naia]
|Siap mamaku sayang.. hihihihihi..|
Naia membalas pesan orang tuanya sambil tersenyum sendiri.
Dewa mengamati Naia yang membalas pesan di hp nya dari kaca spion dalamz "Naia kok senyum-senyum sendiri..? Wa dari pacar kah..?"
"Pacar..? Hahahahaha..."
"Bisa dimarahi papa kalau sampai aku punya pacar.. Tari itu wa dari mamaku.." jawab Naia
"Waduh, papaku kolot juga ya..? masak anaknyanudah dewasa gak boleh punya pacar..?" tanya Dewa.
"Yeeeee... Ya enggak lah.. Papaku itu orang paling baik nomer dua sedunia.."
"Bukan gak boleh sih mas, tapi yang sesuai dengan kriteria papa yang susah.." jawab Naia.
"Wah.. pasti Naia ini keturunan ningrat ya..? kriterianya harus kayak lagunya Jamrud itu.. hehehehe.." goda Dewa
"Ningrat..? enggak lah, aku orang biasa aja mas. Udah ah, gak usah dibahas lagi masalah itu.."
"Eh.. Mas Dede butuh kerjaan kah..?" tanya Naia
"Kerjaan..? Emang ada lowongan kah..?" tanya Dewa heran.
"Ada sih, di perusahaan papa. Nanti aku rekomendasiin deh kalau mas Dede mau.." jawabnya santai
"Hhmmmm... Lihat dulu aja apa pekerjaannya. Aku pikir-pikir dulu deh.." jawab Dewa diikuti dengan anggukn kepala Naia.
Obrolan Dewa dengan Naia terpotong saat pak Yan memberitahu bahwa mereka sudah keluar dari wilayah hutan jati, "Eeeee.. Mas Dede, ini sudah keluar dari hutan jati Carupan, biar saya yang gantikan, lagian saya sudah jauh lebih tenang mas. Mas Dede istirahat saja.." ucap pak Yan.
"Eee.... Sekalian cari SPBU pak. Sekalian ke toilet.." jawab Dewa
"Bener tuh.. Aku juga udah kebelet dari tadi.." sambung Naia.
Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 4 pagi, perjalanan kami pun sudah memasuki wilayah desa Lerengwilis.
Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 4 pagi, perjalanan kami pun sudah memasuki wilayah desa Lerengwilis. Suara adzan shubuh mulai berkumandang, bersahut-sahutan di masjid dan surau yang ada di desa Lerengwilis.
Setrlah memasuki gapura selamat datang, pak Yan bertanya kepada Naia dan Dewa, "Mbak Naia dan mas Dede turun sesuai dengan order ya..? Di kantor desa Lerengwilis..?"
"Kalau aku iya di kantor desa saja pak Yan.. Tapi kalau mas Dede gak tau mau turun mana..?"
"Mas Dede alamat di desa Lerengwilisnya dimana..?" tanya Naia
Dewa membuka dompetnya dan mencari alamat yang ditulisnya disecarik kertas, "Sebentar aku lihat alamatnya dulu, Oh ini alamatnya.. Di dusun Keramat, jalan Himalaya sebelah timur musholla Al-Hikmah.."
Sambil mengganggukkan kepala, Pak Yan menjawab obrolan Dewa, "Oh.. Baik. Nanti antar mbak Naia dulu baru cari alamat mas Dede.."
"Nnnggggg gini aja pak, biar saya turun balai desa saja, nanti saya bisa cari sendiri alamatnya.." ujar Dewa
"Jangan mas.. Gak papa biar saya antar saja."
"Lagian mas Dede juga belum tau lokasi tepatnya, nanti biar saya cari lewat map, lalu saya antar mas Dede kesana.." cegah pak Yan.
"Waduh jadi merepotkan pak Yan kalau begitu. Eeee... Terimakasih sebelumnya pak.." jawab Dewa dijawab dengan acungan jempol oleh pak Yan.
Tak berapa lama, mobil merekapun telah sampai di delan balai desa Lerengwilis. Dewa membantu Naia menurunkan barang bawaannya yang ada di bagasi. Terlihat teman-teman Naia KKN Naia sudah menunggu di halaman basecamp yang berada di depan kantor Desa Lerengwilis, sedangkan pak Yan terlihat sibuk mencari alamat yang disebutkan oleh Dewa sebelumnya.
Dengan tersenyum, Naia berkata kepada Dewa, "Mas Dede, terimakasih ya..? Oiya, jangan lupa tawaranku tadi.."
"Iya, sama-sama Naia, aku yang harusnya berterimakasih udah dikasih tumpangan sampai disini.." jawab Dewa.
"Klaau ada waktu luang, main-main kesini aja mas. Kita bisa ngobrol-ngobrol juga.." sambung Naia dan dianggukkan oleh Dewa.
Melihat keakraban mereka berdua, membuat teman Naia menjadi penasaran. Diapun bertanya kepada Naia, "Eh.... Siapa dia Naia..? Kok aku gak pernah lihat sebelumnya..? Calon kah..?" tanya Silvia sambil berbisik.
"Hush... Apaan sih.. Eehhhmmmm... Ada deh.." jawab Naia.
Setelah cukup mengobrol, Dewapun berpamitan sambil masuk mobil. Tidak sulit menemukan lokasi dari alamat diberikan Dewa kepada pak Yan, lalu pak Yan mengantar Dewa mencari alamat yang sesuai dengan catatannya. Sekitar 20 menit, akhirnya merekapun sampai tujuan, sebuah rumah sederhana yang dibeli oleh dewa dengan uang tabungannya.
Setelah turun dari mobil, Dewa tidak segera masuk kedalam rumah, melainkan berdiri menatap rumah itu, "Jadi ini rumah yang dibeli oleh adikku dari tabunganku..? Bagus lah, sesuai keinginanku."
"Rumah yang gak terlalu besar tapi halamannya cukup luas.. Pas banget, berada di ujung desa di lereng gunung samping musholla.." ucap Dewa dalam hati.
Setelah berdiri beberapa saat, diapun memasuki halaman rumah itu dan langsung menuju teras rumah, "Adikku bilang kunci ada di bawah pot bonsai di teras.. Yup... Ketemu.." ucapnya dalam hati sambil tersenyum.
Dewa segera membuka pintu rumahnya, Dewa segera membuka kain yang menutupi perabotan yang ada di dalam rumahnya. Pak Yan menyusul Dewa ke dalam rumah untuk mengantarkan barang-barang Dewa yang tertinggal di bagasi mobil.
"Mas Dede, saya permisi dulu ya..?" ucap pak Yan
"Istirahat dulu saja pak Yan, sini duduk dulu, ngopi dulu lah.." jawab Dewa.
Pak Yan lalu duduk di kursi ruang tamu, sedangkan Dewa menuju dapur untuk membuat dua cangkir kopi. Peralatan dapur yang sudah lengkap membuat Dewa tidak kesulitan untuk merebus air. Dewa segera menyuguhkan kopi kepada pak Yan, lalu mereka mengobrol dengan santai di ruang tamu.
"Oh iya mas.. Mas Dede jago banget berantemnya, belajar beladiri dimana mas..?"
"Maaf sebelumnya mas, apa mas Dede ini tentara..?" tanya pak Yan
Dewa sedikit terkejut dengan pertanyaan pak Yan. Lalu dia menjawab sekenanya, "Tentara apa pak Yan.. Kalau tentara ya gak mungkin saya disini to..? Aku ini hanya pecatan satpam pak.. hahahahaha.."
Setelah cukup mengobrol, pak Yan pun pamit. Dewa mengambil beberapa lembar uang seratus ribu dari dalam dompet dan menyerahkannya kepada pak Yan, "Pak Yan, ini aku ada sedikit uang tolong pak Yan terima.. Tadi aku lihat kap depan mobil pak Yan pesok kena tendanganku, jadi uang ini bisa untuk memperbaiki mobilnya.."
Pak Yan merasa tidak enak hati untuk menerima pemberian dari Dewa, "Waduh, jangan mas, gak usah.. Mas Dede sudah menyelamatkan saya tadi, jadi kerusakan mobil saya gak seberapa kalau dibanding dengan nyawa saya mas.."
"Sudahlah pak Yan, terima saja uang ini. Ini pemberian dari saya, gak ada hubungannya sama begal-begal tadi.." jawab Dewa sambil meletakkan uang dintangan pak Yan.
"Masya' Allah maaaasss, saya gak tau harus berterimakasih dengan cara apa.."
"Gini aja mas, ini saya tuliskan nomer hp saya, mas Dede langsung telepon saja kalau butuh diantar kemana-mana, jadi gak usah liwat aplikasi.." ucap pak Yan.
"Hahahaha.. Pak Yan kok yo aneh.. Lha wong saya saja gak punya hp pak.."
"Wes gini aja pak, saya sekalian minta tolong pak Yan, belikan saya HP beserta nomernya.. Tolong sekalian diaktifkan, pakai nama pak Yan saja, lalu nomer hp bapak langsung simpan di hp itu, bagaimana pak..?" tanya Dewa
"Oh.. siap mas. Kalau mas Dede punya HP, sewaktu-waktu bisa telpon saya kalau butuh apa-apa.." jawab pak Yan.
Dewa mengeluarkan dompetnya, dia mengambil beberapa lembar uang ratusan ribu dan menyerahkan kepada pak Yan, "Ini uangnya buat beli hpnya.."
"Baik mas, nanti sore saya langsung antar hp nya mas.." sambung pak Yan sambil menerima uang itu.
"Gak usah kesusu pak, HPnya diantar kalau pak Yan pas ada penumpang yang ke Lerengwilis saja.. Saya percaya kok sama pak Yan.." jawab Dewa.
"Baik mas.. Kalau begitu saya pamit dulu mas.." ucap pak Yan menjabat tanganku lalu pergi.
"Dengan begini, aku masih bisa berkomunikasi tanpa khawatir posisiku terdeteksi oleh markas.." gumam Dewa dalam hati.
Memang sejak satu setengah tahun lalu, Dewa sudah curiga ada yang tidak beres dengan pasukan Ganendra. Sejak saat itu, Dewa selalu mengambil tunai uang gaji dan bonus misi lalu menitipkannya ke rekening adiknya.
Dewa terdiam sambil memikirkan sesuatu, "Ternyata benar, misi di perairan Borneo, misi rahasia penggagalan penyelundupan heroin itu, kami dikhianati. Bisa-bisanya kami dikepung oleh anggota pasukan divisi lain dari pasukan Ganendra. Delapan anggotaku, 2 orang tertangkap, satu tertembak dan lima orang lainnya termasuk aku harus menjadi buronan militer. Aku pasti akan mengungkap ini semua dan membalaskan sakit hati ini. Aku semakin yakin, ini pasti permainan para petinggi Tentara Angkatan Darat. Siapapun kalian, apapun pangkat kalian, kalian tidak akan lolos. Hutang nyawa dibayar nyawa, hutang darah dibayar darah..!!"
"Lebih baik aku sholat shubuh dulu lalu bermeditasi, biar pikiranku lebih tenang.. Untuk sementara biarlah, aku akan menjalani kehidupanku yang baru.." gumam Dewa dalam hati.
Pagi itu di basecamp KKN Naia,
Naia bersama dengan teman-teman KKN nya tengah bersiap-siap untuk memulai hari pertama KKN di desa Lerengwilis. Mereka tampak menggunakan setelan atasan putih bawahan hitam dilengkapi dengan almamater berwarna biru ciri khas kampus mereka. Diantara kumpulan mahasiswa itu, ada tiga mahasiswi yang tampak paling menonjol.
Pertama pasti Naia gadis 20 tahun, 161 cm/53 kg. Naia adalah gadis yang ramah dan mudah bergaul, dia mempunyai kulit yang putih, tampak manis ketika dia membiarkan rambut panjangnya tidak terikat. Lesung pipit tampak menghiasi wajahnya ketika dia tersenyum.
Selanjutnya ada Silvia gadis 20 tahun, 165 cm/55 kg berkulit putih tampak lebih proporsional dibandingkan Naia. Gadis berhidung mancung ini mempunyai rambut sebahu yang di cat warna merah gelap yang menambah kecantikannya.
Dan yang terakhir adalah Nuraini, 21 tahun, gadis berjilbab ini tampak anggun ketika mengenakan baju putih dan ber rok hitam, dipadu dengan jas almamater berwarna biru. Sama hal nya dengan Naia, Nuraini juga mempunyai lesung pipit ketika dia tersenyum yang menambah manis wajahnya. Gadis dengan tinggi 158 cm/48 kg memang paling pendek diantara kedua sahabatnya tersebut.
Mereka bertiga adalah teman satu kos walaupun mereka berbeda jurusan. Naia kuliah di jurusan Komunikasi, Silvia kuliah di jurusan Akuntansi, sedangkan Nuraini adalah mahasiswi jurusan Teknik Sipil.
"Eh.. Nai... Yg tadi shubuh itu siapa lho..? Kenalin gih.. Lumayan ganteng lho, bisa nih diajak jalan.." tanya Silvia sambil nyolek lengan Naia..
"Apaan sih Vi...? Jangan mulai deh, ku bilangin sama Rendi lho..?" jawab Naia.
"Hahahaha... Bilangin aja, aku lho udah gak ada hubungan apa-apa sama dia.. Weeeekk.." sahut Silvia mengejek
Nuraini penasaran dengan obrolan mereka, lalu bertanya siapa cowok yang mereka maksud, "Emang siapa sih Vi..? Cowok yang mana sih..? Aku jadi penasaran.."
"Makanya bangun sebelum shubuh, biar dapat rejeki.. Bangun siang ya rejekinya kepatok ayam... Hahahahaha..." jawab Silvia sambil tertawa.
"Kalian ini ya..? Eeeemmmmm.... Yuk lah berangkat.. Udah hampir jam 9 nih.."
"Udah ditungguin pak Lurah lho.." jawab Naia sambil menggandeng tangan kedua sahabatnya.
Mereka bertiga keluar basecamp yang berada tepat di seberang Kantor Desa Lerengwilis. Di depan basecamp sudah menunggu Rendi dan Satria. Mereka adalah ketua dan wakil ketua kelompok KKN Universitas Tri Dharma. Ada 10 mahasiswa dan 5 mahasiswi berbagai jurusan yang sedang melaksanakan KKN di Lerengwilis selama 2 bulan.
Rendi adalah anak bos perusahaan kontraktor. Laki-laki 173 cm/70 Kg ini adalah ketua kelompok KKN sekaligus mantan pacar Silvia dan berusaha untuk mengajak Silvia balikan lagi, sedangkan Satria adalah anak perwira pertama polisi. Laki-laki 168 cm/55 Kg ini adalah cowok yg agamis.
"Pagi Silvia..." sapa Rendi sambil tersenyum.
Silvia hanya membalas sapaan Rendi dengan senyuman. Naia tampak sibuk dengan hp nya untuk memberi kabar orang tuanya.
Melihat ketua kelompoknya masih berada di depan basecamp, salah seorang anggota KKN bernama Oki berteriak kepada mereka, "Rendi, Satria, buruan.. Bapak kepala desa udah datang.." teriak Oki yang berada di depan pintu gedung serba guna.
Mereka berlima pun bergegas menuju balai desa untuk mengikuti kegiatan perkenalan mahasiswa/i kelompok KKN kepada masyarakat. Di dalam balai desa tersebut kelompok KKN Universitas Tri Dharma berkesempatan untuk berkenalan dengan tokoh masyarakat dan perwakilan warga Lerengwilis sekaligus menjelaskan rencana kerja mereka selama melakukan KKN di desa Lerengwilis.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!